Tampilkan postingan dengan label THAILAND. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label THAILAND. Tampilkan semua postingan

Rabu, 11 Juli 2018

Seluruh Korban di Gua Thailand Diselamatkan


Seluruh Korban di Gua Thailand Diselamatkan
Dua belas remaja anggota tim sepak bola Wild Boars bersama satu pelatihnya berhasil diselamatkan setelah terjebak di Gua Tham Huang, Thailand, selama dua pekan. (Reuters/Athit Perawongmetha)


Jakarta, CB -- Dua belas remaja anggota tim sepak bola Wild Boars bersama satu pelatihnya berhasil diselamatkan setelah terjebak di Gua Tham Luang, Thailand, selama dua pekan.

"Kedua belas anggota Wild Boars dan pelatihnya sudah keluar dari gua dan mereka selamat," demikian pernyataan unit angkatan laut Thailand melalui akun Facebook mereka, Selasa (7/7).

Para pemain sepak bola tim lokal Wild Boars berusia 11-16 tahun itu mengunjungi gua tersebut bersama seorang pelatih mereka setelah melakukan latihan rutin pada 23 Juni lalu.


Thailand langsung menerjunkan pasukan penyelamat untuk mengevakuasi para remaja tersebut. Kesulitan utama penyelamatan ini adalah letak gua yang berada di kedalaman 600 meter di bawah permukaan tanah.



Selain medan sempit dan sulit dijangkau, curah hujan tinggi juga membuat tim penyelamat kesulitan mengevakuasi anak-anak lantaran sebagian gua terendam banjir.

Salah satu relawan sekaligus mantan angkatan laut Thailand, Saman Guman, bahkan tewas saat melakukan misi penyelamatan.

Sejumlah relawan dari negara-negara di Eropa, Asia, Australia, dan Amerika Serikat pun mengulurkan tangan mereka.



Credit  cnnindonesia.com




Jumat, 22 Juni 2018

Mantan PM Thailand Yingluck Tanggapi Tuduhan Korupsi


Yingluck Sinawathra
Yingluck Sinawathra
Foto: Reuters

Yingluck digulingkan dari kursi Perdana Menteri Thailand pada 2014 oleh tentara




CB, BANGKOK -- Mantan Perdana Menteri (PM) Thailand Yingluck Shinawatra pada Kamis (21/6) membuat tanggapan terbuka pertama di media sosial sejak melarikan diri dari negara itu pada Agustus. Tanggapan tersebut disampaikannya selama sidang pidana kealpaan yang akhirnya menjatuhkannya hukuman lima tahun penjara.

Yingluck, yang pemerintahan terpilihnya digulingkan pada 2014 oleh tentara, yang masih mengendalikan Thailand, membantah tuduhan atas penanganan pembelian beras, yang menyebabkan kerugian miliaran dolar AS. "Ini adalah ulang tahun pertama, yang saya habiskan di luar negeri," kata Yingluck di akun Facebook resminya, mengucapkan terima kasih kepada rakyat Thailand pada ulang tahunnya, yang ke-51.

"Saya ingin berterima kasih kepada rakyat Thailand karena masih memikirkan saya," tambahnya. Dia juga membarui foto di Twitter dan Instagram resminya.

Keluarga Shinawatra tetap berpengaruh dalam politik Thailand, meskipun ada upaya oleh militer untuk menghilangkan pengaruh mereka. Partai yang bersekutu dengan Thaksin menang dalam setiap pemilihan umum sejak 2001 dengan menampakkan dirinya kepada pemilih lebih miskin.

Yingluck meninggalkan negeri itu Agustus lalu, beberapa hari sebelum Mahkamah Agung memberi putusan pada kasusnya. Sumber di Puea Thai Party mengatakan dia melarikan diri ke London melalui Dubai, tempat saudaranya, hartawan mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra, memiliki rumah.

Thaksin, yang berkuasa sejak 2001 hingga ia digulingkan dalam kudeta 2006, membuat banyak musuh di kalangan elit yang berbasis di Bangkok, yang menuduhnya melakukan nepotisme dan korupsi.

Yingluck dilarang berpolitik selama lima tahun oleh junta pada 2015. Sejak melarikan diri dari Thailand tahun lalu, ia telah muncul bersama Thaksin, terutama di Cina, Jepang, Singapura, dan Amerika Serikat pada tahun ini.

Thaksin juga tinggal di pengasingan setelah melarikan diri dari tuduhan korupsi pada 2008, yang katanya bermotif politik.




Credit  republika.co.id






Kamis, 21 Juni 2018

PM Thailand: Pemilu akan Digelar Setelah Penobatan Raja



Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha. REUTERS
Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha. REUTERS

CB, Jakarta - Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha, mengatakan pada Selasa 19 Juni kemarin, bahwa pemerintah junta militernya akan mengadakan pemiliu setelah upacara penobatan raja Thailand yang baru. Pernyataan Prayuth Chan-ocha ini menimbulkan keraguan baru terhadap janjinya untuk menggelar pemilu pada Februari mendatang.
Junta merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih pada Mei 2014 dan telah berulang kali menunda tanggal yang dijanjikan untuk pemilu. Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengatakan pemerintahannya sedang mempersiapkan penobatan Raja Maha Vajiralongkorn Bodindradebayavarangkun, dan mengumumkan bahwa pemilu akan berlangsung hanya setelah upacara.

Ini menimbulkan keraguan, pasalnya, tidak ada tanggal yang ditetapkan untuk penobatan, sehingga waktu pemilu juga dipertanyakan. Putra Mahkota Vajiralongkorn mengambil alih tahta setelah kematian ayahnya pada tahun 2016.
"Hal yang paling penting yang sekarang dipertimbangkan pemerintah junta (NCPO) adalah membuat persiapan untuk upacara penobatan kerajaan. Jangan lupa, semua orang Thailand, ini adalah masalah penting," kata Prayuth seperti dilaporkan Associated Press, 20 Juni 2018.

Pernyataan Prayuth tentang pemilu Thailand sebagai tanggapan atas pertanyaan wartawan terkait apakah pemilu akan digelar sebelum penobatan atau tidak. Lantas Prayuth menjawab "Setelah, tentu saja" dan "Setelah penobatan kerajaan" saat ia ditemui media dalam jumpa pers.
Chaturon Chaisaeng, menteri pendidikan di pemerintahan yang digulingkan oleh kudeta 2014, mengatakan bahwa karena perdana menteri tidak mengatakan kapan penobatan akan berlangsung, pengumuman itu belum menjadi masalah politik.

“Ketika penobatan akan dilakukan tergantung pada keinginan raja dan pemerintah karena tidak ada yang tahu, seperti sekarang, kapan itu digelar. Jika itu digelar segera, misalnya jauh sebelum pemilu, pemilu akan berlangsung seperti biasa,” tutur Chaturon.
"Saat ini semua orang menunggu untuk mendengar kapan penobatan akan berlangsung," tambah eks menteri Thailand tersebut.






Credit  tempo.co




Rabu, 20 Juni 2018

Lembaga HAM Desak Prancis - Inggris Tuntut Junta Militer Thailand


PM Thailand, Prayuth Chan-ocha. AP
PM Thailand, Prayuth Chan-ocha. AP

CB, Jakarta - Aktivis Hak Asasi Manusia mendesak Inggris dan Perancis untuk menekan pemerintah Thailand lantaran semakin memburuknya hak asasi manusia di Thailand hingga penyelenggaraan pemilu yang benar-benar adil. Thailand yang dipimpin Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, mantan panglima militer yang menggulingkan pemerintah terpilih dalam kudeta 2014, telah berjanji untuk memulihkan demokrasi tetapi menunda kembali tanggal pemilu beberapa kali dan menolak untuk mentoleransi perbedaan pendapat.
"Perdana Menteri Inggris, Theresa May dan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, harus dengan tegas mengungkapkan keprihatinan mendalam mereka tentang memburuknya keadaan hak asasi manusia", tegas Brad Adams, Direktur Human Rights Watch Asia, seperti dilaporkan Reuters, 19 Juni 2018.

"Mereka harus menjelaskan kepada Jenderal Prayuth bahwa tidak akan ada bisnis sampai Thailand mengadakan pemilihan yang bebas dan adil, mendirikan pemerintahan sipil yang demokratis, dan menghormati hak asasi manusia," tambah Brad.
Pemerintah telah menetapkan pemilihan umum pada Februari. Juru bicara pemerintah Thailand, Sansern Kaewkamnerd, mengatakan pihak berwenang sangat menghormati hak.
"Saat ini, Thailand menghormati hak asasi manusia tidak kurang dari negara lain," kata Sansern.
Sekutu Thailand dari negara barat mengkritik kudeta Prayuth tahun 2014, yang terjadi setelah satu dekade kekacauan politik yang telah membawa dua kudeta dan protes jalanan berdarah.

