MOSKOW
- Washington berisiko kehilangan pasar senjata di Turki sama sekali
jika terus menunda pengiriman jet tempur siluman F-35 yang disepakati
dengan Ankara. Negara yang dipimpin Presiden Tayyip Erdogan itu bisa
melirik jet tempur Su-35 Rusia sebagai pengganti.
Peringatan itu disampaikan analis militer untuk kantor berita TASS, Viktor Litovkin, kepada Russia Today.
"Jika AS gagal mengirimkan jet (F-35) ke Turki, Ankara tentu dapat
membeli Su-35 dari Rusia sebagai gantinya," katanya, Jumat (29/3/2019)
malam.
Menurut pakar tersebut, kedua jet tempur memiliki
karakteristik yang sebanding. Moskow, kata dia, tidak akan mengambil
risiko dengan membocorkan teknologi militer yang sensitif di luar
negeri, karena perangkat lunak jet Su-35 sulit untuk dipecahkan.
Menurut
Litovkin, tidak akan membutuhkan banyak upaya untuk mengintegrasikan
pesawat tempur Rusia dengan mulus ke dalam militer Turki.
Para
politisi di Washington telah berusaha menekan sekutu pentingnya di NATO,
Turki, untuk membatalkan kesepakatan pembelian sistem pertahanan rudal
anti-udara S-400 Moskow. Pekan ini, para Senator AS mengajukan draf RUU
yang berisi seruan larangan mengirim 100 unit jet tempur F-35.
Larangan
dalam RUU itu bisa dicabut jika Ankara menjamin tidak akan mendapatkan
senjata dari Rusia. Pengiriman pesawat tempur siluman buatan Lockheed
Martin AS ke Turki sudah diblokir secara efektif oleh Senat pada tahun
lalu.
Sementara itu, para pemimpin Turki tetap mempertahankan
haknya untuk membeli senjata dari siapa pun yang diinginkannya. Ankara
berulang kali menegaskan bahwa Turki tetap berpegang pada kontrak
pembelian sistem rudal S-400 Rusia.
Litovkin
mengatakan upaya-upaya untuk menekan Ankara adalah tanda persaingan
tidak sehat yang digunakan AS untuk mengendalikan penjualan sistem
pertahanan rudal anti-udaranya, MIM-104 Patriot Pac 3.
Dia
percaya bahwa Washington kemungkinan akan terus memeras sekutunya selama
mungkin, tetapi pada titik tertentu akan dipaksa untuk menyerah dan
mengirim jet F-35 yang dijanjikan kepada Turki.
Jakarta, CB -- Pemilu lokal yang digelar Turki, Minggu (31/3) disebut-sebut masih menjadi panggung politik partai kubu Presiden Reccep Tayyip Erdogan.
Kandidat
wali kota dari Aliansi Nasional yang merupakan parpol koalisi bentukan
partai AK, Binali Yildirim mengklaim kemenangan di Istanbul.
"Kami
telah memenangkan pemilihan di Istanbul. Kami berterima kasih kepada
penduduk Istanbul atas mandat yang telah mereka berikan kepada kami,"
ujar Binali Yildirim kepada para pendukungnya.
Dalam laporan Reuters,
Minggu (31/3), Lembaga penyiaran Turki mengatakan dengan 98,8 persen
kotak suara dibuka dan dihitung, menunjukkan Yildirim unggul tipis
4.111.219 suara melawan 4.106.776 suara milik Imamoglu.
Sementara itu dari pemilu di Ankara, kandidat dari Aliansi Nasional
yaitu Mansur Yavas mendapat 49,9 persen suara. Mansur unggul tipis dari
pesaingnya Mehmet Ozhaseki dengan 47,8 persen suara.
Namun
demikian, kandidat oposisi, Ekrem Imamoglu menolak pernyataan Yildirim.
Pihaknya menyebut kemenangan penguasa sebagai "manipulasi" dan
mengatakan bahwa proses suara masih akan terus dihitung dan berubah.
Pemilu
lokal di Turki menjadi tantangan tersendiri untuk Erdogan dan
partainya. Pemilu dilangsungkan di saat angka pengangguran dan inflasi
kian meningkat sebagai akibat krisis mata uang tahun lalu. Lebih 57 juta
orang berhak memberikan suara.
Pemilu lokal kali ini bakal menentukan wali kota, pemimpin kota
kabupaten, anggota dewan kota, mukhtars (pejabat lingkungan), dan
anggota dewan kehormatan.
Erdogan yang telah mendominasi politik
Turki selama lebih 16 tahun dikenal sebagai pemimpin yang paling
populer dan juga tegas dalam sejarah modern negara itu.
Namun,
Erdogan mengalami pukulan dengan jajak pendapat yang mengindikasikan
Partai AK (AKP) yang berkuasa berpotensi kehilangan kendali di Ankara,
ibu kota Turki dan bahkan di Istanbul, kota terbesar di negara itu.
Seorang perempuan berjalan melewati
spanduk untuk pemilihan lokal yang akan datang di Ankara, Turki, Rabu
(27/3/2019). Spanduk dengan foto Presiden Turki Tayyip Erdogan dan
Devlet Bahceli, pemimpin Partai Pergerakan Nasional (MHP) bertuliskan:
"Aliansi Rakyat: kesatuan akal sehat". ANTARA FOTO/REUTERS/Umit
Bektas/cfo
Ankara (CB) - Rakyat Turki, Minggu, memberikan suara dalam
pemilihan-pemilihan lokal yang dilukiskan oleh Presiden Tayyip Erdogan
sebagai soal hidup dan mati Turki namun telah dirusak oleh kekerasan
yang menyebabkan orang anggota partai tewas di bagian tenggara negara
itu.
Erdogan yang telah mendominasi politik Turki selama lebih 16 tahun
berkat sebagian karena pertumbuhan ekonomi yang kuat, menjadi pemimpin
yang paling populer dan juga tegas dalam sejarah modern negara itu.
Namun, ia bisa mengalami pukulan dengan jajak pendapat yang
mengindikasikan Partai AK (AKP) yang berkuasa berpotensi kehilangan
kendali di Ankara, ibu kota Turki dan bahkan di Istanbul, kota terbesar
di negara itu.
Dengan ekonomi yang mengalami kontraksi setelah krisis keuangan tahun
lalu -- nilai mata uang lira merosot lebih 30 persen, sebagian pemilih
tampak siap menghukum Erdogan, yang sudah memerintah dengan sikap tanpa
kompromi.
