Tampilkan postingan dengan label UKRAINA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label UKRAINA. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 22 Desember 2018

AS Tingkatkan Pendanaan Militer Ukraina usai Serangan Rusia

Kapal-kapal Angkatan Laut Ukraina singgah di pelabuhan Mariupol, Laut Azov. 2 Desember 2018. Foto/REUTERS/Gleb Garanich


WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) akan memberikan dana tambahan USD10 juta untuk militer Ukraina guna meningkatkan kekutan angkatan lautnya. Keputusan Washington ini diambil setelah Rusia menembaki dan menangkap tiga kapal militer Ukraina di dekat Selat Kerch, pantai Crimea, bulan lalu.
Tambahan dana bantuan dari Washington itu diumumkan Departemen Luar Negeri AS pada hari Jumat waktu setempat.
Menurut departemen itu, langkah tersebut diambil AS setelah Lithuania dan Inggris meningkatkan bantuan keamanan mereka kepada Ukraina menyusul serangan 25 November di dekat Selat Kerch.
"Amerika Serikat menyerukan Rusia untuk segera menyerahkan kembali kapal-kapal yang disita dan awaknya kepada Ukraina," kata departemen itu, dalam pengumumannya yang dikutip Reuters, Sabtu (22/12/2018).
"Untuk menjaga Selat Kerch dan Laut Azov terbuka bagi kapal yang transit ke dan dari pelabuhan Ukraina, dan untuk menghormati kedaulatan Ukraina dan integritas wilayah," lanjut departemen tersebut.
Rusia telah mengaku menembaki kapal-kapal militer Ukraina sebelum akhirnya menangkap ketiga kapal dan para awaknya di dekat Crimea. Alasannya, menurut Moskow, kapal-kapal itu melanggar wilayah Rusia di Crimea.
Moskow menyatakan para kru kapal Kiev menolak perintah untuk berhenti beroperasi di wilayah Rusia di Crimea, sehingga tembakan dari kapal perang dilepaskan. Namun, pemerintah dan militer Ukraina membantah tuduhan Moskow. Menurut Kiev, kapal-kapal militernya beroperasi di perairan internasional.

Crimea sebelumnya adalah wilayah Ukraina. Namun, melepaskan diri melalui referendum pada tahun 2014 atau saat krisis Ukraina pecah. Setelah memisahkan diri, Crimea memilih bergabung dengan Rusia.
Namun, Ukraina dan negara-negara Barat tidak pernah mengakui referendum itu. Mereka menuduh Rusia menganeksasi Crimea secara ilegal.
Credit Sindonews.com


https://international.sindonews.com/read/1364962/42/as-tingkatkan-pendanaan-militer-ukraina-usai-serangan-rusia-1545455617



Jumat, 21 Desember 2018

Ukraina akan Kembali Kirim Kapal Perang ke Perbatasan Rusia



Jet tempur Rusia di perbatasan Ukraina
Jet tempur Rusia di perbatasan Ukraina
Foto: CNN

Rusia telah menyita tiga kapal angkatan laut Ukraina di Laut Azov.



CB, KIEV -- Pejabat Keamanan Ukrania mengatakan, Ukrania akan mengirim kembali kapal perang ke pelabuhan Laut Azov-nya. Hal itu dilakukan meski Rusia telah menyita tiga kapal angkatan laut beserta awak mereka di daerah tersebut bulan lalu.

"Agresi Rusia tidak akan menghentikan rencana kami untuk membentuk kelompok angkatan laut di Laut Azov," ujar Sekretaris Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Pemerintah Ukraina, Oleksandr Turchynov dalam wawancara dengan cabang BBC lokal seperti dikutip Reuters, Kamis (20/12).

"Jika kita berhenti dan mundur, Rusia akan benar-benar memenuhi tugasnya terus menangkap kita di Laut Azov, menghadirkan dunia dengan batas laut baru yang ditentukan sendiri di Laut Hitam, yang secara de facto melegalkan pendudukan Krimea," kata dia.

Turchynov mengatakan, Kiev akan mengundang perwakilan aliansi militer transatlantik Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO dan Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) untuk membuktikan Ukraina tidak melanggar peraturan apa pun.

Meski demikian, dia tidak mengatakan kapan waktu kapal yang direncanakan mencoba untuk lewat, meskipun mengisyaratkan seharusnya tidak lama.

Menanggapi komentar tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan, niat Ukraina untuk mengirim kembali kapal perang melalui Selat Kerch adalah "provokasi".

Ukraina dan Rusia berselisih sejak pengambil alihan Krimea pada 2014 di Moskow. Akibat ketegangan itu, lebih dari 10 ribu orang tewas dalam pertempuran antara pasukan Ukraina dan separatis yang didukung Rusia.

Perselisihan itu semakin mendalam ketika Moskow bulan lalu menyita dua kapal perang kecil Ukraina dan satu kapal tunda dengan 24 awak gabungan memasuki wilayah Krimea. Rusia menuduh mereka memasuki perairan Rusia secara ilegal ketika mereka berangkat dari Laut Hitam melalui Selat Kerch.

Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa telah menuntut pembebasan para awak kapal. Presiden AS Donald Trump pun telah membatalkan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai bagian dari protes itu.




Credit  republika.co.id



Kamis, 20 Desember 2018

Rusia kepada Ukraina: Setiap Provokasi Punya Konsekuensi Serius



Rusia kepada Ukraina: Setiap Provokasi Punya Konsekuensi Serius
Foto/Ilustrasi/SINDOnews/Ian


MOSKOW - Provokasi Ukraina dapat memicu konsekuensi serius. Peringatan itu dilontarkan juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova.

"Negara dan rakyat Ukraina telah dilemparkan kembali ke beberapa dekade belakang, dan sekarang kita melihat sebuah negara terbakar," katanya.

"Banyak orang berada di ambang keputusasaan, dan yang lain di luar itu. Orang-orang menghadapi propaganda langsung, propaganda masa perang, dan provokasi apa pun dapat memiliki konsekuensi yang mengerikan," sambung Zakharova.

"Moskow bermaksud untuk mempertahankan toleransi strategis karena kami berbicara tentang persaudaraan orang-orang yang sedang mengalami masa-masa sulit," ia menekankan seperti dikutip dari TASS, Kamis (20/12/2018).

Sebelumnya hari ini, Menteri Keamanan dan Menteri Pertahanan Nasional Ukraina Alexander Turchinov menyatakan dalam sebuah wawancara dengan BBC bahwa Ukraina tidak memiliki rencana untuk menghentikan perjalanan kapal militernya melalui Selat Kerch, dan tidak menutup kemungkinan menghancurkan jembatan Crimea.

Dia menambahkan bahwa Ukraina siap mengundang perwakilan OSCE, NATO dan organisasi internasional lainnya untuk hadir di kapal Ukraina.

Pada 26 November, parlemen Ukraina, mendukung dekrit Presiden Pietro Poroshenko untuk memberlakukan undang-undang darurat 30 hari di 10 wilayah.

Alasan untuk keputusan mengumumkan darurat militer adalah insiden di Selat Kerch pada 25 November, ketika tiga kapal perang Ukraina, dalam perjalanan dari Odessa ke Mariupol, ditembaki dan ditangkap oleh Rusia. Rusia menyatakan ketiga kapal itu melintasi perbatasan secara ilegal, memasuki perairan teritorial Rusia dan mulai melakukan manuver berbahaya.

