“Isu mengenai Rohingnya adalah topik utama saya dalam pembicaraan dengan Menlu Bangladesh,” ujar Menlu Anifah Aman, seperti dilansir Channel News Asia, Minggu (17/5/2015).
Malaysia dan Bangladesh mendapatkan kritikan dari dunia internasional, hal ini disebabkan kedua negara menolak untuk menerima pengungsi etnis Rohingnya yang melarikan diri dari Myanmar.
Hal ini menyebabkan ribuan imigran Rohingnya terombang-ambing di tengah lautan, sedangkan ratusan lainnya berhasil berlabuh di Indonesia.
Badan PBB untuk masalah pengungsi (UNHCR) meminta negara-negara di kawasan Asia Tenggara untuk menerima imigran Rohingnya.
Malaysia, Thailand, dan Bangladesh pernah menolak kedatangan imigran Rohingnya masuk ke negaranya. Akibatnya, para pengungsi kini mulai beralih ke Indonesia karena sebagian dari pengungsi Rohingnya telah tiba di Aceh, Indonesia.
Namun, Pemerintah Indonesia belum menentukan sikap terkait masa depan imigran Rohingnya. Indonesia merupakan negara yang tidak menandatangani perjanjian internasional mengenai para pencari suaka.
Pemerintah Indonesia menolong imigran Rohingnya lebih disebabkan oleh masalah kemanusiaan, bukan bersifat politik.
Credit Okezone
Bahas Imigran Rohingnya, Malaysia-Indonesia Duduk Satu Meja
KUALA LUMPUR (CB) – Malaysia mulai kewalahan menangani
para imigran Rohingnya dari Myanmar. Kini Negeri Jiran tersebut akan
meminta bantuan Indonesia untuk menyelesaikan masalah imigran Rohingnya.
Seperti dilansir News 24, Senin (18/5/2015), Menteri Luar Negeri (Menlu) Malaysia Anifah Aman dijadwalkan bertemu dengan Menlu Indonesia, Retno Marsudi pada Senin 18 Mei di Kota Kinabalu, Malaysia.
Namun, Pemerintah Malaysia masih enggan memberikan informasi lebih lanjut mengenai agenda yang akan dibahas oleh kedua Menlu tersebut.
Malaysia mendapatkan kritikan dari dunia internasional, hal ini disebabkan mereka menolak untuk menerima pengungsi etnis Rohingnya yang melarikan diri dari Myanmar.
Hal ini menyebabkan ribuan imigran Rohingnya terombang-ambing di tengah lautan, sedangkan ratusan lainnya berhasil berlabuh di Indonesia.
Namun, Pemerintah Indonesia belum menentukan sikap terkait masa depan imigran Rohingnya. Indonesia merupakan negara yang tidak menandatangani perjanjian internasional mengenai para pencari suaka.
Seperti dilansir News 24, Senin (18/5/2015), Menteri Luar Negeri (Menlu) Malaysia Anifah Aman dijadwalkan bertemu dengan Menlu Indonesia, Retno Marsudi pada Senin 18 Mei di Kota Kinabalu, Malaysia.
Namun, Pemerintah Malaysia masih enggan memberikan informasi lebih lanjut mengenai agenda yang akan dibahas oleh kedua Menlu tersebut.
Malaysia mendapatkan kritikan dari dunia internasional, hal ini disebabkan mereka menolak untuk menerima pengungsi etnis Rohingnya yang melarikan diri dari Myanmar.
Hal ini menyebabkan ribuan imigran Rohingnya terombang-ambing di tengah lautan, sedangkan ratusan lainnya berhasil berlabuh di Indonesia.
Namun, Pemerintah Indonesia belum menentukan sikap terkait masa depan imigran Rohingnya. Indonesia merupakan negara yang tidak menandatangani perjanjian internasional mengenai para pencari suaka.
