Rabu, 29 April 2015

Saat WNI yang Dieksekusi Mati, Kenapa PBB Diam Saja?


Saat WNI yang Dieksekusi Mati, Kenapa PBB Diam Saja?Tribun Bali/
Relawan membagikan stiker hope mercy kepada pengguna jalan di perempatan Renon Jalan Kusuma Atmajaya, Denpasar. Sabtu (31/1/2015). Aksi simpatik yang diikuti puluhan relawan Mercy ini menyampaikan pesan agar terpidana mati Bali Nine, Myuran Sukumaran dan Andrew chan diberikan pengampunan hukuman mati. 
 
CB, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, Perserikatan Bangsa-Bangsa seharusnya tak ikut campur soal eksekusi yang akan dilakukan pemerintah Indonesia terhadap terpidana mati kasus narkoba. Fahri menilai, PBB sudah menerapkan standar ganda dalam menanggapi eksekusi mati.
Saat Indonesia akan mengeksekusi warga negara asing yang terjerat kasus narkoba, PBB langsung melayangkan protes. Namun, PBB tak bersikap saat warga negara Indonesia dieksekusi oleh negara lain.
"Di Saudi Arabia, WNI dieksekusi mati mereka diam saja, tapi giliran nyawa mereka sepertinya mahal betul," kata Fahri, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/4/2015).
Menurut Fahri, kritik yang dilayangkan Presiden Joko Widodo kepada PBB dalam pidato pembukaan Konferensi Asia Afrika beberapa waktu lalu, sudah tepat. Ia menilai, PBB membutuhkan perbaikan di berbagai struktur.
"PBB diam saja saat melihat aktivis, wartawan, politisi dihukum mati di Mesir karena perbedaan pendapat," ujarnya.
Sebelumnya, seperti dilansir kantor berita AFP, Minggu (26/4/2015), Sekjen PBB melalui juru bicaranya, mengatakan, eksekusi mati berdasarkan ketentuan hukum internasional hanya dapat diberikan bagi pihak yang melakukan kejahatan serius, seperti mencabut banyak nyawa orang sekaligus.Sementara itu, narkoba tidak termasuk kategori itu.
Berdasarkan hukum internasional, hukuman mati bisa diterapkan untuk kejahatan yang sifatnya paling serius, seperti pembunuhan secara disengaja. Sementara itu, pelanggaran terkait obat umumnya tidak termasuk kategori "kejahatan paling serius". (Baca: Jokowi Tegaskan Generasi Bangsa Rusak karena Narkoba)
Sebanyak sembilan terpidana kasus narkoba akan dieksekusi mati dalam waktu dekat. Mereka adalah Mary Jane Veloso (Filipina), Myuran Sukumaran dan Andrew Chan (Australia), Martin Anderson, Raheem A Salami, Sylvester Obiekwe, dan Okwudili Oyatanze (Nigeria), Rodrigo Gularte (Brasil), serta Zainal Abidin (Indonesia).


Credit   SERAMBINEWS.COM

Indonesia Tak Khawatir Australia Tarik Dubes

Tindakan penarikan itu dinilai biasa saja.

Indonesia Tak Khawatir Australia Tarik Dubes
Perdana Menteri Australia Tony Abbot kunjungi Indonesia. (VIVAnews/Anhar Rizki Affandi)
 
  CB - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan tak perlu khawatir jika Australia menarik duta besarnya di Indonesia. Apalagi, Indonesia juga pernah menarik duta besarnya dari Australia.

"Kita pernah menarik duta besar kita dari Australia, jangan lupa," kata Kalla di Gedung Bidakara, Jakarta, Rabu 23 April 2015.

Kalla yakin ketegangan diplomatik ini hanya berlangsung sementara. "Satu atau dua bulan juga kembali lagi," ujar Kalla.

Penarikan duta besar itu, lanjut Kalla, hanya menandakan protes setelah warga negaranya Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dieksekusi mati tadi malam.

"Kita juga sering begitu, kembalikan dubes dari Australia, dari Brasil, biasa saja," kata dia.

Kalla juga optimistis bahwa ketegangan ini tidak akan menganggu hubungan diplomatik di bidang ekonomi sekalipun.

"Kita lebih banyak mengimpor dari Australia. Berarti kalau menghentikan perdagangan dia rugi," ucapnya


Credit  VIVA.co.id

Dinginnya Tanggapan Jokowi Soal Penarikan Dubes Australia

Penarikan Duta Besar usai duo Balinine dieksekusi.

Dinginnya Tanggapan Jokowi Soal Penarikan Dubes Australia
Perdana Menteri Australia, Tony Abbott dan Presiden Joko Widodo (REUTERS/G20 Australia/Handout via Reuters)
CB - Presiden Joko Widodo menanggapi dingin soal pemanggilan Duta Besar Australia di Indonesia oleh Perdana Menteri Tony Abbott. Ini buntut dari eksekusi mati duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dini hari tadi.

"Ini kedaulatan hukum kita. Saya tidak akan mengulang-ulang lagi. Jangan ditanya itu lagi," kata Jokowi di Gedung Bidakara, Jakarta, Rabu 29 April 2015.

Jawaban yang sama kembali diucapkan Jokowi ketika ditanya mengenai implikasinya pada hubungan bilateral. "Ini kedaulatan hukum kita," ujar Jokowi.

Presiden Jokowi menegaskan bahwa hukuman mati bagi gembong narkoba adalah hukum yang masih berlaku di Indonesia. Semua negara harus menghormati kedaulatan hukum negara lain.