"Saya sebenarnya tak akan pergi memberi suara hari ini, tapi ketika saya
melihat mereka (AKP) goyah, saya pikir ini saatnya untuk mendaratkan
pukulan. Orang-orang tak senang. Orang-orang berjuang," kata Hakan, 47
tahun, setelah memberikan suara di Ankara.
Pemungutan suara mulai pukul 7 waktu setempat di bagian timur Turki, dan
sejam kemudian di bagian lain negara itu. Tempat-tempat pemungutan
suara tutup pukul 16 waktu setempat di bagian timur dan pukul 17 di
bagaian barat.
Lebih 57 juta orang berhak memberikan suara. Pemenang dalam pemilihan itu diperkirakan akan diketahui pada tengah malam.
Jakarta, CB -- Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan
menyatakan bakal mengembalikan fungsi Hagia Sophia menjadi masjid.
Menurut dia membuat bangunan bersejarah itu sebagai museum adalah
langkah yang keliru.
"Hagia Sophia tidak akan disebut museum.
Status itu akan dicabut. Kita akan menyatakan Hagia Sophia adalah
masjid. Mereka yang berkunjung ke Hagia Sophia akan datang ke sebuah
masjid," kata Erdogan seperti dilansir AFP, Kamis (28/3).
Alasan Erdogan menyatakan akan mengubah status Hagia Sophia sedikit
beraroma politis. Sebab, saat ini dia sedang mengumpulkan dukungan untuk
partainya, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), dalam menghadapi
pemilihan kepala daerah pada 31 Maret mendatang.
Apalagi, Erdogan menyatakan rencana mengubah status Hagia Sophia akan dibahas setelah pemilu.
"Kami pikir sudah tiba saatnya untuk mengambil langkah itu atas permintaan rakyat Turki," ujar Erdogan.
Hagia Sophia mulanya adalah gereja yang dibangun di masa Kekaisaran
Byzantium. Setelah ditaklukkan oleh Kekhalifahan Ottoman, fungsi
bangunan itu diubah menjadi masjid.
Setelah Kekhalifahan Ottoman runtuh dan berganti dengan Republik Turki yang sekuler, Hagia Sophia diubah menjadi museum.
Kegiatan
keagamaan, seperti salat berjamaah atau membaca Alquran yang dilakukan
di tempat itu kerap membuat umat Islam dan Kristen berselisih.
Sedangkan
kalangan sekuler menyatakan Hagia Sophia boleh didatangi seluruh umat
beragama. Baik untuk sekedar meditasi atau menikmati keindahan
bangunannya.
Langkah Erdogan kemungkinan besar bakal membuat gesekan antara umat Islam dan Nasrani.
WASHINGTON
- Para Senator Amerika Serikat (AS) mengajukan rancangan undang-undang
(RUU) untuk melarang pengiriman pesawat jet tempur siluman F-35 ke
Turki. Larangan yang diusulkan itu berlaku sampai pemerintah Washington
menyatakan bahwa Ankara membatalkan pembelian sistem pertahanan rudal
S-400 Rusia.
Langkah para Senator Washington itu merupakan upaya
untuk mengacaukan penjualan sistem senjata pertahanan Rusia yang telah
diminati sejumlah negara. "Prospek Rusia memiliki akses pada pesawat dan
teknologi AS di negara NATO, Turki, adalah risiko keamanan nasional dan
global yang serius," kata Senator Demokrat Jeanne Shaheen, salah satu
dari empat perancang RUU tersebut, seperti dikutip Reuters, Jumat (29/3/2019).
Turki
sejatinya mitra produksi dalam program jet tempur F-35 Lockheed Martin.
Namun, Ankara juga ingin membeli sistem pertahanan rudal Rusia, yang
oleh Amerika Serikat dianggap membahayakan keamanan jet tempur siluman
termahal itu.
Turki
adalah pemasok tunggal layar kokpit panoramik dan unit antarmuka jarak
jauh misil dari F-35. Sekutu NATO itu bisa menjadi bumerang, karena
Turki memegang saham berharga dalam produksi jet tempur F-35.
Pada
Desember 2017, Ankara membuat kesepakatan dengan Moskow untuk membeli
dua unit sistem rudal S-400 buatan Rusia. Nilai kesepakatan itu lebih
dari USD2 miliar.
Pejabat Turki telah berulang kali mengatakan
bahwa pembelian sistem rudal S-400 dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
keamanan negaran. Dengan pembelian S-400, Ankara bermaksud meningkatkan
kemampuan pertahanannya di tengah ancaman dari kelompok PKK dan ISIS
serta konflik lintas perbatasan di Suriah dan Irak.
Ankara
kecewa dengan sekutu NATO-nya, AS, karena kurangnya kerja sama dalam
memenuhi kebutuhan pertahanannya. Pada 25 Oktober, Menteri Pertahanan
Turki Hulusi Akar mengatakan bahwa Turki akan memulai pemasangan sistem
rudal anti-pesawat S-400 pada Oktober 2019.
Para pejabat Turki
juga telah berulang kali menekankan bahwa pembelian S-400 adalah
kesepakatan yang sudah final dan tidak dapat dibatalkan.
Patroli itu menyebar di sejumlah titik di Suriah Utara.
CB,
IDLIB -- Angkatan bersenjata Turki dan Rusia diketahui mulai melakukan
patroli independen yang terkoordinasi pertama di Suriah Utara, Selasa
(26/3) waktu setempat. Hal itu disampaikan oleh pihak Kementerian
Pertahanan Turki. Selain itu, ditegaskan pula tentang upaya gencatan
senjata di wilayah Tal Rifaat, Suriah.
"Dalam
kerangka perjanjian sebelumnya, Angkatan Bersenjata Turki dan Angkatan
Bersenjata Rusia melakukan patroli independen, namun tetap terkoordinasi
pertama untuk mencapai gencatan senjata, memberikan stabilitas di
wilayah Tal Rifat, dan mencegah serangan terhadap elemen kami," demikian
pernyataan kementerian tersebut melalui Twitter resminya, Selasa
(26/3).
Tal
Rifaat dikendalikan terutama oleh pasukan pimpinan Kurdi. Wilayah itu
terletak 20 kilometer sebelah timur Afrin, yang sudah terlebih dahulu
berada di bawah kendali pasukan Turki. Sebelumnya, Ankara telah berhasil
dengan operasi militer 'Operation Olive Branch terhadap milisi YPG pada
2018.