Ketiga kapal Ukraina ditahan di Laut Hitam. Tiga prajurit Ukraina terluka dan menerima bantuan medis, dan hidup mereka tidak dalam bahaya. Kasus kriminal telah diluncurkan atas pelanggaran perbatasan negara Rusia. Moskow mengecam insiden itu sebagai aksi provokasi. 




Credit  sindonews.com





Selasa, 18 Desember 2018

Siaga Serbuan Ukraina, Rusia Kirim Jet Tempur ke Krimea


Siaga Serbuan Ukraina, Rusia Kirim Jet Tempur ke Krimea
Rusia dikabarkan mengirim sekitar satu skadron jet tempur ke Semenanjung Krimea, yang dicaplok dari Ukraina mengantisipasi perang pada akhir Desember ini. (REUTERS/Russian Ministry of Defence/Vadim Grishankin)



Jakarta, CB -- Ketegangan konflik antara Rusia dan Ukraina ternyata masih berlanjut. Negeri Beruang Merah dikabarkan mengirimkan sekitar satu skadron jet tempur ke Semenanjung Krimea, yang dicaplok dari Ukraina empat tahun lalu.

Seperti dilansir Reuters, Selasa (18/12), kabar pengerahan sejumlah jet tempur itu dibenarkan oleh Kementerian Pertahanan Rusia. Mereka menyatakan pesawat tempur yang dikerahkan terdiri dari dua tipe Sukhoi, Su-27 dan Su-30.

Hal itu dilakukan selepas Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov menuduh Ukraina akan memerintahkan pasukannya untuk berperang pada akhir tahun ini. Dalih itu yang dipakai untuk mengerahkan jet-jet tempur mereka.


Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan seluruh jet tempur itu ditempatkan di Lanud Belbek di Semenanjung Krimea, dalam status siaga. Sebelumnya mereka juga dikabarkan sudah mengerahkan pasukan infantri, satuan kendaraan lapis baja, hingga menempatkan rudal-rudal di sejumlah perbatasan dengan Ukraina.


Presiden Rusia, Vladimir Putin menyatakan belum berniat memulangkan 24 pelaut dan kapal milik Angkatan Laut Ukraina yang disita dalam insiden di Selat Kirch, Laut Azov, pada 25 November lalu. Dia beralasan kejadian itu masih diselidiki dan menuding Ukraina yang memulai provokasi.

Putin menuding Presiden Ukraina, Petro Poroshenko tidak serius menyelesaikan persoalan ini. Dia menuding Poroshenko sengaja menghasut dan memancing pertikaian, supaya memiliki dalih untuk berperang yang bisa menyebabkan ekonomi mereka semakin memburuk.

Jet tempur Rusia, Sukhoi Su-27. (Norwegian Air Force / SCANPIX / AFP PHOTO)
Hingga saat ini Ukraina memberlakukan status darurat militer selama 30 hari, yang akan berakhir pada 25 Desember, akibat insiden itu. Kedua belah pihak dikabarkan sudah mengirim pasukan dan persenjataan untuk memperkuat wilayah perbatasan. Poroshenko menyatakan kemungkinan mereka akan terlibat perang terbuka. Dia juga sudah meminta bantuan kepada sekutunya di Blok Barat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk menghadapi Rusia.


Pemimpin NATO, Jens Stoltenberg, menuntut Rusia membebaskan kapal dan pelaut Ukraina. PBB sudah meminta kedua belah pihak melakukan perundingan. Namun, situasi tetap tegang dan perang bisa meletup kapan saja.


Credit  cnnindonesia.com





Lavrov Tegaskan Rusia Tak Ingin Perang dengan Ukraina


Lavrov mengatakan Moskow tidak akan berperang melawan Ukraina, tetapi akan menanggapi dengan cara yang sama, jika Kiev melakukan provokasi di perbatasan Crimea. Foto/Istimewa

MOSKOW - Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov mengatakan, Moskow tidak akan berperang melawan Ukraina, tetapi akan menanggapi dengan cara yang sama, jika Kiev melakukan provokasi di perbatasan dengan Crimea."Kami tidak akan berperang melawan Ukraina, saya berjanji," kata Lavrov saat melakukan wawancara dengan media setempat, seperti dilansir Tass pada Senin (17/12).Dalam wawancara itu, dia kemudian menyebut bahwa Rusia tidak terlibat dalam perang di Donbass. Lavrov menegaskan, yang berperang adalah warga Ukraina yang tinggal di Donbass, yang berperang melawan rezim Ukraina, yang menurutnya memiliki semua karakteristik Nazi dan neo-Nazi.Ketika ditanya  mengapa Moskow tidak memutuskan hubungan dengan Kiev, Lavrov mengatakan hubungan Rusia dan Ukraina sejatinya sangat baik. Moskow, lanjut Lavrov hanya memiliki masalah dengan pemerintah Ukraina semata, bukan dengan warga dan bangsa Ukraina."Kami memiliki hubungan dengan negara Ukraina, negara Ukraina jauh lebih penting bagi kami daripada rezim itu, yang saat ini berkuasa berkat pengkhianatan Barat atas semua norma-norma hukum internasional dan perilaku internasional," ungkapnya."Orang-orang Ukraina tidak ada hubungannya dengan itu, dan saya yakin bahwa sebagian besar warga Ukraina menginginkan perdamaian ke negara mereka dan ingin menghapus rezim yang memalukan ini dan melanjutkan hubungan normal dengan Rusia," tukasnya.


Sabtu, 15 Desember 2018

30 Tahun Tertidur, Pesawat Raksasa Antonov Buatan Uni Soviet akan Dihidupkan Lagi oleh China

flightzona.com

30 Tahun Tertidur, Pesawat Raksasa Antonov Buatan Uni Soviet akan Dihidupkan Lagi oleh China 

CB -- Ada , 'burung raksasa' sedang tidur di pangkalan udara era Uni Soviet di pinggiran Kota Kiev, Ukraina.

'Burung' itu bernama Pesawat Antonov An-225.

Dirancang dan diproduksi pada era 1980-an, An-225 meraih predikat sebagai pesawat terbesar yang pernah mengangkasa di dunia.

Sedemikian besarnya, panjang tubuh pesawat raksasa itu melampaui jarak penerbangan pesawat pertama ciptaan Wright Bersaudara.

Kini, Pesawat Antonov An-225 berusia 30 tahun dan baru-baru ini melalui proses peremajaan agar bisa tahan digunakan 20 tahun mendatang.

Meski demikian, pesawat tersebut jarang mengudara lagi.

Di pangkalan udara Gostomel itulah, 'burung besi' itu tidur nyenyak, walau sesekali dibangunkan oleh para kru yang merawat.

Pesawat raksasa itu jarang mengangkasa lantaran permintaan penggunaannya sedikit sekali dan biaya operasionalnya sangat mahal.

Untuk sekali terbang selama satu jam, penggunanya harus merogoh kocek sekitar US$30.000 atau hampir Rp400 juta

Sepanjang 2016, pesawat berjuluk 'Mriya' ('Mimpi' dalam bahasa Indonesia), hanya bekerja selama tiga bulan dalam dua misi.

Sembilan bulan sisanya, 'Mriya' tidur dan bermimpi.



Untuk sekali terbang selama satu jam, pengguna Antonov An-225 harus merogoh kocek sekitar US$30.000 atau hampir Rp400 juta.
Untuk sekali terbang selama satu jam, pengguna Antonov An-225 harus merogoh kocek sekitar US$30.000 atau hampir Rp400 juta. (ANTON SKYBA)

Ternyata, Pesawat Antonov An-225 awalnya dirancang sebagai pengangkut pesawat ulang-alik Buran milik Uni Soviet.

