Jumat, 08 Februari 2019

Kapal AL Inggris Kejar Kapal Perang Spanyol di Gibraltar


Kapal AL Inggris Kejar Kapal Perang Spanyol di Gibraltar
Sebuah kapal patroli Spanyol dikejar sebuah kapal kecil Angkatan Laut Inggris dari pantai Gibraltar pada Selasa (5/2/2019) kemarin. Foto/Istimewa


LONDON - Sebuah kapal patroli Spanyol dikejar sebuah kapal kecil Angkatan Laut Inggris dari pantai Gibraltar pada Selasa (5/2/2019) kemarin. Insiden itu terjadi setelah kapal patroli Spanyol melanggar batas perairan yang dikuasai Inggris selama latihan di lepas pantai Gibraltar.

Kapal HMS Sabre terlibat dalam manuver dengan kapal Angkatan Laut Inggris RHIB, ketika kapal Spanyol - Tornado - berlayar ke arah latihan, di mana ia bertahan selama dua jam.

Dalam latihan yang telah diberitahu sebelumnya oleh pihak berwenang Gibraltar, kapal-kapal diperingatkan bahwa manuver kecepatan tinggi dan penembakan hampa akan terjadi. Kapal yang hendak lewat perlu menghubungi kapal Angkatan Laut Inggris yang terlibat dalam latihan dengan menggunakan Saluran 16 - yang dilakukan Spanyol, untuk menyiarkan lagu kebangsaan negara itu.

"Kami dapat mengkonfirmasi telah terjadi serangan oleh Angkatan Laut Spanyol. Seperti semua serangan, kapal Angkatan Laut Spanyol menantang kapal Angkatan Laut Inggris. Ketika ditantang, kapal angkatan laut Spanyol kemudian meninggalkan Perairan Teritorial Gibraltar Inggris," kata Kantor Luar Negeri & Persemakmuran dalam sebuah pernyataan.

"Serangan adalah pelanggaran kedaulatan, bukan ancaman terhadapnya. Kami tidak memiliki keraguan tentang kedaulatan kami atas Gibraltar. Inggris tidak akan pernah melakukan pengaturan di mana orang-orang Gibraltar akan lulus di bawah kedaulatan negara lain melawan keinginan mereka, atau memasuki proses negosiasi kedaulatan yang tidak puas dengan Gibraltar," sambung pernyataan itu seperti dikutip dari laman Sputnik, Rabu (6/2/2019).

Gibraltar, yang terletak di pantai selatan Spanyol, telah menjadi Wilayah Luar Negeri Inggris sejak 1713, ketika Spanyol menyerahkannya ke Inggris di bawah The Treaty of Utrecht.

Namun sejak referendum Brexit pada Juni 2016, wilayah ini menjadi masalah yang hangat diperdebatkan antara kedua negara anggota NATO. Gibraltar memilih untuk tetap menjadi wilayah luar negeri Inggris dalam referendum 2002, dengan 99 persen memilih untuk menyelaraskan semata-mata dengan Inggris daripada berbagi kedaulatan dengan Spanyol.

Insiden ini terjadi hanya beberapa hari setelah Uni Eropa membuat marah Inggris dengan menjuluki Gibraltar "koloni mahkota Inggris" dalam sebuah dokumen yang menjamin perjalanan bebas visa bagi warga negara Inggris setelah Brexit. 




Credit  sindonews.com




Akhir Kekuasaan Kekhalifahan ISIS di Suriah-Irak


Militan ISIS berparade di atas tank di Suriah.
Militan ISIS berparade di atas tank di Suriah.
Foto: AP Photo

Trump Prediksi seluruh Wilayah ISIS di Suriah dan Irak akan direbut pekan depan.



CB, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memprediksi ISIS akan kehilangan seluruh wilayah mereka di Irak dan Suriah pada pekan depan. Ia mengatakan AS tidak akan berhenti memerangi sisa-sisa pasukan ISIS meskipun ia ingin menarik pasukan AS dari Suriah, sebuah keputusan yang sangat ditentang sebagian besar penasihat pertahanannya.

"Harusnya diumumkan dalam waktu dekat, mungkin pekan depan, kami akan memiliki 100 persen wilayah kekhalifan ISIS," kata Trump di depan 79 perwakilan negara anggota koalisi anti-ISIS, Kamis (7/2).

Selama beberapa pekan terakhir pejabat-pejabat AS mengatakan ISIS sudah kehilangan 99,5 persen wilayah mereka. Kini kekuasaan ISIS di Suriah kurang dari 5 kilometer persegi. Wilayah tersebut berada di desa-desa di Lembah Sungai Eufrat Tengah. "Ini bukan akhir perlawanan Amerika, perang ini akan kami lanjutkan bersama Anda," kata Trump.

Namun ada kekhawatiran penarikan pasukan AS dapat membuat kelompok teror tersebut memperluas wilayah mereka. Dalam pertemuan di Departemen Luar Negeri AS tersebut Trump mengatakan biarpun sisa-sisa pasukan ISIS masih berbahaya tapi ia bertekad untuk membawa pulang pasukan AS.

Dikutip AP, ia meminta anggota-anggota koalisi lainnya untuk ambil bagian dalam peperangan melawan terorisme. Dukungan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada keputusan Trump ini membuat anggota-anggota koalisi anti-ISIS terkejut.

Keputusan Trump menarik pasukan dari Suriah juga menyebabkan Menteri Pertahanan Jim Mattis dan Utusan AS untuk koalisi anti-ISIS Brett McGurk mengundurkan diri. Kini petinggi-petinggi militer AS menghadapi kekhawatiran yang baru.

Pejabat-pejabat militer AS berusaha menunda keinginan Trump tersebut. Menurut mereka ISIS masih menjadi ancaman nyata dan berpotensi untuk terbentuk dan berkembang kembali. Kebijakan militer luar negari AS mengharuskan pasukan berada di medan perang sampai seluruh kelompok teror binasa.

Kekhawatiran ISIS akan melakukan manuver strategis untuk terus merunduk sampai semua pasukan AS ditarik membuat Trump dihujani kecaman. Sebuah kecaman yang pernah ia sampaikan ke Presiden AS Barack Obama yang menarik mundur pasukan dari Afghanistan.

Kepada anggota koalisi anti-ISIS, Pompeo mengatakan rencana penarikan pasukan ini 'tidak akan mengubah misi utama koalisi'. Tapi hanya mengubah taktik untuk melawan kelompok yang masih dianggap sebagai ancaman. "Dalam era baru ini, pihak berwajib setempat dan pembagian informasi menjadi sangat krusial, dan perlawanan kami tidak harus selalu mengedapankan militer," kata Pompeo.  

Pada hari Rabu (6/2) pejabat senior militer AS memberitahu Kongres penarikan pasukan akan memperumit upaya mereka. Kepada Komite Pelayanan Militer House Of Representative pejabat militer AS, Asisten Sekretaris Pertahanan Operasi Khusus Owen West mengatakan ia memiliki penilaian yang sama dengan Jim Mattis.

Dalam sidang yang sama Wakil Direktur Operasi Pasukan Gabungan AS Mayor Jendral James Hecker mengatakan penarikan pasukan akan mempersulit upaya militer AS untuk terus menekan ISIS. Ia mengatakan akan terjadi penurunan tekanan di Suriah.