"Ini kedaulatan hukum negara kita. Harus dihormati. Kita juga menghormati kedaulatan hukum negara lain. Hukum positif kita masih ada. Di hukum positif kita masih ada," katanya.

Jokowi menegaskan tak akan ada moratorium hukuman mati bagi gembong narkoba, selama hukum itu masih berlaku di Indonesia.

Pemerintah Australia marah atas pelaksanaan eksekusi warga negara mereka di Nusakambangan. Seperti dilansir Reuteurs, Perdana Menteri Australia, Tony Abbott di Canberra mengatakan, pemerintah Australia sangat menyesali sikap pemerintah Indonesia yang enggan menerima permohonan pembatalan eksekusi mati yang dilayangkan Australia.

Abbott mengancam akan memutus kerja sama politik dan ekonomi dengan pemerintah Indonesia pasca eksekusi mati.  Australia juga akan menarik duta besarnya dari Indonesia. Penarikan akan dilakukan dalam pekan ini.


Credit   VIVA.co.id

PBB Sesalkan RI Tetap Lakukan Eksekusi Mati

PBB menganggap Indonesia memiliki standar ganda soal eksekusi mati.

PBB Sesalkan RI Tetap Lakukan Eksekusi Mati
Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan dengan Sekjen PBB Ban Ki-moon dan delegasi di sela-sela KTT ASEAN ke-25 di kota Nay Pyi Taw, Myanmar, Kamis (13/11) (ANTARA/Widodo S. Jusuf)
 
CB - Juru bicara Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB di Jenewa, Swiss, Rupert Colville, menyesalkan Indonesia tetap mengeksekusi mati delapan terpidana pada Rabu dini hari tadi. Colville mengaku tidak paham terhadap sikap Pemerintah Indonesia.

Sebab, di saat Indonesia tegas memberlakukan eksekusi mati bagi pelaku tindak kejahatan narkoba, di sisi lain RI turut mengajukan permohonan agar warganya yang terancam hukuman mati bisa diselamatkan. Dikutip dari kantor berita Reuters, Rabu, 29 April 2015, mengaku tidak habis pikir terhadap alasan Presiden Joko Widodo menolak pemberian grasi.

"Indonesia mengajukan pengampunan ketika warga negaranya sendiri menghadapi ancaman eksekusi mati di negara lain. Tetapi, menolak tegas pemberian grasi bagi pelaku tindak kejahatan yang dianggap tidak serius di dalam negerinya sendiri," kata Colville.

Dia turut menyerukan agar Indonesia segera memberlakukan kembali moratorium hukuman mati. Seruan serupa juga telah disampaikan kembali oleh Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon pada akhir pekan lalu melalui jubirnya.
Dalam keterangan tertulis, Jubir Ban mengatakan, tindak kejahatan narkoba tidak termasuk kejahatan serius sehingga tidak perlu sampai harus dihukum mati.
Sementara, Pemerintah Brasil dalam keterangan resmi mengaku terkejut dengan eksekusi terhadap warganya yang kedua, Rodrigo Gularte. Padahal eksekusi kedua ini hanya selang tiga bulan dari eksekusi pertama terhadap Marco Archer Cardoso Moreira.

Saat itu, Presiden Dilma Rousseff telah mengajukan permohonan pribadi atas nama kemanusiaan kepada Presiden Joko Widodo agar tak mengeksekusi Moreira. Namun, permohonan itu tak digubris oleh mantan Gubernur DKI Jakarta.

Kementerian Luar Negeri Brasil mengatakan akan mengevaluasi kembali hubungan bilateral dengan Indonesia sebelum memutuskan bagaimana harus bersikap terhadap Pemerintah Indonesia. Sebelumnya, Presiden Rousseff telah memanggil pulang Dubes  Paulo Alberto Da Silveira Soares yang tengah bertugas di Jakarta.

Da Silveira telah kembali pulang ke Jakarta. Saat Presiden Rousseff menolak surat kredensial yang dibawa oleh Dubes RI untuk Brasil, Toto Riyanto, Kemlu RI memanggil Da Silveira ke Pejambon untuk memprotes tindakan tersebut.

"Karena respons yang kami terima terhadap pengajuan kami kurang memuaskan, maka ini harus dievaluasi kembali untuk memutuskan sikap apa yang akan kami berlakukan terhadap Indonesia mulai saat ini," kata Wakil Menteri Luar Negeri, Sergio Franca Danese.

Pemerintah Indonesia sendiri juga sempat melontarkan akan kembali meninjau kerja sama dengan Negeri Samba di bidang militer. Sebelumnya, Indonesia mempertimbangkan untuk membeli satu skuadron pesawat Super Tucano Embraer EMB-314 dan sistem peluncur roket jarak jauh.




Credit  VIVA.co.id

Prancis Kecam Eksekusi Mati Indonesia


Indonesia terancam konsekuensi diplomatik jika eksekusi warga Prancis.

Prancis Kecam Eksekusi Mati Indonesia
Serge Atlaoui (REUTERS/Beawiharta)
 
  CB - Prancis mengecam eksekusi mati yang dilakukan Indonesia, Rabu, 29 April 2015, terhadap tujuh warga negara asing dan seorang warga Indonesia, serta menegaskan kembali keprihatinan atas nasib seorang warga negara mereka.

"Pemerintah mengulangi penentangan atas hukuman mati, dalam semua kasus dan situasi," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis, Romain Nadal, yang dikutip Channel News Asia.