Uni Eropa memutuskan hubungan dengan Thailand setelah kudeta tetapi pada Desember lalu kembali melanjutkan hubungan politik di semua tingkatan. Uni Eropa adalah mitra dagang terbesar ketiga Thailand setelah Cina dan Jepang. Thailand adalah mitra dagang terbesar ketiga Uni Eropa di ASEAN.

Sekitar 300 aktivis Pro Demokrasi Thailand berunjuk rasa sambil mengenakan topeng Pinocchio dengan wajah PM Prayuth Chan-ocha di Universitas Thammasat, Sabtu, 24 Februari 2018. Reuters
Prayuth akan bertemu May di London pada 20 Juni, sebelum dia menuju ke Prancis dan singgah di markas Airbus di kota Toulouse. Prayuth dan Macron akan meneken perjanjian antara Thai Airways dan Airbus untuk membuka pusat perawatan dan perbaikan pesawat di Bandara sipil-militer U-Tapao, tenggara Bangkok, Thailand.
Thailand juga akan menyelesaikan pembelian satelit observasi senilai US $ 215 juta atau Rp 3.000 triliun dari Airbus, ungkap Wakil Perdana Menteri Thailand, Somkid Jatusripitak. Menurut pemerintah, satelit bermanfaat termasuk untuk pertanian dan keamanan nasional. Namun lembaga hak asasi manusia mendesak Prancis dan Inggris untuk membatalkan perjanjian hingga pemerintah junta militer Thailand mengembalikan demokrasi dan menghargai hak asasi.

Dilansir dari situs resmi Human Right Watch, lembaga hak asasi mendesak Prancis dan Inggris untuk mendesak pemerintahan junta militer agar memenuhi tujuh tuntutan, yakni mengakhiri penggunaan kekuasaan yang kejam dan tidak akuntabel di bawah bagian 44 dan 48 dari konstitusi sementara 2014; Mengakhiri pembatasan pada hak atas kebebasan berekspresi, berserikat, dan berkumpul secara damai; Mencabut larangan kegiatan politik; Membebaskan semua oposisi dan kritikus yang ditahan karena kritik damai terhadap junta; membatalkan tuduhan hasutan dan tuntutan hukum kriminal lainnya yang terkait dengan oposisi damai terhadap kekuasaan militer; Mengalihkan semua kasus sipil dari pengadilan militer ke pengadilan sipil yang memenuhi standar persidangan yang adil; dan memastikan lingkungan yang aman dan kondusif bagi para pembela hak asasi manusia.

Junta militer telah secara rutin memberlakukan sensor dan memblokir diskusi publik tentang keadaan hak asasi manusia dan demokrasi di Thailand. Ratusan aktivis dan oposisi telah dituntut atas tuduhan kriminal seperti penghasutan, kejahatan yang berkaitan dengan komputer, dan lese majeste untuk. Pertemuan umum yang melibatkan lebih dari lima orang dan kegiatan pro-demokrasi juga dilarang.
Lebih dari 100 aktivis pro-demokrasi baru-baru ini menghadapi tuntutan, beberapa di antaranya juga dikenakan tuduhan mengada-ada, karena menuntut pemerintah harus mengadakan pemilihan yang dijanjikan tanpa penundaan lebih lanjut dan mencabut semua pembatasan pada kebebasan berpendapat.
Jenderal Prayut pada September 2016 mencabut peraturan yang memberdayakan pengadilan militer untuk mengadili warga sipil. Tetapi pencabutan itu tidak tidak efektif dan tidak mempengaruhi 1.800 lebih kasus pengadilan militer yang telah diajukan terhadap warga sipil, yang mayoritas aktivis pro-demokrasi, politisi, pengacara, dan pembela hak asasi manusia Thailand.





Credit  tempo.co




Rabu, 23 Mei 2018

Protes Sambut Empat Tahun Pemerintahan Junta Thailand


Protes Sambut Empat Tahun Pemerintahan Junta Thailand
Pemerintahan junta Prayuth Chan-O-Cha dihadapkan pada protes, bertepatan dengan empat tahun peringatan kudeta Thailand. (REUTERS/Stringer)


Jakarta, CB -- Polisi Thailand mencegah gerak jalan demonstran ke Gedung Pemerintah untuk memperingati empat tahun kekuasaan militer, Selasa (22/5), salah satu tindak perlawanan terbesar sejak angkatan bersenjata merebut kendali negara.

Ratusan pegiat pelajar dan pendukung 'Kaos Merah' paruh baya membawa spanduk, bendera Thailand dan kipas bergambar karikatur perdana menteri serupa "Pinocchio", saat mereka berkumpul di hadapan blokade polisi yang menghalangi pergerakan ke kantor pemerintah di Bangkok.

Ketidakpuasan atas pemerintahan Junta membara di Thailand, meski perkumpulan politik dilarang sejak kudeta menggulingkan pemerintahan demokratis Yingluck Shinawatra pada 22 Mei 2014.



Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha, yang memimpin penggulingan pemerintahan Yingluck, menyiratkan pemilihan umum akan digelar pada Februari tahun depan.

Namun, rencana rentang waktu untuk kembali ke demokrasi kerap tak terealisasi dan kesabaran masyarakat atas pemerintahan junta semakin tipis.

"Ini adalah peringatan empat tahun kudeta dan saya pikir sekarang saatnya untuk perubahan," kata Rangsiman Rome, salah satu pemimpin protes yang dikutip AFP.

"Kami tidak mau memprotes. Demonstrasi panas, melelahkan. Tapi kami tidak punya pilihan untuk membuat mereka mendengarkan kami."

Dia mengatakan protes ini terinspirasi kemenangan mengejutkan Mahathir Mohamad di Malaysia atas Perdana Menteri Najib Razak yang dipandang lebih otoriter.

Para demonstran menginap semalam di Thammasat University, pusat historis gerakan pro-demokrasi Thailand dan lokasi operasi berdarah militer yang mendominasi perpolitikan Thailand.

Protes jalanan kerap dilakukan di Thailand dan demonstrasi sering kali dilakukan dengan sangat berhati-hati untuk menghindari konfrontasi langsung dengan aparat berwenang.

Kelelahan Junta

Orang nomor dua di pemerintahan Junta, Prawit Wongsuwan, mengatakan kepada wartawan bahwa para demonstran "tidak boleh berjalan" ke Gedung Pemerintah, dan seorang juru bicara polisi menyebut pedemo yang menembus blokade diancam hukuman enam tahun penjara.

"Jika mereka memutuskan untuk menggunakan cara paksa, tidak ada lagi yang bisa kita lakukan," kata Anuthee Dejthevaporn (30), salah seorang demonstran.

"Kami ingin pemilu. Tidak ada jaminan hal itu bisa digelar pada Februari."

Empat tahun setelah kudeta, Thailand masih terpecah.

Sebagian besar masyarakat--termasuk kelas menengah Bangkok--lelah atas kekuasaan konservatif militer yang banyak ikut campur di kehidupan sehari-hari warga Thailand sementara kesenjangan sosial terus melebar.

Prayut, yang mendapat dukungan dari elite pendukung kerajaan Bangkok, mengatakan dirinya terpaksa merebut kekuasaan untuk memulihkan politik pedas Thailand dan memulai kembali perekonomian yang dirundung korupsi serta protes.

Yingluck dan Thaksin bersaudara, juga para sekutunya, semua memenangkan pemilu Thailand sejak 2011.

Namun, pemerintah dihantam dua kudeta dan proses hukum tanpa akhir terhadap Yingluck dan Thaksin. Keduanya kini telah melarikan diri ke luar negeri untuk menghindari hukuman penjara.

Prayut selama ini melarang perkumpulan politik lima orang atau lebih, dan membungkam kritik dengan hukum serta pengawasan ketat terhadap para pegiat terkemuka.

Dalam rentang empat tahun ini, dewan nasional yang dibentuk junta menandatangani konstitusi baru yang mengikat pemerintahan terpilih kelak pada rencana jangka 20 tahun.

Konstitusi juga menciptakan kamar atas parlemen dan proses pengecekan lain pada pemerintahan sipil yang akan datang. Para analis menilai langkah itu merupakan serangan terang-terangan pada basis politik Shinawatra.