"Kekhawatirannya adalah jika kami mengeluarkan pasukan dari Suriah mungkin akan menghentikan tekanan kepada pasukan ISIS di Suriah, jadi misi kami adalah mencari tahu apa yang bisa terus kami lakukan untuk memberi tekanan di Suriah tanpa ada pasukan di lapangan," kata Hecker.

Hecker mengatakan penarikan pasukan akan juga memberatkan pihak lain. Tapi ia tidak menjelaskan pihak mana yang ia maksudkan.




Credit  republika.co.id





Trump Berencana Deklarasikan ISIS Kalah Pekan Depan


Trump Berencana Deklarasikan ISIS Kalah Pekan Depan
Donald Trump direncanakan mengumumkan secara resmi koalisi pimpinan AS berhasil merebut kembali seluruh wilayah yang sempat dikuasai ISIS di Irak dan Suriah. (Reuters/Joshua Roberts)


Jakarta, CB -- Presiden Donald Trump direncanakan mengumumkan secara resmi pada pekan depan bahwa koalisi internasional pimpinan Amerika Serikat berhasil merebut kembali seluruh wilayah yang sempat dikuasai ISIS di Irak dan Suriah.

Trump mengatakan kemenangan itu "harus diumumkan secara resmi mungkin pekan depan" bahwa koalisi AS telah memberangus 100 persen kekuatan ISIS.

"Tanah (yang dikuasai) mereka hilang. Itu adalah faktor besar. Tanah mereka hilang," kata Trump kepada kepada sedikitnya 79 menteri luar negeri dan pejabat senior negara yang bergabung dalam koalisi AS pada Rabu (6/2).


"Militer AS, mitra koalisi kami, Pasukan Demokratik Suriah telah membebaskan hampir semua wilayah yang sebelumnya dipegang ISIS di Suriah dan Irak."


Sementara itu, Menlu AS, Mike Pompeo, tetap meminta koalisi terus memberikan dukungan terhadap Irak dan Suriah untuk mengamankan daerah-daerah yang telah bebas dari ISIS.

"Koalisi harus terus mendukung pemerintah Irak dalam upayanya mengamankan daerah-daerah yang telah bebas dari ISIS," ucap Pompeo menanggapi pernyataan Menlu Irak, Mohamed al-Hakim, yang khawatir masih ada "sel-sel tidur" ISIS di negaranya.

Dalam kesempatan itu, Trump juga kembali menegaskan tekadnya untuk menarik seluruh pasukan AS dari Suriah.


Trump sebelumnya mengumumkan akan menarik sedikitnya 2 ribu tentara AS dari negara yang telah dilanda konflik berkepanjangan sejak 2011 lalu itu.

Keputusan sepihaknya itu memicu kekhawatiran kabinetnya sendiri, Partai Republik dan Demokrat, hingga negara mitra koalisi AS di Timur Tengah.

Langkah yang diambil Trump tanpa konsultasi itu bahkan memicu pengunduran diri mendadak menteri pertahanannya, James Mattis.

Dalam kesaksiannya di depan Senat, jenderal Angkatan Darat AS untuk Timur Tengah, Joseph Votel, mengatakan ISIS masih bisa bangkit setelah AS menarik seluruh pasukannya dari Suriah.

Dikutip AFP, pertemuan Trump dengan para negara mitra koalisi itu juga yang pertama dilakukan sejak AS mengumumkan penarikan pasukan dari Suriah.

Beberapa menlu negara mitra yang hadir dalam pertemuan itu antara lain dari Turki, Prancis, Arab Saudi, Yordania, Maroko, dan Irak.




Credit  cnnindonesia.com



Menlu Turki: koordinasi diperlukan untuk tumpas Da`esh di Suriah


Menlu Turki: koordinasi diperlukan untuk tumpas Da`esh di Suriah
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu (ki)-Menlu AS Mike Pompeo (ka). (Anadolu)




Washington, 7/2 (CB) - Penumpasan sisa anggota kelompok teror Da`esh di Suriah dan penarikan tentara AS dari wilayah tersebut mesti ditangani dengan cara yang terkoordinasi, kata Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu pada Rabu (6/2).

Cavusoglu berbicara di Washington, Amerika Serikat, dalam pertemuan menteri luar negeri sebagai bagian dari koalisi global untuk mengalahkan Da`esh. Meskipun ia melihat kelompok gerilyawan tersebut sudah kalah, ia mendesak semua negara untuk mencegah kebangkitan kembali kelompok teror itu.

"Menghindari kevakuman kekuasaan yang dapat dieksploitasi oleh pelaku teror untuk membahayakan keutuhan wilayah Suriah dan keamanan nasional tetangganya akan sangat penting," kata Cavusoglu, sebagaimana dikutip Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis.

"Da`esh telah kalah di Irak dan tak terhindarkan akan menghadapi nasib yang sama di Suriah. Yang penting sekarang ialah mencegah kebangkitannya kembali serta membantu menstabilkan semua negara ini. Perlu untuk menangani pangkal momok ini secara efektif dan dihindarinya pengulangan kesalahan masa lalu," katanya.

Presiden AS Donald Trump mengeluarkan keputusan yang tak terduga pada Desember untuk menarik 2.000 prajurit AS dari Suriah, sehingga menyulut kecaman dari banyak sekutu dan pembantu keamanannya, termasuk Kabinetnya sendiri.

Keputusan tersebut diambil setelah percakapan telepon dengan Presiden Turki Recep Rayyip Erdogan, saat kedua pemimpin itu menyepakati perlunya koordinasi yang lebih efektif di negara yang dicabik perang tersebut.

Cavusoglu menyatakan berbagai upaya bagi pembangunan kembali di Irak dan "pembangunan kembali identitas Irak di dalam sistem politik yang melibatkan banyak pihak" penting bagi kestabilan negeri itu.

"Setelah menempatkan tentaranya dengan cara yang membahayakan dalam perang melawan terorisme di Suriah, dan memfasilitasi kembalinya ratusan ribu pengungsi buat daerah yang dibebaskan, Turki siap melakukan apa saja yang perlu untuk membantu menstabilkan Irak dan Suriah," kata Cavusoglu.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menekankan kepada koalisi tersebut, AS juga akan terus berusaha bagi kestabilan di Irak dan Suriah.

"Pengumuman Presiden Trump bahwa tentara AS akan ditarik dari Suriah bukan akhir dari perang Amerika. Kami akan terus berperang bersama kalian," kata Pompeo kepada para anggota koalisi. "Itu hanya merupakan tahap baru dalam perang lama."

Koalisi dengan 79 anggota tersebut didirikan pada 2014 untuk mengurangi ancaman yang ditimbulkan oleh kelompok teror bagi keamanan internasional. Sasarannya ialah menghapuskan kemampuan militer Da`esh, kekuasaan wilayah, pemimpin, sumber keamanan dan pengaruh daringnya.





Credit  antaranews.com





Jenderal Sebut Trump Tidak Konsultasi Soal Penarikan Pasukan


Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, secara mengejutkan menengok pasukan militer Amerika Serikat yang sedang bertugas di Irak, Rabu, 26 Desember 2018. Sumber: edition.cnn.com
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, secara mengejutkan menengok pasukan militer Amerika Serikat yang sedang bertugas di Irak, Rabu, 26 Desember 2018. Sumber: edition.cnn.com

CBWashington – Komandan tertinggi militer Amerika Serikat di Timur Tengah, Jenderal Joseph Votel, mengatakan dia tidak dimintai pendapat oleh Presiden Donald Trump sebelum pengumuman penarikan pasukan dari Suriah.


