Tampilkan postingan dengan label MYANMAR. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MYANMAR. Tampilkan semua postingan

Kamis, 15 November 2018

Mahathir: pemimpin ASEAN sangat diplomatis soal Rohingya


Mahathir: pemimpin ASEAN sangat diplomatis soal Rohingya
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengikuti pertemuan ASEAN Leaders Gathering yang diikuti para kepala negara/pemerintahan negara-negara ASEAN, Sekjen ASEAN, Direktur Pelaksana IMF, Presiden Grup Bank Dunia, Sekjen PBB di Hotel Sofitel, Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10/2018). ASEAN Leaders Gathering digelar di sela-sela Pertemuan Tahunan IMF - World Bank Group Tahun 2018. ANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Afriadi Hikmal/kye




Singapura (CB) - Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengatakan para pemimpin anggota perhimpunan negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) bersikap sangat diplomatis terkait isu Rohingya sebagai upaya untuk menghindarkan perdebatan antara sesama negara ASEAN.

"Para pemimpin ASEAN sangat diplomatis karena kami tidak ingin membuat suatu pernyataan tegas yang menyerang satu sama lain," ujar Mahathir Mohammad di sela-sela KTT ASEAN ke-33, Singapura, Rabu.

Ia mengatakan para pemimpin negara-negara anggota ASEAN lainnya menanyakan perkembangan isu Rohingya kepada pemimpin `de facto` pemerintahan sipil Myanmar, Aung San Suu Kyi.

"Beberapa orang mengajukan pertanyaan, begitu juga saya, terutama ke arah bagaimana mencoba dan menyelesaikan masalah ini," ujar dia.

Sebelumnya, Amnesty International mengumumkan pencabutan penghargaan hak asasi manusia (HAM) tertinggi "Ambassador of Conscience" yang pernah diberikan kepada Aung San Suu Kyi pada ?2009.

Amnesty Internasional mencabut penghargaan tersebut karena pemimpin Myanmar tersebut dianggap menghianati nilai-nilai yang pernah dibelanya.

Pada 11 November 2018, Sekretaris Jenderal Amnesty International Kumi Naidoo mengirimkan surat kepada Aung San Suu Kyi mengenai pencabutan penghargaan tersebut, demikian disebutkan dalam pernyataan pers yang diterima Antara, Selasa.

Naidoo mengekspresikan kekecewaan Amnesty International atas kenyataan bahwa, walaupun telah mencapai separuh dari masa jabatannya dan setelah delapan tahun dibebaskan dari tahanan rumah, Aung San Suu Kyi tidak menggunakan kekuatan politik dan moralnya untuk menjaga HAM, menegakkan keadilan dan kesetaraan.

Suu Kyi dianggap justru menutup mata atas kekejaman militer Myanmar dan peningkatan serangan terhadap kebebasan berekspresi di negara tersebut.

"Sebagai seorang `Ambassador of Conscience Amnesty International`, harapan kami adalah Anda melanjutkan otoritas moral Anda untuk menentang ketidakadilan di mana pun Anda melihatnya, termasuk di Myanmar sendiri," kata Kumi Naidoo dalam surat tersebut.

"Hari ini kami sangat kecewa menyampaikan bahwa Anda tidak lagi mewakili simbol harapan, keberanian, dan pembela hak asasi manusia. Amnesty International tidak mempunyai alasan untuk tetap mempertahankan status Anda sebagai penerima penghargaan Ambassador of Conscience. Oleh karena itu, dengan sangat sedih kami menariknya dari Anda," kata Naidoo.



Credit  antaranews.com



Selasa, 13 November 2018

Amnesti Internasional Cabut Penghargaan HAM Aung San Suu Kyi


Amnesti Internasional Cabut Penghargaan HAM Aung San Suu Kyi
Gelar HAM Aung San Suu Kyi kembali dicabut. (REUTERS/Soe Zeya Tun)


Jakarta, CB -- Amnesti Internasional mencabut gelar duta hati murani terhadap pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi. Gelar itu dicabut karena Suu Kyi dianggap telah membiarkan terjadinya pembunuhan massal yang dilakukan rezim militer Myanmar terhadap etnis muslim Rohingya.

Organisasi hak asasi manusia (HAM) yang berbasis di London itu menegaskan gelar atas penghargaan HAM tertinggi tersebut diberikan pada tahun 2009 saat Suu Kyi masih menjadi tahanan rumah rezim militer di negaranya.

"Hari ini kami cemas bahwa anda (Suu Kyi) tidak lagi mewakili simbol harapan, keberanian, dan pembela HAM," ujar Kepala Amnesti Ineternasional Kumi Naidoo seperti yang dirilis AFP, Senin (12/11).



Amnesti Internasional mengaku telah mengirimkan surat kepada Suu Kyi, Minggu (11/11) kemarin. Namun, Suu Kyi tak juga merespons hal itu kepada publik.

Sebelumnya, US Holocaust Memorial Museum mengumumkan telah mencabut Wiesel Award yang mereka berikan kepada Suu Kyi tahun 2012 lalu. Suu Kyi juga sudah kehilangan penghargaan Freedom of the City of Oxford, yang diberikan kepadanya 1997 lalu atas "oposisi terhadap opresi dan kepemimpinan militer di Burma."

Suu Kyi menempuh pendidikan di St Hugh's College di Oxford University. Namun, fotonya di kampus itu pun sudah dicabut.


Kendati demikian, panitia Nobel Perdamaian Norwegia memastikan penghargaan yang pernah diberikan kepada Suu Kyi tidak akan dicabut, meski tim pencari fakta independen Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyebut militer negeri itu melakukan pembantaian terhadap etnis Rohingya.