Nadal menyampaikan rasa solidaritas, bagi negara-negara yang warganya diesekusi mati. Dia menyebut otoritas Prancis juga sepenuhnya terus membantu Serge Atlaoui, yang situasinya sangat mengkhawatirkan.

Atlaoui (51 tahun) sebelumnya termasuk daftar terpidana yang akan dieksekusi mati, namun ditunda sementara pada Sabtu, 25 April lalu, setelah upaya bandingnya disetujui.

Sementara eksekusi mati terhadap wanita Filipina, Marry Jane Veloso, ditunda hanya 11 jam sebelum pelaksanaan eksekusi mati, setelah tertangkapnya dua tersangka yang menjebaknya untuk membawa narkotika ke Indonesia.

Presiden Prancis, Francois Hollande, memperingatkan bahwa Indonesia akan menghadapi konsekuensi diplomatik, apabila tetap bersikeras melanjutkan eksekusi mati terhadap Atlaoui.

Credit  VIVA.co.id

Warganya Dieksekusi Lagi, Brasil Siapkan Respons Baru ke RI

Kini sudah dua warga Brasil yang dieksekusi mati di Indonesia.

Warganya Dieksekusi Lagi, Brasil Siapkan Respons Baru ke RI
Rodrigo Gularte terpidana mati asal Brasil yang telah dieksekusi di Nusakambangan Rabu dini hari, 29 April 2015. (REUTERS/Handout via Reuters)
 
  CB - Dipaksakannya eksekusi mati terhadap delapan terpidana, Rabu, 29 April 2015, memicu kemarahan dari beberapa negara yang warga negaranya termasuk dalam daftar dieksekusi.

Australia menarik pulang duta besarnya, sementara Brasil yang telah menarik dubes saat eksekusi mati pertama pada Januari lalu, mengatakan sangat terkejut dengan eksekusi mati warganya yang kedua.

Dilansir dari Reuters, Rodrigo Gularte merupakan warga Brasil kedua yang dieksekusi mati di Indonesia dalam tiga bulan terakhir. Kementerian Luar Negeri Brasil mengatakan tengah mengevaluasi hubungan dengan Indonesia.

"Merujuk pada kurang memuaskannya tanggapan atas permohonan kami, ini harus dievaluasi untuk memutuskan sikap yang akan kami ambil terhadap Indonesia," kata Wakil Menlu Brasil, Sergio Franca Danese.

Indonesia sebelumnya mengatakan mempertimbangkan kembali kontrak pembelian satu skuadron pesawat Embraer EMB-314 Super Tuscano buatan Brasil setelah insiden penolakan terhadap duta besar Indonesia yang baru.

Kelompok HAM, Amnesty International, mengatakan eksekusi mati sangat tercela dan memperlihatkan diabaikannya proses hukum. Beberapa warga Australia dan beberapa negara lain, juga bereaksi keras di media sosial.

"Kebijakan tidak baik dari rezim abad pertengahan," tulis pengguna Twitter Darren Reid, yang juga menyebut tidak akan pernah ingin melakukan perjalanan wisata ke Indonesia


Credit  VIVA.co.id


Warganya Dieksekusi, Brazil Ancam Putus Kerja Sama Ekonomi

Sudah dua warga Brazil dieksekusi di Nusakambangan.

  CB - Pemerintah Brazil akan mengevaluasi ulang hubungan diplomasi dengan Indonesia sebagai reaksi atas eksekusi mati seorang warganya di Pulau Nusakambangan.

Menteri Luar Negeri Brazil, Sergio Franca Dense seperti dilansir Reuters mengatakan, Brazil sangat kecewa karena sudah dua warga Brazil yang menjalani eksekusi mati di Indonesia dalam beberapa bulan terakhir.

Hal itu sungguh melukai pemerintah Brazil karena eksekusi dilakukan tanpa ada pengampunan meskipun secara pribadi Presiden Dilma Rousseff telah mengajukan pengampunan kepada Presiden Joko Widodo.

"Mengingat kurangnya jawaban yang memuaskan untuk banding kami, ini harus dievaluasi untuk memutuskan apa sikap kita akan mengadopsi terhadap Indonesia dari sekarang," kata Sergio Franca Danese, rabu 29 April 2015.

Brazil juga menyatakan tengah mempertimbangkan pemutusan kerja sama perdagangan dan kerja sama militer dengan Indonesia.

Seperti diketahui, Brazil dan Indonesia memiliki hubungan ekonomi terbesar dengan nilai mencapai $ 5 miliar.

Seorang warga negera Brazil Rodrigo Gularte menjalani eksekusi mati bersama tujuh terpidana mati di Pulau Nusakambangan sekitar pukul 00.15 WIB dini hari tadi.


Credit  VIVA.co.id

Ini Penjelasan BI soal Utang ke IMF


SHUTTERSTOCK Ilustrasi


JAKARTA, CB - Bank Indonesia (BI) memberikan penjelasan terkait pernyataan Presiden Joko Widodo, yang kemudian "memantik" kicauan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diakun twitter-nya terkait utang Indonesia ke Dana Moneter Internasional atau IMF.

BI mengakui punya kewajiban kepada IMF, tapi bank sentral Indonesia itu menyampaikan bahwa kewajiban tersebut bukanlah utang. "Posisi kewajiban sebesar 2,8 miliar dolar AS tersebut bukan utang kepada IMF dalam bentuk pinjaman yg selama ini kita kenal," kata Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Peter Jacobs dalam pesan tertulis, Selasa (28/4/2015).

