Pelatihan Filipina: Marinir Filipina turun dari kendaraan amfibi tempur
selama latihan bersama di bulan Oktober dengan Marinir AS di kota San
Antonio, provinsi Zambales, di sepanjang pantai Laut Tiongkok Selatan.
[AFP]
CB - Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara [ASEAN] telah gagal
menghasilkan strategi gabungan yang kredibel untuk untuk mencegah
Tiongkok, sehingga menyebabkan Filipina, Indonesia dan Vietnam saling
mendekatkan diri satu sama lain, dan Jepang sebagai gantinya. Oleh
karenanya, Amerika Serikat, Jepang dan kemungkinan India akan
diuntungkan akibat ASEAN yang tidak efektif.
“Tampaknya, tahun ini hanya membuat kita lebih dekat dengan insiden
besar, salah perhitungan atau konflik serius di Laut Tiongkok Selatan.
Namun, hanya ada sedikit kesatuan dari blok ASEAN, meskipun sudah banyak
berdiskusi,” tulis Elliot Brennan di jurnal The Interpreter, yang
diterbitkan di Sydney, Australia, oleh Lowy Institute untuk Kebijakan
Internasional, tanggal 28 November.
KTT ASEAN yang terdiri dari 10 negara tanggal 12 hingga 13 November
di Nay Pyi Taw, ibu kota Myanmar, hanya menyepakati ungkapan
keprihatinan yang mengambang terhdaplangkah Tiongkok yang berlanjut untuk menegakkan kedaulatan dan kendali penuh atas 90 persen Laut Tiongkok Selatan.
Pernyataan KTT berhasil menyatakan bahwa ASEAN tetap prihatin, yang
dipertegas lebih jauh mengenai pentingnya menjaga perdamaian dan
stabilitas, termasuk kebebasan bernavigasi di laut dan di wilayah udara
di atas Laut Tiongkok Selatan.
Alih-alih menyepakati pembentukan blok kesatuan diplomatis dan
akhirnya keamanan bersama, para anggota ASEAN mempercayakan diri kepada
kekuatan militer mereka masing-masing untuk mulai membangun persenjataan
yang masif. Vietnam telah meninggalkan isolasi tradisionalnya dan
sedang membangun hubungan dengan Jepang, Amerika Serikat, dan India,
sambil mendekati Filipina dan Indonesia.
Pemimpin baru Indonesia mengubah fokus
Indonesia adalah pemimpin dan pendorong gerakan seluruh konsep blok
regional ASEAN. Tetapi, strategi itu mendapatkan pukulan dengan
kemenanganPresiden Joko Widodo.
Widodo, mantan walikota yang terpilih tahun ini, memiliki ekspektasi
yang mengherankan, bahwa ia hanya akan berupaya menenangkan Tiongkok,
dan mempertahankan Marty Natalegawa,
menteri luar negeri Indonesia pada lima tahun sebelumnya, kembali
menjabat posisi lamanya ini untuk menjalankan kebijakan luar negeri.
Natalegawa membuat Indonesia, negara paling banyak penduduknya di ASEAN,
yang mencapai 250 juta jiwa, kekuatan utama dalam menjaga kesatuan blok
10-negara itu, bahkan jika itu berarti hanya mengambil posisi kompromi
yang berhati-hati untuk menenangkan Beijing atas sengketa Laut Tiongkok
Selatan.
Widodo menggantikan Natalegawa dan menyingkapkan kebijakan strategis
baru yang visioner untuk membangun Indonesia sebagai negara kekuatan
maritim yang dominan, berjaya di lautan di wilayah penting antara area
tradisional lingkungan pengaruh Tiongkok, Jepang dan India.
Negara-negara lain di ASEAN sudah meninggalkan kebijakan konsensus
lama yang bersikap sangat berhati-hati untuk menghindari konfrontasi
atau membuat Tiongkok murka. 10 anggota ASEAN yaitu, Brunei, Myanmar,
Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam.
Filipina meningkatkan pembelanjaan untuk pertahanan
Presiden Filipina, Benigno Aquino III mengumumkan bahwa pemerintahnya
berencana mengeluarkan biaya sebesar $2 miliar untuk pengadaan
perlengkapan pertahanan pada tahun 2017.