“Tidak ada konsultasi dengan saya,” kata Votel, yang merupakan komandan Komando Pusat AS di Timur Tengah dalam rapat dengan Senat seperti dilansir Aljazeera pada Selasa, 5 Februari 2019.
Pejabat AS mengatakan kepada Reuters bahwa militer telah memulai proses penarikan pasukan dari Suriah. Ini terjadi setelah Trump mengumumkan rencana penarikan pasukan AS menjelang akhir 2018 dengan menyebut kemenangan melawan kelompok teror ISIS.


Keputusan Trump itu mengagetkan sekutu dan membuat Jim Mattis mengundurkan diri dari posisi sebagai menteri Pertahanan. Trump lalu mempercepatnya pengunduran diri Mattis karena ada perbedaan pandangan.
Votel mengatakan kelompok ISIS sekarang menguasai 52 kilometer persegi dari sebelumnya 88 ribu kilometer persegi wilayah. Menurut dia, misi untuk terus memerangi ISIS akan terus berjalan meskipun kekuatan kelompok ini terus melemah.


Saat ini, jumlah pasukan ISIS hanya sekitar 1000 – 1500 orang, yang berkeliaran di kawasan selatan di Lembah Sungai Eufrat dan berbatasan dengan Irak. Mayoritas ISIS telah menyebar dan menghilang.

Soal kemenangan melawan ISIS, Trump mengatakan kepada media CBS dalam acara Face the Nation bahwa,”Saat ini kita 99 persen, kita akan jadi 100 persen.”
Votel mengatakan ISIS kemungkinan bisa kembali muncul jika pasukan AS meninggalkan Suriah. Dia mengaku tidak tahu detil pengumuman Trump.

 
“Tentunya kita menyadari bahwa dia (Trump) telah mengekspresikan keinginan dan niat di masa lalu untuk meninggalkan Irak dan Suriah,” kata Votel dalam rapat dengan Komite Angkatan Bersenjata Senat.



Credit  tempo.co




AS Minta Koalisi Anti-ISIS Berbagi Informasi Intelijen


Militan ISIS di Suriah. (ilustrasi)
Militan ISIS di Suriah. (ilustrasi)
Foto: Ssn.tv

ISIS masih memiliki 4.000 sampai 5.000 pasukan.




CB, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo meminta koalisi Anti-ISIS untuk meningkatkan upaya berbagi informasi intelijen. Selain itu ia juga meminta anggota koalisi untuk memulangkan serta menghukum anggota ISIS dari negara lain dan mempercepat upaya stabilisasi sehingga sisa-sisa ISIS di Irak, Suriah dan tempat lainnya tidak dapat terbentuk kembali.

Pompeo menyinggung tentang bom bunuh yang menewaskan empat warga AS, dua tentara, satu staf Pentagon dan satu kontraktor AS di kota Manbij pada bulan lalu. ISIS yang mengaku bertanggung jawab atas pengeboman yang di kota yang sudah dibebaskan AS pada 2016 lalu itu.

Pada pertemuan Kamis (7/2) dengan perwakilan negara anggota koalisi Anti-ISIS dilakukan beberapa jam setelah Trump menyampaikan pidato kenegaraan di Kongres AS. Dalam pertemuan tersebut Trump mengatakan AS sudah hampir mengalahkan ISIS di Suriah.

Ia juga kembali memastikan tekadnya untuk menarik dua ribu pasukan AS dari Suriah. Pada bulan Desember lalu Trump mengatakan penarikan pasukan tersebut akan dilakukan secepatnya. Sementara itu di wilayah-wilayah yang sudah direbut sel-sel ISIS masih melakukan pembunuhan, membuat pos pemeriksaan dan menyebarkan selembaran sementara mereka masih merunduk sampai pasukan AS ditarik dari Suriah.

Para aktivis yang memantau konflik di Suriah mengatakan kelompok-kelompok teror dan pemberontak masih menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Kepada Syrian Observatory for Human Rights Rami Abdurrahman mengatakan ISIS masih memiliki 4.000 sampai 5.000 pasukan, kebanyakan bersenyembunyi di padang gurun dan penggunungan. "ISIS masih menjadi ancaman utama dan sumber teroris terbesar di dunia," kata laporan PBB.

Laporan PBB itu menyebutkan di Suriah pasukan ISIS masih berada dalam tekanan militer. Tapi mereka menunjukan tanda-tanda mereka masih memiliki hasrat untuk memberontak dan kemampuan untuk melakukan serangan balik.

Pejabat pertahanan dan militer AS yakin banyak pasukan ISIS yang melarikan diri ke wilayah-wilayah yang tidak dikendalikan oleh pemerintah pusat. Mereka ada di kantong-kantong persembunyian di sebelah utara dan barat.

"Meski pasukan ISIS sedang melarikan diri, kelompok itu masih memiliki kemampuan untuk mengkoordinasikan serangan dan serangan balik, juga beroperasi sebagai pemberontak yang tidak tersentralisasi," kata laporan Departemen Pertahanan AS pada pekan ini.





Credit  republika.co.id




Penarikan Pasukan, Rusia Siap Memediasi Amerika dan Taliban



Pemimpin Taliban Afganistan di kantor pusatnya di Doha Qatar. [EXPRESS TRIBUNE]
Pemimpin Taliban Afganistan di kantor pusatnya di Doha Qatar. [EXPRESS TRIBUNE]

CB, Jakarta - Rusia siap membantu Amerika Serikat dalam bernegosiasi dengan kelompok radikal Taliban dalam rencana penarikan pasukan militer Negara Abang Sam itu dari Afganistan. Informasi itu disampaikan sumber di Kementerian Luar Negeri Rusia seperti diwartakan kantor berita RIA, Kamis, 7 Februari 2019.
Dikutip dari reuters.com, Kamis, 7 Februari 2019, komentar itu muncul sehari setelah Rusia menjadi tuan rumah perundingan damai antara Taliban dan politisi oposisi di Afganistan. Sumber di Taliban mengatakan belum ada kesepakatan dengan Amerika Serikat terkait kapan pasukan militer Amerika Serikat harus angkat kaki dari Afganistan, namun negosiasi telah dilakukan.


Petugas keamanan Afganistan memeriksa lokasi terjadinya bom mobil di Kabul, Afganistan, 15 Januari 2019. Pejuang Taliban bertanggung jawab atas serangan bom mobil tersebut yang menewaskan 4 orang. REUTERS/Mohammad Ismail


Kelompok garis keras Taliban sedang berupaya mengeluarkan seluruh pasukan asing dari Afganistan dalam hitungan bulan.
"Ini baru langkah awal yang akan berlanjut dengan harapan terwujudnya perdamaian suatu hari nanti di Afganistan," kata Sher Mohammed Abbas Stanikzai, pejabat tinggi Rusia, seperti dikutip dari themoscowtimes.com, Kamis, 7 Februari 2019.
Pemerintah Afganistan menolak inisiatif pertemuan pada 5 Februari - 6 Februari yang diselenggarakan Moskow setelah Amerika Serikat mengumumkan bahwa mereka hampir mencapai kesepakatan dengan Taliban untuk mengakhiri perang Afganistan yang sudah berlangsung 18 tahun. Diantara kesepakatan itu adalah penarikan pasukan asing.
Pemerintah Afganistan telah secara terbuka mengungkapkan kekhawatiran jika Amerika Serikat meninggalkan Afganistan - itu sama dengan memberi keleluasaan pada Taliban. Taliban saat ini telah mengendalikan hampir separuh wilayah Afganistan. Kelompok radikal itu juga menolak berdialog dengan otoritas berwenang Afganistan hingga tercapainya kesepakatan penarikan pasukan asing dari Afganistan, termasuk 14 ribu pasukan dari Amerika Serikat. 





