Selasa, 02 Desember 2014

Enam Unit Pesawat Tempur T-50i Golden Eagle Tiba di Baseops Lanud Balikpapan


Enam  Unit Pesawat Tempur T-50i Golden Eagle  Tiba di Baseops Lanud Balikpapan
Pesawat tempur T 50i Golden Eagle yang didatangkan dari Korea Selatan untuk memperkuat Angkatan Udara Indonesia.


CB. BALIKPAPAN - TNI Angkatan Udara meningkatkan pengawasan udara di Alur Laut Kelautan Indonesia (ALKI)  II. Mulai hari ini Selasa (2/12/2014) hingga Jumat (5/12/2014), dilaksanakan Operasi Lintas Sakti dan latihan Angkasa Yudha 2014 yang dipusatkan di Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Balikpapan.
Hari ini pukul 11.00 wita, enam unit pesawat tempur T-50i Golden Eagle tiba di Baseops Lanud Balikpapan. Turut hadir Komandan Skadron 15 Letkol Pnb Marda Sarjono dan Komandan Wing Udara 3 Kolonel Pnb Widyargo Ikoputra.
Kepada Tribun, Senin (1/12/2014), Komandan Lanud Balikpapan Kolonel Pnb Ir Tri Bowo Budi Santoso MM menjelaskan,  operasi dan latihan ini merupakan rangkaian pengamanan udara di kawasan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II yang meliputi Balikpapan hingga ke Selat Makassar ke arah utara.
"Indonesia miliki 16 pesawat tempur T-50i Golden Eagle, dan enam di antaranya dibawa ke Lanud Balikpapan," ujarnya. Operasi ini dilaksanakan karena meningkatnya potensi ancaman dan terjadinya beberapa kasus pesawat asing yang masuk wilayah udara Indonesia?
"Ya, bisa dibilang ada gangguan. Intinya, kita lebih dini menjaga wilayah kedaulatan negara. Rencananya kegiatan dimulai Selasa besok (hari ini, Red) hingga Jumat. Sedangkan pada Sabtu nanti digelar static show," tandas Tri Bowo.
Menurutnya,  pengawasan udara yang dilaksanakan selama tiga hari lebih kepada interoperability antara pesawat tempur, radar, dan ground controlled. Dalam situasi real interoperability-nya mengarah kepada unity of command.
Operasi ini,  lanjutnya, merupakan combine mission dari Garda Wibawa 2014 dan gelar kekuatan Angkasa Yudha. Tahapan operasi di antaranya  ada pengintaian yang tentunya diawali adanya indikasi-indikasi penerbangan pesawat asing. "TNI AU sudah beberapa kali berhasil melakukan intercept (penyergapan). Kalau itu tidak dikerjakan, maka pesawat asing akan dengan mudah memasuki daerah udara nasional kita dengan seenaknya," tegasnya.
Dalam latihan dan operasi ini, tindakan-tindakan yang dilakukan yakni intercept (penyergapan) dan shadowing (membayangi).  Dalam situasi real-nya bila pesawat asing itu tidak mau pergi, maka akan dipaksa mendarat atau forcedown. Namun pada latihan ini tidak ada force down.
"Selama tiga hari, enam pesawat tempur T-50i akan latihan Surface Attack Tactics atau taktik serangan permukaan dan low level navigation. Kemudian ada Air Intercept. Jadi nanti ada pesawat yang berpura-pura menjadi pesawat musuh. Nah, pesawat itu khan kita mengetahuinya dari Satuan Radar (Satrad). Jadi combine antara Satrad Balikpapan dan Satrad Tarakan dengan pesawat tempur yang standby," beber Tri Bowo yang didampingi Kadis Operasional Lanud Balikpapan Letkol Lek Tri Budianto.
Selain itu, pada Static Show Sabtu (6/12) nanti, Komandan Lanud Balikpapan mengajak pasukan kuning atau para penyapu jalan dan anak-anak panti asuhan ke Baseops Lanud untuk melihat langsung pesawat tempur T-50i Golden Eagle. "Mereka selama ini mungkin belum pernah melihat dari dekat pesawat tempur. Makanya, kami mengajak mereka ke Baseops sekaligus sebagai ajang hiburan," tambahnya.

Credit TRIBUNNEWS.COM

Pesawat Kargo Jatuh di Minahasa Utara

 Basarnas menemukan beberapa puing. Awak pesawat belum ditemukan.

Tim SAR Mataram sedang mencari pesawat latih yang jatuh di Perairan Pulau Moyo Sumbawa NTB, Kamis 30 Oktober 2014.

CB - Sebuah pesawat kargo dilaporkan jatuh di perairan Pantai Firdaus, Desa Kema, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Selasa, 2 Desember 2014. Pesawat dari Gorontalo tujuan Ternate dan Sorong itu milik PT Elang Nusantara.

Pesawat komersial kargo berjenis ELR tipe pilatus porter. Diawaki seorang pilot dan seorang teknisi. Pesawat jatuh sekitar pukul 10 WIT.

Tim Badan SAR Nasional (Basarnas) telah diterjunkan ke lokasi untuk melakukan pencarian. Hingga berita ini dipublikasikan, dua awak pesawat belum ditemukan. Sementara baru ditemukan satu ban pesawat.

Warga desa setempat memadati pantai untuk melihat pesawat jatuh tersebut. Pesawat itu jatuh akibat cuaca buruk di atas perairan Pantai Firdaus.

Kepala Operasi Basarnas, Tatang Zaenudin, mengatakan bahwa tim baru menemukan beberapa puing pesawat. Tapi dia belum memastikan pesawat itu hancur.

“Saya belum bisa mengatakan pesawat itu hancur, karena belum bisa lihat. Tapi tunggu tim yang melakukan operasi bisa menemukan pesawat. Tim penyelam belum ada laporan kepada saya,” katanya. 



Credit VIVAnews

Apa bedanya LPG, LNG dan CNG?