Setelah Uni Soviet bubar, Pesawat Antonov An-225 terpaksa mencari misi lainnya sebagai pesawat kargo, kata Alexander Galunenko, orang pertama yang menerbangkan An-225.

"Ketika Uni Soviet bubar, program antariksa dihentikan dan pembiayaan ditutup. Kebutuhan untuk menggunakan (An-225) pun tidak ada lagi," ujar Galunenko.

Sebagai pilot penguji pesawat-pesawat Uni Soviet, Galunenko pertama kali menerbangkan Pesawat Antonov An-225 pada 21 Desember 1988.

Dia ingat betul kesan yang timbul saat menerbangkan pesawat raksasa itu melintasi dunia ke Amerika Serikat.

Untuk menjawab pertanyaan itu, kru navigasi Antonov mengeluarkan peta dan menunjuk letak Ukraina.

"Dia mengambil spidol dan melingkari Kiev untuk menunjukkan mereka letaknya. Kami memperlihatkan pesawat sekaligus memberi pelajaran geografi kepada orang-orang Amerika," kata Galunenko sembari terpingkal.

Pengangkut pesawat antariksa

BBC bertemu dengan Nikolay Kalashnikov, pakar mesin yang bertugas merancang dan membangun proyek Pesawat Antonov An-225.

Dijumpai di sebuah ruangan yang penuh dengan miniatur pesawat buatan Antonov, Kalashnikov menghabiskan seluruh karier profesionalnya di perusahaan berusia 71 tahun tersebut.


Baginya, 'Mriya' adalah puncak pencapaian dalam karier.

lexander Galunenko, orang pertama yang menerbangkan Pesawat Antonov An-225.
lexander Galunenko, orang pertama yang menerbangkan Pesawat Antonov An-225. (ANTON SKYBA)

"Sekarang sulit menjelaskannya, tapi saat itu sangat menakjubkan. Sulit membayangkan pesawat sebesar itu bisa terbang," ujar Kalashnikov.

Menurutnya, sebelum Antonov memutuskan membuat An-225, perusahaan tersebut sejatinya sudah memproduksi An-124 'Ruslan' yang bertugas mengangkut peralatan militer.

Kala itu, An-124 adalah pesawat kargo yang mengesankan banyak orang.

Namun, An-124 dianggap terlalu kecil untuk mengangkut pesawat antariksa Buran.

Oleh karena itu, Kalashnikov dan rekan-rekannya diperintahkan memodifikasi struktur An-124 untuk meningkatkan daya maksimum saat lepas landas.

Mereka menambahkan dua mesin, sejumlah peranti pendaratan, memperpanjang tubuh pesawat, dan merancang ulang ekor pesawat guna memastikan pesawat baru itu bisa mengangkut Buran.

Pada masa tersebut, misi antariksa Uni Soviet dijalankan di kawasan yang kini dikenal sebagai Kazakhstan selatan, tepatnya di Kosmodrom Baikonur.


Dengan demikian, misi An-225 adalah membawa roket pendorong Buran dan Buran itu sendiri dari Moskow ke Baikonur.

Menurutut Kalashnikov, para pejabat Uni Soviet memperhitungkan bahwa lebih murah merancang dan memproduksi An-225 ketimbang membangun jalan bebas hambatan di antara dua sungai dan pegunungan Ural hanya untuk mengirim Buran.

Segudang potensi

Direktur Utama Antonov, Mikhail Kharchenko, meyakini Mriya masih punya segudang potensi walau sudah berumur.

Salah satunya mengembangkan An-225 menjadi landasan peluncur pesawat lain.

Dengan demikian, pesawat lain tersebut bisa lepas landas dari An-225 yang tengah mengudara.

"Sekitar 90 persen energi kendaraan peluncur dihabiskan untuk mencapai ketinggian 10 kilometer. Jika kita menaruh sebuah pesawat antariksa dan menempelkannya pada punggung Mriya lalu menerbangkannya pada ketinggian 10km, maka kita bisa meluncurkan pesawat antariksa itu langsung ke luar angkasa. Dari sudut pandang biaya, keuntungan ekonominya cukup besar jika peluncuran dilakukan di ketinggian 10 km," kata Kharchenko.

Pesawat Antonov An-225 yang masih berwujud rangka dapat dijumpai di pusat Kota Kiev.
Pesawat Antonov An-225 yang masih berwujud rangka dapat dijumpai di pusat Kota Kiev. (ANTON SKYBA)

Guna mewujudkannya, Kharchenko mengakui banyak perbaikan yang harus dilakukan. Namun, dia meyakini itu adalah arah terbaik bagi pesawat raksasa tersebut. Dan keyakinan itu bukan hanya datang dari Kharchenko.

Ambisi Cina

Pada 2016, Perusahaan Industri Antariksa Cina (AICC), sebuah perusahaan antariksa dan pertahanan swasta, menandatangani kesepakatan kerja sama dengan Antonov di bidang pengembangan An-225. Jika semua hal berjalan lancar, armada An-225 buatan Cina akan bermunculan.

"Ide pertama dan riset tahap awal An-225 dimulai pada 2009. Lalu kontak resmi dengan Antonov terjalin pada 2011. Kemudian dari 2013 hingga 2016 adalah tahap akselerasi proyek ini," kata direktur utama AICC, Zhang Yousheng.

Perusahaan China itu tidak tertarik membeli pesawat An-225 yang sudah ada.

Mereka menghabiskan beberapa tahun terakhir mengkaji kelaikan modernisasi An-225 yang masih berwujud rangka.

Benda itu tersimpan di dalam hangar milik Antonov di pusat Kota Kiev selama 30 tahun terakhir.

Manakala rampung dimodernisasi, pesawat itu bisa memberi Chinakemampuan yang melampaui negara-negara lain di dunia, bahkan mungkin lebih hebat dari pesawat militer Amerika Serikat.

Menurut Zhang, An-225 merupakan pusat dari rencana superambisius yang hendak memproduksi 1.000 pesawat angkut raksasa selama 10 tahun mendatang. Dan kemampuan pesawat tersebut tak hanya itu.

"An-225 bisa dilengkapi dengan pesawat antariksa dengan ketinggian jauh dan bisa meluncurkan satelit komersial pada ketinggian di bawah 12.000 meter. Waktu peluncurannya fleksibel, akurat, dan dengan cepat mengirim satelit ke orbit sehingga mengurangi biaya peluncuran secara signifikan," kata Zhang.

Pembelian rangka Pesawat Antonov An-225 merupakan pusat dari rencana superambisius Cina yang hendak memproduksi 1.000 pesawat angkut raksasa selama 10 tahun mendatang.
Pembelian rangka Pesawat Antonov An-225 merupakan pusat dari rencana superambisius Cina yang hendak memproduksi 1.000 pesawat angkut raksasa selama 10 tahun mendatang. (ANTON SKYBA)

Skenario itu sejalan dengan ambisi Cina dalam pengembangan industri peluncuran satelit, yang menurut data AICC, diproyeksikan menggandakan pendapatan pada periode 2006-2015.

 

Kesepakatan pembelian rangka An-225 serupa dengan akuisisi kapal induk Ukraina nyaris 20 tahun lalu.

Kapal yang dibuat pada era Uni Sovietitu dibangun ulang dan dimodernisasi selama dua dekade sampai akhirnya dinyatakan 'siap tempur' oleh militer Cina pada November 2016.

Jika rencana berjalan mulus, Mriya akan dihidupkan kembali oleh AICC.