Credit  tempo.co



Presiden Afghanistan Tolak Akui Kesepakatan Damai Taliban-AS


Presiden Afghanistan Tolak Akui Kesepakatan Damai Taliban-AS
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani menyatakan tidak ada kesepakatan damai antara Taliban dan Amerika Serikat (AS) yang dapat diselesaikan tanpa melibatkan pemerintahnya sebagai pembuat keputusan..

KABUL - Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengatakan tidak ada kesepakatan damai antara Taliban dan Amerika Serikat (AS) yang dapat diselesaikan tanpa melibatkan pemerintahnya sebagai "pembuat keputusan."

Pemerintah Ghani sejauh ini telah menutup pembicaraan damai yang berkembang antara negosiator Taliban dan utusan AS untuk mengakhiri perang lebih dari 17 tahun. Taliban mengecap pemerintah Afghanistan sebagai boneka AS.

"Pada akhir kesepakatan perdamaian apa pun, pemerintah Afghanistan akan menjadi pembuat keputusan," kata Ghani mengatakan kepada TOLO News, stasiun televisi swasta terbesar di negara itu.

"Tidak ada kekuatan di negara ini yang dapat membubarkan pemerintah," ujar Ghani, yang menambahkan dia siap untuk berdiri dan membela negaranya.

"Yakinlah bahwa tidak ada yang bisa mendorong kita ke samping," imbuhnya seperti disitir dari Reuters, Rabu (6/2/2019).

Ghani membuat pernyataannya ketika politisi oposisi Afghanistan, termasuk pendahulunya Hamid Karzai, bertemu dengan perwakilan Taliban di Moskow.

Saling memuji kemajuan dalam pembicaraan di Qatar bulan lalu, utusan perdamaian AS Zalmay Khalilzad dijadwalkan kembali bertemu dengan perwakilan Taliban di tempat yang sama pada 25 Februari mendatang.

Pernyataan yang dilontarkan Ghani adalah beberapa yang paling mendalam sejak ia bertemu Khalilzad di Kabul pekan lalu.

Sebelumnya, di Twitter, ia mengatakan telah menerima jaminan melalui telepon dari Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo tentang komitmen Washington terhadap "kemitraan abadi" dengan Afghanistan.

"Kemitraan militer mereka 'tak tergoyahkan' dan akan tetap sampai perdamaian abadi dan inklusif tercapai," kata Ghani kala itu.

Pejabat AS mengatakan penarikan pasukan apa pun bergantung pada gencatan senjata, sesuatu yang Taliban tegaskan untuk diterapkan terlebih dahulu, dan gerakan itu harus siap untuk mengadakan pembicaraan dengan pemerintah Afghanistan untuk membantu menciptakan perdamaian yang tahan lama.

Setelah dua tahun serangan intensif oleh Taliban terhadap pemerintah Afghanistan, militer dan pasukan asing, mereka sekarang mengendalikan atau melawan hampir setengah dari distrik di seluruh Afghanistan.

Gencatan senjata dan penarikan ribuan pasukan NATO yang dipimpin AS berada di atas meja setelah Washington mendapatkan jaminan sebelumnya dari Taliban bahwa mereka tidak akan membiarkan kelompok-kelompok seperti al-Qaeda dan Negara Islam (ISIS) untuk menyerang Amerika Serikat dan sekutunya.

AS memiliki sekitar 14.000 tentara di Afghanistan sebagai bagian dari misi yang dipimpin NATO dan upaya anti-terorisme terpisah yang sebagian besar diarahkan pada kelompok-kelompok seperti al-Qaeda dan Negara Islam (ISIS).

Sekitar 8.000 tentara dari 38 negara lain juga berpartisipasi dalam misi yang dipimpin oleh NATO.




Credit  sindonews.com





Prancis Tarik Duta Besar untuk Italia, Kenapa?


Presiden Prancis Emmanuel Macron menyampaikan pidato di istana Elysee di Paris, Prancis, 11 Januari 2019. [Ian Langsdon / Pool via REUTERS]
Presiden Prancis Emmanuel Macron menyampaikan pidato di istana Elysee di Paris, Prancis, 11 Januari 2019. [Ian Langsdon / Pool via REUTERS]

CB, Jakarta - Prancis menarik duta besarnya di Roma, Italia untuk berkonsultasi, Kamis, 7 Februari 2019. Langkah itu dilakukan setelah Paris menuding adanya sejumlah serangan tak berdasar secara berulang-ulang yang dilakukan oleh politikus Italia dalam beberapa bulan terakhir.
Dikutip dari reuters.com, selain menarik duta besarnya, Prancis juga mendesak Italia agar pendiriannya lebih bersahabat.

"Dalam beberapa bulan terakhir telah dilakukan secara berulang kali serangan tanpa dasar dan pernyataan-pernyataan berani," tulis Kementerian Luar Negeri Prancis, Kamis, 7 Februari 2019.

Sikap yang diambil Prancis terhadap Italia ini belum pernah terjadi sebelumnya sejak perang dunia II. Kementerian Luar Negeri Prancis mengatakan ketidaksetujuan terhadap suatu hal tak bisa di sama artikan dengan memanipulasi hubungan untuk tujuan pemilu.

Dua Wakil Perdana Menteri Italia yakni Matteo Salvini dan Luigi Di Maio serta gerakan anti-kemapanan 5 bintang telah membujuk Presiden Prancis Emmanuel Macron agar mau menjadi tuan rumah pembicaraan sejumlah isu yang sedang hangat.
"Semua tindakan ini menciptakan situasi serius yang menimbulkan pertanyaan tentang niat pemerintah Italia terhadap Prancis," tulis Kementerian Luar Negeri Prancis.

Dikutip dari telegraph.co.uk, keputusan Prancis ini diambil sehari setelah Kementerian Luar Negeri Prancis menyatakan tidak bisa menerima sebuah pertemuan yang dilakukan antara Wakil Perdana Menteri Di Maio dengan demonstran Rompi Kuning.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis mengatakan provokasi yang dilakukan oleh negara tetangga ini tidak bisa diterima Prancis dan mitra-mitra di seluruh Uni Eropa. Di Maio yang memiliki tanggung jawab di pemerintahan, harus memastikan bahwa tindakannya tidak mengganggu dengan berulang kali mengintervensi hubungan bilateral kedua negara demi kepentingan Prancis dan Italia. 






Credit  tempo.co




Rusia Minta AS Hancurkan Peluncur Rudal Tomahawk


Rusia Minta AS Hancurkan Peluncur Rudal Tomahawk
Rudal jelajah Tomahawk Amerika Serikat saat diluncurkan dari peluncur yang dipasang di kapal perang. Foto/REUTERS


MOSKOW - Militer Rusia meminta Amerika Serikat (AS) menghancurkan peluncur rudal jelajah Tomahawk. Sistem peluncur bernama MK-41 itu dianggap melangar Perjanjian Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) 1987 selama bertahun-tahun.