Dia menjelaskan, kewajiban BI tersebut merupakan alokasi Special Drawing Right (SDR) di IMF. SDR yaitu aset cadangan internasional yang diciptakan IMF sejak 1969 dari negera-negara anggotanya. Dana itu bisa dimanfaatkan untuk memperkuat cadangan devisa suatu negara anggota IMF.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa pencatatan teknis alokasi SDR kepada IMF tersebut dilakukan Indonesia sejak 2009. Hal ini juga dilakukan oleh seluruh anggota IMF.

"Sebagai anggota IMF, kita membayar iuran sehingga kita memperoleh alokasi SDR sesuai kuota dan dicatat sebagai bagian cadangan devisa. Secara teknis pencatatan, alokasi tersebut juga dicatat sebagai kewajiban kita," kata dia.

Sementara itu, BI menyampaikan bahwa utang Indonesia ke IMF pada 1998 lalu sebesar 9,1 miliar dollar AS, sudah dilunasi sejak 2006. Utang itu kata BI dilakukan untuk kebutuhan neraca pembayaran yang tergerus akibat krisis.

"Karena ini alokasi (SDR) sebagai konsekuensi keanggotaan maka akan tetap muncul sepanjang kita masih jadi anggota. Berbeda dengan pinjaman ketika krisis 1998 yang memang bisa dilunasi setelah kita punya kemampuan tanpa harus keluar dari keanggotaan," jelas Peter.

Sebelumnya, SBY membantah pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebutkan Indonesia memiliki utang kepada IMF.

Usai pernyataan SBY itu, Istana bereaksi dan memperkuat pernyataan Jokowi bahwa Indonesia masih memiliki utang kepada IMF yang dicatat Bank Indonesia.

Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto menuturkan pada 2006, Indonesia memang tidak memiliki utang kepada IMF. Namun pada 2009 kata dia, utang kepada IMF muncul lagi sebesar 3,09 miliar dollar AS.

Sementara itu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro juga mengklarifikasi mengenai utang pemerintah Indonesia utang ke Dana Moneter Internasional (IMF).

“Itu bukan utang pemerintah. Utang pemerintah ke IMF sudah selesai 2006,” kata Bambang di kantornya kemarin.


Credit  KOMPAS.com

Menteri Bambang Pastikan Indonesia Bebas Utang IMF


Menteri Bambang Pastikan Indonesia Bebas Utang IMF 
 Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menegaskan Indonesia sudah terbebas dari utang IMF. (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
 
 
Jakarta, CB -- Ketidaksepahaman di internal Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla kembali terjadi, yang kali ini menyangkut posisi utang pemerintah terhadap Dana Moneter Internasional (IMF). Pernyataan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto soal sisa utang pemerintah ke IMF langsung dibantah oleh Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro.

"Pemerintah tidak berutang ke IMF," ujar Bambang di Jakarta, Selasa (28/4).

Sekalipun ada, kata Bambang, utang ke IMF tersebut dicatatkan oleh Bank Indonesia, bukan oleh pemerintah. Menurutnya, bank sentral pernah berutang ke IMF sebesar US$ 2,9 juta dalam rangka pengelolaan devisa. " Jadi bukan utang yang harus dibayar," tuturnya.

Soal pinjaman asing, Menteri Keuangan tidak menampik ada utang luar negeri yang belum lunas ke sejumlah lembaga multilateral, antara lain dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB).

"Utang di IMF itu sudah selesai di 2006," kata Bambang menegaskan.

Sebelumnya, Andi Wijayanto mengungkap statistik utang luar negeri Indonesia yang dicatatkan BI per 31 Januari 2015. Berdasarkan pengamatannnya, masih ada sisa utang ke IMF sebesar US$ 2,79 miliar yang berlum terbayarkan oleh Indonesia.

"Utang tersebut dalam bentuk mata uang special drawing right (SDR)," tuturnya di Istana Kepresidenan, Selasa (28/4).

SDR merupakan instrumen yang dikembangkan oleh IMF pada 1969 sebagai aset cadangan devisa yang sewaktu-waktu dapat digunakan suatu negara untuk memperkuat cadangan devisa.

Untuk meluruskan pernyataan Andi, Bambang Brodjonegoro menegaskan kuota alokasi SDR sebesar US$ 2,79 miliar itu bukan kategori utang. Kuota SDR tersebut merupakan komitmen pinjaman siaga (standby loan) yang diberikan kepada seluruh negara anggota IMF.

"Itu fasilitas IMF ke negara anggota dalam bentuk stanby loan, bukan dari masa lalu," ujarnya kepada CNN Indonesia.

Menurut Bambang, Indonesia masih tercatat sebagai anggota IMF sampai saat ini sehingga mendapatkan fasilitas tersebut. Namun, karena sampai sekarang kondisi ekonomi Indonesia tergolong baik, maka fasilitas tersebut tidak pernah dipakai.

"Tapi karena (komitmen itu) dialokasikan oleh IMF, itu secara statistik dihitung sebagai utang. Bisa dipakai ataupun tidak," jelasnya.

Dalam Buku Statistik Utang Luar Ngeri yang dirilis Bank Indonesia pada 2010, posisi terakhir utang pemerintah dan BI ke IMF sebesar US$ 7,8 miliar pada 2005. Angka tersebut menyusut dari posisi tahun sebelumnya (2004) yang sebesar US$ 9,65 miliar. Memasuki 2006, utang ke IMF sirna dari neraca pemerintah dan Bank Indonesia, sebelum muncul kembali pada Sewptember 2009.