Namun, di sisi lain, Ukraina akan kehilangan simbol industri dirgantaranya.

Para kru yang terlibat dalam pembuatan Mriya berpuluh tahun lalu mengaku perasaan mereka bercampur baur.

"China ingin membeli pesawat ini dari kami dan tidak ada salahnya. Namun, tiada di antara kami yang ingin melepas pesawat ini. Mriya tidak terpisahkan dari Ukraina, ibaratnya sudah seperti anak kami. Pesawat itu akan selalu menjadi kebanggaan anak dan cucu kami," kata Kalashnikov.

Credit TRIBUNKALTIM.COM


Jumat, 14 Desember 2018

Militer AS dan Ukraina Akan Bertemu Bahas Konflik Rusia


Militer AS dan Ukraina Akan Bertemu Bahas Konflik Rusia
Ilustrasi markas Pentagon. (Reuters/Yuri Gripas)


Jakarta, CB -- Kepala angkatan laut Ukraina akan bertemu petinggi Kementerian Pertahanan Amerika Serikat di Washington pekan ini untuk membahas insiden penyitaan kapal oleh Rusia pada November lalu.

Juru bicara Pentagon, Eric Pahon, mengatakan bahwa kepala AL Ukraina, Ihor Voronchenko, akan bertemu Kepala Operasi Angkatan Laut AS, Laksamana John Nicholson, pada Kamis (13/12) dan Jumat (14/12) waktu setempat.

"Nicholson dan pejabat Pentagon lainnya akan menegaskan kembali dukungan AS untuk kedaulatan Ukrania dan integritas teritorial dalam batas-batas yang diakui secara internasional, meluas ke perairan teritorialnya, serta hak kapalnya untuk melintasi perairan internasional," tutur Pahon seperti dikutip AFP.

Pertemuan ini dilakukan setelah Menteri Luar Negeri Ukraina, Plavo Klimkin, meminta tanggapan internasional secepatnya terhadap "agresi Rusia" yang menyita tiga kapal angkatan laut Ukraina dan menahan 24 personelnya.


Dalam insiden tersebut, kapal Rusia menembaki tiga kapal angkatan laut Ukraina ketika tertangkap mencoba melewati Selat Kerch dari Laut Hitam ke Laut Azov.

Namun, Ukraina mengklaim bahwa kapal tersebut ditembaki setelah awak memutuskan untuk menjauh dan kembali ke pelabuhan di Odesa.


Insiden ini dikhawatirkan dapat memicu kembali perang antara kedua negara setelah Rusia mencaplok Krimea dari Ukraina pada 2014 lalu.

Tak lama setelah insiden ini, Ukraina mencanangkan darurat militer, langkah yang membuat Putin "sangat khawatir."

Presiden Ukraina, Petro Poroshenko, pun menyebut bahwa kini negaranya terancam terlibat perang terbuka dengan Rusia.

"Negara ini dalam ancaman akan terlibat perang terbuka dengan Rusia," kata Petro, seperti dilansir CNN.




Credit  cnnindonesia.com





Rusia Tuding Ukraina Siapkan Serangan Militer Besar-Besaran



Presiden Ukraina Petro Poroshenko, memberikan pidato saat menghadiri upacara untuk penyerahan senjata dan kendaraan militer untuk tentara  Ukraina yang berperang di timur Ukraina, di Chuhui,  23 Agustus 2016. Mikhail Palinchak/Ukraina Presiden Press Service
Presiden Ukraina Petro Poroshenko, memberikan pidato saat menghadiri upacara untuk penyerahan senjata dan kendaraan militer untuk tentara Ukraina yang berperang di timur Ukraina, di Chuhui, 23 Agustus 2016. Mikhail Palinchak/Ukraina Presiden Press Service

CBKiev – Pemerintah Ukraina dikabarkan bersiap melakukan serangan militer di bagian timur, yang bakal menjadi pemicu serangan militer berskala besar terhadap pasukan pemberontak.
Pemerintah Rusia mengatakan serangan ini bakal terjadi dalam beberapa hari ini dan bertujuan untuk mempengaruhi jajak pendapat pada pemilihan Presiden Ukraina, yang bakal digelar Februari 2019.
“Ada laporan Kiev bakal menggelar provokasi di garis kontak,” kata Maria Zakharova, juru bicara kementerian Luar Negeri Rusia, seperti dilansir RT pada Kamis, 13 Desember 2018.
Militer Ukraina disebut telah mengumpulkan pasukan berjumlah besar di bagian timur negara itu berdasarkan laporan dari sejumlah lembaga monitor internasional.

Moskow meyakini ini sebagai tanda bakal terjadinya konflik besar antara pasukan pemerintah Ukraina dan para pemberontak.
Zakharova mengatakan hukum darurat militer, yang diterapkan Ukraina untuk kawasan timur sejak November 2018, bakal membantu pasukan melakukan serangan kirat ke arah daerah Mariupol. Ini bertujuan untuk menguasai wilayah yang berbatasan degnan Laut Azov hingga ke perbatasan Rusia.
Hukum darurat militer itu, seperti dilansir Reuters, diterapkan beberapa hari setelah insiden penangkapan tiga kapal Ukraina oleh penjaga pantai Rusia dua pekan lalu. Hinga kini, Rusia belum melepas awak dan kru kapal meskipun negara Barat memintanya.
Zakharova menuding penerapan undang-undang darurat militer itu bertujuan agar Presiden Ukraina, Petro Poroshenko, terus berkuasa. Tingkat elektibilitas Poroshenko, yang dianggap anti-Rusia, dianggap kecil agar bisa terpilih lagi. Namun, konflik yang memanas ini mendongkrak popularitasnya.



Credit  tempo.co



AS Minta Hungaria Tak Halangi Kerjasama Ukraina dan NATO


AS Minta Hungaria Tak Halangi Kerjasama Ukraina dan NATO
Amerika Serikat (AS) mendesak Hungaria untuk memperbaiki hubungannya dengan Ukraina dan tidak mencoba untuk memblokir kerja sama Kiev dengan NATO. Foto/Istimewa

BUDAPEST - Amerika Serikat (AS) mendesak Hungaria untuk memperbaiki hubungannya dengan Ukraina dan tidak mencoba untuk memblokir kerja sama Kiev dengan NATO. Washington mengatakan, jika Ukraina gagal, Hungaria akan berada di garis depan agresi Rusia.

Duta Besar AS untuk Hungaria, David Cornstein, mengatakan bahwa Budapest dapat berbuat lebih banyak untuk memprioritaskan aliansi, pada saat Rusia mengajukan ancaman baru ke Ukraina dan Eropa.

"Sekarang, lebih dari sebelumnya, Rusia menguji Barat," kata Cornstein dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Reuters pada Kamis (13/12).

"Kami merasa sangat, bahwa sebagai sekutu NATO cara terbaik untuk mempromosikan reformasi di Ukraina adalah dengan berbicara dengan Ukraina, bukan dengan memblokir hubungan kerjasama Ukraina dengan NATO," sambungnya.

Cornstein kemudian mengatakan Hungaria, yang sangat bergantung pada minyak, gas dan keahlian nuklir Rusia, bermain dengan api dengan memanjakan Presiden Rusia, Vladimir Putin.

"Kita harus menjaga gambaran besar dalam pikiran. Putin tidak tertarik pada kedaulatan nasional. Visinya adalah neoimperial. Jika Ukraina gagal, Hungaria akan berada di garis depan agresi Rusia," tukasnya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg mengatakan kepada Presiden Ukraina. Petro Poroshenko bahwa NATO akan mengirim peralatan komunikasi yang aman ke militer Ukraina bulan ini. 