"Terlepas dari keterbukaan Kementerian Pertahanan Rusia terhadap dialog substantif tentang pemenuhan kewajiban kedua pihak di bawah Perjanjian INF, Amerika Serikat belum memberikan bukti apa pun untuk mendukung posisi mereka," kata juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia Mayor Jenderal Igor Konashenkov.

"Pada saat yang sama, Amerika Serikat belum mengambil tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan pelanggaran kewajibannya sendiri di bawah perjanjian tersebut," lanjut dia, dikutip Sputnik, Jumat 

Selain sistem MK-41, Moskow juga meminta Washington menghancurkan drone serangan udaranya karena senjata itu termasuk dalam kategori perangkat rudal jelajah yang melanggar Traktat INF 1987.

Dalam kesempatan itu, Konashenkov juga menyampaikan catatan tentang AS terkait perjanjian kontrol senjata nuklir era Perang Dingin itu.

"Kementerian Pertahanan Rusia telah membiasakan diri dengan isi catatan Departemen Luar Negeri AS tentang penskorsan partisipasi pihak AS dalam Perjanjian INF dan awal prosedur penarikannya," katanya.

Seperti diketahui, Washington sudah mengumumkan penangguhan kewajibannya pada Perjanjian INF 1 Februari lalu. Washington mengklaim bahwa pihaknya akan menarik diri dari perjanjian tersebut kecuali Rusia kembali mematuhi perjanjian dalam waktu 6 bulan.

Sebelum menangguhkan kewajibannya pada Traktat INF, AS berulang kali menuduh Rusia melanggar perjanjian dengan menguji coba rudal M9729. Namun, Rusia membantah tuduhan itu dengan mengatakan Washington menggunakan dalih palsu untuk meninggalkan kesepakatan tersebut karena negara-negara lain seperti China telah mengembangkan kemampuan rudal nuklir jarak menengahnya sendiri. 





Credit  sindonews.com




Rusia siap pertimbangkan usulan pakta nuklir AS


Rusia siap pertimbangkan usulan pakta nuklir AS
Presiden Amerika Serikat Donald Trump bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Helsinki, Finlandia, Senin (16/7/2018). (REUTERS/Kevin Lamarque)




Moskow (CB) - Rusia siap mempertimbangkan beberapa usulan baru dari Amerika Serikat (AS) untuk mengganti pakta nuklir era Perang Dingin, kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov pada Kamis.

Menurut dia, pakta yang kini dibekukan itu bisa diganti perjanjian dengan ruang lingkup yang lebih luas dan meliputi lebih banyak negara.

Rusia akhir pekan lalu membekukan perjanjian Kekuatan Nuklir Jarak Menengah (INF) setelah Washington mengumumkan pihaknya akan mundur dari perjanjian itu dalam waktu enam bulan kecuali jika Rusia mengakhiri hal yang mereka anggap sebagai pelanggaran terhadap pakta itu. Moskow, di sisi lain, membantah tuduhan AS tersebut.

Perjanjian yang disahkan pada 1987 itu membatasi persenjataan rudal jarak menengah dua negara dengan kekuatan nuklir terbesar di dunia tersebut. Meskipun demikian, kedua negara itu bebas untuk memproduksi dan mengerahkan rudal-rudalnya.

Presiden AS Donald Trump pekan lalu mengatakan bahwa dia ingin menggelar pembicaraan yang bertujuan untuk membuat perjanjian kontrol persenjataan baru.

"Tentu saja kami telah melihat rujukan dalam pernyataan Presiden Trump mengenai kemungkinan sebuah perjanjian baru yang akan ditandatangani di ruangan yang indah dan oleh karena itu, perjanjian ini juga harus memasukkan negara-negara lain sebagai pesertanya," kata Ryabkov.

"Kami menunggu usulan ini diwujudkan dan dibakukan...," kata Ryabkov dalam konferensi pers di Moskow.

Ryabkov mengatakan AS belum mengirimkan usulan konkret mengenai pakta baru itu kepada Moskow.





Credit  antaranews.com



Meksiko Kirim 10.200 Personel ke Wilayah Rawan Pembunuhan


Meksiko Kirim 10.200 Personel ke Wilayah Rawan Pembunuhan
Ilustrasi polisi Meksiko. (Reuters/Mohammed Salem)


Jakarta, CB -- Meksiko mengirimkan 10.200 personel gabungan polisi dan tentara untuk mengurangi tingkat pembunuhan di 17 titik rawan di negara tersebut.

Menteri Keamanan Meksiko, Alfonso Durazo, mengatakan bahwa pemerintah akan menempatkan masing-masing 600 personel ke 17 distrik yang telah ditetapkan sebagai langkah awal. Wilayah pengiriman selanjutnya akan diperluas.

Salah satu kota yang menjadi sasaran pertama adalah Tujuana, kota dengan tingkat pembunuhan tertinggi hingga mencapai 202 kasus pada Desember lalu.


Kota lainnya yang berbatasan dengan AS, Ciudad Juarez, Reynosa, dan Nuevo Laredo, juga dijadwalkan menerima pasukan, begitu pula Acapulco yang merupakan kota destinasi turis karena wisata pantainya.


"Melaksanakan operasi keamanan dan membawa pasukan dari Kota Meksiko ke Tijuana, Reynosa, Nuevo Laredo, dan membawa mereka kembali. Situasi akan sangat berbeda dengan memiliki angkatan militer permanen," kata Durazo.

Pengerahan pasukan ini dilakukan di tengah peningkatan kasus pembunuhan hingga sepertiga dari jumlah kasus tahun lalu, memecahkan rekor selama dua tahun berturut-turut.


Situasi ini menjadi tantangan nyata bagi presiden baru Meksiko, Andres Manuel Lopez Obrador, untuk mengendalikan kekerasan yang meningkat dalam satu dekade terakhir di tengah perang melawan perdagangan narkoba.

Menjabat pada Desember lalu, Obrador mengusulkan untuk memperkuat angkatan bersenjata dengan Garda Nasional yang baru, sembari mengatakan bahwa perang melawan penyelundup narkoba telah usai.

Dia juga menelusuri tumbuhan yang dapat menggantikan tanaman terlarang serta amnesti bagi pengedar narkoba tingkat rendah dan juga petani.





Credit  cnnindonesia.com




Tentang Trump, Gubernur Usir Militer dari Perbatasan Meksiko


Tentang Trump, Gubernur Usir Militer dari Perbatasan Meksiko
Gubernur New Mexico, Michelle Lujan Grisham, memerintahkan penarikan sebagian besar pasukan penjaga nasional Amerika Serikat dari perbatasan dengan Meksiko. (Reuters/Delcia Lopez)


Jakarta, CB -- Gubernur New Mexico, Michelle Lujan Grisham, memerintahkan penarikan sebagian besar pasukan penjaga nasional Amerika Serikat dari perbatasan dengan Meksiko.

Langkah itu dilakukan Grisham sebagai bentuk penentangannya terhadap kebijakan Presiden Donald Trump yang mengerahkan ribuan personel ke perbatasan dengan Meksiko untuk membendung gelombang imigran ilegal masuk AS.

"Saya menolak anggapan pemerintah federal bahwa ada krisis keamanan nasional yang luar biasa di perbatasan selatan negara kita, di mana justru beberapa komunitas di sana merupakan yang paling aman di negara ini," kata Grisham melalui pernyataan pada Selasa (5/2).