Dalam keterangan tertulisnya, BI menjelaskan kembali munculnya utang IMF dalam catatan bank sentral karena Indonesia sebagai negara anggota mendapat kuota pinjaman siaga sebesar SDR 1,98 miliar atau ekuivalen US$ 3,1 miliar.

Pada Buku Statistik Utang Luar Negeri edisi terbaru, April 2015, posisi kuota pinjaman IMF yang belum ditarik Indonesia oper Februari 2015 sebesar US$ 2,8 miliar.



Credit  CNN Indonesia

Lewat Twitter, SBY Koreksi Pernyataan Jokowi soal Utang IMF


Lewat Twitter, SBY Koreksi Pernyataan Jokowi soal Utang IMF 
 Mantan Presiden RI sekaligus Ketua Global Green Growth Institute Susilo Bambang Yudhoyono saat menjadi pembicara dalam Asia Africa Parliamentary Conference sebagai rangkaian KTT Asia-Afrika, Di Komplek Parlemen Senayan, Kamis, 23 April 2015. (CNN indonesia/Adhi Wicaksono)
 
 
 
Jakarta, CB -- Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan koreksinya lewat media sosial Twitter, Selasa (28/4), terhadap pernyataan Presiden Joko Widodo terkait utang Indonesia terhadap Dana Moneter Internasional (IMF).

Melalui akun @SBYudhoyono, Yudhoyono mengoreksi kesalahan data Presiden Jokowi yang mengatakan Indonesia masih pinjam uang ke IMF. "Berarti kita dianggap masih punya utang kepada IMF," tulis Yudhoyono di Twitter pukul 9.38 WIB.

Menurut Yudhoyono, pernyataan itu dikatakan Presiden Jokowi dan dimuat di harian Rakyat Merdeka pada 27 April 2015.

Yudhoyono melanjutkan, ketika pemerintahan dipimpin olehnya, Indonesia sudah melunasi utang sebesar US$ 9,1 miliar terhadap IMF pada 2006 atau empat tahun lebih cepat dari jadwal.

"Jika pernyataan Presiden Jokowi tsb tidak saya koreksi, rakyat bisa menuduh saya yg berbohong. Kebenaran bagi saya mutlak. *SBY*" tulisnya.

Ia pun menjelaskan tiga alasan penting yang mendasari percepatan pelunasan utang IMF itu. Totalnya da 13 kicauan Yudhoyono yang mengoreksi pernyataan tersebut, berikut kicauannya:


Credit  CNN Indonesia



Istana Bantah Klaim Bebas Utang IMF Versi SBY


Istana Bantah Klaim Bebas Utang IMF Versi SBY 
 Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
 
 
Jakarta, CB -- Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto memastikan tidak ada yang salah dengan pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Konferensi Asia Afrika pekan lalu yang menyerukan agar negara-negara di dua benua tersebut tidak lagi bergantung pada utang dari International Monetary Fund (IMF), Bank Dunia, dan Asian Development Bank (ADB).

Andi malah menyebut koreksi yang dibuat mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahwa Indonesia telah terbebas dari utang IMF, tidak berdasarkan data utang luar negeri terbaru yang dikeluarkan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.

“Di 2006 memang kita tidak memiliki utang dengan IMF tapi muncul lagi pada 2009. Besarnya US$ 3,09 miliar dan terus ada sampai hari ini berdasarkan data posisi utang luar negeri Indonesia menurut kreditor yang dikeluarkan Kementerian Keuangan,” ujar Andi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (28/4).

Dilihat dari waktu timbulnya kewajiban utang tersebut, Andi memastikan bukan Pemerintahan Jokowi yang menjadi debitur dari IMF. Secara teknis, Andi juga mengaku tidak tahu untuk apa pemerintah sebelumnya menarik utang dari IMF sebesar itu. Dia meminta awak media untuk menanyakannya kepada Kementerian Keuangan maupun Bank Indonesia.

“Kalau melihat datanya, per November 2014 jumlahnya turun sedikit menjadi US$ 2,9 miliar dan terakhir pada Februari 2015 masih tercatat US$ 2,8 miliar,” tegasnya.

Jokowi disebut Andi ingin pemerintah secepatnya melunasi utang ke IMF tersebut. Namun dari sisi neraca keuangan negara yang tertuang dalam APBN, pemerintah menurutnya perlu menjaga rasio utang terhadap PDB.

“Kita perlu jaga antara 20-24 persen, tidak lebih dari itu supaya tidak terlalu memberatkan,” kata Andi.

Pada 26 April lalu, Jokowi sempat mengungkapkan kegeramannya terhadap IMF yang gemar memberikan utang namun dengan syarat-syarat yang memberatkan.

“Kita masih pinjam dari sana. Saya berpandangan perlu dibuat tatanan keuangan global yang lebih baik yang memperhatikan negara miskin. Seharusnya lembaga keuangan itu memberi bantuan buat negara yang kurang, beri rangsangan untuk pertumbuhan ekonomi. Jangan malah memberatkan,” tegas Jokowi.

Pagi ini, SBY menyampaikan koreksinya lewat media sosial Twitter terhadap pernyataan Presiden Joko Widodo terkait utang Indonesia di IMF.