CB - Istilah LPG, LNG, dan CNG sudah sering kita dengar di tengah masyarakat. Apa perbedaannya?
Masyarakat cenderung menyeragamkan ketiga komoditas ini dengan istilah "gas", padahal tiga gas ini memiliki karakter berbeda yang sangat memengaruhi bagaimana pemanfaatan  masing-masing jenis.  LPG dan LNG sama-sama gas yang dicairkan untuk memudahkan pengangkutan untuk jarak yang tidak terjangkau dengan pipa. Meskipun sama-sama gas cair, komponen yang mendominasi keduanya berbeda.
Komponen LPG, atau liquefied petroleum gas, didominasi oleh Propana dan Butana. Jenis gas ini memiliki massa jenis yang lebih besar dari LNG. Dalam tabung, LPG berbentuk zat cair, namun pada suhu dan tekanan normal, LPG yang keluar dari tabung akan langsung berubah menjadi gas. Tekanan yang dibutuhkan untuk mencairkan gas ini cukup rendah sehingga lebih aman digunakan. Inilah yang membuat LPG lebih pas untuk konsumen rumah tangga, karena sifatnya mudah disimpan dan bisa langsung dibakar untuk dimanfaatkan, tanpa perlu infrastruktur khusus.
Saat ini LPG diproduksi di beberapa lapangan migas, yaitu salah satunya dengan mengumpulkan  minyak yang “menguap” ketika keluar dari sumur. Perlu diingat, tidak semua gas yang keluar dari sumur bisa dijadikan LPG karena tidak semua lapangan menghasilkan “uap gas” yang cukup banyak sehingga ekonomis untuk dimanfaatkan.  Produksi LPG Indonesia saat ini sekitar 1,4 juta metrik ton per tahun, sementara kebutuhan LPG nasional sekitar 5 juta metrik ton per tahun. Inilah yang menyebabkan Indonesia masih harus mengimpor LPG.
Lalu, bagaimana dengan LNG? LNG atau liquefied natural gas merupakan gas yang didominasi oleh metana dan etana yang didinginkan hingga menjadi cair pada suhu antara -150 C sampai -200 C. Pengembangan dan pemanfaatan LNG memerlukan infrastruktur yang lebih kompleks. Dari sisi hulu, pengembangan LNG tidak hanya memerlukan fasilitas produksi biasa, tetapi memerlukan kilang yang mampu mencairkan gas tersebut sampai suhu minus 150-200 C. Fasilitas pendingin dan tanki kriogenik ini membutuhkan investasi yang sangat besar.
Sementara di sisi hilir, pemanfaatan LNG memerlukan fasilitas untuk mengubah LNG menjadi gas kembali, yang disebut dengan LNG regasification terminal.  Saat ini Indonesia baru memiliki satu fasilitas regasifikasi yaitu yang dioperasikan oleh PT Nusantara Regas di Teluk Jakarta. Selain fasilitas regasifikasi, pemanfaatan gas yang dihasilkan juga memerlukan jaringan pipa untuk sampai ke konsumen. Dengan kebutuhan akan temperatur yang sangat rendah seperti ini, jelas LNG tidak bisa diedarkan dalam bentuk tabung-tabung layaknya LPG. Tetapi memerlukan fasilitas regasifikasi sekaligus sistem transportasi yang terintegrasi ke pengguna.
Di luar LPG dan LNG, masyarakat juga mengenal istilah CNG atau compressed natural gas. CNG sebenarnya merupakan gas yang sama dengan LNG, hanya saja pada CNG, gas metana dikompresi namun tidak sampai mencair.
Produksi dan penyimpanan CNG lebih murah dibandingkan dengan LNG, hanya saja, CNG membutuhkan tempat penyimpanan lebih besar serta tekanan yang sangat tinggi, sehingga distribusinya tidak bisa untuk jarak yang terlalu jauh dari sumber gas. Saat ini CNG sudah dipakai antara lain untuk busway dan bajaj di Jakarta.
Dari uraian tersebut jelaslah, meskipun sama-sama berbentuk gas, LPG, LNG dan CNG memiliki karakter berbeda sehingga pemanfaatannya juga berbeda. Hal ini perlu dipahami mengingat sering kali terjadi kesalahpahaman terutama saat isu soal ini menghangat setiap kali ada rencana kenaikan harga LPG. Ada yang berargumen, daripada harus mengimpor LPG, mengapa Indonesia tidak mengalihkan ekspor LNG sebagai substitusi? Atau, mengapa tidak mengembangkan CNG saja?
Dari uraian sebelumnya dapat dipahami bahwa keinginan untuk serta merta menggantikan pemakaian LPG dengan LNG dan CNG dalam jangka pendek tidak memungkinkan. Kedua,  pemanfaatan gas alam untuk pasokan energi domestik sebenarnya memiliki potensi, tetapi terkendala infrastruktur. Lapangan-lapangan gas sering kali ditemukan di wilayah yang jauh dari sentra kebutuhan gas, sehingga perlu infrastruktur untuk memproduksi LNG dan  untuk meregasifikasi dan menyalurkannya ke konsumen. Dalam beberapa kasus, produsen gas, yaitu industri hulu migas, sudah memberikan komitmen untuk memasok gas bagi transportasi, namun ini belum bisa terealisasikan karena infrastruktur tidak tersedia. Penyediaan infrastruktur ini berada di luar wewenang industri hulu migas.
Pemanfaatan gas bumi memang lebih menantang dibandingkan dengan minyak bumi. Bentuk dan sifat gas mensyarakatkan ketersediaan infrastruktur yang terintegrasi. Dengan kondisi tata ruang saat ini, membangun jaringan infrastruktur seperti ini tidak mudah. Pada akhirnya, hal ini hanya akan dapat diwujudkan dengan kerja keras dan kerja sama semua pihak.

Credit Kompas.Com

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan Diluncurkan di 34 Provinsi



Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan Diluncurkan di 34 Provinsi
Tribunnews.com/Randa Rinaldi
Puan Maharani

CB, JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) secara resmi memperluas pemantauan konflik kekerasan secara nasional melalui Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK).
Tahun ini SNPK telah mencakup 34 provinsi dan dapat diakses melalui www.snpk-indonesia.com. Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Sosial Budaya Puan Maharani, menyatakan Indonesia lebih stabil dan sejahtera dibandingkan pada periode reformasi. Menurutnya, masih banyak tantangan yang diperhatikan pemerintah.
"Kekerasan-kekerasan yang bersifat lokal dan sporadis masih terjadi dan menelan korban jiwa tiap tahun ini. Kementerian menempatkan pencegahan konflik sebagai prioritas sesuai dengan program Nawa Cita," ujar Puan di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (2/12/2014).
Tujuan membangun SNPK ini adalah untuk mencegah konflik yang efektif. Puan menyebut SNPK merupakan terobosan sistem informasi yang menyajikan data dan analisis tentang konflik di Indonesia.
"Tujuan SNPK adalah membantu pemetaan pemicu dan intensitas konflik sehingga kita dapat mendeteksi masalah dengan lebih dan menyusun respon yang lebih terkoordinasi," jelas Puan.
Puan menambahkan, SNPK merupakan sumber informasi yang berguna untuk pemerintah maupun semua pihak. Menurutnya SNPK dapat dimanfaatkan pemerintah daerah agar mampu merespons konflik di tingkat lokal, akademisi, sipil, dan isu konflik untuk menangganinya.
Sebelumnya Puan menyebut sistem serupa telah digunakan di Filipina dan Thailand sebagai contoh sistem pemantauan kekerasan digunakan untuk memantau proses perdamaian.


Credit TRIBUNNEWS.COM

Kemdikbud evaluasi pelaksanaan Ujian Nasional

Kemdikbud evaluasi pelaksanaan Ujian Nasional
Anies Baswedan (ANTARA/Wahyu Putro A)

Jakarta (CB) - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tengah mengevaluasi pelaksanaan ujian nasional untuk mencari mekanisme yang lebih baik dan memadai dalam menentukan kelulusan siswa.

"Saat ini sedang dicari cara agar siswa memiliki standar yang baik dan memadai, tapi pada sisi lain pelaksanaan ujian tersebut bukan proses yang menakutkan, membebani dan mengubah orientasi belajar," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan di Jakarta, Senin.

Ia menyampaikan hal itu saat bersilaturahim dengan sekitar 650 kepala dinas pendidikan provinsi, kabupaten dan kota se-Indonesia di Aula Ki Hajar Dewantara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Anies mengatakan selama ini ketika siswa SMP dan SMA memasuki kelas tiga semua berubah karena semua aktivitas belajar hanya difokuskan pada persiapan ujian.

"Pertanyannya kita ingin anak hanya terpaku pada pelajaran yang akan diuji pada ujian nasional atau menjadi pembelajar sejati," kata dia.

Ia mengatakan kalau hanya sekadar mendorong anak menjadi seorang yang belajar maka cukup melatihnya bisa menyelesaikan soal ujian nasional dengan baik.

Padahal di masa depan kalau sudah memasuki dunia kerja tidak pernah ada yang bertanya berapa nilai yang diperoleh ketika ujian nasional, katanya.

"Memang Waktu pelaksanaan ujian nasional, nilai amat menentukan tapi dalam perjalanan hidup dan kesuksesan karier banyak faktor lain yang jadi penentu," katanya.

Karena itu, lanjut Anies, ini akan dievaluasi sebab yang paling penting adalah bagaimana mengubah orientasi belajar siswa tidak hanya terfokus untuk menjawab soal pada ujian nasional semata.