Turki menganggap YPG sebagai perpanjangan
dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang berupaya membentuk negara Kurdi
independen. Bagi Ankara, mereka adalah pemberontak bersenjata sehak
tahun 1970-an.
Laman Daily Sabah
menuliskan, rute patroli meliputi enam titik yakni Kafr Lusin dan
Al-Dana, distrik utara Idlib; Kota Atarib di sebelah barat kota Aleppo;
dan kota Qammari, Qanater dan Al-Eiss di barat daya kota Aleppo. Dalam
kerangka perjanjian Astana, Turki saat ini memegang 12 titik pengamatan
gencatan senjata di zona de-eskalasi Idlib sementara Rusia memiliki 10
titik.
Sebuah perjanjian dimulai pada Desember 2016 oleh
Turki, Rusia dan Iran. Ketiga negara meletakkan dasar bagi kerja sama
tripartit mereka pada penyelesaian damai di Suriah yang dikenal sebagai
perjanjian Astana. Turki dan Rusia juga menandatangani perjanjian Sochi
pada September tahun lalu untuk mengurangi ketegangan dan menghindari
konflik baru di provinsi Idlib.
Pada awal Maret,
Angkatan bersenjata Turki telah memulai patroli di kota Idlib, Suriah
Barat Laut. Patroli di zona de-eskalasi Idlib didasarkan pada Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) Sochi pada 14 Februari 2019 dari negara-negara
penjamin seperti Turki, Rusia, dan Iran.
ANKARA
- Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan mengatakan, Turki akan membawa
masalah pengakuan Amerika Serikat (AS) atas kedaulatan Israel atas
Dataran Tinggi Golan ke PBB.
Erdogan adalah salah satu pihak yang
menentang rencana pengakuan AS atas Dataran Tinggi Golan, dengan
mencatat bahwa legitimasi pendudukan Dataran Tinggi Golan tidak dapat
diizinkan.
"Pernyataan Presiden AS Donald Trump tentang Dataran
Tinggi Golan adalah "hadiah" bagi Perdana Menteri Israel, Benjamin
Netanyahu menjelang pemilihan parlemen yang ditetapkan akan digelar pada
April," ucap Erdogan, seperti dilansir Xinhua pada Senin (25/3).
Sementara
itu, sebelumnya Trump diklaim akan menandatangani dekrit yang mengakui
kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan. Klaim ini disampaikan
Pelaksana Tugas Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, kemarin.
Menurut Katz, Trump akan meneken dekrit sembari menjamu Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di Gedung Putih.
"Besok,
Presiden Trump, di hadapan PM Netanyahu, akan menandatangani dekrit
yang mengakui kedaulatan Israel atas Golan. Hubungan Israel-AS lebih
dekat dari sebelumnya," tulis Katz di Twitter, kemarin.
ISTANBUL
- Presiden Recep Tayyip Erdogan menegaskan apapun yang Amerika Serikat
(AS) katakan, Turki tidak akan mundur dalam pembelian sistem rudal
pertahanan S-400 dari Rusia. Penegasan itu dia sampaikan hari Minggu
dalam sebuah wawancara dengan penyiar TGRT Haber.
Para pejabat Washington kepada Reuters,
yang dilansir Senin (25/3/2019), mengatakan AS segera membekukan
pengiriman pesawat jet tempur siluman F-35 ke Turki. Langkah itu menjadi
sinyal terkuat dari Washington bahwa Ankara tidak dapat memiliki jet
tempur canggih itu bersamaan dengan sistem rudal S-400 Moskow.
Dalam
wawancara yang disiarkan langsung, Erdogan juga memuji sikap manusiawi
warga Selandia Baru setelah serangan teroris terhadap dua masjid di kota
Christchurch.
"Orang-orang Selandia Baru memberi pelajaran kemanusiaan kepada mereka yang tidak mendapat jatah kemanusiaan," kata Erdogan.
Setidaknya
50 warga Muslim terbunuh dan banyak lainnya yang terluka pada 15 Maret
2019 ketika seorang teroris—diidentifikasi sebagai Brenton Tarrant,
kelahiran Australia—menembaki jamaah Masjid Al-Noor dan Masjid Linwood
di Christchurch saat salat Jumat.
Massa telah berkumpul di depan
masjid untuk memberikan penghormatan kepada para korban ketika Perdana
Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menyerukan persatuan dan
solidaritas dengan komunitas Muslim.
Selama wawancara, Erdogan
memuji pertemuan massa di tempat serangan teroris dan tindakan
orang-orang menghormati para korban. Dia mengatakan bahwa orang-orang
Selandia Baru akan pernah bisa dikaitkan dengan terorisme.
“Mereka
mengorganisir upacara peringatan, mereka berkumpul di tempat kejadian
dan meninggalkan bunga untuk memberikan penghormatan kepada para korban.
Ini adalah tindakan kemanusiaan. Kita tidak bisa mengabaikan tindakan
kemanusiaan ini," katanya.
Dia menegaskan bahwa serangan di
Christchurch bukan tindakan terorisme individu tetapi tindakan terorisme
terorganisir. Dia percaya pihak berwenang di Selandia Baru akan
mengungkap pelaku di balik serangan itu.
AS mengancam akan membatalkan pengiriman jet F-35 ke Turki.
CB,
ISTANBUL -- Presiden Turki Reccep Tayyep Erdogan mengatakan tidak akan
mundur dari pembelian sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia. Ia tidak
mau menarik proses kesepakatan itu apa pun yang terjadi.
Pernyataan itu Erdogan ungkapkan saat diwawancara stasiun televisi TGRT Haber,
Senin (25/3). Sebelumnya Amerika Serikat (AS) berencana membekukan
persiapan pengiriman pesawat jet F-35 ke Turki. Langkah tersebut menjadi
sinyal paling kuat Washington terhadap Ankara tentang pembelian sistem
pertahanan udara S-400.
AS
mencapai titik puncak dalam perselisihan dengan Turki, sekutu NATO
mereka. Langkah itu dilakukan setelah AS gagal menyakinkan Presiden
Tayyep Erdogan pembelian sistem pertahanan udara dari Rusia dapat
merusak kesepakatan F-35.
"S-400 itu komputer, F-35 itu
komputer, Anda tidak menghubungkan komputer Anda dengan komputer lawan
dan pada dasarnya itu yang kami lakukan," kata Pelaksana Tugas Asisten
Menteri Pertahanan bidang Urusan Keamanan Internasional AS, Katie
Wheelbarger, pada Kamis (21/3) pekan lalu.