Melalui akun @SBYudhoyono, SBY mengoreksi kesalahan data Jokowi yang mengatakan Indonesia masih pinjam uang ke IMF. "Berarti kita dianggap masih punya utang kepada IMF," tulis Yudhoyono di Twitter pukul 09.38 WIB.

SBY melanjutkan, ketika pemerintahan dipimpin olehnya, Indonesia sudah melunasi utang sebesar US$ 9,1 miliar terhadap IMF pada 2006 atau empat tahun lebih cepat dari jadwal.

"Jika pernyataan Presiden Jokowi tsb tidak saya koreksi, rakyat bisa menuduh saya yg berbohong. Kebenaran bagi saya mutlak. *SBY*" tulisnya dalam twitter.


Credit  CNN Indonesia


Kerusuhan di AS, Kota Baltimore Seperti Medan Perang


Kerusuhan di AS, Kota Baltimore Seperti Medan Perang  
Ratusan mobil dan puluhan bangunan dibakar di kota Baltimore usai pemakaman seorang warga kulit hitam, kondisi di kota itu tidak ubahnya seperti medan perang. (Reuters/Shannon Stapleton)
 
 
Baltimore, CB -- Kerusuhan masih terus terjadi di kota Baltimore, negara bagian Maryland, Amerika Serikat, saat massa yang marah membakar dan menjarah toko-toko, usai pemakaman seorang pria kulit hitam yang tewas di tangan polisi. Ratusan mobil dan puluhan bangunan terbakar, kondisi di kota itu tidak ubahnya seperti medan perang.

Berdasarkan data yang dihimpun CNN pada Selasa (28/4), polisi telah menangkap sedikitnya 200 orang. Sebanyak 144 kendaraan dan 15 bangunan dibakar dan dijarah. Penjarahan terjadi di banyak toko, seperti kedai minuman, apotek, mal dan tempat penyimpanan uang.

Massa masih melempari polisi dengan batu, botol dan apapun yang muat di genggaman tangan. Sedikitnya 15 polisi terluka, enam di antaranya cedera serius.

Sebanyak 500 pasukan Garda Nasional diturunkan ke Baltimore pada Selasa pagi waktu setempat, dan ratusan lainnya akan menyusul untuk mengendalikan situasi.

Walikota Baltimore Stephanie Rawling-Blake mengatakan bahwa kerusuhan ini telah mengubah kota tempat bekerja, bermain dan bersosialisasi itu sebagai medan pertempuran.

"Banyak orang yang menghabiskan beberapa generasi membangun kota ini dan kini dihancurkan oleh para berandalan," kata Walikota Blake.

Kerusuhan terjadi setelah pemakaman Freddie Gray, 25, awal pekan ini. Gray tewas pada 19 April di tahanan polisi, diduga akibat cedera pada syaraf tulang belakang. Pria kulit hitam ini disinyalir disiksa oleh aparat.

Peristiwa ini terjadi di tengah kemarahan warga AS atas pembunuhan oleh polisi terhadap warga kulit hitam, di antaranya Michael Brown di Ferguson, Eric Garner di New York dan Walter Scott di North Charleston.

Mencegah kerusuhan yang meluas, Walikota Blake menerapkan jam malam mulai dari pukul 22.00 hingga 05.00. Sementara itu pemerintah negara bagian Maryland menerapkan status darurat dan mengaktifkan Garda Nasional.

"Penjarahan hari ini dan tindak kekerasan di Baltimore tidak akan ditoleransi. Ada perbedaan yang signifikan antara pemrotes dan perusuh, mereka yang melakukan tindakan ini akan diadili sesuai hukum," ujar Gubernur Maryland Larry Hogan.


Credit   CNN Indonesia

Tiongkok Minta Myanmar Hentikan Perang di Perbatasan


Tiongkok Minta Myanmar Hentikan Perang di Perbatasan 
 Kelompok pemberontak terbesar di Myanmar adalah Tentara Aliansi Nasional Demokrasi Myanmar (MNDAA) yang dipimpin oleh seorang etnis Tiongkok, Peng Jiasheng. (Reuters/Stringer)
 
Jakarta, CB -- Tiongkok meminta Myanmar untuk tidak bertempur dengan kelompok pemberontak di dekat daerah perbatasan pada Selasa (28/4).

"Sekarang ini, beberapa selongsong peluru dari Myanmar jatuh ke Tiongkok dan menyebabkan kerusakan properti. Untungnya, tidak ada yang terluka atau tewas," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Hong Lei, seperti dikutip Reuters.

Hal ini diserukan oleh Tiongkok setelah menahan kegeraman lantaran lima orang tewas akibat bom liar yang jatuh ke Provinsi Yunnan di barat daya Tiongkok saat Myanmar sedang menggempur kelompok pemberontak.

"Tiongkok sudah mengajukan imbauan keras kepada Myanmar dan meminta mereka mengambil langkah efektif untuk mencegah hal ini terulang kembali. Myanmar akan mencoba menahan personel mereka untuk mencegah hal ini terulang lagi," tutur Hong.

Sementara itu, puluhan ribu orang mulai melarikan diri dari Myanmar ke Tiongkok untuk menghindari konflik yang kian memanas di daerah Kokang.

Demi keselamatan bersama, Hong mengatakan bahwa Presiden Xi Jinping telah bertemu dengan Ketua Partai Pembangunan dan Persatuan Solidaritas Myanmar, Shwe Mann, di Beijing pada Senin (27/4).

"Tiongkok berharap partai-partai dapat meredakan suasana secepatnya agar situasi di perbatasan kembali normal," kata Hong.

