Militer Zimbabwe di Harare. ( AFP PHOTO)
Juru bicara Kepolisian Charity Charamba dalam wawancara dengan radio Zimbabwe, ZBC (Zimbabwe Broadcasting Corporation) menyatakan tiga orang yang tewas dalam bentrokan tersebut belum diidentifikasi.
Suara tembakan santer terdengar saat tentara yang didukung kendaraan lapis baja dan sebuah helikopter militer membubarkan para pendukung oposisi yang berdemo di jalanan. Beberapa di antara tentara mengenakan penutup wajah.
Kerusuhan berawal setelah Nelson Chamisa, pemimpin oposisi dari Gerakan Perubahan Demokratik, menyatakan dirinya memenangkan suara populer dalam pemilu.
Setelah membakar ban-ban di jalanan, puluhan pendukung Chamisa menyerang polisi anti huru-hara di dekat Komisi Pemilihan Zimbabwe (ZEC). Petugas merespons dengan menembakkan meriam air dan gas air mata.
"Saya melakukan aksi protes tamai, saya dipukuli tentara," kata Norest Kemvo, yang luka-luka di wajah dan tangan kanannya. "Ini adalah pemerintahan kita. Inilah mengapa kami ingin perubahan. Mereka mencuri pemilihan," kata dia.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meminta para pemimpin politik Zimbabwe dan masyarakat untuk menahan diri dan menolak segala bentuk kekerasan.
Menteri Kehakiman Ziyambi Ziyambi mengatakan tentara telah dipanggil untuk memastikan "kedamaian dan ketenangan".
Seorang juru bicara polisi, Charity Charamba, setempat mengatakan pasukan dikerahkan atas permintaan polisi, yang tidak bisa mengatasi kekerasan. Mereka akan tetap di bawah komando polisi, kata Charity Charamba.
Pengerahan tentara dan pemukulan demonstran tak bersenjata merupakan kemunduran bagi upaya Presiden Emmerson Mnangagwa dalam menepis status paria Zimbabwe pasca pemerintahan Robert Mugabe yang digulingkan lewat kudeta November lalu.
Bahkan sebelum kekerasan meletus, para pengamat Uni Eropa mempertanyakan pemilihan presiden dan parlemen, yang pertama sejak pengunduran paksa Mugabe yang berkuasa hampir 40 tahun di Zimbabwe.
Komisi pemilihan Zimbabwe akan mengumumkan hasil pemilihan presiden pada Rabu (1/8). Namun jadwal itu dimundurkan 24jam. Para pengamat Uni Eropa menyatakan penundaan itu merusak kredibilitas pemilu.
Credit cnnindonesia.com