Selain New Mexico, perintah penarikan pasukan mencakup sebagian besar wilayah perbatasan AS di Arkansas, Kansas, Kentucky, New Hampshire, South Carolina, dan Wisconsin. Kantor Grisham mengatakan ada sekitar 118 pasukan yang ditempatkan di wilayah-wilayah tersebut.


Meski begitu, beberapa pasukan penjaga nasional akan tetap ditempatkan di wilayah perbatasan untuk memberikan bantuan kemanusiaan bagi komunitas-komunitas yang menangani gelombang imigran.

"Kami akan mendukung wilayah tetangga kami yang membutuhkan bantuan sangat besar. Dan kami akan menawarkan bantuan ketika kami sanggup kepada orang-orang rentan yang tiba di perbatasan kami," kata Grisham seperti dikutip AFP.

"Tetapi New Mexico tidak akan ikut menjadi bagian dalam sandiwara ketakutan Presiden soal perbatasan dengan menyalahgunakan pasukan penjaga nasional."


Grisham mengatakan pihaknya akan mengerahkan pasukan jika dibutuhkan dan ketika "kehadiran mereka dapat membuat perbedaan nyata dalam memastikan keselamatan publik dan meredakan kekhawatiran di perbatasan."

Perintah penarikan pasukan dilakukan Grisham beberapa saat sebelum Trump menyampaikan pidato kenegaraannya di Gedung Capitol.

Trump memberlakukan pengetatan kebijakan imigrasi, termasuk penjagaan di perbatasan, sejak akhir 2017 lalu. Presiden ke-45 itu menganggap gelombang imigran ilegal dari Meksiko dan sejumlah negara Amerika Selatan lainnya mulai mengkhawatirkan.

Sejauh ini, Trump telah mengerahkan 3 ribu personel ke perbatasan. Pada akhir pekan lalu, Kementerian Pertahanan bahkan menyatakan akan mengerahkan sedikitnya 3.750 personel tambahan ke perbatasan AS-Meksiko untuk membantu memasang penghalang kawat berduri.

Rencana pengerahan pasukan tambahan ke perbatasan ini muncul menjelang tenggat waktu yang diberikan Trump kepada Kongres untuk menyetujui pendanaan pembangunan tembok perbatasan.

Perdebatan anggaran tersebut sempat memicu penutupan pemerintah atau government shutdown selama sebulan sejak 22 Desember lalu, yang terlama sepanjang sejarah.

Penutupan ini terjadi karena Kongres tak menyepakati rencana anggaran. Partai Republik mendukung permintaan Trump, sementara Partai Demokrat menolak.

Trump menganggap penambahan anggaran digunakan untuk memperluas bagian dinding perbatasan demi menghentikan para imigran ilegal yang masuk dari Meksiko. Ia menganggap gelombang imigran itu sebagai "invasi penjahat yang tidak terkendali."






Credit  cnnindonesia.com




Cukai Venezuela Sita Senjata Selundupan Diduga dari AS


Senjata yang disita otoritas Venezuela.[Twitter/@PalenciaEndes]
Senjata yang disita otoritas Venezuela.[Twitter/@PalenciaEndes]

CB, Jakarta - Perwakilan dari Garda Nasional Venezuela dan Layanan Terpadu Nasional Administrasi Bea dan Cukai (SENIAT) telah menyita 19 senapan di dalam pesawat kargo komersial di Bandara Internasional Arturo Michelena di Valencia.
Dikutip dari Sputnik, 6 Februari 2019, Wakil Menteri Pencegahan dan Keamanan Warga di Venezuela, Endes Palencia, mengatakan amunisi kaliber tinggi, 19 senapan dan 118 majalah, serta 90 radio dan enam ponsel ditemukan dalam kargo yang kemungkinan dikirim dari Miami, Florida pada 3 Februari. Pihak berwenang telah meluncurkan penyelidikan atas insiden tersebut.

Donald Trump, ketika mengomentari krisis Venezuela selama pidato kenegaraannya mengatakan bahwa Amerika Serikat berdiri dengan rakyat Venezuela "dalam misi mulia mereka untuk kebebasan".

Sebelumnya tentara Venezuela yang membelot dari rezim Nicolas Maduro meminta bantuan senjata kepada pemerintahan Donald Trump untuk mengkudeta Maduro, misi yang mereka sebut "Pembebasan".
Mantan tentara Carlos Guillen Martinez dan Juse Hidalgi Azuaje, yang tinggal di pedesaan mengatakan kepada CNN, seperti dikutip pada 30 Januari 2019, mereka menginginkan bantuan senjata dari militer AS.
"Sebagai tentara Venezuela, kami memohon dukungan AS dengan logistik, dengan komunikasi, dengan senjata, jadi kami bisa membebaskan Venezuela," kata Guillen Martinez.
Pihak berwenang Venezuela menyalahkan Washington atas krisis ini, dengan Presiden Nicolas Maduro menuduh Gedung Putih berusaha mengorganisir kudeta di negara kaya minyak dan mengumumkan penghentian hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat.

Pada Ahad kemarin, Trump mengatakan dalam sebuah wawancara dengan CBS bahwa intervensi militer AS di Venezuela tetap "pilihan yang tersedia di atas meja". Menteri Luar Negeri Venezuela Jorge Arreaza menggambarkan pernyataan itu sebagai bukti bahwa Washington berada di belakang upaya untuk melakukan kudeta di negara Amerika Latin.






Credit  tempo.co





Maduro Dituding Jual Emas ke Turki dan UEA Sebanyak 73 Ton


Presiden Venezuela, Nicolas Maduro (kanan) dan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan (kiri). Reuters
Presiden Venezuela, Nicolas Maduro (kanan) dan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan (kiri). Reuters

CBCaracas – Pemerintahan Venezuela pimpinan Presiden, Nicolas Maduro, menjual emas sebanyak 73 ton pada 2018 ke Turki dan Uni Emirat Arab tanpa meminta persetujuan dari parlemen Majelis Nasional, yang dikuasai pimpinan oposisi.

Anggota parlemen Venezuela, Carlon Paparoni, mengatakan perusahaan investasi Abu Dhabi yaitu Noor Capital membeli emas sebanyak 27.3 ton. Sedangkan sebuah perusahaan asal Turki membeli sebanyak 23.9 ton emas. Paparoni tidak memberikan bukti atas pernyataan yang disampaikan dalam jumpa pers ini.
“Kami akan terus bekerja sehingga tidak ada satu gram pun lagi emas yang bisa dijual,” kata Paparoni kepada media seperti dilansir Reuters pada Rabu, 6 Februari 2019.

Pemimpin oposisi Venezuela, Juan Guaido, berupaya agar Maduro tidak lagi menjual emas cadangan milik negara. Dia menduga Maduro menjual emas agar bisa tetap memiliki uang tunai setelah AS mengenakan sanksi memotong jalur penerimaan lain seperti penjualan minyak.
AS dan sejumlah negara lain telah mendukung Guaido sebagai Presiden interim Venezuela menggantikan Maduro. Guaido menobatkan dirinya sebagai Presiden interim dalam sebuah unjuk rasa besar tiga pekan lalu di ibu kota Caracas.