Credit  sindonews.com




Selasa, 11 Desember 2018

Ukraina Akhiri Perjanjian Persahabatan dengan Rusia


Ukraina Akhiri Perjanjian Persahabatan dengan Rusia
Foto/Ilustrasi/SINDOnews/Ian

KIEV - Presiden Ukraina Petro Poroshenko menandatangani undang-undang untuk mengakhiri Perjanjian tentang Persahabatan, Kerja Sama, dan Kemitraan antara Ukraina dan Rusia. Hal itu diumumkan dinas pers kepresidenan Ukraina.

Perjanjian itu, yang telah berlangsung selama sekitar dua dekade, akan dihentikan pada tanggal 1 April 2019 di tengah meningkatnya ketegangan antara kedua negara.

Pemimpin Ukraina mengatakan bahwa tidak diperpanjangnya kesepakatan itu adalah bagian dari strategi reorientasi Ukraina terhadap Eropa seperti dikutip dari Xinhua, Selasa (11/12/2018).

RUU itu disetujui oleh parlemen Ukraina pada hari Kamis, didukung oleh 277 suara, jauh dari suara minimum yang diperlukan yaitu 226.

Pada bulan September, Poroshenko menandatangani surat keputusan untuk menegakkan keputusan Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional untuk mengakhiri perjanjian persahabatan dengan Rusia.

Berdasarkan perjanjian, yang ditandatangani pada tahun 1997 dan mulai berlaku pada tanggal 1 April 1999, Kiev dan Moskow berjanji untuk menghormati perbatasan masing-masing dan untuk menyelesaikan perselisihan dengan damai.

Perjanjian tersebut mencakup klausul yang secara otomatis diperpanjang setiap sepuluh tahun jika tidak ada pihak yang mengambil tindakan untuk mengakhirinya.

Hubungan antara Kiev dan Moskow, yang telah memburuk sejak awal 2014 atas Crimea dan timur Ukraina, meningkat bulan lalu.

Pada 25 November, tiga kapal Ukraina yang mencoba berlayar melalui Selat Kerch dari Laut Hitam ke Laut Azov disita oleh pasukan Rusia karena diduga melanggar perbatasan Rusia.

Angkatan Laut Ukraina mengatakan bahwa mereka telah memberi tahu Rusia sebelumnya, sementara Rusia mengatakan tidak menerima laporan seperti itu dan kapal-kapal tersebut mengabaikan peringatan ganda oleh penjaga perbatasan Rusia.

Di bangun dari ketegangan, Ukraina memberlakukan darurat militer di 10 wilayah terutama yang berbatasan dengan Rusia selama 30 hari mulai dari 26 November.

Poroshenko mengatakan bahwa darurat militer tidak berarti deklarasi perang, tetapi langkah menuju penguatan pertahanan Ukraina. 




Credit  sindonews.com




Senin, 10 Desember 2018

Usai Sistem Rudal S-400, Rusia Kirim 3 Pesawat Ilyushin-76 ke Crimea


Usai Sistem Rudal S-400, Rusia Kirim 3 Pesawat Ilyushin-76 ke Crimea
Gambar satelit dari Imagesat International menunjukkan tiga pesawat Ilyushin-76 Rusia berada di pangkalan udara Dzhankoi, Crimea. Foto/Imagesat International

MOSKOW - Dua pekan usai pasukan Rusia menangkap tiga kapal militer Ukraina dan para awaknya, Moskow semakin gencar menumpuk pasukan di Crimea. Setelah mengerahkan tambahan sistem pertahanan rudal canggih S-400 ke sekitar wilayah Crimea, Moskow kini menerbangkan tiga pesawat Ilyushin-76 ke lokasi yang sama.

Citra satelit Imagesat International yang diambil pada hari Sabtu menunjukkan tiga pesawat itu terlihat di pangkalan udara Dzhankoi di Crimea. Gambar satelit itu ikut dirilis Fox News, Senin (10/12/2018).

Sekadar diketahui, pesawat kargo Ilyushin-76 biasa digunakan oleh Angkatan Darat Rusia untuk mengirimkan kargo besar atau berat yang tidak bisa dibawa melalui jalur darat. Pesawat kargo juga digunakan untuk memobilisasi sejumlah besar pasukan.

Penumpukan pasukan oleh Moskow ini kian gencar sejak Crimea bergabung dengan Rusia tahun 2014. Wilayah itu sebelumnya bagian dari Ukraina, namun memisahkan diri melalui referendum. Namun, Kiev dan negara-negara Barat tak mengakui referendum itu dan menganggap Rusia menganeksasi Crimea secara ilegal.

Meski dari citra satelit ada tiga pesawat Ilyushin yang berada di Crimea, laporan media sosial di Rusia menyebutkan ada empat pesawat seperti itu yang terbang pada 6 Desember dari bandara Anapa di Novorossiysk dan mendarat di Dzhankoi.

Pangkalan unit elite pasukan Angkatan Udara Rusia juga terletak di Novorossiysk, tidak jauh dari Anapa. Pasukan elite itu dilaporkan berpartisipasi dalam putaran terakhir kekerasan antara Ukraina dan Rusia pada Agustus 2014 dan terlibat dalam pertempuran di Suriah.

Penumpukan pasukan Moskow ini terjadi ketika Kementerian Pertahanan Ukraina memperingatkan bahwa pihaknya akan segera mengirimkan kapal-kapal angkatan laut melalui Selat Kerch.
Parlemen Ukraina telah menyetujui pemberlakukan undang-undang darurat militer setelah Rusia menangkap tiga kapal angkatan laut Kiev di pantai Crimea, Selat Kerch, dua pekan lalu.

"Ukraina akan mengirim kapal-kapal (angkatan) laut melalui Selat Kerch segera, jika tidak, Rusia akan sepenuhnya menduduki Laut Azov," kata Menteri Pertahanan Ukraina Stepan Poltorak, pekan lalu. 



Credit sindonews.com



Diplomat Kiev Klaim Ukraina Mampu Bikin Bom Nuklir Sendiri


Diplomat Kiev Klaim Ukraina Mampu Bikin Bom Nuklir Sendiri
Ilustrasi ledakan bom nuklir hasil uji coba oleh Amerika Serikat di Atol Enewetak, 30 Mei 1956. Foto/REUTERS

KIEV - Ukraina memiliki semua kapasitas yang diperlukan, baik intelektual maupun organisasional, untuk membuat bom nuklirnya sendiri. Klaim ini disampaikan diplomat militer Kiev, Peter Garaschuk.

Garaschuk, dalam wawancaranya di stasiun televisi Ukraina; Obozrevatel TV, mengatakan negaranya tidak hanya mampu membuat bom atom, tetapi juga hulu ledak nuklir untuk rudal balistik.

Menurutnya, Ukraina memiliki pabrik untuk produksi rudal balistik antarbenua (ICBM) di Dnieper, setelah lepas dari Uni Soviet. "Baik Amerika Serikat, China, atau pun Rusia tidak dapat menghasilkan analog untuk ICBM kelas Setan (Satan)," ujar Garashchuk.

Dia berpendapat Ukraina menemukan alasan baru untuk membuat senjata nuklir. Alasan yang dia maksud adalah bahwa negaranya saat ini dalam kondisi korban "agresi" Rusia.