Prayut selama ini disibukkan merebut dukungan dari para pendukung Shinawatra di timur laut Thailand.

Masih belum jelas seberapa besar kesetiaan masyarakat terhadap partai keluarga Shinawatra, Pheu Thai, sementara Thaksin dan Yingluck terasing di luar negeri.





Credit  cnnindonesia.com






Prayuth: Pemilu Digelar Awal 2019


Prayuth: Pemilu Digelar Awal 2019
Prayuth: Pemilu Digelar Awal 2019. (Koran SINDO).


BANGKOK - Empat tahun setelah kudeta militer, pemerintahan junta Thailand belum menunjukkan sinyal akan menggelar pesta demokrasi. Perdana Menteri (PM) Prayuth Chan-Ocha justru menunda kembali pemilu dan berjanji akan menggelarnya pada awal 2019.

Padahal, Thailand sudah terbelah dalam dua kubu politik. Mereka yang berpihak kepada pemerintahan junta, dan mereka yang menentangnya. Segala upaya pemerintahan junta untuk melakukan reformasi dan rekonsiliasi hanya menjadi janji manis semata. Pemilu sebagai solusi Thailand juga selalu ditunda.

“Saya sudah mengatakan kalau semuanya harus mengikuti langkah saya dan pemilu akan digelar pada awal 2019,” kata Prayuth kemarin dilansir Reuters. “Pemilu tidak akan digelar secepatnya,” imbuhnya.

Prayuth telah berjanji menggelar pemilu sejak 2015, tapi janji itu terus menerus ditunda. Itulah yang dipermasalahan oleh kubu pro-demokrasi. “Orang-orang itu (para demonstran) telah menunjukkan pandangan mereka berulang kali dan kita tidak akan mengambil sikap apa yang mereka katakana dengan kemampuan kita,” terangnya.

Hal itu menjadi jawaban atas tuntutan ratusan demonstran anti-pemerintah yang menggelar aksi kemarin di Bangkok. Belum ada kepastian tanggal kapan pemilu akan digelar. Hanya saja, kabar yang beredar pemilu akan digelar pada Februari mendatang.

Para demonstran kemarin menggelar aksi menuju kantor perdana menteri dan berangkat dari Universitas Thammasat. Namun, mereka dihadang ratusan polisi yang berseragam hitam. Aksi unjuk rasa itu termasuk jarang dilaksanakan. Demonstrasi itu menandai empat tahun peringatan kudeta yang dipimpin Prayuth saat menjadi panglima militer.

Sementara delapan pemimpin pro-demokrasi kemarin menyerahkan diri setelah polisi memblokade aksi unjuk rasa yang menentukan pemilu dipercepat. Sekitar 500 demonstrasi berhadapan dengan 3.000 polisi yang hendak membubarkan aksi itu. Para demonstrasi ingin pemilu tetap dilaksanakan pada November tahun.

Aksi itu dilaksanakan di tengah kekuasaan militer yang mengekang kebebasan berbicara dan berekspresi di Thailand. Kelompok pemerhati hak asasi manusia (HAM) menyatakan pemerintahan junta militer menyalahgunakan undang-undang yang represif untuk menekan kaum pro-demokrasi.

Para demonstran membawa bendera Thailand dan kartun bergambang Prayuth dengan hidung panjang seperti Pinokio. Mereka sebenarnya berusaha menekan polisi, tetapi aksi itu gagal. Kawasan di sekitar kantor PM dan pemerintahan dideklarasikan sebagai zona larangan demonstrasi. Pemerintah junta juga melarang warganya untuk berdemonstrasi atau berkumpul lebih dari empat orang.

Rangsiman Rome, 26, pemimpin demonstran yang menyerahkan diri ke polisi, menyerukan aktivis untuk kembali ke rumah. “Kita telah sukses,” kata Rangsiman. Demonstrasi ini, kata dia, seharusnya menguatkan rakyat Thailand untuk bahu membahu melanjutkan perjuangan.

Dua demonstran ditangkap di dekat kantor pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Polisi mengatakan mereka melanggar hukum, tetapi aparat keamanan tidak menjabarkan dengan detail.Pemerintahan Junta Militer Thailand mengatakan mereka akan menjatuhkan dakwaan terhadap lima pemimpin demonstrasi yang menggelar pertemuan ilegal.

Pemerintahan junta kini menghadapi persepsi buruk berdasarkan jajak pendapat internasional dan domestik. Deputi PM Prawit Wongsuwan membela diri atas apa saja yang dilakukan junta militer. “PM telah bekerja keras. Selama empat tahun, pemerintahan telah bekerja setiap hari,” kata Prawit.

Namun, Suchada Saebae, 55, pedagang di pasar, mengaku tidak setuju. “Saya pikir pemerintahan junta telah melakukan pekerjaan sampah selama empat tahun terakhir,” jelasnya Suchada. 

Amnesty International mengatakan pemerintahan junta menggunakan undang-undang represif untuk mengekang kritik. “Otoritas terus menggunakan hukum represif dan dekrit untuk menarget pembela HAM, aktivis, dan oposisi. Padahal, mereka mempertahankan kebebasan berekspresi dan berkumpul,” kata Amnesty International.

Junta melarang kampanye politik atau pertemuan politik lebih dari lima orang. Siapa yang melanggar akan dijebloskan ke penjara. Tapi, demonstrasi berulang kali digelar oleh pendukung mantan PM Thaksin Shinawatra atau aktivis muda yang tidak sepakat dengan junta.

“Jika kamu percaya dengan prinsip dasar demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM). Kamu tidak akan mampu sepakat dengan junta memimpin negara ini,” kata pemimpin demonstrasi, Nuttaa Mahattana.

Dalam pandangan pakar politik dari Universitas Chulalongkorn, Thitinan Pongsudhirak, junta berkuasa dengan mengumbar janji untuk reformasi, rekonsiliasi, dan pemberantasan korupsi. Tapi, ketiga hal yang dijanjikan itu belum ada yang terwujud.



Credit  sindonews.com




Pemimpin protes Thailand serahkan diri ke polisi


Pemimpin protes Thailand serahkan diri ke polisi
Pengunjuk rasa anti pemerintah berkumpul dekat sebuah kertas karton yang mengejek Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-o-cha sebagai Pinokio dalam unjuk rasa menuntut pemerintahan militer mengadakan pemilihan umum pada bulan November di Bangkok, Thailand, Selasa (22/5/2018). (REUTERS/Athit Perawongmetha)



Bangkok (CB) - Delapan pemimpin protes pro demokrasi Thailand menyerahkan diri ke polisi pada Selasa setelah polisi memblokir aksi pawai yang diadakan untuk memperingati kudeta tahun 2014 serta tuntutan mereka bagi pemilihan awal.

Menurut Reuters, sekitar 500 pengunjuk rasa berkumpul di dua lokasi di Bangkok untuk memperingati empat tahun sejak kudeta tersebut tetapi kalah jumlahnya dibandingkan 3.000 personel polisi dan membubarkan mereka menjelang malam.

Protes itu dilakuklan di tengah kekhawatiran terhadap militer yang memperpanjang kekuasaannya, dan kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan telah terjadi penyalahgunaan undang-undang represif untuk membungkam kritik.

Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengulangi pernyataan bahwa pemilihan umum akan diadakan tahun depan sementara para pemerotes menuntut pemungutan suara pada November.

Para demonstran, sebagian memegang bendera-bendera Thailand dan kartun Prayuth sebagai Pinokio, berangkat dari Universitas Thammasat tetapi dihalangi barisan polisi yang mengenakan seragam hitam agar mereka tidak sampai ke kantor perdana menteri di Wisma Pemerintah.

Para pemerotes berusaha mendorong polisi sepanjang hari itu.

Wisma Pemerintah dan jalan-jalan di sekelilingnya dinyatakan sebagai kawasan terlarang untuk dilintasi dan para pemerotes diperingatkan jangan membangkang larangan junta mengenai aksi protes.

Prayuth, sebagai kepala staf Angkatan Darat memimpin kudeta tahun 2014 mengakhir protes-protes di jalan raya yang telah berlangsung berbulan-bulan, menyatakan kembali pada Selasa bahwa tak ada pemilihan umum hingga tahun 2019.

"Saya sudah katakan bahwa sesuai tahapan-tahapan saya (pemilihan) akan dilangsungkan awal tahun 2019," kata Prayuth kepada wartawan.

Pihak militer telah menjanjikan pemerintahan demokrasi akan dikembalikan tapi berulang-ulang menangguhkan pemilihan-pemilihan umum.