Venezuela diketahui memiliki cadangan emas batangan sebanyak 132 ton, yang disimpan di lemari besi bank sentral dan Bank of England hingga akhir November 2018. Soal adanya tuduhan penjualan emas ini, menteri Informasi Venezuela belum berkomentar.

Presiden Venezuela, Nicolás Maduro, memamerkan emas yang konon digali dan diproses di Arco Minero, meskipun para ahli meragukannya. [Twitter Prensa Presidencial @PresidencialVen via Pulitzercenter.org]
Mengenai ini, perusahaan Noor Capital mengatakan telah membeli 3 ton emas pada 21 Januari dari bank sentral Venezuela. Manajemen tidak berniat membeli lagi hingga kondisi Venezuela stabil. Manajemen mengatakan pembelian dilakukan dengan mengikuti standar internasional dan undang-undang yang berlaku saat itu.
“Manajemen menegaskan tidak terlibat dalam transaksi ilegal atau terlarang,” begitu dilansir Reuters.

Paparoni juga menuding pemerintahan Maduro telah mentransfer uang senilai 127 juta euro ke rekening bank di Rusia tanpa menyebut tanggal transfer. Sejak Senin, pemerintah Venezuela juga disebut tidak bisa lagi memindahkan uangnya yang tersimpan di sejumlah rekening di Uni Eropa.
Rusia, Cina, dan Turki merupakan negara besar yang mendukung Maduro hingga kini.
Pemerintahan Maduro mulai menjual emas pada 2018 setelah mengalami kegagalan produksi minyak, ekonomi bangkrut, dan tekanan sanksi ekonomi oleh AS. Ini membuat pemerintah kesulitan memperoleh kredit dari pasar uang internasional.
Secara terpisah, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengecam sikap AS dan Uni Eropa yang mendukung Guaido.


 
“Apakah Venezuela negara Anda? Bagaimana Anda bisa meminta seseorang untuk meninggalkan jabatannya setelah dia mengikuti proses pemilihan? Dan bagaimana Anda bisa menyerahkan kursi kepresidenan kepada seseorang yang bahkan belum terpilih? Bukankah Anda orang demokratis?” kata Erdogan seperti dilansir Almasdar News pada Selasa, 5 Februari 2019. Maduro menemui Erdogan menjelang akhir 2018 untuk menjalin hubungan dagang lebih erat antar-kedua negara. 




Credit  tempo.co





Tak Diundang, Rusia Ingin Ikut Dialog Eropa soal Venezuela


Tak Diundang, Rusia Ingin Ikut Dialog Eropa soal Venezuela
Wamenlu Rusia, Sergei Ryabkov, mengatakan bahwa negaranya berharap dapat ikut serta dalam dialog internasional soal krisis politik Venezuela yang digelar negara Eropa dan Amerika Latin. (AFP PHOTO/POOL/FABRICE COFFRINI)


Jakarta, CB -- Meski tak diundang, Rusia berharap dapat ikut serta dalam dialog internasional terkait krisis politik Venezuela yang diselenggarakan negara Eropa dan Amerika Latin di Uruguay, Kamis (7/2).

"Kami sangat berharap jika Rusia berpeluang ikut terlibat dalam suatu pertemuan yang akan dilaksanakan di Montevideo hari ini, setidaknya bisa hadir di sana sebagai negara pemantau," ucap Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov, kepada kantor berita RIA.

"Tapi kami diberi tahu bahwa format negara pemantau tidak memungkinkan dalam pertemuan itu," kata Ryabkov melanjutkan tanpa menjelaskan lebih spesifik siapa yang memiliki mandat dalam keputusan tersebut.


Rusia adalah pendukung setia Presiden Nicolas Maduro yang kepemimpinannya saat ini makin terguncang, sementara Presiden Majelis Nasional, Juan Guaido, yang terus mendapat dukungan internasional sebagai pemimpin interim Venezuela.


Kremlin juga mengecam keras "perebutan kekuasaan" yang dilakukan Guaido terhadap rezim Maduro.

Sementara itu, dikutip AFP, dialog internasional tersebut melibatkan perwakilan Uni Eropa, delapan negara Eropa, dan lima negara Amerika Latin.

Dialog awalnya digagas oleh Meksiko dan Uruguay yang menggambarkan diri mereka sebagai "negara netral."

Inisiatif tersebut lalu berkembang menjadi pertemuan "Contact Group" yang diluncurkan Uni Eropa pada akhir Januari lalu.

Maduro menyatakan dukungannya bagi "semua upaya dan inisiatif untuk memfasilitasi dialog" yang dapat membantu penyelesaian krisis.

Namun, pemimpin sosialis itu baru-baru ini menolak ultimatum Uni Eropa yang mendesaknya menggelar pemilihan umum presiden sesegera mungkin.





Credit  cnnindonesia.com





Maduro Tolak Bantuan, Militer Venezuela Blokir Jembatan Kolombia



Sebuah mobil tanker dan dua kontainer dipasang melintang di atas jembatan yang menghubungkan Venezuela dan Kolombia pada Selasa, 5 Februari 2019. Reuters
Sebuah mobil tanker dan dua kontainer dipasang melintang di atas jembatan yang menghubungkan Venezuela dan Kolombia pada Selasa, 5 Februari 2019. Reuters

CBCucuta – Pemerintah Venezuela memblokir jembatan yang menjadi akses penghubung dari Kolombia. Ini membuat upaya bantuan kemanusiaan untuk oposisi Venezuela, yang awalnya akan disalurkan lewat jalur ini, menjadi terblokir.

“Ada sebuah tanker minyak dan dua kontainer besar melintang di jembatan tiga jalur ini,” begitu dilansir CNN pada 6 Februari 2019. Jembatan ini bernama Jembatan Tiienditas, yang menghubungkan daerah Cucuta di Kolombia dengan Venezuela.
Cucuta menjadi satu dari tiga titik koleksi bantuan kemanusiaan untuk pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido. Sebagai Presiden Majelis Nasional atau parlemen, Guaido telah menobatkan diri sebagai Presiden interim sekitar tiga pekan lalu.

Dia mendesak Presiden Nicolas Maduro untuk mundur karena memenangi pemilu Presiden 2018 dengan cara curang. Dua titik pengumpulan bantuan lainnya adalah perbatasan Brasil – Venezuela dan pulau di kepulauan Karibia.
Maduro menolak pemberian bantuan ini dengan mengatakan,”Kami bukan pengemis.”
Menurut pejabat migrasi Kolombia, militer Venezuela menaruh tiga mobil tanker itu pada Selasa sore. Mereka juga memasang kamera pengawas.

Ada dugaan pemerintah Venezuela merasa khawatir jembatan ini bakal menjadi akses masuk pasukan invasi ke Venezuela untuk menjatuhkan Maduro.

Menteri Luar Negeri Venezuela mengecam bantuan internasional untuk Guaido dengan menuding pemerintahan Eropa bertindak sebagai bagian dari upaya AS untuk menjatuhkan Maduro.
Secara terpisah, seperti dilansir Reuters, Venezuela oposisi mengatakan akan menggunakan dana berbasis di AS untuk menerima pendapatan minyak negara itu. Dana ini akan digunakan untuk menjatuhkan Presiden Maduro.

Rekening dana titu akan menjadi tempat penampungan hasil penjualan minyak dari Citgo Petroleum, yang merupakan unit dari PDVSA. Pada Januari 2019, Presiden AS, Donald Trump, telah mendukung Guaido sebagai Presiden interim Venezuela dan menghentikan pembelian minyak dari PDVSA.