"Jadi aturan yang akan dibuat bertujuan untuk membentuk prilaku belajar yang baik dan tidak fokus hanya kepada ujian nasional," kata dia.


Credit ANTARA News

Situs Gunung Padang Resmi Dijadikan Destinasi Wisata




Kawasan situs megalit Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat.
Kawasan situs megalit Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat. (sumber: Beritasatu.com/Danung Arifin)


Depok (CB) - Pada 2014, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (kemdikbud) telah menetapkan Situs Gunung Padang sebagai situs cagar budaya dan memiliki peringkat nasional.
Sebagai aset budaya bangsa, diharapkan situs ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan pada umumnya, serta untuk kesejahteraan masyarakat, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang 11/2010 tentang Cagar Budaya.
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia, sebagai salah satu institusi di bidang kebudayaan menyelenggarakan Seminar Sehari Arkeologi tentang situs Gunung Padang. Seminar ini digelar dalam rangka Dies Natalis ke-74 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia.
Dirjen Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya Kementerian Pariwisata HM Ahman Sya mengatakan, pihaknya sudah meminta izin kepada Pemprov Jawa Barat untuk memasukkan Situs Gunung Padang ke dalam destinasi wisata Great Jakarta.
"Situs Gunung Padang memiliiki magnet yang luar biasa. Jika dalam satu tahun ada tiga juta wisatawan datang ke Jakarta, maka sekitar satu juta orang dapat dialokasikan untuk datang ke Situs Gunung Padang. Ini akan sangat baik untuk memberdayakan warga masyarakat di sekitar lokasi situs," ujar Ahman Sya dalam pemaparan seminar di Auditorium IX, Gedung FIB UI, Kota Depok, Jawa Barat, Selasa (2/12).
Diungkap Ahman, masih dibutuhkan perbaikan sarana transportasi di lokasi Situs Gunung Padang. Demikian pula dengan kondisi fisik akses jalan. "Ini perlu komprehensif. Kemarin kami juga sudah bertemu Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, yang juga memberikan dukungan kepada kami untuk memberdayakan Situs Gunung Padang," tutur Ahman.
Sementara itu, Bagyo Prasetyo dari Pusat Arkeologi Nasional, Kemdikbud mengatakan, Situs Gunung Padang adalah peninggalan megalitikum. "Megalitikum ada di seluruh Indonesia kecuali di Australia," ujar Bagyo.
Situs Gunung Padang telah dicatat oleh NJ Krom sejak 1914. Penelitian mulai dilakukan oleh berbagai instansi sejak 1979, misalnya oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan Balai Arkeologi Bandung.
Pada 1998, pemerintah telah menetapkan situs ini sebagai benda cagar budaya. Status tersebut menunjukkan bahwa situs ini penting bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan pada umumnya.
Lutfi Yondri, dari Balai Arkeologi Bandung mengatakan bahwa Situs Gunung Padang adalah punden berundak. Berbagai penelitian yang dilakukan, dikerjakan dengan hati-hati dan terjamin keamanan serta keselamatan situs tanpa merusak situs tersebut.


Credit BeritaSatu.Com

Arkeolog UI: Situs Gunung Padang Beri Bukti Indonesia Sebagai Bangsa yang Mapan




Depok (CB) - Arkeolog Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) Ali Akbar mengatakan, ada beberapa penemuan penting yang menegaskan bahwa Situs Gunung Padang telah berusia 5200 SM (sebelum masehi). Situs ini harus dipugar.

"Dari hasil penelitian saya, ada struktur bangunan usianya sudah 5200 SM," ujar Ali Akbar saat pemaparan Seminar Sehari Arkeologi Situs Gunung Padang: Metodologi dan Etika Riset Serta Keragaman Perspektif di Gedung FIB UI, Depok, Jawa Barat, Selasa (2/12/2014).

Akbar mengatakan, situs Gunung Padang adalah situs yang pernah ditinggali oleh masyarakat. Kemudian ada satu periode situs tersebut ditinnggalkan. Bentuk bangunan itu disebutnya punde berunda-undak, sehingga disinyalir sebagai tempat penyembahan.

Akbar mengatakan, situs Gunung Padang telat dicatat pada zaman penjajahan Belanda oleh NJ Krom sejak 1914. Dan sejak 1976, penelitian situs Gunung Padang sudah dilakukan.

"Dan ini sangat menarik minat internasional," katanya.

Riset yang dilakukan Akbar yaitud dengan melakukan pengumpulan data dari sebelum ekskaasi, ekskavasi dan pasca ekskavasi.

"Metodenya, ketika arkeolog melakukan ekskavasi, dia melakukan pertimbangan, lalu melakukan pengelupasan atau penggalian. Sebelumnya dia harus mencari data yang banyak. Jadi pengumpulan data pra ekskavasi dan ekskavasi. Penafsiran data menggunakan konsep dan teori geologi, arsitektur, geografi, teknik sipil, fitologi, astronomi dan lainnya. Dan ditemukan adannya bangunan di luar teras dan struktur yang mengelilingi bukit. Dan ditemukan struktur bangunan berusia sektar 5200 SM," jelas Akbar.

Dengan beberapa hasil riset dan pengamatan yang dilakukannya, dia berharap situs tersebut bisa dipugar. Jika itu dilakukan, maka masyarakat dunia akan menaruh hormat kepada Indonesia karena memiliki peradaban yang paling tua.

"Kalau itu jadi kita pugar, orang akan menaruh hormat. Itu identitas bahwa jauh sebelum Masehi, kita adalah bangsa yang sudah mapan, sudah bisa membedakan dan melakukan mineralisasi, mengolah logam. Di dunia justru lebih muda, ternyata kita menemukan logam yang tua di kita," kata Akbar.

"Indonesia punya banyak manusia purba. Itu kan mereka sudah melaksanakan sesuatu. Kemudian kita jadinya sepertinya tidak punya peninggalan perbukalaan. Padahal kita punya kepurbakalaan yang tua," tambah Akbar

Credit DetikNews

Komputer Pertama di Dunia Berusia 2.000 Tahun


Komputer Pertama di Dunia Berusia 2.000 Tahun 
 Mesin pada masa Yunani Kuno terdiri atas 30 roda dan piringan dengan simbol-simbol yang berkaitan dengan zodiak, bulan dan matahari. Mesin ini diduga dipakai untuk menghitung pergerakan matahari, bulan, dan planet lain. (Wikimedia Commons)
 
Jakarta,CB -- Sebuah perangkat komputer kuno yang diperkirakan berusia sekitar 2.000 tahun diyakini sebagai komputer analog pertama yang ada dalam sejarah. Perangkat ini ditemukan dalam sebuah bangkai kapal Romawi di lepas pantai kepulauan Antikiythera, Yunani.

Menurut penelitian yang tertulis pada Archive for History of Exact Science, perangkat bernama The Antikythera Mechanism ini merupakan kalkulator astronomi Yunani kuno yang diperkirakan telah ada sejak 100 hingga 150 tahun Sebelum Masehi (SM).

Menurut penelitian, Antikthera mampu menghitung fase bulan, matahari, posisi planet serta memprediksi terjadinya gerhana. Para peneliti menilai, aritmatika Babilonia adalah rumus yang digunakan dalam membuat perangkat usang ini.

Orang-orang Babilonia menggunakan sistem aritmatika yang menempatkan angka 60 sebagai nilai tertinggi. Setara dengan angka 10 dalam teori matematika pada umumnya. Dengan begitu, para ahli astronomi pada zamannya dapat memposisikan planet Merkurius, Venus, Mars, Jupiter dan Saturnus secara berurutan.