Wheelbarger
mengakui keputusan untuk membekukan pengiriman itu belum dilakukan. Tapi
sekarang pertimbangan Washington untuk membatalkan pengiriman jet yang
dibangun Lockheed Martin itu sedang diproses.
"Ada
keputusan yang terus mencul tentang hal-hal yang disampaikan sebagai
antisipasi mereka mengambil alih pesawat itu jadi banyak hal yang bisa
dihentikan untuk mengirim sinyal kepada mereka (bahwa kami serius),"
kata Wheelbarger.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu. (Anadolu)
Ankara (CB) - Pejabat senior
Turki pada Kamis (21/3) mengecam cuitan Presiden AS Donald Trump untuk
mensahkan penyerbuan Israel ke Dataran Tinggi Golan, yang diduduki.
"Keutuhan wilayah semua negara adalah prinsip paling mendasar hukum internasional," kata Menteri Luar Negeri Turki
"Upaya AS untuk mensahkan tindakan Israel yang bertentangan dengan hukum
internasional hanya akan mengarah ke kerusuhan lebih lanjut dan
kepedihan di wilayah ini. Turki mendukung keutuhan wilayah Suriah," ia
menambahkan, sebagaimana dikutip Kantor Berita Turki, Anadolu --yang
dipantau Antara di Jakarta, Jumat siang.
Juru Bicara Presiden Suriah, Ibrahim Kalin, juga mengutuk pernyataan yang tak masuk akal itu.
"Keutuhan wilayah semua negara dilindungi berdasarkan hukum internasional," kata Kalin di dalam satu cuitan.
"Pemerintah AS @realDonaldTrump berusaha mensahkan tindakan tidak sah
Israel mengenai Dataran Tinggi Golan tak berarti apa-apa selain
mendukung kebijakan pendudukan Israel dan memperdalam konflik di wilayah
ini," tambah Kalin.
Pada Kamis pagi, Trump mengatakan dalam satu cuitan "sudah tiba waktunya
untuk mengakui kendali Israel atas Dataran Tinggi Golan, yang diduduki.
Momentum Kongres telah terbentuk di Capitol Hill bagi perubahan, dan
Departemen Luar Negeri AS pekan lalu mengubah sebutannya untuk pertama
kali mengenai wilayah sengketa tersebut, dan merujuknya sebagai "yang
dikuasai Israel" dan bukan istrilah sebelumnya "yang diduduki Israel".
Israel telah lama mendorong Washington agar mengakui klaimnya atas
wilayah itu, yang direbutnya dari Suriah selama Perang Enam Hari 1967.
Israel menduduki dua-pertiga Dataran Tinggi Golan sebagai akibat de
fakto dari konflik. Israel secara resmi mencaplok wilayah tersebut pada
1981 --tindakan yang dengan bulan ditolak pada saat itu oleh Dewan
Keamanan PBB.
AS untuk pertama kali menyampaikan penentangan terhadap resolusi tahunan
PBB yang mengutuk kekuasaan Israel atas Dataran Tinggi Golan pada
November. Secara keseluruhan, 151 negara memberi suara dukungan, dan
cuma Israel bersama AS yang memberi suara menentangnya.
WASHINGTON
- Kepala Staf Gabungan Militer Amerika Serikat (AS) Jenderal Joseph
Dunford mengatakan sistem pertahanan rudal S-400 buatan Rusia yang akan
dioperasikan Turki sulit berekonsiliasi dengan pesawat jet tempur
siluman F-35. Dia berharap dapat menemukan solusi untuk perselisihan
dengan Turki atas pembelian senjata pertahanan Moskow itu.
"Posisi
kami telah dibuat sangat jelas untuk Turki, dan kami berharap bahwa
kami dapat menemukan cara untuk menyelesaikan masalah sulit ini," kata
Jenderal Dunford di forum Dewan Atlantik di Washington pada hari Kamis.
"Baik
cabang eksekutif dan legislatif pemerintah AS akan mengalami kesulitan
merekonsiliasikan kehadiran S-400 dan jet tempur tercanggih yang kita
miliki, F-35," lanjut dia, dikutip Sputnik, Jumat (22/3/2019).
"Kami berharap bahwa kami dapat menemukan jalan keluar dari ini, tetapi ini adalah masalah yang sulit," imbuh Dunford.
Komentar
itu muncul setelah Kamis pekan lalu Menteri Pertahanan Turki Hulusi
Akar mengatakan Ankara mengharapkan pengiriman jet tempur F-35 buatan AS
pada November kendati Washington mengkritik keputusan Turki soal
pembelian sistem pertahanan udara S-400 Rusia.
Pada saat yang
sama, Ankara terus menghadapi kritik keras dari Washington terkait
dengan perjanjian pinjaman untuk pasokan sistem pertahanan S-400 Rusia
yang ditandatangani oleh kedua negara tersebut pada Desember 2017.
Kantor Kepresidenan Turki menyebut pernyataan
Presiden Recep Tayyip Erdogan terkait teror penembakan di Christchurch,
Selandia Baru, disalahartikan. (Reuters/Tumay Berkin)
Jakarta, CB -- Kantor Kepresidenan Turki menyebut pernyataan kontroversial Presiden Recep Tayyip Erdogan terkait teror penembakan di Christchurch, Selandia Baru, telah disalahartikan.
"Pernyataan
Presiden Erdogan sayangnya telah disalahartikan," ucap Direktur
Komunikasi Kantor Kepresidenan Turki, Fahrettin Altun, melalui akun
Twitter-nya, Kamis (21/3).
Menurut Altan, pernyataan itu diutarakan Erdogan "sebagai repsons
terhadap apa yang disebut-sebut sebagai manifesto yang dibuat pelaku
sebelum penembakan terjadi."
Erdogan membuat geram Australia
setelah dia mengancam akan mengembalikan setiap warga Negeri Kanguru
dalam bentuk jasad atau peti mati jika berani melakukan aksi serupa
teror Christchurch yang berbau anti-Islam.
Dalam sebuah
kampanye, Erdogan mengatakan akan mengembalikan setiap warga Australia
yang anti-Islam dalam bentuk jenazah seperti nenek moyang mereka di
Gallipoli.
Gallipoli
merupakan salah satu pertempuran yang terjadi semasa Perang Dunia I, di
mana lebih dari 8.000 pasukan Australia tewas saat menghadapi angkatan
bersenjata Kekhalifahan Ottoman, yang saat ini menjadi Turki.