Credit  tempo.co



Rusia Pertahankan Dukungan untuk Maduro


Nicolas Maduro
Nicolas Maduro
Foto: EPA-EFE/Miguel Gutierrez

Pemerintahan Venezuela terbelah yakni antara kepemimpinan Maduro dan Guaido.



CB, MOSKOW -- Pemerintah Rusia menyatakan tetap mendukung pemerintahan Presiden Venezuela Nicolas Maduro. Rusia tak mengikuti langkah sejumlah negara Eropa yang mengakui pemimpin oposiso Juan Guaido sebagai presiden sementara.

"Posisi Kremlin tidak berubah," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada Kamis (7/2), dikutip laman kantor berita Rusia TASS.

Ia pun sempat ditanya awak media apakah Rusia sedang bersiap mengevakuasi Maduro dari Venezuela, mengingat semakin banyaknya dukungan asing terhadap Guaido. "Tidak. Masalah ini belum dibahas atau diangkat," kata Peskov.

Pernyataan Peskov muncul setelah Bloomberg, mengutip sumber anonim, melaporkan bahwa Rusia mulai meragukan perlunya tetap memberi dukungan terhadap Maduro. "Rusia mulai menunjukkan tanda-tanda keraguan tentang kemampuannya untuk bertahan dalam tantangan oposisi," kata sumber yang dikutip Bloomberg.



"Sementara Moskow tidak menyerah dukungan publiknya dari Maduro, semakin mengakui bahwa keadaan bencana ekonomi Venezuela tak terelakkan, menguras apa yang tersisa dari dukungan publiknya," ujar sumber tersebut.

Venezuela sedang menghadapi krisis politik. Pemerintahan di negara itu terbelah dua, yakni antara kepemimpinan Maduro dan Guaido. Hal itu terjadi sejak bulan lalu, tepatnya ketika Majelis Nasional Venezuela yang dipimpin oposisi menyatakan bahwa pemerintahan Maduro tidak sah.

Setelah itu, Guaido selaku pemimpin oposisi memproklamirnya dirinya sebagai presiden sementara Venezuela. Dia pun mendapat dukungan serta pengakuan dari AS, Israel, dan Australia.

Sejumlah negara Eropa, seperti Spanyol, Jerman, Inggris, Prancis, Portugal, Denmark, Austria, Georgia, Albania, dan Belanda, turut mendukung kepemimpinan Guaido. Dukungan diberikan setelah Maduro mengabaikan ultimatum negara-negara terkait yang memintanya segera melaksanakan pemilu baru. 





Credit  republika.co.id




Kanada Tampung 750 Eks Budak dari Libya


Kanada Tampung 750 Eks Budak dari Libya
Ilustrasi imigran Libya. (AFP Photo/Angelos Tzortzinis)



Jakarta, CB -- Menteri Imigrasi Kanada, Ahmed Hussen, mengatakan bahwa negaranya akan menampung sekitar 750 mantan budak dari Libya sebagai pengungsi (6/2).

"Pada 2017, dunia dikejutkan oleh gambar mengerikan dari orang-orang yang dijual sebagai budak di Libya," kata Husen dalam sebuah pernyataan yang dikutip Reuters.

"Kanada adalah salah satu dari sedikit negara yang bekerja sama dengan UNHCR untuk menampung para pengungsi yang berasal dari Libya dan menawarkan rumah baru bagi mereka di Kanada," kata Hussen, yang juga mantan pengungsi dari Somalia.


Jumlah imigran yang melarikan diri melalui Libya untuk sampai ke Eropa memang dilaporkan meningkat sepuluh kali lipat sejak kejatuhan Moamer Kadhafi pada 2011.


Mereka mencuri perhatian khususnya pada tahun 2017, ketika banyak kapal karam di Laut Mediterania dan kemunculan laporan CNN yang menunjukkan pasar budak Libya.

"(Kanada) juga mengambil tindakan untuk menampung 100 pengungsi dari Nigeria, yang diselamatkan dari pusat penahanan imigran Libya, termasuk korban penyelundupan manusia. Beberapa orang sudah tiba di Kanada," kata Hussen.

Tahun lalu, laporan PBB yang ditujukan kepada 15 anggota Dewan Keamanan dan dilihat oleh AFP, menegaskan bahwa krisis imigrasi ini terjadi akibat kekacauan politik dan perdagangan manusia yang berkembang pesat di Libya.

"Penduduk Kanada selalu menyambut para pendatang baru, dan tindakan mulia itu telah membantu mereka dengan menawarkan perlindungan bagi para imigran yang melarikan diri dari tindak penganiayaan, teror, dan perang," tutur Hussen.




Credit  cnnindonesia.com



AS hentikan bantuan militer untuk Kamerun terkait pelanggaran HAM


AS hentikan bantuan militer untuk Kamerun terkait pelanggaran HAM
Cameroon military reinforcements drive through Dabanga, northern Cameroon, on June 17, 2014 during operations against Nigerian Islamist group Boko Haram. (AFP/Reinnier Kaze)




Washington (CB) - Amerika Serikat, Rabu (6/2), mengatakan pihaknya membekukan beberapa bantuan militer bagi Kamerun atas dugaan pelanggaran parah terhadap hak asasi manusia (HAM) oleh pasukan keamanan di wilayah barat laut, barat daya, dan ujung utara negara itu.

Seorang pejabat Departemen Luar Negeri mengatakan AS telah menghentikan program pelatihan pesawat C-130, menghentikan pengiriman empat kapal penjaga pantai kelas Defender, sembilan kendaraan lapis baja dan pembaruan sebuah pesawat Cessna bagi batalion reaksi cepat Kamerun.

Lebih lanjut, AS juga membatalkan tawarannya bagi Kamerun untuk ambil bagian dalam kerja sama militer Program Kemitraan Negara, kata pejabat itu.

"Kami tidak meremehkan langkah-langkah ini, tapi kami akan mengurangi bantuan lebih jauh bila dibutuhkan," kata pejabat itu. "Untuk sementara, program lainnya akan berlanjut."

Kamerun menjalin kerja sama erat dengan AS dalam memerangi gerilyawan Boko Haram di Afrika Barat dan Tengah. Namun, sejumlah organisasi HAM menuduh otoritas menggunakan dalih untuk menumpas Boko Haram sebagai upaya untuk menyingkirkan lawan politik, dan melakukan penangkapan sewenang-wenang serta penyiksaan.

Pada Januari, otoritas menangkap pemimpin oposisi Maurice Kamto dengan tuduhan menggerakkan pembangkang untuk menentang Presiden Paul Biya, yang telah memerintah negara itu sejak 1982.

Oposisi dan sejumlah organisasi HAM menuduh Biya melakukan penumpasan terhadap para separatis yang berupaya mengakhiri kekuasaan Biya di wilayah Barat Daya, yang para penduduknya berbahasa Inggris.

Puluhan ribu orang mengungsi di Nigeria dan negara tetangganya, Chad, Niger dan Kamerun saat Boko Haram memulai aksinya di wilayah timur laut Nigeria.

"Kami menekankan bahwa sudah menjadi kepentingan Kamerun untuk menunjukkan transparansi yang lebih besar dalam penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran parah hak asasi manusia oleh pasukan kemanan," kata pejabat Departemen Luar Negeri tersebut.





Credit  antaranews.com