Credit Okezone
Myanmar Tolak Undangan Pembahasan Rohingnya
YANGON (CB) - Myanmar tidak akan menghadiri pertemuan pembahasan imigran gelap asal Bangladesh dan warga Rohingya
dari Myanmar yang diselenggarakan Thailand pada 29 Mei 2015. Pernyataan
tersebut disampaikan Kepala Kantor Kepresidenan Myanmar, Zaw Htay,
selaku Juru Bicara Presiden Myanmar Thein Seide.
Dalam pernyataannya, Htay bahkan menuding Thailand menginisiasi pertemuan tersebut untuk mengalihkan perhatian. "Kami tidak akan datang. Kami tidak akan menerima jika mereka (Thailand) mengundang hanya untuk meringankan persoalan yang mereka hadapi," ujarnya, seperti dikutip Asia News Network, Sabtu (16/5/2015).
Htay menegaskan, penyebab krisis imigran Rohingya adalah bertambahnya jumlah perdagangan manusia. Mengenai makam puluhan imigran Rohingya di ujung selatan Thailand, Htay mengatakan makam tersebut menunjukkan ketidakmampuan Thailand untuk mencegah terjadinya perdagangan manusia dan lemahnya hukum di sana.
Myanmar sendiri tidak menganggap penyelundupan imigran Rohingya sebagai masalah negara. Pasalnya, mereka tidak pernah mengakui Rohingya sebagai kelompok etnis meski telah tinggal lama di Myanmar.
Pertemuan regional pada akhir Mei mengundang 15 negara Laut Hindia. Amerika Serikat juga akan mengirim delegasi untuk menghadiri pertemuan tersebut. Perdana Menteri (PM) Thailand Prayut Chan-o-cha mengusulkan pertemuan tersebut pasca-penemuan puluhan makam warga Rohingya di Songhkla, Thailand.
Dalam pernyataannya, Htay bahkan menuding Thailand menginisiasi pertemuan tersebut untuk mengalihkan perhatian. "Kami tidak akan datang. Kami tidak akan menerima jika mereka (Thailand) mengundang hanya untuk meringankan persoalan yang mereka hadapi," ujarnya, seperti dikutip Asia News Network, Sabtu (16/5/2015).
Htay menegaskan, penyebab krisis imigran Rohingya adalah bertambahnya jumlah perdagangan manusia. Mengenai makam puluhan imigran Rohingya di ujung selatan Thailand, Htay mengatakan makam tersebut menunjukkan ketidakmampuan Thailand untuk mencegah terjadinya perdagangan manusia dan lemahnya hukum di sana.
Myanmar sendiri tidak menganggap penyelundupan imigran Rohingya sebagai masalah negara. Pasalnya, mereka tidak pernah mengakui Rohingya sebagai kelompok etnis meski telah tinggal lama di Myanmar.
Pertemuan regional pada akhir Mei mengundang 15 negara Laut Hindia. Amerika Serikat juga akan mengirim delegasi untuk menghadiri pertemuan tersebut. Perdana Menteri (PM) Thailand Prayut Chan-o-cha mengusulkan pertemuan tersebut pasca-penemuan puluhan makam warga Rohingya di Songhkla, Thailand.
Lebih lagi Prayut menjelaskan, hal yang menjadi kendala adalah cara pandang Myanmar terhadap Rohingya. "Isu kewarganegaraan Rohingya adalah masalah Myanmar. Kita jangan ikut campur dan harus menghormatinya," ujar dia.
Sebagaimana diketahui, dalam sepekan terakhir, sebanyak 2.000 imigran Rohingya dari Myanmar dan Bangladesh terdampar di Pantai Thailand, Indonesia, dan Malaysia. Sementara, sebanyak 6.000 orang lainnya diperkirakan masih telantar di tengah lautan. Pemerintah Thailand dan Malaysia menolak kedatangan mereka dan melepaskan kembali perahu-perahu mereka ke lautan.
Credit Okezone