Selain itu, Erdogan juga membuat gerah Selandia Baru lantaran memutar rekaman video penembakan Christchurch.
Akibat pernyataan Erdogan itu, Australia bahkan telah memanggil duta besar Turki di Canberra untuk meminta klarifikasi.
CB, Jakarta - Perdana Menteri Scott Morrison menyatakan segala opsi sudah disiapkan menanggapi pernyataan sembrono presiden Turki Recep Tayyib Erdogan yang akan memulangkan para pengunjung peringatan Hari Anzac di Gallipoli dalam peti jenazah.
Erdogan
mengeluarkan pernyataan itu sehubungan terjadinya serangan teroris
terhadap 2 masjid di kota Christchurch, Selandia Baru pada Jumat pekan
lalu, menewaskan 50 orang dan melukai puluhan orang. Menurut Scott tidak
sepantasnya Erdogan mengeluarkan pernyataan itu.
"Pernyataan
yang dibuat Presiden Turki Erdogan saya anggap sangat menyinggung warga
Australia dan sangat ceroboh dalam situasi yang sangat sensitif ini,"
kata Scott seperti dikutip dari News.coma.au, Rabu, 20 Maret 2019.
"Mereka menyakitkan hati karena mereka menghina ingatan tentang Anzac
kita dan mereka melanggar janji yang terukir di batu di Gallipoli
tentang janji Ataturk kepada ibu-ibu Anzac lainnya."
Peringatan
Gollipoli dilakukan setiap tahun oleh warga Australia dan Selandia Baru
untuk mengenang para prajurit kedua negara yang tewas dalam pertempuran
Perang Dunia Pertama untuk merebut semenanjung Gallipoli guna membuka
Dardanelle untuk dilewati pasukan angkatan laut sekutu. Tujuan utama
pasukan Australia, Selandia Baru dan Jerman adalah menguasai
Constantinople atau Istanbul saat itu yang dulu menjadi pusat
pemerintahan Dinasti Ottoman.
Peringatan hari Anzac diadakan setiap tanggal 25 April. Tahun ini juga diperingati sebagai 100 tahun persahabatan dengan Turki.
Scott menyatakan kesiapannya untuk menghadapi memburuknya hubungan kedua negara dipicu pernyataan Erdogan.
Seperti
dilansir Sydney Morning Herald, 20 Maret 2019, segala opsi yang
dimaksud Scott mulai terlihat. Di antaranya Scott memerintahkan Duta
Besar Australia untuk Turki berbciara dengan penashat presiden Erdogan
di Ankara guna mencegah perselisihan yang semakin mendalam lantaran
pernyataan yang menyerang tersebut.
Jika hasilnya tidak memuaskan, Scott diperkirakan akan mengusir Duta Besar Turki untuk Australia, Korhan Karakoc.
Badan
Nasional Keamanan Australia juga mengingatkan warga Australia untuk
berhati-hati melakukan perjalanan ke Turki untuk memperingati hari Anzac
di Gallipoli.
Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern
mengatakan, Menteri Luar Negeri Winston Peters terbang ke Turki hari ini
untuk meminta tanggapan atas pernyataan Erdogan.
"Dia pergi ke sana untuk meluruskan, berhadapan muka," kata Ardern seperti dikutip dari Sydney Morning Herald.
Menanggapi
serangan teroris di 2 masjid di Christchurch, Selandia Baru Jumat pekan
lalu, Erdogan mengatakan serangan itu sebagai ujian bagi umat Muslim
dan rakyat Australia dan Selandia Baru akan menderita jika mereka pergi
ke Turki.
"Kakek nenekmu datang dan beberapa di antara mereka
pulang dalam peti mati. Jika kamu juga datang seperti kakek nenekmu,
pastikan anda akan hilang seperti kakak nenek anda," kata Erdogan.
Pemimpin
oposisi Australia, Bill Shorten menyesalkan pernyataan Erdogan yang
disebutnya sebagai pernyataan bodoh dan menyerang di saat Selandia Baru
berduka akibat serangan teroris di 2 masjid di Christchurch.
Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardens. (Reuters/Ross Setford)
Jakarta, CB -- Wakil Perdana Menteri Selandia Baru, Winston Peters, akan bertolak ke Turki untuk meminta klarifikasi kepada Presiden Recep Tayyip Erdogan, atas pernyataan kontroversialnya terkait teror penembakan di dua masjid Kota Christchurch pekan lalu.
Perdana
Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardens, menuturkan mengutus wakilnya
yang juga merangkap sebagai menteri luar negeri itu ke Turki untuk
meminta penjelasan segera kepada Erdogan.
"Wakil PM kami akan
menghadapi komentar-komentar (Erdogan) itu di Turki. Dia (Peters) akan
meluruskan hal ini secara langsung dalam tatap muka," ucap Jacinda
kepada wartawan di Christchurch seperti dikutip Reuters, Rabu (20/3).
Langkah
itu dilakukan Selandia Baru sebagai tanggapan atas komentar Erdogan
yang mendesak Selandia Baru menerapkan hukuman mati kepada Brenton
Tarrant, warga Australia yang menjadi pelaku penembakan Christchurch.
Di hadapan ribuan warganya saat kampanye, Erdogan mengatakan Turki akan
menghukum Tarrant jika Selandia Baru enggan melakukannya.
Dalam
kampanye itu, Erdogan juga memperingatkan setiap warga Selandia Baru dan
Australia yang anti-Muslim di negaranya akan "dipulangkan dalam peti"
oleh Turki seperti yang terjadi dengan pendahulu mereka di Gallipoli.
Gallipoli
merupakan salah satu pertempuran yang terjadi semasa Perang Dunia I, di
mana lebih dari 8.000 pasukan Australia tewas saat menghadapi angkatan
bersenjata Kekhalifahan Ottoman, yang saat ini menjadi Turki.
Erdogan
juga disebut menggunakan rekaman teror penembakan Christchurch selama
kampanyenya, sebagai pengingat akan propaganda anti-Islam.
Sementara itu, di Jakarta, Peters kembali mengecam pernyataan Erdogan tersebut.
Peters menganggap Erdogan tidak cukup memahami situasi sebenarnya yang terjadi di Selandia Baru.
"Saya
bisa melihat (reaksi) Presiden Turki ketika berita (terkait
pernyataannya) itu keluar. Saya sejujurnya merasa dia tidak tahu terkait
masalah ini," kata Peters dalam pernyataan bersamanya dengan Wakil
Presiden Jusuf Kalla usai melakukan pertemuan bilateral di sela-sela
High Level Dialogue on Indo-Pacific Cooperation di Hotel Fairmont.
