Maulwi Saelan adalah seorang pengagum Bung Karno (Dok. Pribadi)
Jakarta, CB
--
Mantan ajudan Presiden Soekarno, Maulwi Saelan
meninggal dunia pada Senin (10/10). Dia meninggal pada usia 90 tahun. Di
tengah suasana duka yang menyelimuti kepergiannya, selintas ingatan
cerita tentang pengalamannya menjaga Bung Karno pun muncul.
Maulwi
adalah Wakil Komandan Resimen Tjakrabirawa sejak kesatuan itu pertama
kali dibentuk pada 1962. Saat itu pangkatnya kolonel. Sebelum bergabung
dengan Tjakrabirawa, Maulwi merupakan bagian dari Corps Polisi Militer
(CPM).
Ketika peristiwa Gerakan 30 September 1965 pecah di
Jakarta, Maulwi ikut terseret ke dalam penjara. Maulwi ditahan di Rumah
Tahanan Militer Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat selama empat tahun delapan
bulan. Kedekatannya dengan Soekarno membuat dia dikirim ke penjara
tanpa proses pengadilan.
Namun tuduhan bahwa Maulwi terlibat PKI segera dihapus. Begitu keluar
dari penjara, dia sempat mendatangi kantor CPM dan mempertanyakan kepada
petugas saat itu. Korps yang pernah menaunginya saat itu segera
mengeluarkan surat untuk menyatakan bahwa Maulwi tak terlibat PKI.
Semasa
jadi ajudan Bung Karno, Maulwi juga banyak melihat sisi lain seorang
Bung Karno. Dalam buku yang berjudul "Maulwi Saelan: Penjaga Terakhir
Bung Karno” yang terbit pada Januari 2014, Maulwi menceritakan
pengalamannya bersama Bung Karno hingga masa kritis pada 1966.
Bonnie
Triyana, salah satu penulis buku tersebut berkisah tentang perdebatan
Maulwi dengan Bung Karno di belakang Istana Negara, Jakarta.
Kepada
Maulwi, Bung Karno merasa emosi hingga mukanya merah padam. Bung Karno
pun meninggalkan Maulwi, dan masuk ke dalam Istana.
Tak lama
kemudian, Bung Karno memanggilnya ke dalam. Maulwi khawatir dipecat saat
itu juga. Dalam Bahasa Belanda, Bung Karno mengakui bahwa dirinya telah
bersalah dan Maulwi yang benar.
"Presiden minta maaf sama
pengawalnya itu luar biasa," kata Bonnie saat ditemui di rumah duka,
Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Senin (10/10).
Pengagum Bung Karno Kebersamaan
Bung Karno dan Maulwi ternyata membuatnya mengenal karakter dan ajaran
Sang Proklamator. Nilai yang diajarkan Bung Karno pun menempel lekat
dalam hidupnya. Hal ini dibenarkan oleh Asha Saelan, putra ke-enam
Maulwi.
"Nilai positif dari Bung Karno bahwa kita harus tegas,
jujur, amanah, itu yang selalu dibawa dan diceritakan baik kepada
anak-anaknya di rumah maupun di sekolah," kata Asha.
Asha
mengenang ayahnya sebagai orang tua yang tegas dan memegang teguh
prinsip. Dia selalu menanamkan kepada anak-anaknya, cucu, serta cicit
agar selalu jujur dan amanah.
Asha mengatakan, ayahnya sangat
mengidolakan Sukarno, selain Buya Hamka, dan ayahnya sendiri Amin Saelan
pendiri Taman Siswa di Makassar. Sebagai pemimpin negara, Sukarno
dianggap sosok yang ideal karena ketegasan dan pemikirannya.
"Beliau
sangat mencintai Bung Karno. Beliau bilang, Bung Karno sangat tegas,
pemimpin bangsa memang sejatinya harus seperti itu," kata Asha mengenang
ayahnya.
Trilogi Biografi Maulwi SaelanSelain
buku "Maulwi Saelan: Penjaga Terakhir Bung Karno", Maulwi juga telah
menyiapkan dua buku lain yang menceritakan kehidupannya, yaitu Maulwi
sebagai penjaga gawang kesebelasan Indonesia dan sebagai penjaga
pendidikan.
"Jadi memang mau bikin trilogi. Dua lagi sudah
selesai, tapi belum direvisi. Timnya sudah ada. Itu biografi hidup
beliau, difokuskan per bidang," kata Asha.
Semasa hidupnya,
Maulwi masih aktif dalam yayasan pendidikan yang didirikannya, Yayasan
Al Azhar Syifa Budi, Jakarta. Pada Ulang Tahun ke-90, 8 Agustus 2016
lalu, Maulwi merayakannya bersama para pelajar di sekolah tersebut.
Tiga hari kemudian, Maulwi jatuh sakit. Dia dilarikan ke RS Pondok
Indah. Ketika Maulwi tengah dirawat, tim PSSI datang menjenguk di rumah
sakit, Maulwi memberikan komentar soal permainan tim sepak bola
Indonesia kala itu.
"Beliau sampaikan, sepak bola harus lebih semangat lagi, saat ini pemain-pemainnya sudah bagus," kata Asha.
Meski
sakit, Maulwi masih mengikuti perkembangan sepak bola Indonesia. Asha
mengenang momen terakhir saat dirinya menonton bareng bersama sang ayah,
pertandingan sepak bola Indonesia melawan Malaysia melalui siaran
televisi.
Setelah tiga minggu dirawat, Maulwi sempat dibawa
pulang ke rumah selama seminggu, namun kemudian kembali dirawat di ICU
RS Pondok Indah dan dipindah ke RS Pusat Pertamina hingga ajal
menjemputnya.
"Ayah awalnya sehat saja. Beliau memang sudah tua karena organ yang melemah, jadi bukan sakit," kata Asha.
Maulwi
meninggalkan enam anak, 14 cucu, dan 5 cicit. Rencananya usai salat
Zuhur pada Selasa (11/10), Maulwi akan dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan Kalibata, setelah disalatkan di sekolah Al Azhar Syifa Budi,
Kemang.
Credit
CNN Indonesia