Lebih lanjut, Prof. Dr James Evans dari University of Puget Sound dan Prof. Christian Carman dari University of Quilmes, mempelajari cara dan mekanisme perangkat Antikythera dan mencoba menghitungnya dengan sistem aritmatika Babilonia.

Hasilnya, para peneliti menemukan bahwa orang orang Yunani kuno mampu memprediksi gerhana dan mampu membuat sebuah mesin yang kompleks pada zaman itu. Bahkan, perhitungan mereka juga dapat memprediksi anomali pada bulan dan matahari serta fenomena astronomi lainnya.

Hingga saat ini memang masih menjadi misteri siapa yang merancang dan membuat mekanisme perangkat komputer analog pertama di dunia ini. Namun, beberapa ahli mengklaim bahwa perangkat ini dibuat oleh Archimides dengan menggunakan teori miliknya. Sayang, belum ada bukti otentik mengenai siapa sebenarnya pembuat perangkat ini.

Credit  CNN Indonesia

Kapolri: Itu Keputusan Politik

Kapolri: Itu Keputusan Politik
Kapolri Jenderal Polisi Sutarman usai memimpin Apel Pemberangkatan FPU VII Garuda Bhayangkara ke Sudan, Rabu (26/11/2014) di Lapangan Baharkam Polri. 


CB,SEMARANG - Kepala Kepolisian RI, Jenderal Sutarman mengomentari usulan masyarakat agar institusi Polri dikembalikan lagi di bawah Kementerian.Kepolisian pernah berada di bawah naungan Menpangab, sebelum dilakukan pemisahan dengan TNI.
"Saya sudah sampaikan, sifat tugas Polri itu keamanan ketertiban masyarakat (kamtibnas), dan penegakan hukum. Sebagai aparatur penegak hukum mestinya independen, tapi soal posisi kepolisian seperti ini apakah mau di bawah Presiden atau kementerian adalah keputusan politik, bukan keputusan polisi," ujar Sutarman di Semarang, Selasa (2/12/2014).
Ihwal posisi kepolisian yang saat ini berada di bawah langsung Presiden, merupakan keputusan politik terdahulu.
Sutarman juga mengisahkan, bahwa polisi juga pernah berada di bawah kementerian, sehingga apapun keputusan terkait posisi kepolisian akan diterima.
Namun, polisi tetap bersifat independen.
"Dulu, polisi pernah di bawah Menpangab. Itu adalah keputusan politik saat itu, dan keputusan politik pasca reformasi kita (polisi) dipisahkan dari institusi TNI. Jadi, itu bukan maunya polisi, bukan maunya siapa-siapa. Tapi itu keputusan politik yg dibuat saat itu hingga saat ini," papar dia.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengusul agar kepolisian berada di bawah kementerian.
Dia membandingkan keberadaan TNI yang berada di bawah Kementerian Pertahanan. Namun, hal tersebut masih sebatas wacana.
Menko Polhukam, Tedjo Edhi Purjianto mengaku, realisasi penempatan polisi di bawah kementerian tak akan mudah.
Sementara Sekretaris Kabinet, Andi Widjajanto membandingkan posisi kepolisian dengan negara negara lain, di mana Polri berada di bawah kementerian.
Meski demikian, pemerintah harus mempertimbangkan reformasi keamanan di Indonesia tahun 1999 terkait pemisahan TNI dan Polri sesuai amanat dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang kepolisian yang secara eksplisit menempatkan Polri di bawah Presiden.

Credit TRIBUNNEWS.COM

Ini Postur Kekuatan dan Kemampuan Polri


Kapolri Jenderal Pol. Sutarman (tengah) memeriksa personil Polri yang mengikuti apel siaga pengaman pelantikan Presiden di Halaman Monumen Nasional, Jakarta.
Kapolri Jenderal Pol. Sutarman (tengah) memeriksa personil Polri yang mengikuti apel siaga pengaman pelantikan Presiden di Halaman Monumen Nasional, Jakarta. (sumber: Antara/Teresia May)

Semarang (CB) - Kepala Polri (Kapolri) Jenderal Polisi Sutarman melaporkan postur kekuatan dan kemampuan Polri kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam apel Kepala Satuan Wilayah (Kasatwil) Polri 2014 di Akademi Kepolisian, Semarang, Jawa Tengah.
Postur kekuatan yang dilaporkan meliputi jumlah personel Polri, struktur dan lingkup kekuatan, jumlah alat transportasi darat, udara dan perairan, kekuatan senjata, pendidikan hingga berbagai kerja sama yang dilakukan Polri dalam hal peningkatan kemampuan dan keahlian.
"Bapak presiden, Polri dalam melaksanakan tugas pemeliharaan keamanan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dalam rangka keamanan dalam negeri dan dalam melaksanakan tugas penertiban masyarakat 408.333 personel Polri," kata  Sutarman di Auditorium Gedung Cendekia, kawasan Akademi Kepolisian, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (2/12).
Dalam acara tersebut selain dihadiri Presiden Joko Widodo juga hadir Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) dan Reformasi Birokrasi (RB) Yuddy Chrisnandi, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.
Jumlah 408.333 personel Polri tersebut tersebar di kesatuan Mabes Polri, 31 Polda, 451 Polres, 4773 Polsek dan 739 Polsubsektor.
Sementara itu untuk peralatan pengangkutan, kepolisian memiliki pesawat udara 11 unit, helikopter 46 unit, kapal laut besar 690 unit, speed boat 400 unit. "Keseluruhan 1090 unit," katanya.
Selain itu tercatat pula Polri memiliki angkutan bermotor roda dua 73.754 unit, kendaraan motor roda empat 22.124, kendaraan bermotor roda enam 4.186 unit, pengangkut personil lapis baja carrier APC 248 unit dan kendaraan water canon 236 unit.
"Yang semua kami gunakan untuk pengendalian massa," kata Sutarman.
Sutarman juga melaporkan untuk peningkatan kualitas dan keahlian personel terdapat kerja sama pendidikan dan pelatihan dengan berbagai negara yaitu dengan Belanda, Jerman, Australia, Korea Selatan, Bangkok, Taiwan. Kerja sama pendidikan polisi tersebut sudah dimulai pascareformasi.

Credit BeritaSatu.Com

Kebutuhan BBM Polisi Perairan Capai Rp2,5 Triliun

Kapolri Komjen Pol Sutarman 
Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman (Dok/JIBI/Solopos/Antara) 
 
CB, JAKARTA – Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) membutuhkan setidaknya Rp2,5 triliun untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) kapal patroli yang dimiliki oleh Polisi Perairan (Polair).
Kapolri Jenderal Pol Sutarman mengatakan angka tersebut sesuai dengan jumlah kapal yang beroperasi yakni 678 buah.”Idealnya kapal itu sehari beroperasi 12 jam. Untuk BBMnya sendiri butuh Rp2,5 triliun,” jelasnya, Senin (1/12/2014).
Namun, sayangnya, kata Sutarman kebutuhan tersebut belum dapat terpenuhi dari anggaran Polri yang ada saat ini.
Tanpa merinci berapa dana yang tersedia untuk BBM kapal Polair, Sutarman menyampaikan akan segera mengajukan penambahan dana kepada DPR dan Kementerian Keuangan.
“Ini sedang dilakukan, tentunya untuk program ke depan karena anggaran 2015 sudah harus disusun,” katanya.
Terkait dengan rencana pembangunan pemerintah yang menekankan kemaritiman, Sutarman menuturkan penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri masih terbentur dengan aturan batasan wilayah, selain tentunya masalah anggaran.
Seperti yang diketahui terdapat tiga instansi yang memiliki kewenangan dalam melakukan penegakan hukum di perairan yakni TNI Angkatan Laut, Polisi Air (Polair) dan penyidik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Ketiganya memiliki kewenangan batas wilayah masing-masing. TNI AL dan penyidik KKP dapat memasuki perairan hingga 200 mil, sedangkan Polair hanya dalam wilayah laut teritorial, sejauh 12 mil ke arah laut.
“Hal inilah yang akan mendisinkronisasi. Kalau menyebut wilayah Indonesia itu harusnya mencakup seluruh daerah, sehingga penegakan hukum bisa dilakukan,” papar Sutarman.