Credit  antaranews.com




Senin, 21 Mei 2018

Thailand Selatan Kembali Diguncang Serangan Bom


Ledakan bom di Thailand Selatan.
Ledakan bom di Thailand Selatan.
Foto: Asian Correspondent

Serangan bom terjadi di 14 lokasi di empat provinsi selatan Thailand.



CB, BANGKOK --  Beberapa serangan bom yang diduga dilakukan oleh gerilyawan separatis, melukai sedikitnya tiga orang di selatan Thailand, pada Ahad (20/5) waktu setempat. Seorang militer, Kolonel Pramote Prom-in mengatakan, serangan terjadi di 14 lokasi di empat provinsi Thailand bagian Selatan.


Dilansir Reuters, serangan pada Ahad itu dilakukan dengan cara menempatkan bahan peledak di dekat mesin ATM dan cabang bank di setidaknya 14 lokasi di empat provinsi selatan. “Termasuk Yala, Pattani, dan Narathiwat, serta provinsi Songkhla,” ujar Prom-in yang juga merupakan seorang juru bicara keamanan regional, kepada Reuters.

Dia menyebut, setiap selama periode Ramadan, kekerasan di Thailand kerap terjadi. Namun, seperti kebanyakan serangan di selatan Thailand, tidak ada klaim tanggung jawab.


Sebuah pemberontakan separatis telah terjadi selama puluhan tahun yang lalu, di sebagian besar etnis Budha di Thailand, provinsi Muslim Yala, Pattani dan Narathiwat. Menurut kelompok Deep South Watch yang memantau isu kekerasan di Thailand, akibat pemberontakan itu, sebuah serangan telah merenggut nyawa hampir 7.000 orang sejak 2004,


Pemerintah sendiri berturut-turut telah mengadakan pembicaraan dengan kelompok-kelompok pemberontak. Hal itu bertujuan untuk membawa perdamaian tetapi sebagian besar diskusi terhenti, termasuk di bawah pemerintahan militer saat ini.


Yala, Pattani, dan Narathiwat adalah bagian dari kesultanan Muslim Melayu independen sebelum Thailand mencaploknya pada tahun 1909. Beberapa kelompok pemberontak di selatan mengatakan mereka berjuang untuk mendirikan negara merdeka.


Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha mengatakan kepada media lokal pada April yang lalu,  pemerintahnya telah membuat kemajuan besar dalam pembicaraan dengan pemberontak. Pembicaraan itu pun telah dimediasi oleh negara tetangga Malaysia sejak 2015.


Namun juru bicara Mara Patani, salah satu kelompok pemberontak yang berbicara dengan pemerintah, mengatakan kepada Reuters kemajuan pembicaraan itu tidak berjalan dengan baik. Pihaknya menyalahkan pemerintah Thailand karena membuat lama proses pembicaraan.






Credit  republika.co.id





Senin, 07 Mei 2018

Warga Thailand Ultimatum Junta Mundur, Gelar Pemilu November


Sekitar 300 aktivis Pro Demokrasi Thailand berunjuk rasa sambil mengenakan topeng Pinocchio dengan wajah PM Prayuth Chan-ocha di Universitas Thammasat, Sabtu, 24 Februari 2018. Reuters
Sekitar 300 aktivis Pro Demokrasi Thailand berunjuk rasa sambil mengenakan topeng Pinocchio dengan wajah PM Prayuth Chan-ocha di Universitas Thammasat, Sabtu, 24 Februari 2018. Reuters

CB, Bangkok – Ratusan warga ibu kota Bangkok, Thailand, berunjuk rasa pada Sabtu, 5 Mei 2018, mengultimatum junta militer Thailand untuk turun dan menggelar pemilihan umum pada 2018.
Sekitar 500 warga berunjuk rasa di Thammasat University dan mengusung tiga tuntutan yang harus disetujui junta militer paling lambat 22 Mei 2018. Tiga tuntutan itu adalah pemilu digelar November 2018, junta militer turun dari tampuk kekuasaan pemerintahan, dan meminta tentara kembali ke barak.

“Pengunjuk rasa akan melakukan long march ke gedung pemerintahan pada 22 Mei 2018 pada hari peringatan 4 tahun kudeta, yang terjadi pada 2014,” kata Rangsiman Rome, salah satu pimpinan pengunjuk rasa, seperti dilansir Channel News Asia, 5 Mei 2018.

Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha dan Deputi Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan Thailand, Prawit Wongsuwon. REUTERS
Rangsiman mengatakan aksi long march ini sebagai bentuk tekanan kepada Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, yang merupakan bekas jenderal yang melakukan kudeta itu. Para pengunjuk rasa menyiapkan aksi jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Junta menggunakan nama Dewan Nasional untuk Perdamaian dan Ketertiban.

Pemerintah Thailand pimpinan junta militer telah berulang kali menunda pelaksanaan pemilu dengan berbagai alasan. Terakhir, pemerintah mengatakan akan menggelar pemilu pada 2019. Sebagian pengunjuk rasa membawa poster dengan gambar Prayuth berhidung panjang.
Para pengkritik mengatakan junta militer gagal memenuhi janji-janjinya. “PBB dan sejumlah organisasi internasional menilai kebebasan berkumpul dan berbicara mengalami kemunduran besar di bawah kekuasaan junta militer,” begitu dilansir Channel News Asia.
Menurut media SCMP, pengunjuk rasa dijaga oleh sekitar 600 orang petugas polisi. Petugas mengaku mereka ada untuk menjaga keamanan dan mencari senjata ilegal.
Pada Rabu, 2 Mei 2018, sejumlah pengunjuk rasa Thailand meminta kantor perwakilan PBB untuk membantu menghentikan intimidasi terhadap masyarakat oleh aparat pemerintah.




Credit  tempo.co






Senin, 30 April 2018

Unjuk rasa terbesar pejuang lingkungan Thailand sejak tentara berkuasa


Unjuk rasa terbesar pejuang lingkungan Thailand sejak tentara berkuasa
Arsip: Seorang pengunjuk rasa anti-pemerintah mengibarkan bendera Thailand saat pemblokiran gerbang-gerbang stadion pemuda Thailand-Jepang di Bangkok. (REUTERS/Chaiwat Subprasom )



Bangkok (CB)- Lebih dari seribu orang berkumpul di kota Chiang Mai, Thailand utara, pada Minggu untuk menentang pembangunan perumahan mewah pemerintah di lahan berhutan, kata polisi, dalam unjuk rasa terbesar di bawah kekuasaan tentara.

Unjuk rasa itu adalah salah satu yang terbesar sejak tentara Thailand mengambil alih kekuasaan sesudah kudeta pada 2014. Penguasa itu memberlakukan larangan pertemuan umum lebih dari lima orang dan sebagian besar telah mengekang kebebasan berpendpat melalui berbagai perintah dan menggunakan tentara dan polisi untuk menghalangi pertemuan umum.

Gambar udara pembangunan perumahan untuk hakim, yang beredar di medan gaul beberapa bulan belakangan, menunjukkan pembangunan merusak kaki bukit berhutan di pegunungan Doi Suthep, Chiang Mai, yang memicu kemarahan warga.

Polisi memperkirakan lebih dari seribu orang mengikuti unjuk rasa pada Minggu itu, yang dikatakan berlangsung secara teratur.

"Sekitar 1.250 orang mengambil bagian dalam unjuk rasa itu," kata Kolonel Polisi Paisan, wakil komandan kepolisian Chiang Mai, kepada Reuters.

"Pengunjuk rasa memusatkan perhatian pada masalah lingkungan, bukan politik, dan mereka membersihkan jalan sesudahnya," kata Paisan.

Ia menyatakan panitianya membuat permintaan tepat untuk pertemuan itu sebelumnya dan unjuk rasa tersebut diizinkan untuk diadakan.

Pengunjuk rasa, banyak yang memakai pita hijau, menuntut pemerintah menghancurkan bangunan baru itu, yang merambah gunung Doi Suthep, dengan menyatakan pemerintah harus mematuhinya dalam tujuh hari atau menghadapi lebih banyak unjuk rasa.

Pejabat umum membela kegiatan itu, dengan menunjukkan bahwa pembangunan tersebut sah dan berada di tanah milik negara, yang tidak masuk ke taman nasional, yang mencakup gunung itu.

Pejabat juga menyatakan pengunjuk rasa dapat menghadapi tindakan hukum jika perumahan itu dihancurkan dan bahwa perumahan tersebut harus dapat digunakan untuk 10 tahun sebelum warga dapat menilai kembali dampak lingkungannya.