Klaim diplomat ini tak bisa dianggap remeh. Sekadar diketahui, pada tanggal 5 Desember 1994, para pemimpin Rusia, Ukraina, Kazakhstan, Belarus, Amerika Serikat (AS) dan Inggris menandatangani Memorandum Budapest tentang Jaminan Keamanan. Memorandum itu mewajibkan Kiev untuk menyerahkan senjata nuklir yang diikuti dengan bergabungnya Ukraina dalam Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT).

Garaschuk mengatakan Ukraina seharusnya tidak takut dengan sanksi internasional jika dianggap melanggar memorandum tahun 1994.

"Kami tidak takut apa pun. Prajurit kami di garis depan tidak takut pada apa pun. Dan seluruh sistem; politik, ekonomi, dan kebijakan keamanan, dari negara kami harus bekerja untuk tentara kami. Bukan hanya Departemen Pertahanan dan Staf Umum. Ini adalah seluruh negara sedang berperang!," papar diplomat yang pernah jadi utusan Ukraina untuk NATO tersebut, yang dikutip Minggu (9/12/2018).

Kiev dan Moskow saat ini sedang bersitegang menyusul bentrok kapal militer kedua negara di Selat Kerch, Laut Hitam, dua pekan lalu. Pasukan Moskow menangkap tiga kapal militer Kiev  dan para awaknya karena dianggap melanggar wilayah Rusia di pantai Crimea di Selat Kerch. Namun, Kiev membantah tuduhan itu.

Presiden Ukraina Petro Poroshenko telah mengisyaratkan kesiapannya untuk mengamandemen konstitusi negara itu yang memungkinan Kiev bergabung dengan Uni Eropa dan NATO. 




Credit  sindonews.com


Jumat, 07 Desember 2018

Usai Insiden Kapal Rusia, Pesawat Militer AS Lintasi Ukraina


Usai Insiden Kapal Rusia, Pesawat Militer AS Lintasi Ukraina
Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Yusran Uccang)


Jakarta, CB -- Satu pesawat Angkatan Udara Amerika Serikat melintasi langit Ukraina pada Kamis (6/12) dalam satu misi untuk menunjukkan dukungan kepada Kiev setelah insiden penyitaan kapal oleh Rusia akhir bulan lalu.

"Hari ini, Amerika Serikat dan Sekutu melancarkan sebuah penerbangan luar biasa di bawah Perjanjian Udara Terbuka. Penerbangan ini dilakukan untuk menegaskan komitmen AS atas Ukraina dan negara-negara rekan lainnya," demikian pernyataan Kementerian Pertahanan AS.

Perjanjian Keterbukaan Udara memang dibentuk untuk menjamin transparansi militer melalui penerbangan observasi tak bersenjata melintasi setiap 34 negara yang menandatangani kesepakatan tersebut.


Pentagon menyatakan bahwa militer Ukraina meminta AS melakukan penerbangan tersebut. AS pun menerbangkan pesawat OC-135 mereka yang juga membawa pemantau dari Kanada, Jerman, Prancis, Inggris, Rumania, dan Ukraina.


Ini adalah penerbangan "luar biasa" pertama di bawah Perjanjian Keterbukaan Udara sejak 2014 lalu. Penerbangan tersebut hanya dilakukan ketika ada situasi tak biasa.

Penerbangan ini dilakukan sekitar sepekan setelah terjadi konfrontasi antara kapal Ukraina dan Rusia di Laut Hitam pada 25 November lalu.


Saat itu, Rusia melepaskan tembakan dan menyita tiga kapal Ukraina yang mereka tuding memasuki wilayah Moskow.

Namun, Ukraina mengklaim bahwa kapal tersebut ditembaki setelah awak memutuskan untuk menjauh dan kembali ke pelabuhan di Odesa.

Insiden ini dikhawatirkan dapat memicu kembali perang antara kedua negara setelah Rusia mencaplok Krimea dari Ukraina pada 2014 lalu.

Tak lama setelah insiden ini, Ukraina mencanangkan darurat militer, langkah yang membuat Putin "sangat khawatir."

Presiden Ukraina, Petro Poroshenko, pun menyebut bahwa kini negaranya terancam terlibat perang terbuka dengan Rusia.

"Negara ini dalam ancaman akan terlibat perang terbuka dengan Rusia," kata Petro, seperti dilansir CNN.





Credit  cnnindonesia.com



Perkuat Pertahanan, Kiev Kirim Tentara ke Perbatasan Ukraina-Rusia


Perkuat Pertahanan, Kiev Kirim Tentara ke Perbatasan Ukraina-Rusia
Presiden Ukraina, Petro Poroshenko melalui akun Twitternya menuturkan, Kiev akan memperkuat kekuatan militer di wilayah perbatasan Ukraina dengan Rusia. Foto/Istimewa

KIEV - Presiden Ukraina, Petro Poroshenko melalui akun Twitternya menuturkan, Kiev akan memperkuat kekuatan militer di wilayah perbatasan Ukraina dengan Rusia. Kiev akan mengirimkan pasukan tambahan ke wilayah perbatasan kedua negara.

"Unit militer dari Angkatan Bersenjata Ukraina telah diturunkan ke arah yang paling berbahaya di sepanjang garis perbatasan kami (dengan Rusia) untuk memperkuat kemampuan pertahanan," kicau Poroshenko, seperti dilansir Sputnik pada Kamis (6/12).

Berita itu muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara Moskow dan Kiev, yang disebabkan oleh penangkapan tiga kapal Ukraina oleh Penjaga Perbatasan Rusia di dekat Selat Kerch, di wilayah perairan Crimea.

Ukraina sendiri pada November lalu telah menyetujui penerapan darurat militer di setidaknya 10 wilayah Ukraina, yang kebanyakan berada di dekat perbatasan dengan Rusia.

Terkait dengan darurat militer, Presiden Rusia, Vladimir Putin menyatakan, bahwa dengan mendeklarasikan darurat militer di sepuluh wilayah negara itu, pemerintah Ukraina telah membagi negara itu menjadi dua bagian.

"Mereka menyatakan darurat militer di sepuluh wilayah, di mana presiden saat ini tidak memiliki banyak dukungan. Ini berarti bahwa pemerintah Ukraina telah membagi negara menjadi dua bagian, satu yang dapat dipercaya dan satu yang tidak bisa," ucap Putin beberapa waktu lalu.

Putin mencatat bahwa Ukraina tidak mengumumkan darurat militer, ketika situasi negara itu jauh lebih mengerikan, dan menyebut keputusan Presiden Ukraina Petro Poroshenko itu terkait dengan pemilihan umum di negara tersebut. 




Credit  sindonews.com




Kamis, 06 Desember 2018

Rusia-Ukraina Memanas, AS Kirim Kapal Perang ke Laut Hitam


Rusia-Ukraina Memanas, AS Kirim Kapal Perang ke Laut Hitam
Kapal perang USS McCampbell (DDG-85) yang dikirim militer Amerika Serikat ke lepas pantai Rusia di Laut Hitam. Foto/US Navy/Specialist 3rd Class Jared M. Hill

WASHINGTON - Militer Amerika Serikat (AS) mengirim sebuah kapal perang tipe perusak ke lepas pantai Rusia, Laut Hitam. Langkah Washington ini terjadi di saat ketegangan antara Rusia dan Ukraina sedang memanas.

Kapal USS McCampbell (DDG-85) sedang menuju ke perairan di dekat Armada Pasifik Vladiostok. Ini merupakan misi pertama kapal tersebut sejak Perang Dingin berakhir.

Kapal-kapal AS lainnya juga direncanakan segera menyusul ke Laut Hitam.