Kelompok pemberontak terbesar di Myanmar adalah Tentara Aliansi Nasional Demokrasi Myanmar (MNDAA) yang dipimpin oleh seorang etnis Tiongkok, Peng Jiasheng. Juru Bicara MDAA, Tun Myat Lin, mengatakan bahwa mereka akan mengirimkan perwakilan untuk berdiskusi dengan kelompok-kelompok pemberontak kecil lainnya pada Mei mendatang di Pangsan.

Beberapa kelompok etnis bersenjata akan membahas persetujuan gencatan senjata dengan pihak militer pemerintah yang sudah tertunda selama satu tahun. Pemerintah tidak ingin MNDAA terlibat dalam negosiasi tersebut.

MNDAA terbentuk dari sisa Partai Komunis Burma, pasukan pemberontak yang didukung oleh Tiongkok untuk menyerang Myanmar sebelum akhirnya dibubarkan pada 1989. Kelompok ini sempat melakukan gencatan senjata dengan pemerintah pada 2009 lalu, ketika pasukan pemerintah mengambil alih wilayah mereka dalam konflik yang menyebabkan ribuan pengungsi bergeser ke Provinsi Yunnan.


Credit  CNN Indonesia

Reklamasi Laut China Selatan Diusik ASEAN, China Prihatin


Reklamasi Laut China Selatan Diusik ASEAN China Prihatin
China prihatin dengan sikap para pemimpin ASEAN yang mengusik reklamasi Laut China Selatan. | (Reuters)
 
 
BEIJING   (CB) - Pemerintah China pada Selasa (28/4/2015) mengaku sangat prihatin atas komentar para pemimpin negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) yang mengusik reklamasi Laut China Selatan yang dilakukan pihak Beijing.

ASEAN sebelumnya khawatir reklamasi yang dilakukan China di kawasan sengketa itu akan menganggu kebebasan navigasi di Laut Cina Selatan. Reklamasi itu telah menjadi sumber ketegangan terbaru di kawasan laut China Selatan. 

 
Sepuluh negara ASEAN menyatakan bahwa, setelah pertemuan puncak di Kuala Lumpur pekan ini, meraka secara resmi mempertayakan reklamasi Laut China Selatan yang dilakukan China.”Pekerjaan reklamasi telah mengikis kepercayaan dan keyakinan, dan dapat merusak perdamaian, keamanan serta stabilitas di Laut China Selatan,” bunyi pernyataan ASEAN.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hong Lei, mengatakan bahwa, China "sangat prihatin" bahwa pernyataan para pemimpin ASEAN itu. ”Pada masalah ini, China telah melaksanakan pengendalian diri yang ekstrem,” katanya, seperti dilansir Reuters.

Menurutnya, tidak ada masalah dengan kebebasan navigasi di perairan sengketa itu. Namun, Presiden Filipina, Benigno Aquino, menyebut reklamasi besar-besaran oleh China itu merupakan ancaman bagi keamanan dan stabilitas kawasan.

China  telah mengklaim 90 persen kawasan Laut China Selatan, yang diyakini kaya minyak dan gas. Namun klaim itu ditentang Brunei, Malaysia, Filipina, Vietnam dan Taiwan.




Credit  SINDOnews

Pasca Eksekusi Mati, Indonesia Harus Siap dengan Kecaman Internasional


 
AFP PHOTO / JEWEL SAMAD Dua terpidana mati kasus narkotika kelompok Bali Nine yaitu Myuran Sukumaran (kiri) dan Andrew Chan usai proses pengadilan di Bali, 14 Februari 2006.

JAKARTA, CB -
Pengamat hubungan internasional Yasmi Adriansyah, mengatakan, Indonesia perlu mengantisipasi berbagai kecaman dan reaksi masyarakat internasional terkait eksekusi mati terpidana narkoba. Kejaksaan Agung telah mengeksekusi delapan terpidana mati kasus narkoba pada Rabu (29/4/2015) dini hari di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

"Reaksi dunia internasional cenderung menyudutkan Indonesia. Pernyataan bernada keras dari berbagai pemimpin dunia, seperti Presiden Perancis Francois Hollande, Menlu Australia Julie Bishop, dan bahkan Sekjen PBB Ban Ki Moon menunjukkan Indonesia perlu mengantisipasi berbagai kecaman dan reaksi keras itu," kata Yasmi, seperti dikutip Antara, Rabu pagi.

Kandidat doktor Hubungan Internasional pada Australian National University (ANU) ini, menilai, Indonesia perlu lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan kontra-reaksi agar tidak semakin memperkeruh hubungan bilateral dengan negara sahabat.

"Indonesia jangan hanya melihat kasus ini secara sempit dengan sebatas mengantisipasi perkiraan dampak negatif dari negara asal terpidana. Kemarahan Perancis, misalnya, dapat juga berimbas kepada sikap negatif Uni Eropa (UE) terhadap Indonesia," ujar dia.

Selain itu, kata Yasmi, Belanda yang seorang warganya juga turut dieksekusi sempat menyatakan protes keras akan menarik Dubes Rob Swartbol.

"Baik Perancis mau pun Belanda adalah dua anggota UE yang berpengaruh," katanya.

Oleh karena itu, ia menyarankan agar hanya Menteri Luar Negeri atau pejabat yang ditunjuk yang diizinkan berbicara kepada media terkait eksekusi mati. Pernyataan sikap tegas Pemerintah RI perlu dibarengi dengan sikap diplomatik yang meredakan ketegangan dan bukan sebaliknya.