Pembangunan itu dimulai pada 2015 dan menghadapi penentangan dari kelompok lingkungan setempat, yang menganggap gunung itu suci bagi Chiang Mai dan menjadi "paru-paru alam" untuk kota terbesar di utara tersebut.

Pemerintahan tentara, yang berjanji mengadakan pemilihan umum pada tahun depan, menghadapi semakin banyak tentangan masyarakat dalam beberapa bulan belakangan, termasuk unjuk rasa mendukung demokrasi di Bangkok pada bulan lalu, yang menuntut tentara menarik dukungan kepada penguasa, demikian Reuters.






Credit  antaranews.com






Selasa, 24 April 2018

Laos Bantu Thailand Tangkap Pelaku Penghina Kerajaan


Laos Bantu Thailand Tangkap Pelaku Penghina Kerajaan
Ilustrasi. (Reuters/Damir Sagolj)


Jakarta, CB -- Laos disebut bersedia membantu Thailand mencari warganya yang diduga menghina keluarga kerajaan.

"Tahanan politik Thailand di Laos akan terus berada di bawah pengawasan ketat guna mencegah melakukan kegiatan lese-majeste. Pemerintah Laos telah meyakinkan Thailand soal ini," bunyi artikel surat kabar The Bangkok Post, Senin (23/4).

Hingga berita ini diturunkan, Reuters belum mendapat konfirmasi dari kementerian pertahanan Laos terkait pencarian terduga penghina kerajaan itu.


Juru bicara kementerian pertahanan Thailand juga tak segera memberi komentar ketika dihubungi terkait koordinasinya dengan Laos dalam pencarian tersebut.

Thailand dikenal sebagi negara paling tegas dalam menindak penghina keluarga kerajaan. Di bawah hukum lese-majeste, negara di Asia Tenggara itu menjatuhkan hukuman minimal 15 tahun penjara bagi siapa saja yang terbukti menghina keluarga kerajaan.

Aturan tersebut melindungi raja dan keluarganya dari segala bentuk penghinaan. Lese-majeste juga membatasi pemberitaan yang beredar di seluruh media terkait keluarga kerajaan.


Hukuman penjara bagi pelaku penghina kerajaan ini berlaku setelah militer mengambil alih kekuasaan di pemerintahan dalam kudeta di Thailand 2014 lalu.

Sejak itu, setidaknya 94 orang telah dituntut dan 43 lainnya telah divonis hukuman lese-majeste.

Sejumlah organisasi pemerhati hak asasi manusia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengkritik penerapan hukum lese-majeste itu di Thailand. Pengkritik menganggap hukum tersebut rentan dimanfaatkan sebagai alat politik demi membungkam oposisi.







Credit  cnnindonesia.com




Selasa, 03 April 2018

Perusahaan Inggris Jatuhkan Soeharto dan Naikkan Thaksin?


Reformasi 1998
Reformasi 1998
Foto: dok. Republika


Perusahaan CA mengatur kerusuhan, survei, demontrasi, dan meningkatkan rasa frustasi

CB, Perusahaan induk konsultan politik Inggris Cambridge Analyctica (CA) dilaporkan kemungkinan telah beroperasi di Asia Tenggara sejak dua dekade yang lalu. Situs berita Quartz melaporkan, perusahaan tersebut disebut-sebut mengatur kerusuhan sipil di Indonesia dan membuka jalan bagi Thaksin Shinawatra untuk mengambil alih kekuasaan di Thailand.


Menurut dokumen perusahaan yang dikeluarkan sekitar 2013 yang diakses oleh Quartz, kelompok konsultan politik Inggris SCL mengklaim telah tiba di Indonesia setelah Presiden Soeharto dijatuhkan dari kekuasaannya pada 1998. SCL kemudian menjadi CA, yang kini diduga telah menggunakan data dari 50 juta pengguna Facebook untuk memengaruhi para pemilih selama kampanye Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 2016.


photo

Demonstrasi di Gedung MPR/DPR Senayan pada reformasi 1998. (foto:straittimes).



SCL mengatakan, mereka mulai beroperasi di Indonesia atas permintaan "kelompok pro-demokrasi" untuk membantu kampanye nasional dari reformasi politik dan demokratisasi di negara yang terjerat dalam krisis ekonomi Asia serta hilangnya seorang pemimpin yang telah berkuasa selama lebih dari 30 tahun.


Quartz dimiliki oleh Atlantic Media, yang merupakan penerbit The Atlantic, National Journal, dan Government Executive. Secara total, Quartz melaporkan, SCL mengklaim telah bekerja pada lebih dari 100 kampanye pemilu di 32 negara. Laporan media sebelumnya mengatakan ini termasuk klaim bahwa SCL telah membantu partai politik di Malaysia, India, Kenya, dan Brasil.




Reformasi 1998

Reformasi 1998
Foto:



Dorong Kerusuhan Sipil di Indonesia



Di Indonesia, menurut dokumen SCL, perusahaan tersebut telah mengoperasikan survei ribuan orang di Indonesia, mengatur komunikasi untuk politisi, dan bahkan mengorganisasi demonstrasi besar di universitas untuk membantu mahasiswa melecut semangat mereka.


SCL mengatakan, mereka ditugaskan dalam mengatur meningkatnya frustrasi dengan pemerintahan baru di bawah presiden BJ Habibie dan meninjau sebanyak 72 ribu dari 220 juta orang di Indonesia.


Di Indonesia pada 1998, SCL mengatakan bahwa pihaknya memutuskan untuk mensponsori kegiatan protes yang terorganisasi untuk menarik siswa dan menjauhkan mereka dari demonstrasi kekerasan. Namun, pakar Indonesia Ian Wilson dari Universitas Murdoch Australia mengatakan, klaim bahwa SCL membantu untuk mengendalikan kekerasan adalah "berlebihan".


photo

Presiden BJ Habibie dan istrinya mendiang Ainun saat ke luar dari Gedung MPR/DPR. Kala itu Habibie menyatakan tidak bersedia kembali jadi presiden.



Dokumen-dokumen yang diperlihatkan oleh Quartz menunjukkan bahwa kelompok universitas dengan usia yang lebih muda, terutama, diatur untuk menghasut kerusuhan. Sementara, generasi yang lebih tua merasa khawatir terhadap adanya pemberontakan, setelah ditindas begitu lama.


SCL memutuskan untuk fokus pada orang Indonesia berusia 18 hingga 25 tahun dan mengarahkan rasa frustrasi mereka dari kerusuhan sipil. Penelitian di sejumlah sekolah dan universitas menemukan banyak dari mereka tidak senang dengan meningkatnya kehadiran polisi dan militer di jalanan. SCL disebut telah membuat keputusan untuk mensponsori protes jalanan yang terorganisasi untuk menarik mahasiswa dan mengendalikan mereka dari demonstrasi kekerasan, yang tampaknya dengan kerja sama dari pemerintah Indonesia.


"Ini dicapai dengan membentuk komite pengumpulan dan aktivitas pendanaan dan cakupan di seluruh negeri. Peristiwa itu begitu besar sehingga ada perasaan umum di kalangan siswa bahwa suara mereka benar-benar terdengar," kata dokumen SCL tersebut, seperti dilansir di Straits Times, Ahad (1/4).


photo

Kerusuhan sosial pada masa reformasi 1998



SCL mengklaim metode-metodenya secara dramatis mengurangi kerusuhan sipil dan kemudian meyakinkan Presiden Habibie untuk mundur, yang selanjutnya mengarah pada pemungutan suara 1999, yang membawa Abdurrahman Wahid berkuasa. Dokumen-dokumen itu, kata Quartz, menunjukkan bahwa SCL menjalankan kampanye pemilihan dari Partai Kebangkitan Nasional (PKB) yang menyokong Abdurrahman.


Pakar Indonesia Ian Wilson, seorang dosen di Universitas Murdoch, Australia, mengatakan, klaim bahwa SCL membantu untuk mengendalikan kekerasan adalah berlebihan.


"Itu akan menjadi, setidaknya, satu elemen kecil di antara semua yang terjadi pada saat itu. Kekuatan dan kepentingan pada permainan dan desakan untuk pengaruh hanya pada skala yang terlalu besar telah dipengaruhi secara signifikan sedemikian rupa," kata Wilson kepada Quartz.


photo

Pelantikan Presiden Abdurrahman Wahid pada 1999.


Data Pemilu di Thailand



Dokumen SCL mengatakan, perusahaan tersebut memasuki Thailand beberapa waktu sebelum pemilihan 2001. Saat itu, miliarder telekomunikasi Thaksin Shinawatra mengambil alih kekuasaan.