"USS MCCampbell (DDG-85) menuju ke sekitar Peter the Great Bay untuk menantang klaim maritim berlebihan Rusia dan menjunjung tinggi hak, kebebasan, dan penggunaan sah dari laut yang dinikmati oleh AS dan yang lainnya," kata juru bicara Armada Pasifik AS Letnan Rachel McMarr, dalam sebuah pernyataan yang dikutip CNN, Kamis (6/12/2018).

Angkatan Laut AS menyebut misi kapal perang itu sebagai misi Freedom of Navigation Operation (FONOP). Terakhir kali FONOP dilakukan di wilayah ini pada tahun 1987, yakni pada puncak ketegangan Perang Dingin AS dengan Uni Soviet.

Pada hari Rabu, kapal USS McCampbell yang dilengkapi peluru kendali (rudal) melintas di dekat perairan yang disengketakan antara Moskow dan Tokyo di Laut Jepang. Aksi kapal itu berpotensi membuat Rusia jengkel.

"Operasi-operasi ini menunjukkan Amerika Serikat akan terbang, berlayar dan beroperasi di mana pun hukum internasional mengizinkan," kata McMarr. "Itu benar di Laut Jepang, seperti di tempat lain di seluruh dunia."

CNN melaporkan bahwa Departemen Luar Negeri AS juga telah memberi tahu Turki tentang niat Washington untuk mengirim kapal perang melalui Bosporus dan Dardanelles. Sesuai Konvensi Montreux tahun 1936, negara-negara yang tidak berbatasan dengan Laut Hitam wajib melakukan pemberitahuan 15 hari sebelum kapal perang masuk ke kawasan itu.

Perjanjian tahun 1936 juga membatasi kehadiran kapal dari negara-negara yang tidak berbatasan dengan Laut Hitam hingga maksimal 21 hari. Terakhir kali, kapal AS singgah di wilayah itu pada bulan Oktober.

Seorang pejabat AS yang berbicara dalam kondisi anonim kepada CNN mengatakan pengiriman kapal perang USS McCampbell sejatinya tanggapan atas bentrok kapal militer Rusia dan Ukraina di Selat Kerch bulan lalu. Selat itu menghubungkan Laut Azov ke Laut Hitam.

"Kami secara rutin melakukan operasi untuk meningkatkan keamanan dan stabilitas di seluruh wilayah operasi Armada ke-6 AS untuk memasuki perairan internasional dan ruang udara Laut Hitam," kata juru bicara komandan kapal tersebut, Kyle Raines, kepada CNN



Credit  sindonews.com




Rusia dan Ukraina Memanas, Ada Pengerahan Pasukan di Donbass


Letnan Jenderal Serhiy Nayev, Kepala Operasi Angkatan Bersenjata Ukraina, mengawasi pantai laut melalui jendela helikopter selama patroli dekat Urzuf, pantai selatan laut Azov, timur Ukraina, Kamis, 29 November 2018. (AP / Evgeniy Maloletka)
Letnan Jenderal Serhiy Nayev, Kepala Operasi Angkatan Bersenjata Ukraina, mengawasi pantai laut melalui jendela helikopter selama patroli dekat Urzuf, pantai selatan laut Azov, timur Ukraina, Kamis, 29 November 2018. (AP / Evgeniy Maloletka)

CB, Moskow – Pemerintah Ukraina menggelar pasukan besar-besaran di daerah Donbass sebagai persiapan untuk menghadapi serangan militer Rusia.

 
“Sayangnya, informasi mengenai persiapan aktif militer Ukraina terkait kemungkinan aksi di Donbass semakin sering muncul belakangan ini,” kata Maria Zakharova, juru bicara kementerian Luar Negeri Rusia, seperti dilansir Sputnik News pada Rabu, 5 Desember 2018.
Zakharova menuding Kiev berusaha menarik perhatian komunitas internasional terhadap tindakan provokasi di Selat Kerch, yang digambarkan sebagai tindakan agresif Rusia.

 
“Sejumlah komponen penyerangan sedang dikerahkan di kawasan, yang kemudian direlokasi sepanjang garis kontak,” kata Zakharova.
Saat ini, Zakharova mengatakan militer Rusia tidak mengesampingkan setiap kemungkinan tindakan provokasi oleh militer Ukraina di Donbass, termasuk penggunaan senjata kimia.

Saat ini, hubungan Ukraina dan Rusia memburuk pasca insiden penangkapan tiga kapal Ukraina yang mencoba melewati Selat Kerch pada dua pekan lalu. Rusia menuding ketiga kapal, yang dua diantaranya merupakan kapal dengan senjata artileri, melewati wilayahnya secara ilegal. Saat ini, Rusia masih menahan tiga kapal itu meskipun sejumlah negara Eropa termasuk AS meminta dilepas.

Seperti dilansir Reuters, Ukraina lalu menerapkan undang-undang darurat militer menghadapi ini sambil meminta pertolongan NATO agar mengirim kapal perang ke laut perbatasan Ukraina dan Rusia.

Zakharova mengatakan pengerapan UU darurat militer itu hanyalah kamuflase bagi Presiden Ukraina, Petro Poroshenko, untuk melakukan provokasi baru di Donbass.



Credit  tempo.co





Rabu, 05 Desember 2018

Rusia Masih Blokir Sebagian Pelabuhan Ukraina


Tentara Ukraina berada di chekpoint Ukraina Timur.
Tentara Ukraina berada di chekpoint Ukraina Timur.
Foto: AP
Sebanyak 17 kapal sedang menunggu di pintu keluar dari Laut Azov.



CB, JAKARTA – Menteri Infrastruktur Ukraina Volodymyr Omelyan mengatakan, Rusia telah memblokir sebagian pelabuhan Ukraina di Laut Azov.


Kendati dmikian, masih menurut Omelyan, Rusia telah mencabut beberapa larangan pergerakan kapal di pelabuhan Ukraina di Laut Azrov, Berdyansk dan Mariupol.

Menurut dia, kapal-kapal sudah kembali berlayar melalui Selat Kerch menuju pelabuhan Ukraina. "Kapal-kapal itu dihentikan oleh pihak Rusia, mereka masih memeriksa, tetapi lalu lintas telah dipulihkan sebagian," ujar Omelyan dikutip dari laman CNN, Rabu (5/11).


Omelyan mengungkapkan, 17 kapal sedang menunggu di pintu keluar dari Laut Azov, dan sembilan lainnya masih berada di pelabuhan.


Kapal Rusia dan Ukraina terlibat dalam bentrokan pada 25 November lalu di sekitar Selat Kerch, yang menghubungkan Laut Azov dan Laut Hitam. Rusia menabrak dan menembaki kapal angkatan laut Ukraina, kemudian menangkap tiga kapal dan menahan 24 pelaut Ukraina.


Ukraina memberlakukan darurat militer selama 30 hari di beberapa daerah di seluruh negeri sebagai tanggapan atas pemblokiran tersebut. Ukraina juga melarang masuknya warga negara Rusia berusia 16 hingga 60 tahun selama masa darurat.


Ukraina mengatakan, Rusia telah memblokir lalu lintas di Selat Kerch, tetapi Rusia mengatakan bahwa jalur itu telah beroperasi seperti biasa, kecuali jika ada kendala cuaca. Menteri Ukraina berharap pelabuhan Ukraina akan benar-benar dibebaskan dan Rusia bisa melepaskan para pelaut Ukraina.