Peters
enggan mengomentari lebih banyak lagi pernyataan Erdogan tersebut. Dia
mengatakan pemerintahnya sedang berfokus menangani penanggulangan
pasca-teror.
Aksi teror yang dilakukan seorang warga Australia,
Brenton Tarrant, terjadi di dua masjid di Kota Christchurch pada 15
Maret 2019. Yakni Masjid Al Noor dan Masjid Linwood.
Insiden
terjadi ketika umat Islam setempat sedang bersiap untuk melaksanakan
salat Jumat. Jumlah korban meninggal akibat peristiwa itu mencapai 50
orang.
Korban luka dalam kejadian itu juga mencapai 50 orang. WNI yang menjadi
korban luka adalah Zulfirmansyah dan anaknya, dan yang meninggal dalam
insiden itu adalah Lilik Abdul Hamid.
Setelah peristiwa itu
terjadi, kepolisian Selandia Baru menangkap empat orang, terdiri dari
tiga lelaki dan seorang perempuan. Namun, baru Tarrant yang dijerat
dengan dakwaan pembunuhan dan disidangkan.
ANKARA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyamakan Brenton Tarrant, teroris pembantai 50 orang di dua masjid Selandia Baru, dengan kelompok Islamic State atau ISIS. Menurutnya, keduanya memiliki kesamaan dalam hal ideologi.
Pendapat Presiden Turki itu muncul dalam kolom opininya di surat kabar Washington Post edisi Selasa lalu.
Menurut Erdogan,
Tarrant dan ISIS memiliki tujuan sama, yakni menaklukkan Istanbul. Dia
menulis ISIS pernah menyerukan pengikutnya untuk menaklukkan Istanbul.
Sedangkan Tarrant, dalam manifestonya bersumpah menjadikan kota Turki
itu kembali dikuasai Kristen.
"Setelah
serangan Selandia Baru, pihak berwenang Turki menemukan bahwa Brenton
Harrison Tarrant, yang diduga sebagai pria bersenjata, telah mengunjungi
Turki dua kali pada 2016 dan menghabiskan waktu di berbagai bagian
negara ini," tulis Erdogan dalam kolomnya, dikutip International Business Times, Kamis (21/3/2019).
"Selain
itu, kami menetapkan bahwa Tarrant melakukan perjalanan ke sejumlah
tempat lain, termasuk Maroko, Israel dan Kroasia. Badan intelijen dan
penegak hukum Turki, bekerja sama dengan Selandia Baru dan yang lainnya,
melanjutkan upaya mereka untuk menjelaskan apa yang terjadi dan untuk
mencegah serangan masa depan," lanjut dia.
Erdogan mengecam
ekstremis kulit putih dengan mengatakan bahwa penyerang dua masjid di
Christchurch, Selandia Baru, berusaha untuk melegitimasi pandangannya
yang memutarbalikkan dan mendistorsi sejarah dunia dan kepercayaan
Kristen. "Dia berusaha menanam benih kebencian di antara sesama
manusia," tulis Erdogan.
"Jika ada, apa yang terjadi di Selandia Baru adalah produk beracun dari kebodohan dan kebencian," imbuh dia.
"Sama
sekali tidak ada perbedaan antara pembunuh yang membunuh orang tak
berdosa di Selandia Baru dan mereka yang telah melakukan teroris di
Turki, Prancis, Indonesia dan di tempat lain," paparnya.
Erdogan juga menyalahkan Eropa dan bagian lain dari dunia Barat karena diam terhadap Islamofobia dan xenophobia.
"Sebagai akibat dari pembantaian Christchurch, Barat memiliki tanggung
jawab tertentu. Masyarakat dan pemerintah Barat harus menolak
normalisasi rasisme, xenophobia dan Islamofobia, yang telah meningkat
dalam beberapa tahun terakhir. Sangat penting untuk menetapkan bahwa
ideologi yang melenceng seperti itu, seperti anti-Semitisme, sama dengan
kejahatan terhadap kemanusiaan," tulis dia.
“Kami tidak bisa
membiarkan ini lagi. Jika dunia ingin mencegah serangan di masa depan
yang serupa dengan yang terjadi di Selandia Baru, itu harus dimulai
dengan menetapkan bahwa apa yang terjadi adalah produk dari kampanye
kotor terkoordinasi," sambung Erdogan.
Pemimpin Turki itu telah
mengabaikan kritik yang meluas dengan tetap menunjukkan cuplikan video
yang direkam oleh penembak di Selandia Baru. Erdogan menggunakan rekaman
video itu untuk mengecam apa yang disebutnya sebagai peningkatan
kebencian dan prasangka terhadap Islam.
Erdogan juga mengecam
Selandia Baru dan Australia karena mengirim pasukan ke Turki dalam
kampanye Perang Dunia I Gallipoli, dan mengklaim motif mereka
berorientasi pada Islam.
Pada hari Rabu, Perdana Menteri
Australia Scott Morrison mengutuk komentar yang dibuat oleh Erdogan.
Menurutnya, komentar pemimpin Turki itu ceroboh dan sangat ofensif.
"Pernyataan
Presiden Turki Erdogan dibuat bahwa saya menganggap sangat ofensif
kepada Australia dan sangat ceroboh dalam lingkungan yang sangat
sensitif ini," kata Morrison, setelah memanggil duta besar Turki dan
menolak alasan yang ditawarkan.
"Saya mengharapkan, dan saya
telah meminta, agar komentar ini diklarifikasi, untuk ditarik. Saya
berharap itu terjadi," kata Morrison.
Iran Menyerang Basis Kelompok Oposisi Kurdi Irak Ilustrasi (REUTERS/Ako Rasheed) (REUTERS/Ako Rasheed/)
London (CB) - Seorang juru bicara pasukan angkatan bersenjata
Iran mengatakan pada Rabu bahwa tak ada operasi gabungan dengan Turki
dekat perbatasan mereka.
Untuk kedua kali, Teheran membantah ada keterlibatan dalam
serangan-serangan Turki terhadap gerilyawan Partai Pekerja Kurdi (PKK).
"Angkatan bersenjata Iran tak ikut bergabung dalam operasi bersama
dengan tentara Turki di kawasan perbatasan," kata Abolfazl Shekarchi
yang dikutip kantor berita Tasnim.