SCL diberi tugas untuk mengukur skala perilaku pembelian suara yang telah meningkatkan biaya kampanye pemilihan menjadi sekitar 1 miliar dolar AS. Menurut dokumen tersebut, sebagaimana dikutip Quartz, pembelian suara telah menjadi begitu endemik. Sehingga, seluruh industri penyalur muncul untuk menjadi perantara kelompok pemilih dan penyandang dana.


"Itu cukup lumrah bagi para pemilih untuk menjual suara mereka dua kali, dan kemudian tidak memilih sama sekali!" demikian kata laporan tersebut.


photo

Petugas pemilu Thailand tengah bersiap-siap jelang pemungutan suara.



SCL mengklaim telah mempekerjakan lebih dari 1.200 staf yang mengumpulkan data lebih dari sembilan bulan dan menemukan bahwa dalam setengah dari konstituensi, pembelian suara tidak berdampak pada hasil pemilu. Penemuan itu diklaim perusahaan bernilai sebesar 250 juta dolar AS.


Namun, di konstituen lain, intervensi perilaku yang lebih langsung diperlukan, yang disebutkan oleh makalah SCL dapat melibatkan tekanan sosial, hukuman ekonomi, kerangka hukum, dan peningkatan pemantauan. SCL mengatakan, pihaknya melakukan intervensi selama enam bulan, tampaknya dengan kerja sama dari sebagian besar partai politik besar. Selanjutnya, Thaksin memenangkan pemilihan 2001.


Pakar Thailand dan profesor dari Universitas Leeds, Duncan McCargo, mengatakan tidak ada keraguan bahwa beberapa partai politik Thailand telah menugaskan konsultan internasional untuk bekerja meningkatkan elektabilitas mereka dan ini tentu saja untuk partai Thaksin, Thai Rak Thai, pada 2001. Dia skeptis dan mengatakan bahwa partai-partai yang berbeda dapat mendukung proyek untuk menghentikan pembelian suara. Sementara itu, Quartz mengatakan bahwa mereka telah menghubungi CA dan SCL untuk berkomentar.



"Konstitusi 1997 memasukkan berbagai ketentuan yang dirancang untuk memerangi dan mengurangi pembelian suara. Ada dukungan populer yang luas untuk perubahan ini, meskipun saya tidak bisa mengatakan itu berarti dukungan 'lintas partai'," kata McCargo.






Credit  republika.co.id






Senin, 26 Maret 2018

Demonstran Thailand Tuntut Tentara Cabut Dukungan ke Junta


Junta militer Thailand

Junta militer Thailand


Junta mengambil alih kekuasaan setelah kudeta Mei 2014.



REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Lebih dari 300 demonstran pro-demokrasi berunjuk rasa di depan gerbang markas tentara di Bangkok. Mereka meminta tentara untuk menarik dukungan terhadap dewan pemerintahan yang didirikan oleh milter atau junta.

Junta mengambil alih kekuasaan setelah kudeta Mei 2014. Namun para pengunjuk rasa juga tidak ingin pengambilalihan militer lainnya.

"Kami menginginkan transisi damai. Sudah waktunya bagi tentara dan seluruh masyarakat Thailand untuk berhenti mendukung junta dan memihak rakyat," ujar salah satu pemimpin aksi, Rangsiman Roma.

Ini adalah salah satu aksi protes terbesar dalam gelombang protes terbaru. Prajurit di markas tentara menolak untuk menanggapi demonstran.

Pawai dimulai di Universitas Thammasat, Bangkok. Polisi yang tidak bersenjata berusaha menghalangi para demonstran yang menuju ke markas tentara. Demonstran membakar dupa dan berorasi untuk memperkuat pesan mereka.

"Bagi Anda yang ada di rumah, bergabunglah dengan kami sampai kami bisa memenangkan perang ini. Sampai kami mendapatkan apa yang kami inginkan," kata aktivis mahasiswa Sirawith Seritiwat, yang juga dikenal sebagai Ja New.

Para pengunjuk rasa menginginkan junta mengadakan pemilihan pada November 2018 seperti yang dijanjikan tahun lalu. Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengatakan pemungutan suara tidak akan terjadi sampai awal 2019. Ini penundaan terbaru untuk pemungutan suara yang semula direncanakan pada 2015.

Para pengunjuk rasa juga marah dengan skandal korupsi, khususnya penyelidikan terhadap koleksi jam tangan mewah Wakil perdana menteri dan Menteri Pertahanan, Prawit Wongsuwan. Bulan lalu, petisi publik menuntut dia untuk berhenti.

Prawit mengatakan dia meminjam arloji teman-temannya. Namun ia bersedia mengundurkan diri jika masyarakat menginginkannya.

"Ada terlalu banyak korupsi. Kami membutuhkan demokrasi kembali sekarang," kata seorang mantan marinir ThailandMike Pisek (70).

Walaupun unjuk rasa dipimpin oleh mahasiswa namun kebanyakan peserta berusia 60 atau 70 tahun. Para pemimpin demonstrasi mengatakan mereka tidak merencanakan lebih banyak aksi sampai Mei atau mendekati peringatan empat tahun kudeta 2014.

Tentara mengaku mengambil alih kekuasaan untuk mengakhiri protes jalanan selama berbulan-bulan pada 2013 dan 2014 di Bangkok yang dipimpin oleh Komite Reformasi Demokrasi Rakyat (PDRC).



Credit  republika.co.id



Kamis, 15 Februari 2018

Thailand Perketat Pengawasan terhadap Warga Asing


Thailand Perketat Pengawasan terhadap Warga Asing
Ilustrasi. Kuil Putih di Thailand (CNN Indonesia/Ardita Mustafa)


Jakarta, CNN Indonesia -- Thailand memperketat pengawasan terhadap warga asing yang berkunjung ke Negeri Gajah Putih itu. Langkah itu diambil di tengah kekhawatiran pendatang asing tersebut akan melakukan kejahatan selama berada di Thailand.

"Data masuk, keberangkatan dan masa tinggal para pendatang dari luar negeri akan diawasi secara ketat dan terintegrasi oleh pihak berwenang, untuk mencegah kejahatan transnasional, mafia, terorisme, perjalanan ilegal dan penipuan lewat telepon," kata juru bicara Departemen Pertahanan Thailand Letnan Jenderal Kongcheep Tantrawanich, Rabu (14/2).

Dia memastikan kabar bahwa Biro Imigrasi dan Departemen Pemerintahan Provinsi sedang bersama-sama mempersiapkan langkah untuk menerapkan pengawasan lebih ketat.


Data semua warga asing yang masuk ke Thailand dan berangkat dari negara itu akan direkam serta diperbarui dalam sebuah sistem penyimpanan data Program Tunggal.



Pernyataan Kongcheep disampaikan seusai pertemuan yang dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan Prawit Wongsuwan. Dihadiri para pejabat Biro Imigrasi, Departemen Pemerintahan Provinsi serta badan-badan terkait.

Pihak berwenang masih merancang langkah yang dapat mengawasi para warga asing ketika mereka melakukan perjalanan dan tinggal di Thailand. Kebijakan baru itu, menurut Kongcheep, akan berlaku resmi dalam enam bulan mendatang.

Rencananya, aparat Thailand akan mengajukan sistem referensi paspor elektronik pengganti dokumen imigrasi, yang disebut dengan Tor Mor 6. Mereka memindai sidik jari warga asing yang masuk serta membuat salinan paspor saat memasuki wilayah Thailand.

Semua hotel, rumah penginapan dan tempat-tempat menginap lainnya yang warga asing akan mencatat data masuk dan keluar, selain informasi yang tertera di paspornya.

Para pengelola hotel, rumah penginapan dan tempat-tempat menginap lainnya yang disinggahi warga asing wajib menyerahkan data yang telah dicatat itu, termasuk tanggal-tanggal 'check'in' dan 'check-out' serta informasi lainnya yang berkaitan dengan tamu-tamu mereka, kepada pejabat keimigrasian atau kepolisian setempat.

Kongcheep mengungkapkan lebih dari 8.000 warga asing diduga tinggal secara ilegal di berbagai wilayah di Thailand. Banyak di antara mereka dikhawatirkan melakukan kejahatan atau kemungkinan terlibat kejahatan selama berada di Negeri Gajah Putih itu.