Credit Solopos.com

Arahan Jokowi Kepada Kapolda dan Kapolres

Kapolri mengatakan seluruh kebijakan poros maritim akan dibahas.
Presiden Joko Widodo. 
Presiden Joko Widodo. (REUTERS/Damir Sagolj)
 
CB - Presiden Joko Widodo akan memberikan pengarahan kepada 31 Kepala Kepolisian Daerah dan 452 Kepala Kepolisian Resor seluruh Indonesia di Semarang, Selasa, 2 Desember 2014. Salah satu agenda pertemuan adalah membahas program Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Kapolri Jenderal Polisi Sutarman di sela apel siaga di Lapangan Akademi Polisi Semarang mengatakan seluruh kebijakan poros maritim akan dibahas.

"Mulai apa yang disiapkan kepolisian, kapalnya berapa, bagaimana pengamanannya akan dibahas," katanya.

Apel Kepala Satuan Wilayah sendiri akan digelar selama lima hari. Sejak 1 hingga 5 Desember 2014 di Akpol Semarang. Sutarman mengatakan pada bulan Desember semua telah dituangkan dalam rencana strategis jangka menengah dan jangka pendek oleh Kementerian Badan Perencanaan Nasional. Program-program menurutnya akan dijabarkan oleh Polri.

"Kita juga akan evaluasi program di tahun 2014, apa kekuarangan dan kelebihan Polri, serta tuntutan masyarakat terhadap kita. Hingga menghadapi tahun 2015 kita menjawab tantangan yangg terus meningkat,  sekaligus mengevaluasi kekuarangan, " ujarnya.

Sutarman juga mengingatkan kepada seluruh perwira Polri agar selalu disiplin dalam setiap tugas, terlebih dalam program poros maritim dunia yang dicanangkan pemerintah. Sebab disipilin adalah prasyarat agar tidak terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan tugas.

"Disiplin ini mulai pribadi dan disiplin anggota. Jadi setiap penugasan anggota harus dicek satu per satu, kesiapan, mulai dari surat penugasannya, " katanya.

Credit VIVAnews


Pesawat Antariksa Terbaru NASA Siap Diluncurkan


Pesawat luar angkasa NASA bernama Orion berada di Kennedy Space Center, Florida, AS - AFP /Handout / NASA /
Pesawat luar angkasa NASA bernama Orion berada di Kennedy Space Center, Florida, AS - AFP /Handout / NASA /

CB, Florida: Seperti di era Apollo, ruangan dalam pesawat antariksa terbaru milik NASA lebih luas dan didesain untuk meluncur jauh melewati Bulan, menuju sebuah asteroid atau ke planet Mars.

Orion dijadwalkan meluncur dalam uji coba pada Kamis mendatang dari Kompleks Peluncuran di Cape Canaveral, Florida. Pesawat ini akan mencapai ketinggi sekitar 5793 kilometer di atas bumi, atau 15 kali lebih tinggi dari Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).

Setelah sukses, Orion akan terjun bebas ke Bumi dan mendarat di Samudera Pasifik, sekitar 900 kilometer dari pantai Baja California. Angkatan Laut AS akan membantu NASA mengambil Orion.

Seperti diberikan CNN, Minggu (30/11/2014), penerbangan uji coba pertama ini tidak melibatkan astronot. Selama ini, AS harus membayar Rusia untuk meluncurkan astronotnya ke ISS. Program pesawat luar angkasa AS berakhir di tahun 2011.

Walau tidak ada orang di dalamnya, Orion mempunyai 'penumpang' lain. Orio, yang diluncurkan dengan roket United Launch Alliance Delta IV Heavy, akan membawa jutaan nama orang dalam sebuah mikrochip seukuran uang koin.

Sejumlah mainan anak, tabung oksigen dari Apollo 11 dan sampel tanah Bulan juga ikut terbang bersama Orion. Satu bagian fosil dinosaurus Tyrannosaurus Rex dari Museum Denver turut pergi ke angkasa bersama Orion, sementara loker-loker di pesawat NASA itu akan dipenuhi bendera, koin, kertas berisi puisi dan lirik lagu.


Credit Metrotvnews.com

Badan Antariksa Eropa Siapkan Roket Baru


Badan Antariksa Eropa Siapkan Roket Baru  
Roket baru bernama Ariane 6 sedang dibicarakan oleh para Menteri Riset negara Eropa yang tergabung dalam Badan Antariksa Eropa (Reuters/NASA/Alexander Gerst)
 
Jakarta, CB -- Badan Antariksa Eropa (ESA) berencana untuk membuat sebuah roket yang akan digunakan untuk meluncurkan satelit ke ruang angkasa.

Roket bernama Ariane 6 ini ditargetkan agar dapat digunakan pada 2020 mendatang untuk menggantikan Ariane 5 yang hingga saat ini masih beroperasi.

Dikutip dari AsiaOne, ESA menilai bahwa pembuatan Ariane 6 ini dapat menghemat biaya di Eropa hingga 50 milar euro atau setara dengan Rp 763 miliar.

"Sebuah perdebatan besar telah terjadi tentang proyek ini dan kami yakin bahwa itu adalah proyek yang baik," kata Menteri Ekonomi Jerman, Sigmar Gabriel.

Pada Selasa (2/12), para Menteri Riset dari Eropa akan berkumpul di Luxembourg untuk menyelesaikan masa depan roket Ariane 6 serta keterlibatan negara Eropa dalam mengelola Stasiun Ruang Angkasa Internasional (International Space Station/ISS)

Keputusan untuk menjalankan proyek ini menjadi sangat penting mengingat ESA harus memastikan bahwa mereka masih layak berkompetisi dan dapat mengejar ketertinggalan dari pihak swasta yang ikut memproduksi roket antariksa seperti SpaceX.

Anggaran, tentu menjadi perdebatan utama bagi negara-negara Eropa terkait proyek eksplorasi antariksa. Hal ini juga melibatkan kalangan swasta.

Perancis nampaknya akan menjadi negara yang akan memberi sumbangan paling besar untuk proyek ini. Mereka memerlukan dukungan finansial dari Jerman beserta para pemrogramnya.

Airbus, sebagai perusahaan yang ikut terlibat dalam pembuatan Ariane 5, berharap proyek ini dapat terealisasi untuk mengembangkan eksplorasi ruang angkasa.

"Metode dan proyek baru ini diperlukan agar ESA tetap kompetitif," ujar Tom Enders, Chief Executive Airbus Group.

ESA saat ini memang sedang gencar membuat beberapa proyek ruang angkasa. Ini dilakukan agar ESA yang menjadi pusat penelitian ruang angkasa di Eropa tidak tertinggal dan dapat bersaing dengan NASA sebagai salah satu lembaga antariksa yang paling diperhitungkan.

Bahkan, ESA beberapa waktu lalu telah berhasil melakukan misi Rosetta, proyek jangka panjang yang dilakukan selama 10 tahun untuk mendaratkan pesawat robotika tanpa awak di permukaan komet.