"Hal lain yang perlu dilakukan Pemerintah Indonesia secara lebih agresif adalah penyampaian informasi kepada media internasional mengenai dampak narkoba yang sudah sangat membahayakan negeri ini, sehingga mencapai situasi darurat narkoba," ujar Yasmi.

Pemberitaan media internasional menyoroti aspek HAM terpidana yang akan dieksekusi atau bahkan korupnya praktik hukum di Indonesia. Hal ini dinilai menyudutkan Indonesia.

"Namun informasi mengenai kemudaratan atau kejahatan paling serius (the most serious crimes) yang telah dilakukan para terpidana terhadap Indonesia tidak banyak diangkat media internasional, sehingga HAM dari aspek terpidana juga perlu dikaitkan dengan HAM dari aspek korban itu sendiri, agar adil," kata Yasmi.

Seperti diberitakan, delapan terpidana mati telah dieksekusi mati secara serentak di Nusakambangan, Jawa Tengah, Rabu (29/4/2015) pukul 00.25 WIB. Mereka adalah Myuran Sukumaran dan Andrew Chan (Australia); Martin Anderson (Ghana); Raheem A Salami, Sylvester Obiekwe, dan Okwudili Oyatanze (Nigeria); Rodrigo Gularte (Brasil); serta Zainal Abidin (Indonesia). Sementara, eksekusi satu terpidana mati asal Filipina Mary Jane ditunda.



Credit  KOMPAS.com

Australia Tak Tarik Dubes Saat Warganya Dieksekusi di Singapura


 
Sydney Morning Herald PM Australia Tony Abbott dan Menlu Julie Bishop dalam jumpa pers di Canberra, beberapa jam setelah duo Bali Nine, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan dieksekusi di Nusakambangan, Rabu (29/4/2015), dini hari.

CANBERRA, CB - Perdana Menteri Australia Tony Abbott, Rabu (29/4/2015), memutuskan untuk memanggil duta besar negeri itu di Jakarta setelah dua warga Australia Myuran Sukumaran dan Andrew Chan menjalani eksekusi hukuman mati di Nusakambangan.

Ini adalah kali pertama Australia memanggil pulang duta besarnya di sebuah negara terkait warganya yang dieksekusi mati karena kasus narkotika.

Salah satunya saat Nguyen Tuong Van (25) menjalani eksekusi hukuman mati di Singapura pada Desember 2005. Nguyen tertangkap di Bandara Changi, Singapura pada 2002 karena membawa 392,2 gram heroin dari Kamboja.

Jumlah heroin yang dibawa Nguyen 26 kali lebih banyak dibanding jumlah minimal dalam undang-undang Singapura. Sesuai undang-undang anti-narkoba Singapura, siapapun yang memiliki heroin minimal 15 gram diancam hukuman mati.

Setelah diadili, Nguyen dijatuhi hukuman mati pada 20 Maret 2004. Upaya banding yang dilakukan Nguyen ditolak Pengadilan Banding Singapura pada 20 Oktober 2004 dan menjalani eksekusi hukuman mati dengan cara digantung pada 2 Desember 2005.

Tepat di hari eksekusi Nguyen, di KTT APEC di Korea Selatan, PM Australia saat itu John Howard mengajukan permohonan terakhir untuk menyelamatkan nyawa Nguyen kepada PM Singapura Lee Hsien Loong, namun eksekusi tetap dilakukan.

Setelah eksekusi dilakukan, PM Howard mengatakan kecewa terhadap PM Singapura Lee Hsien Loong yang tidah memberikan informasi kepada dirinya terkait tanggal eksekusi Nguyen saat keduanya bertemu.

Menanggapi kekecewaan itu, Menlu Singapura George Yeo menyampaikan permintaan maaf pemerintah negeri itu kepada Menlu Australia Alexander Downer. Namun, Australia tak pernah mengancam atau menarik dubesnya dari Singapura.

Kejam dan tak diperlukan

Lalu apa alasan PM Abbott memilih menarik duta besarnya di Jakarta terkait eksekusi mati Myuran Sukumaran dan Andrew Chan? Abbott beralasan eksekusi mati terhadap kedua warganya itu kejam dan tak diperlukan.

"Eksekusi ini kejam dan tak diperlukan," kata Abbott dalam jumpa pers di Canberra, Rabu pagi.

"Kami menghormati kedaulatan Indonesia namun kami menyesalkan apa yang telah terjadi dan situasi ini tak bisa dianggap sebagai hal biasa. Atas alasan itu dan untuk menghormati keluarga Sukumaran dan Chan, kami memanggil duta besar di Jakarta untuk konsultasi," lanjut Abbott.

Abbott menambahkan, saat ini ini adalah masa-masa gelap hubungan diplomatik antara Indonesia dan Australia.

"Saya ingin menekankan bahwa hubungan Australia dan Indonesia sangat penting namun hubungan itu tercederai atas apa yang terjadi dalam beberapa jam terakhir ini," kata Abbott.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengatakan duta besar Paul Grigson akan kembali ke Australia akhir pekan ini untuk konsultasi dengan pemerintah terkait masa depan hubungan Australia dan Indonesia.

"Pemanggilan pulang duta besar kami adalah untuk menunjukkan rasa tidak senang kami terkait perlakuan yang diterima warga negara Australia di Indonesia," Bishop menegaskan.



Credit  KOMPAS.com