Credit  cnnindonesia.com






Rabu, 14 Februari 2018

AS dan Thailand Latihan Perang Terbesar, Militer Myanmar Diundang


AS dan Thailand Latihan Perang Terbesar, Militer Myanmar Diundang
Upacara pembukaan latihan perang multilateral terbesar di Asia, Cobra Gold, di Thailand, Selasa (13/2/2018). Foto/REUTERS


BANGKOK - Kekuatan terbesar Amerika Serikat (AS) di Asia bergabung dalam latihan militer tahunan di Thailand pada hari Selasa (13/2/2018). Namun, latihan perang terbesar di kawasan tersebut memicu kontroversi karena junta Thailand mengundang militer Myanmar yang sedang jadi sorotan dunia karena dituduh membantai etnis Rohingya.

AS pernah mengurangi kehadiran pasukannya dalam Cobra Gold, latihan militer multilateral terbesar di Asia, setelah kudeta militer Thailand tahun 2014. Namun, hubungan antara junta Thailand dan AS telah membaik di era Presiden Donald Trump.

Kehadiran 6.800 personel AS—yang hampir dua kali lipat dari jumlah tahun lalu dalam latihan perang Cobra Gold—adalah demonstrasi “otot” yang berkelanjutan oleh Amerika di kawasan Asia, di mana militer China juga telah tumbuh semakin kuat.

Latihan perang tahunan Cobra Gold telah berlangsung selama lebih dari tiga dekade. Latihan perang tahun ini akan dihadiri oleh sekitar 11.075 personel militer dari 29 negara.

”Latihan ini merupakan latihan multilateral terbesar di wilayah Indo-Pasifik, yang berbicara dengan komitmen AS di wilayah ini,” kata Steve Castonguay, juru bicara Kedutaan Besar AS di Bangkok, kepada Reuters.
Castonguay mengonfirmasi kehadiran personel militer Myanmar dalam jumlah besar pada upacara pembukaan latihan perang Cobra Gold. Namun, dia memastikan bahwa Myanmar tidak akan berpartisipasi dalam latihan perang apa pun.

AS telah mendorong pemulihan demokrasi di Thailand, sekutu regional tertua Washington.

Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha telah menjanjikan pemilu akan digelar pada bulan November tahun ini, namun junta Thailand pada bulan lalu mengumumkan bahwa pelaksanaan pemilu dapat ditunda sampai Februari 2019. 




Credit  sindonews.com





Senin, 18 Desember 2017

Gerilyawan Bakar Bus di Thailand Selatan


Kebakaran/ilustrasi
Kebakaran/ilustrasi

CB, BANGKOK -- Gerilyawan bersenjata menghentikan dan membakar bus penumpang yang menuju Bangkok di sebuah jalan raya di Thailand selatan pada Ahad (17/12), kata polisi.

Seluruh 14 penumpang, sopir bus dan asistennya selamat dalam serangan tersebut, meski barang bawaan mereka terbakar bersama bus.

Serangan tersebut terjadi di Yala, salah satu provinsi mayoritas Muslim Melayu di selatan tempat pemberontakan separatis telah berlangsung lebih dari satu dekade. Lebih dari 6.500 orang terbunuh sejak 2004.

Polisi mengatakan setidaknya 10 orang bersenjata terlibat dalam serangan terbaru tersebut. Mereka semua berhasil lolos, menghalangi jalan dengan batang pohon dan paku untuk menghambat setiap pengejar.

Seorang juru bicara militer tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentar. Seperti kebanyakan kekerasan di Thailand selatan, tidak ada yang mengklaim bertanggung jawab.

Gerilyawan berjuang memisahkan diri dari Thailand yang sebagian besar beragama Budha. Pemerintah militer Thailand sejak 2015 mengadakan pembicaraan yang diperantarai oleh Malaysia yang bertujuan mengakhiri kekerasan tersebut. Proses itu, yang bertujuan membentuk "zona aman" sebagai langkah membangun kepercayaan pada awal tahun depan telah terhenti.



Credit  republika.co.id






Selasa, 05 Desember 2017

Thailand Menindak Keras Puluhan Biksu Nakal Penikmat Seks


Thailand Menindak Keras Puluhan Biksu Nakal Penikmat Seks
Wirapol Sukphol (kiri) biksu Thailand bergaya hidup mewah yang ditangkap Juli lalu setelah diekstradisi dari AS. Kini puluhan biksu di Thailand ditindak keras atas berbagai pelanggaran. Foto/YouTube


BANGKOK - Biro Investigasi Pusat (CIB) Thailand melancarkan tindakan keras terhadap puluhan biksu nakal yang menikmati seks, penipuan, transvestisme dan politik.

Kepala CIB Letnan Jenderal Polisi Thitiraj Nhongharnpitak mengatakan, 95 biksu yang diduga merusak citra para biksu dan Buddhisme akan diadili jika ditemukan melanggar hukum.

”Ini adalah kelompok pertama yang ditindak CSD (Divisi Penindakan Kejahatan) dan akan terus mengawasi lebih banyak lagi. Jika melanggar peraturan perilaku monastik, mereka akan diminta untuk meninggalkan kerahiban.

“Mereka juga akan menghadapi tindakan hukum jika melanggar hukum,” ujar Nhongharnpitak, seperti dikutip Bangkok Post, Senin (4/12/2017).

Data hasil operasi sementara menyebutkan, 35 biksu diduga terlibat dalam kegiatan seksual, 24 biksu mengklaim memiliki kekuatan supranatural, 11 biksu terlibat dalam aktivitas politik dan 25 biksu mempraktikkan transvestisme.

Sumber CIB mengatakan hasil tindakan keras ini akan terungkap dalam dua minggu. Operasi ini sejalan dengan perintah Dewan Sangha yang menginstruksikan para biksu senior untuk menguatkan prosedur penyaringan bagi pria yang ingin menjadi biarawan.

Langkah CIB ini menyusul penangkapan Somkiat Khanthong, seorang biarawan senior di Phetchabun, yang sebelumnya dikenal sebagai Phra Khru Kitti Phacharakhun, pada pekan lalu.

Somkiat Khanthong dituduh melakukan kegiatan seksual terhadap beberapa wanita dan tindakan yang tidak benar. Dia ditahan di Penjara Remand Bangkok setelah Pengadilan Pidana menolak jaminan pembebasannya. 




Credit  sindonews.com






Rabu, 22 November 2017

Thaksin Diadili Secara In Absentia dalam Dua Kasus Suap


Thaksin Shinawatra
Thaksin Shinawatra


CB, BANGKOK -- Thailand sedang berusaha mengadili mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra yang digulingkan karena suap di bawah undang-undang yang memungkinkan politikus diadili secara in absentia, demikian pejabat Thailand pada Selasa (21/11).

Hal tersebut terjadi beberapa bulan setelah saudari Thaksin dijatuhi hukuman penjara di saat dia tidak hadir di persidangan.

Thailand terbagi secara luas antara pendukung Thaksin dan saudara perempuannya mantan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra yang pemerintahnya digulingkan dalam kudeta 2014, dan para elite di ibu kota Bangkok.

Yingluck mengatakan penuntutan yang direncanakan terhadap Thaksin bermotif politik. Mantan konglomerat telekomunikasi tersebut digulingkan dalam kudeta 2006, dan sejak itu tinggal di pengasingan untuk menghindari hukuman korupsi pada 2008.

Kasus terpisah terhadap Thaksin, termasuk kasus korupsi 2008 dan 2012, harus ditangguhkan sampai dia kembali ke Thailand untuk diadili. Namun, amandemen undang-undang pada September memungkinkan politikus untuk diadili saat mereka tidak hadir.

Kasus pada 2008 dan 2012 melibatkan dugaan benturan kepentingan Thaksin terhadap konsesi telekomunikasi dan diduga terdapat penyalahgunaan kekuasaan.

"Jaksa penuntut umum mengajukan permintaan ke pengadilan tertinggi hari ini untuk melanjutkan kedua kasus tersebut tanpa kehadiran terdakwa, sesuai dengan undang-undang yang baru," demikian Wanchart Santikunchorn, juru bicara kantor jaksa agung kepada wartawan.

Thaksin tidak segera memberikan komentar.

Thaksin kembali membentuk politik Thailand setelah membangun kerajaan bisnis, memenangkan dukungan yang gigih dengan kebijakan populis yang mengangkat standar hidup, terutama di kalangan orang miskin pedesaan, dan mendorongnya atau loyalisnya meraih kemenangan dalam setiap pemilihan sejak 2001.

