RIO DE JANEIRO
- Warga sebuah kota perbatasan di Brasil utara menghancurkan kamp-kamp
migran selama akhir pekan. Wilayah itu diketahui menjadi titik masuk
utama bagi warga Venezuela yang mencari perlindungan.
"Setelah kamp-kamp penghuni liar di kota perbatasan Pacaraima diserang pada hari Sabtu, sebanyak 1.200 warga Venezuela yang takut akan keselamatan mereka bergegas kembali melintasi perbatasan menuju negara mereka," kata para pejabat militer seperti dikutip dari New York Times, Senin (20/8/2018).
Kerusuhan di sepanjang perbatasan antara Brasil dan Venezuela dipicu pengakuan keluarga pedagang setempat yang mengatakan diserang oleh sekelompok warga Venezuela pada Jumat malam. Pihak berwenang mengatakan identitas dan kewarganegaraan penyerang belum dikonfirmasi.
Pada Sabtu pagi, penduduk Pacaraima turun ke jalan untuk memprotes jumlah gelombang migran yang dianggap mengambil kualitas hidup mereka. Mereka menyalahkan para pejabat pemerintah karena terlalu sedikit mengelola arus masuk.
"Setelah kamp-kamp penghuni liar di kota perbatasan Pacaraima diserang pada hari Sabtu, sebanyak 1.200 warga Venezuela yang takut akan keselamatan mereka bergegas kembali melintasi perbatasan menuju negara mereka," kata para pejabat militer seperti dikutip dari New York Times, Senin (20/8/2018).
Kerusuhan di sepanjang perbatasan antara Brasil dan Venezuela dipicu pengakuan keluarga pedagang setempat yang mengatakan diserang oleh sekelompok warga Venezuela pada Jumat malam. Pihak berwenang mengatakan identitas dan kewarganegaraan penyerang belum dikonfirmasi.
Pada Sabtu pagi, penduduk Pacaraima turun ke jalan untuk memprotes jumlah gelombang migran yang dianggap mengambil kualitas hidup mereka. Mereka menyalahkan para pejabat pemerintah karena terlalu sedikit mengelola arus masuk.
"Tujuannya
bukan untuk menargetkan warga Venezuela, melainkan untuk mencela
ketiadaan negara di kota kami," kata João Kleber Soares Borges (38)
anggota Asosiasi Komersial Pacaraima.
"Tidak dapat dibayangkan bahwa ada begitu banyak uang untuk mengatasi masalah migrasi tetapi tidak ada uang untuk membantu kami," imbuhnya.
Pada satu titik, beberapa pengunjuk rasa, dengan pengeras suara di tangan, mulai meneriakkan yel-yel melawan Venezuela, dan sebuah protes damai dilontarkan menjadi serangan dadakan terhadap tempat tinggal para migran, dalam video yang direkam oleh penduduk yang dikumpulkan oleh Erica Figueredo, seorang jurnalis televisi lokal.
Beberapa demonstran membakar tenda. Seorang pria menggunakan buldoser untuk menghancurkan tempat penampungan informal ketika penghuni bersorak mendukung. Warga Venezuela yang panik membungkus barang-barang mereka di tas dan berbaris di perbatasan untuk kembali ke negara mereka. Pada satu titik, warga Venezuela lainnya berlari ke bukit ketika orang-orang Brasil mengejar mereka.
Pendeta Jesus Lopez Fernandez de Bobadilla mengatakan ledakan itu seharusnya tidak mengejutkan karena ketegangan yang diakibatkan oleh krisis migrasi di kota berpenduduk 12.000 jiwa.
Dalam beberapa minggu terakhir, sebanyak 800 warga Venezuela telah menyeberang ke Pacaraima setiap hari. Banyak yang tinggal di sana untuk waktu yang lama karena mereka terlalu miskin atau terlalu sakit untuk menuju kota yang lebih besar.
“Pacaraima menawarkan contoh yang benar-benar memalukan dari xenophobia yang intens dan keras,” ujar Pastor asal Spanyol yang telah 9 tahun tinggi di kota itu.
Brasil telah menerima puluhan ribu dari sekitar 2,3 juta warga Venezuela yang telah meninggalkan negara mereka dalam beberapa tahun terakhir. Eksodus itu dipicu oleh hiperinflasi, kekurangan makanan dan obat-obatan kronis dan meningkatnya ketidakamanan.
"Tidak dapat dibayangkan bahwa ada begitu banyak uang untuk mengatasi masalah migrasi tetapi tidak ada uang untuk membantu kami," imbuhnya.
Pada satu titik, beberapa pengunjuk rasa, dengan pengeras suara di tangan, mulai meneriakkan yel-yel melawan Venezuela, dan sebuah protes damai dilontarkan menjadi serangan dadakan terhadap tempat tinggal para migran, dalam video yang direkam oleh penduduk yang dikumpulkan oleh Erica Figueredo, seorang jurnalis televisi lokal.
Beberapa demonstran membakar tenda. Seorang pria menggunakan buldoser untuk menghancurkan tempat penampungan informal ketika penghuni bersorak mendukung. Warga Venezuela yang panik membungkus barang-barang mereka di tas dan berbaris di perbatasan untuk kembali ke negara mereka. Pada satu titik, warga Venezuela lainnya berlari ke bukit ketika orang-orang Brasil mengejar mereka.
Pendeta Jesus Lopez Fernandez de Bobadilla mengatakan ledakan itu seharusnya tidak mengejutkan karena ketegangan yang diakibatkan oleh krisis migrasi di kota berpenduduk 12.000 jiwa.
Dalam beberapa minggu terakhir, sebanyak 800 warga Venezuela telah menyeberang ke Pacaraima setiap hari. Banyak yang tinggal di sana untuk waktu yang lama karena mereka terlalu miskin atau terlalu sakit untuk menuju kota yang lebih besar.
“Pacaraima menawarkan contoh yang benar-benar memalukan dari xenophobia yang intens dan keras,” ujar Pastor asal Spanyol yang telah 9 tahun tinggi di kota itu.
Brasil telah menerima puluhan ribu dari sekitar 2,3 juta warga Venezuela yang telah meninggalkan negara mereka dalam beberapa tahun terakhir. Eksodus itu dipicu oleh hiperinflasi, kekurangan makanan dan obat-obatan kronis dan meningkatnya ketidakamanan.
Sementara pemerintah federal mengatakan akan terus mengambil para migran, pejabat lokal di komunitas perbatasan mengatakan kebijakan pintu terbuka tidak berkelanjutan karena sekolah dan rumah sakit menjadi kewalahan.
Kantor gubernur negara bagian Roraima, yang termasuk Pacaraima, mengatakan dalam sebuah pernyataan akhir pekan lalu bahwa pejabat federal harus menutup sementara perbatasan dan memindahkan para migran ke negara-negara lain.
Meski begitu, Kolonel Hilel Zanatta, yang mengepalai gugus tugas militer Brasil yang mengelola proses pengambilan pengungsi di Pacaraima, mengatakan perbatasan telah dibuka kembali hari Minggu setelah apa yang disebutnya hari yang sangat menegangkan.
"Operasi sedang berlangsung normal, baik untuk orang-orang yang datang dan pergi ke Venezuela," katanya.
Credit sindonews.com