Credit CNN Indonesia

Kapolri Kerahkan 670 Kapal Jaga Perairan Indonesia


Kapolri Kerahkan 670 Kapal Jaga Perairan Indonesia  
Kapolri Kerahkan 670 Kapal Jaga Perairan Indonesia (Foto: Okezone)
 
 
SEMARANG (CB) - Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Sutarman, menyatakan pihaknya siap mengerahkan 670 kapal yang bisa mengamankan perairan Indonesia hingga laut dalam.
"Polri cukup banyak kapal ada 670 kapal yang bisa melaut sampai laut-laut dalam. Seluruhnya ada 1.005 kapal dan sisanya kapal-kapal kecil seperti perahu karet dan speedboat kecil," kata dia di Akademi Kepolisian Semarang, Jawa Tengah, Selasa (2/11/2014).
Berdasarkan batas teritorial, kata Sutarman, wilayah Indonesia terbagi dalam wilayah Yurisdiksi, zona ekonomi ekslusif, dan Landas Kontinen 12 mil. Menurut Sutarman, kewenangan polisi ada di wilayah Yurisdiksi 12 mil.
"Kewenangan Polri ada di wilayah Yurisdiksi 12 mil. Kita harus bermitra kalau kita dibutuhkan masuk ke area tersebut kita tentu akan bekerja sama dengan KPLP dan dengan kementerian atau lembaga lain untuk mengerahkan kapal kita," terang Sutarman.
Sutarman menambahkan, pemerintah sedang menggodok sebuah badan yang bertujuan mengamankan perairan Indonesia.
"Sekarang pemerintah sedang menyusun badan untuk mengoordinasi sehingga bisa mengamankan poros maritim yang sedang dicanangkan pemerintah," tegas Sutarman.

Credit OkeZone

Australia Kurangi Dana Untuk Program Lingkungan PBB



Pemerintah Australia mengurangi pendanaan untuk UNEP,  program lingkungan PBB, sebesar lebih dari 80 persen, langkah yang mengejutkan berbagai lembaga lingkungan menjelang KTT mengenai Iklim Global di Lima, Peru.
Menurut keterangan yang diperoleh ABC, pemerintah Australia  memutuskan memotong anggaran sebesar $ 4 juta untuk UNEP selama beberapa tahun mendatang.
UNEP adalah lembaga yang memberikan nasehat bagi kebijakan lingkungan dan peerundingan soal perubahan iklim.
"Apakah itu berkenaan dengan polusi udara, melebarnya lapisan ozone, atau apa yang terjadi di laut dunia, konservasi hayati, untuk sumbangan yang kecil, Australia sebenarnya menarik manfaat dari sumbangan $ 500 juta kontribusi dari berbagai negara lain," kata Direktur Eksekutif UNEP, Achim Steiner.
Setiap tahun Australia memberikan sumbangan $ 1,2 juta dolar, namun sekarang hanya akan memberikan $ 200 ribu.
Dalam beberapa tahun mendatang, dana keseluruhan dari Australia berkurang sebesar $ 4 juta (sekitar Rp 40 miliar).
Berbagai kelompok lingkungan terkejut dengan perkembangan ini, karena menurut penghitungan yang dilakukan oleh UNEP, sumbangan Australia untuk badan tersebut adalah $ 2,2 juta setiap tahunnya.
"Sebagai direktur eksekutif, tentu saja saya kecewa karena dari kontribusi negara anggotalah, UNEP bisa menjalankan mandatnya secara penuh dan melayani komunitas global," kata Steiner.
"Ini menurut saya adalah investasi yang paling menguntungkan karena bayangkan Australia tidak akan  bisa bekerjasama secara bilateral dengan 193 lain untuk mengatasi masalah yang ada."
Menurut Menteri Lingkungan Australia Greg Hunt, pemerintah harus "membuat keputusan berat dalam situasi anggaran saat ini."
"Saya kira banyak warga Australia akan mengerti bahwa kami sudah memberikan dana $ 12 juta untuk melindungi batu karang di kawasan ini dan memerangi penebangan liar di kawasan Pasifik. Ini pengeluaran dana yang besar dibandingkan sumbangan $ 4 juta untuk bantuan birokratis dalam sistem PBB," katanya.

Credit  tribunnews.com

Ribut "Manusia Perahu", Australia Tunjuk Dubes Baru untuk RI


Ribut Manusia Perahu, Australia Tunjuk Dubes Baru untuk RI
Paul Grigson jadi Dubes baru Australia untuk Indonesia, saat kedua negara 'ribut' soal 'manusia perahu'. | (smh.com)


CANBERRA (CB) - Pemerintah Australia menunjuk Paul Grigson sebagai duta besar (Dubes) baru untuk Indonesia. Grigson ditunjuk saat kedua negara berpolemik soal penanganan pencari suaka atau manusia perahu.

“Paul Grigson akan meninggalkan jabatannya sebagai Wakil Menteri Luar Negeri dan Perdagangan untuk menjadi Dubes yang betugas di Jakarta,” tulis Fairfax Media, Selasa (2/12/2014).

Grigson akan menggantikan Greg Moriarty, Dubes Australia untuk Indonesia sebeumnya yang telah ditarik pada November 2014 lalu.

Grigson adalah seorang perwira senior yang diyakini mampu mendinginkan hubungan diplomatik Australia dan Indonesia yang sensitif terkait kebijakan baru Australia dalam menangani “manusia perahu”.

Sebelumnya, Australia di bawah pemerintahan Perdana Menteri Tony Abbott, sempat bersitegang dengan Indonesia setelah aksi intelijen Australia yang memata-matai para pejabat Indonesia, termasuk mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terungkap beberapa bulan lalu.

Australia tertarik untuk membangun hubungan yang kuat dengan pemerintah baru Indonesia, dengan mendorong Indonesia untuk mengambil peran kepemimpinan yang kuat di tubuh ASEAN untu mengatasi ketegangan di Laut China Selatan.


Credit SINDOnews

Neraca Perdagangan Surplus $20 Juta

Associated Press
Ilustrasi: Anjungan minyak lepas pantai. Kemerosotan harga minyak dunia membuat nilai impor Indonesia mengecil, sehingga neraca perdagangan berhasil mencetak sedikit surplus.

JAKARTA (CB)—Neraca perdagangan berhasil membukukan sedikit surplus senilai $20 juta pada Oktober. Kinerja ini membaik setelah neraca September mencatat defisit $270 juta. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin, kejatuhan harga minyak dunia telah memangkas nilai impor.
BPS mengumumkan impor minyak dan gas berkurang 2% dibanding bulan sebelumnya, sehingga impor keseluruhan turun 1,4% menjadi $15,33 miliar. Dibanding angka setahun sebelumnya, impor menyusut 2,2%.

Sementara itu, pengiriman bahan mineral ke luar negeri meningkat setelah beberapa perusahaan tambang besar kembali mengekspor produknya pada September dan Oktober. Ekspor bulan Oktober secara keseluruhan beranjak naik sebesar 0,5% dari September menjadi $15,35 miliar. Bagaimanapun, angka ekspor ini masih lebih kecil 2,2% dari setahun sebelumnya.
Dari 11 ekonom yang dihubungi The Wall Street Journal, median perkiraan mereka adalah surplus $25 juta.
Surplus perdagangan pada Oktober semakin membuka kemungkinan membaiknya defisit transaksi berjalan. Pada kuartal ketiga, defisit tersebut telah menyempit menjadi $6,8 miliar setelah sempat mencapai $8,7 miliar pada kuartal kedua. Presiden Joko Widodo bulan lalu juga telah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi konsumsi dan pada akhirnya menekan impor.

Credit  indo.wsj.com

AS Persenjatai Jepang, Laut Cina Timur Memanas

 
Headline
(Foto: presstv)

CB. Washington -- AS menyatakan siap menjual senjata ke Jepang. Beijing merespon, dan Laut Cina Timur memanas.

Pejabat Departemen Pertahanan AS, Senin (1/12), mengatakan Jepang berencana membeli 52 kendaraan amfibi pada tahun 2018, tetapi belum memutuskan model yang diinginkan.