Yingluck melarikan diri dari negara itu pada Agustus, menjelang putusan dalam pengadilan kealpaannya, namun akhirnya dinyatakan bersalah dan menjatuhkan hukuman lima tahun penjara secara in absentia pada September.

Mantan menteri perdagangan Watana Muangsook mengatakan junta merusak negara dengan kasus pengadilan bermotif politik. "Undang-undang yang mengizinkan proses pengadilan secara in absentia terhadap terdakwa ditujukan menghancurkan oposisi politik rezim tersebut," ujar Watana dalam sebuah pernyataan.




Credit  REPUBLIKA.CO.ID






Jumat, 17 November 2017

Thailand akan Bangun Pabrik Senjata Gabungan dengan Cina


 Prajurit Thailand berpatroli di pusat perbelanjaan kota Bangkok, Ahad (1/6), untuk mencegah aksi unjuk rasa antikudeta militer.  (AP/Sakchai Lalit)
Prajurit Thailand berpatroli di pusat perbelanjaan kota Bangkok, Ahad (1/6), untuk mencegah aksi unjuk rasa antikudeta militer. (AP/Sakchai Lalit)


CV, BANGKOK -- Badan teknologi pertahanan Thailand berencana mendirikan sebuah pusat bersama dengan Cina untuk memproduksi dan memelihara peralatan militer dalam upaya penguatan keamanan sejak kudeta Thailand 2014.

Menurut juru bicara kementerian pertahanan Thailand, Institut Teknologi Pertahanan pemerintah Thailand (DTI) akan mendirikan fasilitas pertahanan komersial pertama bersama Cina di provinsi timur laut Khon Kaen pada Juli. Kerja sama ini meliputi perakitan, produksi dan pemeliharaan sistem senjata darat Cina untuk tentara Thailand.

"Semua produksi kami akan digunakan untuk pemakaian resmi dalam negeri. Hal itu bisa menjadi pusat perakitan dan pemeliharaan untuk semua negara bagian di Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN)," ujar juru bicara kementerian pertahanan Kongcheep Tantravanich.

Perincian spesifik, katanya, menjadi subyek diskusi lebih lanjut antara kementerian dan Cina North Industries Corporation (NORINCO) yang membuat tank dan senjata di antara alat berat lainnya. Kongcheep mengatakan orang-orang Cina akan memberikan pelatihan dan transfer teknologi, namun rincian personil Cina di Khon Kaen akan dibahas lebih lanjut.

NORINCO belum menyampaikan komentarnya terkait hal ini. Situsnya menggambarkan NORINCO sebagai pelopor dan pemimpin perdagangan militer Cina, dan sebuah tim penting untuk menerapkan strategi Going Global Cina.

Kementerian Pertahanan Cina juga belum menyampaikan komentarnya.

Cina telah menjadi sumber senjata yang semakin penting bagi Thailand, terutama sejak Amerika Serikat dan negara-negara Barat menurunkan hubungan setelah tentara merebut kekuasaan pada 2014. Pembelian utama sejak 2015 mencakup pesanan untuk 49 tank Cina dan 34 kendaraan lapis baja senilai lebih dari 320 juta dolar AS. Angka ini lebih banyak daripada yang dibeli tentara dari negara lain.

Pembelian dari Cina terbesar adalah pesanan Royal Thai Navy untuk tiga kapal selam dengan biaya di atas satu miliar dolar AS. Tentara Thailand dan Cina serta angkatan udara telah memulai latihan gabungan, melengkapi latihan Thailand yang terus berlanjut dengan pasukan AS. Untuk hal sipil, Thailand dan Cina merencanakan pengembangan rel kereta api berkecepatan tinggi sebagai bagian dari inisiatif Belt and Road di Beijing.

Peneliti militer Thailand dan keamanan regional,Paul Chambers mengatakan pusat manufaktur senjata gabungan di Khon Kaen tampaknya serupa dengan yang ada di Pakistan dapat melengkapi kehadiran militer Cina di negara tetangga Kamboja.

"Ini membuka pintu bagi potensi pertumbuhan pengaruh militer Cina di daratan Asia Tenggara," kata Chambers dari Universitas Naresuan di provinsi Phitsanulok, Thailand utara.

Perundang-undangan baru yang mulai berlaku tahun depan akan memungkinkan Institut Teknologi Pertahanan Thailand beroperasi secara komersial, namun tetap berada di bawah kepemilikan pemerintah. Kementerian Pertahanan Thailand mengatakan pemerintah juga mengadakan diskusi pendahuluan dengan Ukraina, Rusia dan Afrika Selatan mengenai fasilitas manufaktur pertahanan bersama, serupa dengan kesepakatan dengan Cina.



Credit  republika.co.id







Rabu, 01 November 2017

Thailand cabut paspor mantan PM Yingluck Shinawatra


Thailand cabut paspor mantan PM Yingluck Shinawatra
Mantan Perdana Menteri Thailand yang dimakzulkan Yingluck Shinawatra mengatupkan tangan saat tiba di Mahkamah Agung untuk sidang kriminal kelalaian atas perannya dalam skema subsidi beras yang dililit utang, di Bangkok, Thailand, Jumat (4/11/2016). (REUTERS/Chaiwat Subprasom)



Bangkok (CB) - Thailand mencabut paspor perdana menteri terguling Yingluck Shinawatra, yang belum secara resmi terlihat di hadapan publik sejak meninggalkan negara itu dua bulan lalu, menjelang hari persidangannya, ujar pejabat pada Selasa.

Sang mantan perdana menteri, yang pemerintahan terpilihnya digulingkan dalam kudeta 2014, dihukum lima tahun penjara secara absentia bulan lalu karena tidak menghentikan korupsi dalam kebijakannya soal beras.

Putusan tersebut dikecam oleh pendukung Yingluck sebagai upaya yang didukung junta untuk menyingkirkannya dari dunia politik selamanya.

"Semua paspor Yingluck dicabut sekarang," ujar Perdana Menteri Thailand Don Pramudwinai kepada wartawan di Bangkok, seperti diwartakan AFP.

"Kami tidak mengetahui keberadaannya, hanya melaporkan bahwa dia berada di Inggris Raya tetapi tidak di kota mana,” tambahnya.

Yingluck memiliki empat paspor Thailand – dua paspor pribadi dan dua paspor diplomatik, ujar otoritas.

Wakil kepala kepolisian Thailand Srivara Ransibrahmanakul mengatakan bahwa otoritas masih berusaha memastikan keberadaan sang mantan perdana menteri saat berusaha mengekstradisinya.





Credit  antaranews.com


PM Thailand Tegaskan Aktivitas Politik Masih Dilarang


Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha.
Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha.


CB, BANGKOK -- Pemerintah militer Thailand pada Selasa (31/10) waktu setempat menyatakan belum akan mencabut larangan aktivitas politik, meski pemilihan umum dijadwalkan tahun depan dan tekanan dari partai politik.

Larangan pertemuan partai politik telah dilakukan sejak militer merebut kekuasaan dalam kudeta 2014. Ada seruan dari semua kelompok politik untuk mengakhiri larangan tersebut.
Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha menyebutkan perpecahan politik yang terus-menerus dan rumit menjadi alasan mengapa larangan harus tetap ada. "Kami tidak akan mencabut larangan ini hari ini, tapi jangan frutasi," kata Prayuth usai rapat kabinet pada Selasa (31/10) waktu setempat.

Pada awal bulan ini Prayuth mengatakan Thailand akan mengadakan pemilihan umum pada November 2018. Kabar tersebut disambut oleh sebagian besar investor di negara dengan ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara itu.

Hanya ada sedikit perlawanan terhadap peraturan junta sejak 2014 karena pihak berwenang telah memenjarakan puluhan kritikus. Pemerintah telah mengatakan paartai-partai perlu menunggu keputusan kapan kehidupan politik akan dilanjutkan, sampai setelah pemakaman Raja Thailand Bhumibol Adulyadej dikremasi pada pekan lalu.

Ketegangan memburuk di Thailand sejak 2006 ketika sebuah kudeta terhadap perdana menteri Thaksin Shinawatra. Sejak saat itu, negara tersebut telah menyaksikan pertarungan yangrusuh termasuk demonstrasi jalanan yang mematikan.

Seorang politikus dari partai besar Sunisa Lertpakawat marah karena keputusan untuk tidak mencabut larangan aktivitas politik pada Selasa (31/10) waktu setempat. "Saya ingin junta menunjukkan beberapa ketulusan tentang pemilihan tersebut dengan mencabut larangan itu," kata anggota Partau Puea Thai yang dipimpin Thaksin.




Credit  REPUBLIKA.CO.ID