Sebelumnya, diberitakan bahwa Turki dan Iran melancarkan operasi
gabungan melawan gerilyawan terlarang PKK pada Senin (18/3), menurut
informasi dari media milik negara yang mengutip Menteri Dalam Negeri
Turki Suleyman Soylu.
"Kami mulai melancarkan operasi gabungan dengan Iran untuk melawan PKK
di perbatasan timur kami pagi ini (dan) akan mengumumkan hasilnya," kata
Soylu seperti yang dikutip Kantor Berita Anadolu. Lembaga penyiaran
negara TRT Haber juga mengutip komentarnya mengenai operasi tersebut.
Militer Turki kerap melancarkan serangan udara terhadap gerilyawan PKK
di Irak Utara dan menggelar operasi penangkapan terhadap terduga anggota
kelompok tersebut di Turki. PKK dianggap sebagai kelompok teroris oleh
sejumlah negara, seperti Turki, Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Perdana Menteri Australia, Scott Morrison. (Reuters/David Gray)
Jakarta, CB -- Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, tidak terima dengan pernyataan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, yang menyinggung soal sentimen anti-Islam dalam aksi teror penembakan di Kota Christchurch, Selandia Baru.
Dia mengancam akan mempertimbangkan untuk meninjau ulang hubungan
Negeri Kanguru dengan Turki jika pernyataan itu tidak dicabut.
"Pernyataan
yang disampaikan oleh Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, menurut
saya sangat menyinggung bangsa Australia dan sangat ceroboh di waktu
yang sensitif seperti saat ini," kata Morrison, seperti dilansir AFP, Rabu (20/3).
Morrison
menyatakan dia sudah memanggil Duta Besar Turki untuk Australia, guna
meminta klarifikasi. Dia menyatakan enggan menerima permintaan maaf dari
sang diplomat.
"Saya berharap dan telah meminta supaya pernyataan ini diklarifikasi dan ditarik," ujar Morrison.
Sedangkan Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, enggan
menanggapi terlalu jauh pernyataan Erdogan. Namun, dia mengatakan Wakil
PM, Winston Peters, akan melawat ke Turki untuk menyampaikan sikap
mereka.
"Wakil perdana menteri akan mengkonfrontasi pernyataan itu di Turki. Dia akan menyelesaikannya secara tatap muka," kata Ardern.
Dalam
ajang kampanye pemilihan kepala daerah di Antalya, Erdogan menayangkan
rekaman teror penembakan di Selandia Baru yang dilakukan warga Australia
Brenton Tarrant, dengan alasan sebagai pengingat akan propaganda
anti-Islam. Erdogan turut menyitir isi manifesto Tarrant yang ditulis
sebelum beraksi yang menyatakan hendak mengusir bangsa Turki dari Eropa.
Erdogan
mengancam bakal memerangi pihak-pihak yang hendak menebar teror
anti-Islam di Turki. Dia juga menyinggung soal peristiwa Pertempuran
Gallipoli pada 1915 dalam Perang Dunia I.
Saat
itu pasukan Kekhalifahan Ottoman menaklukkan pasukan Inggris,
Australia, dan Selandia Baru yang hendak menguasai kota itu. Tercatat
ada delapan ribu pasukan Australia meninggal dalam pertempuran itu.
Erdogan
menyatakan warga asing yang hendak menebar teror anti-Islam bakal
menghadapi nasib sama seperti pasukan Inggris, Australia, dan Selandia
Baru dalam pertempuran Gallipoli.
"Kami sudah berada di sini seribu tahun, dan akan terus di sini hingga
kiamat. Insya Allah. Buyut kalian datang dan pulang dalam peti mati.
Saya tidak ragu kalian juga bakal bernasib sama seperti itu," ujar
Erdogan.
Seorang wanita menangis di dekat Masjid
Al Noor di Christchurch, Selandia Baru, Minggu (17/3/2019). ANTARA
FOTO/REUTERS/Jorge Silva/pras.
Christchurch (CB) - Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern
pada Rabu mengatakan bahwa Menteri Luar Negeri Winston Peters akan
pergi ke Turki untuk "menanggapi" komentar yang dikeluarkan oleh
Presiden Turki Tayyip Erdogan mengenai pembunuhan sekitar 50 orang di
masjid-masjid di Christchurch.
Warga Australia Brenton Tarrant (28), seorang tersangka supremasi kulit
putih, didakwa melakukan pembunuhan pada Sabtu, setelah seorang pria
bersenjata melepas tembakan di dua masjid pada waktu shalat Jumat.
Erdogan -- yang sedang berusaha menghidupkan dukungan bagi partai AK,
yang berakar-Islami untuk pemilihan daerah pada 31 Maret-- mengatakan
Turki akan memberi perhitungan kepada tersangka apabila Selandia Baru
tidak melakukannya.
Komentar tersebut disampaikan dalam kampanye dengan menyertakan tayangan
rekaman penembakan yang diduga disebarkan di Facebook oleh pria
bersenjata itu.
Ardern mengatakan Peters akan meminta penjelasan penting.
"Wakil perdana menteri kami akan menentang komentar tersebut di Turki,"
kata Ardern kepada wartawan di Christchurch. "Dia akan di sana untuk
mencatat langsung, berhadap-hadapan."
Peters sebelumnya mengecam penyiaran rekaman penembakan yang disebutnya dapat membahayakan warga Selandia Baru di luar negeri
Selain campur tangan Peters, inti sari dari manifesto Tarrant kembali
ditayangkan sekilas dalam kampanye Erdogan pada Selasa, termasuk gambar
saat pria bersenjata itu memasuki salah satu masjid dan menembaki sambil
mendekati pintu.
Sementara itu Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan dia
memanggil Duta Besar Turki untuk suatu pertemuan dan pada kesempatan
tersebut meminta komentar Erdogan dihapus dari lembaga penyiaran negara
Turki.
"Saya akan menunggu untuk melihat tanggapan dari pemerintah Turki
sebelum mengambil tindakan lebih lanjut, tetapi dapat saya sampaikan
kepada Anda bahwa semua pilihan telah tersedia," kata Morisson kepada
para wartawan di Canberra.
Morisson mengatakan bahwa dubes Turki untuk Australia dijadwalkan
mengadakan rapat dengan anggota pemerintahan Erdogan pada Rabu,
sebagaimana diberitakan Reuters.
Morisson mengatakan bahwa Canberra juga mempertimbangkan ulang untuk
membuat peringatan perjalanan bagi warga Australia yang merencanakan
perjalanan ke Turki.