Stars and Stripes melaporkan kesepakatan militer Jepang-AS muncul menyusul kian panasnya saling klaim atas kepemilikan sejumlah pulau di Laut CinaTimur.

Jepang kini menguasi Senkaku, pulau yang dalam peta Tiongkok diberi nama Diaoyu. Tokyo mengakui internasionalisasi bagian dari rantai pulau, dan membeli Senkaku dari seorang tuan yang menguasai pulau itu atas nama pribadi.

Tahun lalu, Tiongkok membentuk Identifikasi Zona Pertahanan Udara atas Laut Cina Timur, dan mendesak semua pesawat militer dan sipil menginformasikan pemerintah Tingkok sebelum memasuki wilayah itu.

AS dan Jepang beberapa kali melanggar zona itu, setelah Beijing mendeklarasikannya.

Jepang ingin membangun kembali kekuatan lautnya, dengan membentuk unit marinir di tubuh Pasukan Bela Diri. Pilihan jatuh pada Amphibious Assault Vehicle (AAV-7).

"Kami telah membeli empat AAV-7 tahun 2013, dan dua pada tahun berikutnya," ujar seorang juru bicara militer Jepang.

Credit INILAHCOM

Deterrence and Doctrine



Z-9EC helicopter (1)Pakistan’s nuclear umbrella has given the country breathing space to modernise her military, with a sea-based deterrent on the cards. Islamabad is pursuing a policy of self-reliance and export promotion in the defence sector, based on an emerging strategic relationship with Beijing.
by Alex Calvo

The October 2014 centenary anniversary of the arrival of the first British Indian troops on the European Western Front during the First World War is a good moment to examine the current military modernisation plans of one of the successor states of British India: Pakistan. This is a country where the armed forces are widely seen by both experts and the population as the backbone of a still-ongoing process of nation-building. At the international level, Pakistan remains a state which is strategically essential to both Beijing and Washington DC. The existence of Pakistan’s nuclear deterrent has provided some breathing space to confront India without the need for a conventional parity in terms of materiel and personnel, allowing Islamabad to focus on military modernisation and internal security. Her nuclear force also widens the scope to wage or at least tolerate sub-conventional and limited conventional warfare against India, including the use of proxy actors such as armed militants in the disputed region of Kashmir without fear of escalation.
In addition to infiltration in Kashmir, incidents blamed on proxy Pakistan actors in recent years include the 26 November 2008 seaborne attack against Mumbai and the 23 May 2014 strike against the Indian Consulate in Herat, western Afghanistan. Domestically, the Pakistan military has managed to develop a strong esprit de corps, seeing itself as more advanced and modern than the country’s surrounding society and its politicians. It has also become a meritocratic avenue for social advancement. While fears of Islamist infiltration into Pakistan’s armed forces persist, most officers are considered to be Pakistani nationalists; loyal to Pakistan as nation-state rather than the Ummah, Islam’s universal community of believers.
Pakistan has to contend with three strategic imperatives: bringing together a diverse population in terms of language, ethnicity and economic interests, confronting India, and preventing the emergence of a unified, hostile Afghanistan. Reza Fazli, a Kabul-based researcher at the United Nations Non-Governmental Organisation Liaison Office, active in research and peace-building, who follows regional dynamics, believes that Pakistan is “an expansionist state bent on destroying, occupying or at least weakening Afghanistan”, while pointing out that “it is the Pakistani military that sets the tone of Pakistani foreign policy, particularly with regards to Afghanistan (and India)”. Islamabad’s motivations to try to weaken Afghanistan include avoiding encirclement and the emergence of a unified Pashtunistan, an area of land encompassing parts of Afghanistan and Pakistan inhabited by the Pashtun ethnic group. In addition to these concerns, a fourth preoccupation of Pakistan is maritime security while the country remains one of the largest contributors to United Nations peacekeeping operations.
In defence industrial terms, Islamabad can be expected to continue her drive for self-reliance partly prompted by past United States sanctions against her nuclear weapons programme, diversification, and a push for exports, with China as the Pakistan government’s preferred partner. Saudi Arabia is one of Pakistan’s most significant clients, with some observers concerned that Islamabad may enable Riyadh to acquire a nuclear deterrent through the export of know-how to this end.

Conventional Land Forces
Traditionally the senior service, Pakistan’s Army has a strength of more than 600,000 (1,400,000 adding reserves and paramilitary forces), it fields more than 2500 Main Battle Tanks (MBTs) and 4000 armoured personnel carriers and other armoured vehicles, and its artillery is believed to comprise more than 3000 towed guns and almost 500 self-propelled pieces, as well as different types of anti-tank guided missiles, including the AQ Khan Research Laboratories Bakhtar-Shikan, and 92 multiple launch rocket systems. The MBT inventory include more than 300 (600 planned) Heavy Industries Taxila Al-Khalid MBTs which is closely based upon the Russian/Soviet Kharkiv Morozov T-54, plus 320 Kharkiv Morozov T-80 MBTs, 320 Heavy Industries Taxila Al-Zarrar T-59s along with Norinco Type 85-II and Type 69-II MBTs, as well as 345-450 General Dynamics Land Systems M48A5 and 50 Kharkiv Morozov T-54/55 MBTs. The armoured vehicle inventory includes 2000 domestic-developed amphibious Heavy Industries Taxila Talha and Saad armoured personnel carriers, 300 BAE Systems M2 Bradley infantry fighting vehicles, and more than 1600 Food Machinery Corporation/BAE Systems M113 armoured personnel carriers.

Auxiliary Forces
A significant portion of Pakistan has never been fully brought under the control of the central government, including the FATA (Federally-Administered Tribal Areas), located in the north west of the country. Rather than civilian police and conventional army units, a number of militia and constabulary-type forces constitute Islamabad’s most visible face in those regions, leaving the army free to face India. To this end, the Frontier Corps are recruited from the Pashtun population near the Afghan border. Created by the British, it is separate from the army and sometimes works with irregular village forces. The Frontier Corps are joined by the Laskhars, a part-time tribal militia made up of civilians available to take up weapons. Lightly armed, they on the other hand know the physical and human terrain in the areas where they operate. Paramilitary police forces in the FATA include the Levies, armed with weapons provided by the authorities (the Laskhars use their own) and more formal training compared to the Lashkars.