Vietnam juga mengambil langkah yang lebih dahsyat. demikian
pengamatan The Interpreter. “Ketidakpercayaan Vietnam yang sudah
tercatat dalam sejarahnya terhadap negara tetangganya di bagian utara,
kini ditegaskan kembali. … Pada September dan Oktober, Vietnam mulai
melebarkan basis persahabatannya. Negara ini lebih mendekati A.S., yang
sudah mencabut sebagian embargo senjata.”
Selain itu, Perdana Menteri Vietnam, Nguyen Tran Dung bertemu dengan Perdana Menteri India, Nahendra Modi di New Delhi. Kedua pemimpin ini menandatangani serangkaian kesepakatan
termasuk kesepakatan yang akan memungkinkan dua blok eksplorasi minyak
bumi India di zona ekonomi eksklusifnya (EEZ) di Laut Tiongkok Selatan.
Pada bulan November, Hanoi mengirimkan dua kapal perang miliknya yang
paling dahsyat dan modern pada misi niat baik yang tidak ada
sebelumnya, mengunjungi Indonesia, Filipina dan Brunei.
Peristiwa ini “merupakan reaksi yang tidak terelakkan terhadap
kegigihan Tiongkok untuk menunjukkan supremasinya di Laut Tiongkok
Selatan” demikian yang disampaikan pakar keamanan Asia Timur, Gordon G.
Chang kepada Asia Pacific Defense Forum [APDF]. “Kebijakan Beijing yang
agresif di kawasan terus mendorong negara tetangganya untuk bersama-sama
dalam melakukan pertahanan diri mereka.”
Tiongkok menawarkan miliaran kepada ASEAN
Ironisnya, Tiongkok mengambil langkah pencitraan di KTT ASEAN di Myanmar..
Perdana Menteri Tiongkok, Li Keqiang mengusulkan traktat persahabatan dengan negara-negara Asia Tenggara, dengan menawarkan $20 miliar
USD dalam bentuk pinjaman. Li mengatakan bahwa traktat tersebut
bertujuan menyediakan kerangka kerja institusional dan jaminan hukum
untuk kehidupan bersama yang damai antara kedua belah pihak dari
generasi ke generasi. Pinjaman preferensial dan khusus $20 miliar itu
akan digunakan untuk membangun infrastruktur ASEAN.
Mengomentari prakarsa ini, analis Carl Thyaer mengatakan di Phnom
Penh Post, “Uang tersebut dimaksudkan untuk mengirim pesan, bahwa
Tiongkok adalah bapak dermawan Asia Tenggara dan akan mengalahkan
penawaran A.S. Ini merupakan pelajaran bagi Laos, [Myanmar] dan
Singapura yang mendukung Tiongkok, akan mendapatkan imbalan.”
Namun demikian, semua keterampilan diplomatis dan sumber daya
Tiongkok tidak menghalangi para anggota ASEAN yang terlibat dalam
sengketa wilayah Laut Tiongkok Selatan dengan Beijing untuk memutus
hubungan dengan organisasi secara menyeluruh, demikian yang diutarakan
oleh Thuc D. Pham dari Akademi Diplomatik Vietnam dalam The Diplomat
tanggal 1 Desember.
“Kita telah melihat kesenjangan yang melebar antara komitmen politik
dan tindakan aktual – maksud saya, situasi yang sesungguhnya di laut.
Dan itu adalah tantangan yang harus kita atasi,” demikian yang diakui
oleh Sekretaris Jendral ASEAN, Le Luong Minh dalam wawancara dengan
Voice of America tanggal 11 November.
Insentif ekonomi memang cara yang bagus untuk memulai keselarasan
politik, tetapi ini jarang menuntaskan sesuatu, tulis Darren Lim dari
Australian National University’s College of Asia and the Pacific dalam
The Strategist, blog milik Australian Strategic Policy Institute. “Bahan
penting tidak terkandung di dalamnya – keamanan.”
Credit
APDForum