Hubungan antara Turki, Selandia Baru dan Australia pada umumnya baik.
Ribuan warga Australia dan Selandia Baru setiap tahun bepergian ke Turki
untuk mengadakan doa kenangan perang.
Lebih seabad lampau, ribuan tentara dari Pasukan Australia dan Selandia
Baru (ANZAC) berjuang di luar negeri, tepatnya di pesisir sempit di
Gallipoli dan malangnya, merenggut 130.000 nyawa.
Kawasan tersebut menjadi situs peziarahan untuk menghormati mereka
bersemanyam di pemakaman yang berjarak setengah lingkar bumi, pada
peringatan hari ANZAC setiap 25 April.
CB, Jakarta - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan meminta Selandia Baru menerapkan hukuman mati bagi teroris penembakan di Christchurch.
Erdogan juga memperingatkan Turki akan membalas aksi pelaku jika Selandia Baru tidak menghukum mati.
Terdakwa
teroris, Brenton Tarrant, warga Australia berusia 28 tahun, didakwa
dengan pasal pembunuhan pada Sabtu kemarin setelah dirinya menyerang dua
masjid di Christchurch saat salat Jumat.
"Anda membunuh 50 saudara kami dengan kejam. Anda akan membayar untuk
ini. Jika Selandia Baru tidak membalas aksi Anda, kami tahu bagaimana
membuat Anda membayar dengan satu atau lain cara," kata Erdogan
mengancam pelaku, dikutip dari Reuters, 20 Maret 2019.
Erdogan
juga menyatakan Turki membuat kesalahan karena menghapus hukuman mati
15 tahun yang lalu. Dia mengatakan Selandia Baru harus membuat
pengaturan hukum sehingga pelaku teror Christchurch dapat menghadapi
hukuman mati.
"Jika parlemen Selandia Baru tidak membuat keputusan
ini, saya akan terus berdebat dengan mereka terus-menerus. Tindakan
yang perlu perlu diambil," katanya.
Ringkasan
dari manifesto Brenton ditampilkan di layar pada rapat umum
Erdogan Selasa kemarin, beserta cuplikan singkat pria bersenjata itu
memasuki salah satu masjid dan menembak ketika dia mendekati pintu
masjid.
Erdogan mengatakan, menurut manifesto, pelaku penembakan di Christchurch
mengeluarkan ancaman terhadap Turki dan presidennya, serta ingin
mengusir orang-orang Turki dari wilayah barat laut Turki, Eropa.
Pengunjuk rasa membawa poster menentang
kekerasan dan xenofobia di luar gedung pengadilan di Johannesburg,
Afrika Selatan, saat empat terdakwa disidang atas pembunuhan seorang
warga Mozambik. Sejumlah gambar yang memperlihatkan sejumlah pria
memukuli dan menusuk warga Mozambik Emmanuel Sithole di siang hari
bolong disiarkan di harian lokal da memicu seruan kepada polisi untuk
melakukan tindakan lebih untuk melindungi para imigran. (REUTERS/Mike
Hutchings)
Washington (CB) - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada
Selasa (19/3) mendesak Barat agar bangkit melawan rasisme, xenofobia dan
Islamfobia setelah serangan teroris di Selandia Baru.
Di dalam satu artikel yang disiarkan di surat kabar Washington Post,
Erdogan mengatakan setelah pembantaian di Christchurch, Barat memiliki
"tanggung-jawab tertentu".
"Pemerintah dan masyarakat Barat harus menolak normalisasi rasisme,
kebencian kepada orang asing dan Islamfobia, yang telah meningkat dalam
beberapa tahun belakangan ini," kata Erdogan sebagaimana dikutip Kantor
Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu siang.
"Penting untuk menegaskan bahwa ideologi pelintiran, seperti
anti-Semitsme, meningkat jadi kejahatan terhadap umat manusia."
Sedikitnya 50 orang Muslim wafat ketika seorang tersangka teroris
menembaki orang yang sedang Shalat Jumat di Masjid An-Nur dan Linwood di
Christchurch.
Brenton Harrison Tarrant, warga Australia yang berusia 28 tahun, didakwa melakukan pembantaian.
"Kita harus mengungkapkan pada semua aspek mengenai apa yang terjadi dan
sepenuhnya memahami bagaimana teroris menjadi radikal dan hubungannya
dengan kelompok teroris guna mencegah tragedi pada masa depan," kata
Erdogan.
Ia menyatakan semua pemimpin Barat harus belajar dari "keberanian,
kepemimpinan dan ketulusan" atas Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda
Ardern dan merangkul orang Muslim yang tinggal di negerinya.
Pembantaian tersebut disiarkan langsung di media sosial, dan disertai
oleh penyiaran pernyataan terbuka yang rasis serta Islamfobi yang juga
menyerang Turki dan presidennya.
Erdogan mengatakan ada banyak rujukan sejarah mengenai senjata pembunuh
dan dalam pernyataan terbuka. "Jumlah waktu yang ia sebutkan mengenai
Turki dan diri saya mengundang perhatian dan pertimbangan yang lebih
dalam."
Tarrant berusaha mensahkan pandangannya dengan menyimpangkan sejarah
dunia, kepercayaan Kristen dan berusaha menyebar benih kebencian di
kalangan umat manusia, kata presiden Turki itu.
"Sebagai seorang pemimpin yang telah berulangkali menegaskan bahwa
terorisme tak memiliki agama, bahasa atau ras, saya dengan tegas menolak
setiap upaya untuk mengaitkan serangan teroris pekan lalu dengan
ajaran, moral atau ujaran Kristen," katanya. "... Apa yang terjadi di
Selandia Baru adalah produk beracun ketidak-tahuan dan kebencian."
Erdogan menyamakan ideologi penyerang Christchurch dengan kelompok teror
Da'esh, yang menyerukan "penaklukan" Istanbul seperti Tarrant berjanji
di dalam pernyataan terbukanya untuk membuat kota Turki itu "secara
benar menjadi milik Kristen lagi".
"Sehubungan dengan ini, kita harus menetapkan bahwa benar-benar tak ada
perbedaan antara pembunuh yang membunuh orang yang tak berdosa di
Selandia Baru dan mereka yang telah melancarkan aksi teroris di Turki,
Prancis, Indonesia dan negara lain," tulis presiden Turki tersebut.
Erdogan berpendapat Islamfobia dan xenofobia diterima dengan kebungkaman di Eropa dan belahan lain dunia Barat.