Credit  republika.co.id

Selasa, 04 Desember 2018

Kiev Sebut Rusia Ingin Caplok Ukraina, Kremlin: Itu Tuduhan Absurd


Kiev Sebut Rusia Ingin Caplok Ukraina, Kremlin: Itu Tuduhan Absurd
Kremlin menyebut tudingan yang disampaikan oleh Presiden Ukraina, Petro Poroshenko, bahwa Moskow ingin mencaplok seluruh wilayah Ukraina sebagai tuduhan absurd. Foto/Istimewa

MOSKOW - Kremlin menyebut tudingan yang disampaikan oleh Presiden Ukraina, Petro Poroshenko, bahwa Moskow ingin mencaplok seluruh wilayah Ukraina sebagai tuduhan yang benar-benar absurd.

"Ini adalah pernyataan yang tidak masuk akal. Ini upaya lain untuk menghasilkan ketegangan," ucap juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Reuters pada Senin (3/12).

Seperti diketahui, Poroshenko pekan lalu menuduh Presiden Rusia, Vladimir Putin ingin mencaplok seluruh negaranya dan menyerukan NATO untuk menyebarkan kapal perang ke laut yang dimiliki oleh kedua negara.

Berbicara saat melakukan wawancara dengan media Jerman, Bild, Poroshenko mengatakan bahwa Putin ingin mencoba menghidupkan kembali kerajaan Rusia yang lama, yang turut mencakup Ukraina dan sejumlah negara di kawasan.

"Jangan percaya kebohongan Putin. Putin ingin kerajaan tua Rusia kembali. Crimea, Donbass, seluruh negeri. Seperti Rusia Tsar, ketika dia melihat dirinya sendiri, kekaisarannya tidak bisa berfungsi tanpa Ukraina. Dia melihat kita sebagai koloninya," ungkap Poroshenko.

Poroshenko dalam wawacara itu juga mendesak NATO untuk mengirim kapal perang ke Laut Azov. Permintaan itu diajukan Poroshenko pasca konfrontasi angkatan laut Ukraina dengan Rusia di luar Crimea.




Credit  sindonews.com




Senin, 03 Desember 2018

Citra Satelit: Rusia Sebar Sistem Rudal S-400 Terbaru di Crimea


Citra Satelit: Rusia Sebar Sistem Rudal S-400 Terbaru di Crimea
Citra satelit menunjukkan penyebaran tambahan sistem rudal S-400 Rusia di Crimea. Foto/ImageSat International

WASHINGTON - Citra satelit yang diambil pada hari Minggu menunjukkan sejumlah baterai sistem rudal S-400 Moskow yang baru dikerahkan di pangkalan udara Dzhankoy, Crimea. Pengerahan senjata pertahanan canggih ini terjadi sepekan setelah kapal militer Rusia dan Ukraina bentrok di Selat Kerch.

Gambar satelit yang merupakan data intelijen Amerika Serikat (AS) itu diperoleh Fox News dan dipublikasikan hari Senin (3/12/2018).

Gambar yang dihasilkan oleh ImageSat International itu menunjukkan bahwa infrastruktur untuk baterai S-400 disiapkan dalam beberapa bulan terakhir, atau jauh hari sebelum bentrok kapal militer Moskow dan Kiev pecah 25 November.

Citra satelit juga menampikan kondisi lapangan pada April 2018 yang masih berupa tanah kosong. Konstruksi untuk penempatan senjata pertahanan itu dimulai pada 10 November.

Ada delapan baterai S-400 yang dibagi menjadi empat. Semuanya terletak di wilayah barat daya pangkalan udara Dzhankoy. Selain itu juga ada dua sistem radar dan beberapa truk di dekatnya, yang salah satunya diduga membawa rudal untuk S-400.

Sistem rudal S-400 mobile memiliki jangkauan hingga hampir 250 mil dan dapat menjangkau pada ketinggian hampir 19 mil. Sistem ini dimaksudkan untuk menjatuhkan berbagai target udara, mulai dari pesawat terbang hingga rudal balistik.

Pada 28 November 2018, Kementerian Pertahanan Rusia mengeluarkan pernyataan bahwa dalam beberapa hari setelah bentrok kapal militer yang mengisyaratkan akan mengerahkan tambahan sistem rudal S-400 di Crimea. 

Crimea adalah wilayah yang melepaskan diri dari Ukraina melalui referendum tahun 2014. Sejak itu, Crimea bergabung dengan Rusia. Namun, Ukraina dan negara-negara Barat tidak mengakui referendum itu dan menganggapnya sebagai aneksasi ilegal oleh Moskow.

Moskow sebelumnya telah memperkuat pertahanan militer di semenanjung Laut Hitam dengan tiga sistem rudal S-400 sejak 2017. Pengerahan tambahan senjata pertahanan itu akan memperkuat yang sudah ada. 




Credit  sindonews.com




Bos Pentagon Tuduh Putin Perobek Perjanjian Internasional


Bos Pentagon Tuduh Putin Perobek Perjanjian Internasional
Menteri Pertahanan Amerika Serikat James Norman Mattis. Foto/REUTERS

CALIFORNIA - Kepala Pentagon atau Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) James Mattis menuduh Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemerintahnya sebagai perobek perjanjian internasional. Dia juga meledek pemimpin Kremlin itu sebagai sosok pembelajar yang lelet (slow learner).

Berbicara di Reagan National Defense Forum di California pada akhir pekan, Mattis mengatakan kepada peserta forum bahwa tidak ada keraguan hubungan AS dan Rusia telah memburuk di era kepempinan Presiden Donald Trump. Dia menyalahkan Moskow yang menurutnya bertindak agresif di seluruh dunia.

"Putin jelas merupakan pembelajar yang lelet. Dia tidak mengakui bahwa apa yang dia lakukan sebenarnya menciptakan permusuhan terhadap orang-orangnya," kata Mattis.

"Apa yang kita lihat, Putin melakukan dengan merobek perjanjian internasional. Kita berurusan dengan seseorang yang tidak bisa dipercaya," ujarnya, seperti dikutip Washington Times, Senin (3/12/2018). Dia mengabaikan fakta bahwa pemerintah Trump sendiri merobek perjanjian nuklir internasional antara Iran dan enam kekuatan dunia (AS, Rusia, Inggris, Prancis, Jerman dan China) dan kini akan melakukan hal serupa pada Perjanjian Intermediate-Range Nuclear Forces (INF).

Komentarnya muncul beberapa hari setelah Trump membatalkan pertemuan bilateral dengan Putin selama KTT G-20 di Argentina pekan lalu.

Trump mengatakan keputusan untuk membatalkan pertemuan itu karena tindakan Rusia di Baltik, di mana pasukan Rusia menangkap tiga kapal militer Ukraina di Selat Kerch di lepas pantai semenanjung Crimea, dan menahan para awak kapal.

Setengah dari 24 pelaut Ukraina yang ditangkap dijatuhi hukuman dua bulan penjara karena secara ilegal memasuki perairan Rusia. Kiev, yang didukung oleh Washington dan sejumlah negara Barat, mengatakan bahwa kapalnya berada di perairan internasional dan serangan kapal perang Moskow tidak beralasan.

Mattis menolak berkomentar tentang masalah hubungan fiskal Trump di Rusia selama masa kampanyenya. Namun mantan jenderal bintang empat itu mengatakan bahwa upaya Moskow untuk ikut campur dalam pemilihan paruh waktu Kongres AS November lalu masih terasa.

“(Putin) mencoba lagi untuk mengotori pemilu kita bulan lalu. Dan kami melihat upaya berkelanjutan di sepanjang garis itu," kata Mattis. 




Credit  sindonews.com