Navy
A junior service in comparison to the army, it is nevertheless tasked with key roles such as coastal protection and the defence of Sea Lines Of Communication (SLOCs). It operates eleven frigates and destroyers (including six ‘Amazon’ class frigates and one ‘Leander’ class frigate in a training role), three ‘Eridan’ class Mine Countermeasures (MCM) vessels, four ‘Jalalat’ class fast attack craft, and eight auxiliary ships, plus oilers and Offshore Patrol Vessels (OPVs). The subsurface fleet includes five French-made ‘Khalid’ class conventional hunter-killer (SSKs) boats purchased in the 1990s and two ‘Hashmat’ class SSKs which were bought in the 1970s, plus three midget submarines.
Pakistan’s naval aviation comprises four Lockheed Martin P-3C Orion Maritime Patrol Aircraft (MPA), eight Fokker F27-200 MPA, and three Dassault Breguet Atlantique ATL-I MPA. The naval support helicopter fleet includes six AgustaWestland Sea King Mk.45 rotorcraft and twelve Hafei Z-9EC aircraft, among others. Weapons used by the Pakistan Navy include China Aerospace Science and Industry Corporation (CASIC) C-602 anti-ship cruise missiles, purchased from China and with an estimated speed of 529 knots (980 kilometres-per-hour) and range of 151 nautical miles (280 kilometres). In addition, the Pakistan Air Force operates a specialised anti-ship squadron equipped with Dassault Mirage V strike aircraft. The personnel strength of the navy includes more than 22000 active and 5000 reserve officers and sailors.
Traditionally, the port of Karachi has been the home of the Pakistani Navy. A crowded harbour, in a city sometimes described as ‘feral’, it experienced an attack on the Mehran Naval Air Base there in 2011, when Pakistani Taliban cadres destroyed two Lockheed Martin P-3C Orion patrol aircraft. John P. Sullivan, a senior research fellow at the Centre for Advanced Studies on Terrorism (CAST), explains that “a feral city has lost the ability to moderate gangs, crime and violence. The rule of law is replaced by impunity for criminal conflict and a lack of state solvency (legitimacy plus capacity).  The absence of the state is reinforced by the primacy of the illicit economy”. Mr. Sullivan adds that “Karachi fits this model”. Gradually, the Navy is diversifying into other bases, such as PNS Siddique in Turbat, in the south-west, near the strategic deepwater port of Gwadar and border with Iran, designed to host some naval air assets. Another base is Pasni, where the P-3Cs are located. In April 2014 Pakistan shifted the bulk of her operational fleet (submarines included) from Karachi to Jinnah Naval Base, also located in the south-west of the country.
Pakistan’s navy is planning to expand and modernise. Current procurement initiatives include four more ‘Zulfiqar’ class frigates. The first three were built in China and the fourth in Pakistan. The ‘Zulfiquar’ class displaces 3000 tons and carries CASIC C-802A long-range anti-ship and China Academy of Defence Technology FM-90 surface-to-air missiles, depth charges, torpedoes, a 76mm gun and a close-in-weapons system, while embarking a Hafei Z-9EC naval support helicopter. Also four modern corvettes are to be built at the Karachi Shipyard and Engineering Works, at an unspecified date, and Pakistan has requested the purchase of six ‘Oliver Hazard Perry’ class frigates from the US, however US Congressional hostility which may prevent the deal. Candidate corvettes to meet Pakistan’s requirements include DCNS’ ‘Gowind’ class, ThyssenKruppMarineSystems ‘MEKO A-100/D’ class or Istanbul Naval Shipyard’s ‘Ada’ class. Naval procurement plans also cover additional oilers, MCMs and OPVs.
In order to replace her ‘Daphne’ class SSKs, decommissioned in 2006, there are reports that the Pakistani Navy is negotiating the purchase of DCNS ‘Marlin’ or Howaldtswerke-Deutsche Werft GmbH ‘Type-214’ class submarines. Other reports point out that China may have offered to sell six ‘Yuan’ class SSKs. Sino-Pakistani cooperation in naval construction is not only further proof of the strong bilateral relationship and move away from US procurement by Pakistan, but is also geared towards exports to third countries and shows that Islamabad, like Beijing, is enhancing its maritime power.

Air Force
Pakistan’s air force operates some 800 aircraft from seven air bases, and its personnel numbers 65000 (with around 3000 pilots). Its front line strength remains focused on the General Dynamics/Lockheed Martin F-16A/B/C/D Block-10/15/50/52 multi-role combat aircraft, with Islamabad buying a further 13 from Jordan in 2014, bringing her total to 76. In September 2014 the last of 41 F-16A/Bs to be modernised by Turkish Aerospace Industries (TAI) were delivered back to the air force following both structural and avionics upgrades (see ‘Pakistan receives upgraded F-16s from Turkey’ news story in this issue). However the Chenghu/Päkistan Aeronautical Complex JF-17 Thunder MRCA, co-produced with China, is currently the air force’s first priority and is one of the best examples of Pakistan’s gradual shift towards Beijing. In December 2013 production of 50 JF-17 Block-II MRCA began, with improved avionics and weapons load, as well as an in-flight refuelling capability. Plans call for the purchase up to 250 planes, replacing the Chengdu F-7 and Dassault Mirage-III/V MRCA. Beijing and Islamabad are working on a two-seater variant of the JF-17 for use as a trainer or for night strike missions expected to be designated as the JF-17 Block-III. Furthermore, there has been much speculation about the possible purchase of Chengdhu J-10 MRCA, considered to be roughly equivalent to the US F-16C/D Block-50/52 MRCA.
Pakistan’s main aircraft manufacturing and maintenance centre is the state-owned Pakistan Aeronautical Complex (PAC) in Kamra (Punjab). Considered to be the world’s third largest assembly plant, it was originally built to service Chinese-made aircraft. Domestic Unmanned Aerial Vehicles (UAV) manufacturers include the privately-owned Karachi-based Integrated Dynamics (ID) and government-owned PAC, the latter producing the Uqaab UAV. While observers point out that current UAVs have not been weaponised, some have pointed out that the Uqaab may be weaponised with Chinese assistance in the future.

Nuclear Forces
Given Pakistan’s smaller population and economy, compared to India’s, her nuclear arsenal (estimated at 100-120 warheads) remains a cornerstone of her defence posture. The programme owes much to Chinese assistance and is widely considered to have resulted in proliferation assistance to third parties, through the same networks set up to procure key materials, and benefiting Libya, Iran, and the Democratic People’s Republic of Korea (DPRK). It enjoys popular and military support and seems to have made it easier for Pakistan to engage in asymmetrical war against India involving proxies (see above). In addition, Islamabad has never ruled out a first strike in any future nuclear confrontation.
Pakistan nuclear delivery systems include the F-16A/B (see above) carrying nuclear gravity bombs. Other delivery systems include the 173 nautical mile (320 kilometre) range National Defence Complex (NDC) Ghaznavi and 486nm (900km) range Shaheen short-range tactical ballistic missiles, with two more in development: the NDC Abdali and Nasr, the latter with an estimated range of 32nm (60km), plus the intermediate-range Khan Research Laboratories Ghauri-2 and 1349nm (2500km) range Shaheen-2. The Ghauri-2 is based on the DPRK’s Nodong intermediate-range ballistic missile which is believed to be road-mobile and liquid-fuelled, with a single stage and a range of some 1079nm (2000km). The Shaheen-2 is solid-fuelled with a similar range. To this we must add two cruise missiles in development, the air-launched Air Weapons Complex Ra’ad with a 189nm (350km) range and the ground-launched NDC Babur, the latter of which has a range of some 348nm (644km). It is rumoured that a naval version of the latter is also under development. Meanwhile, Pakistan is working on the Taimur intercontinental ballistic missile with a range of 3777nm (7000km).
Some observers consider Pakistan to have the fastest-growing nuclear arsenal in the world, which the country is modernising. This may be connected to doctrinal developments giving nuclear weapons a wider role. Islamabad may be working to develop a sea-based deterrent, giving her a second-strike capability. Mandeep Singh, associate editor at specialised defence website Orbat believes that this would “change the strategic balance completely” and “significantly enhance the chances of nuclear war”. Mr. Singh says that “Pakistan now has extremely competent security in place for its nuclear weapons”, although the possibility of the weapons (falling under the unauthorised possession of violent Islamist organisations) can’t be ruled out given recent experience”. He deems it credible that Saudi Arabia, “in an extremely difficult strategic position”, may purchase nuclear technology or hardware from Pakistan.

Conclusions
Pakistan is modernising key weapons systems, often in partnership with China, and gearing them also towards exports. In terms of nuclear weapons the two big questions are whether Islamabad may deploy a sea-based deterrent, thus completing its triad, and whether Saudi Arabia may obtain a nuclear deterrent with technological support from Pakistan. In the conventional arena, the continued development and possible export of the JF-17 MRCA, co-produced with China, merits careful attention, as does the progress in domestic-made UAVs. The renewal of Pakistan’s submarine fleet could also significantly contribute to the country’s military strength.


Credit  asianmilitaryreview.com