Penyelidik PBB menyatakan tentara Myanmar melakukan pembantaian dan pemerkosaan beramai-ramai, dengan tujuan pemusnahan etnis. Tim pencari fakta PBB juga menyebut bahwa panglima tertinggi serta lima jenderal negara itu seharusnya dituntut atas kejahatan berat di bawah hukum internasional.



Credit  cnnindonesia.com



Abaikan PBB, Myanmar Siap Terima Rohingya


Abaikan PBB, Myanmar Siap Terima Rohingya
Ilustrasi pengungsi Rohingya. (Reuters/Mohammad Ponir Hossain)

Jakarta, CB -- Myanmar bersiap menerima lebih dari 2.000 orang Rohingya dari Bangladesh pada Kamis (15/11) meski Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa kondisi di Rakhine belum kondusif.

Menteri Sosial Myanmar, Win Myat Aye, mengatakan bahwa pihaknya sudah mempersiapkan logistik untuk membawa 2.251 orang ke tempat transit dengan perahu pada Kamis.

Sementara itu, 2.095 orang Rohingya lainnya akan menyusul dalam kloter dua yang berangkat melalui jalur darat.


Namun, lebih dari 20 orang Rohingya mengatakan kepada Reuters bahwa mereka menolak untuk kembali ke Rakhine dengan alasan keamanan.


PBB juga menyatakan bahwa kondisi belum sepenuhnya aman untuk kembali karena sebagian umat Buddha di Myanmar telah melakukan unjuk rasa menolak pemulangan tersebut.

Badan PBB untuk pengungsi menyatakan bahwa kaum Rohingya seharusnya diizinkan untuk pergi dan melihat kondisi di Myanmar sebelum memutuskan untuk kembali atau tidak.


Bangladesh juga menyatakan bahwa negara mereka tidak akan memaksa kaum Rohingya untuk kembali ke Myanmar.

"Pengembalian akan bersifat sukarela. Tidak ada yang akan dipaksa untuk kembali," kata Abul Kalam, Komisioner Repatriasi, Bantuan, dan Pengungsi Bangladesh.

PBB sendiri menyebut Rohingya sebagai kaum yang paling teraniaya di dunia. Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA) melaporkan bahwa sejak bentrokan di Rakhine kembali memanas pada 25 Agustus 2017, hampir 24 ribu orang Rohingya dibunuh.

Tak hanya itu, lebih dari 34 ribu orang Rohingya dibakar, sementara lebih dari 114 ribu lainnya disiksa.


Sebanyak 18 ribu perempuan Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar. Lebih dari 115 ribu rumah dibakar, dan 113 ribu lainnya dihancurkan.

Menurut Amnesty International, lebih dari 750 ribu pengungsi Rohingya yang terdiri dari anak-anak dan perempuan melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh pada Agustus 2017.

PBB juga telah mendokumentasikan berbagai pemerkosaan dan pembunuhan secara massal termasuk bayi serta anak kecil yang dilakukan oleh pasukan militer Myanmar.

Dalam laporannya, penyelidik PBB menyatakan bahwa kekerasan tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.




Credit  cnnindonesia.com





Senin, 12 November 2018

Perdana, Myanmar Akan Pulangkan 2.000 Pengungsi Rohingya


Warga Rohingya berdoa dalam peringatan satu tahun kekerasan tentara Myanmar.
Warga Rohingya berdoa dalam peringatan satu tahun kekerasan tentara Myanmar.
Foto: AP Photo/Altaf Qadri
Total sebanyak 5.000 pengungsi Rohignya di Bangladesh akan dipulangkan.




CB, YANGON— Myanmar menyatakan kesiapan mereka  memulangkan lebih dari 2.000 pengungsi Rohingya  pada 15 November mendatang. Ini merupakan pemulangan kelompok pertama dari 5.000 orang yang akan dipulangkan berdasarkan kesepakatan bulan lalu antara Myanmar dan Bangladesh. 


Tetapi lebih dari 20 orang yang masuk dalam daftar calon pengungsi yang dikirim Bangladesh mengatakan kepada kantor berita Reuters, mereka  menolak kembali ke negara bagian Rakhine utara.

Sementara Bangladesh mengaku tidak akan memaksa siapapun untuk kembali ke Myanmar.


PBB juga mengatakan, kondisi belum aman untuk kembali, sebagian karena sebagian umat Buddha Myanmar telah memprotes pemulangan tersebut.


"Itu tergantung pada negara lain, apakah ini benar-benar akan terjadi atau tidak. Tapi kita harus siap dari pihak kita. Kita telah melakukan itu," Menteri Kesejahteraan Sosial dan Pemukiman Sosial Myanmar Win Myat Aye, dalam konferensi pers di ibu kota  Yangon, Ahad (11/11). Pernyataan ini merujuk ke Bangladesh.


Win Myat Aye mengatakan persiapan telah dilakukan untuk 2.251 orang yang akan dipindahkan ke dua pusat transit dengan perahu pada Kamis mendatang. Sementara kelompok kedua sebanyak 2.095 orang dapat menyusul kemudian melalui jalan darat.


Setelah diproses pihak berwenang, mereka akan dikirim ke pusat lain tempat mereka akan ditampung, diberi makan, dan diminta membangun rumah melalui skema permodalan. 





Mereka yang kembali hanya diizinkan melakukan perjalanan dengan kotapraja Maungdaw.  Ini termasuk salah satu dari tiga mereka yang melarikan dan hanya bagi pemegang Kartu Verifikasi Nasional, sebuah dokumen identitas yang paling ditolak oleh Rohingya karena mereka dianggap sebagai orang asing.


Kominsioner Lembaga Repatriasi dan Kemanusian Bangladesh Abul Kalam berharap proses pemulangan bisa dimulai pada  Kamis mendatang.


"Pengembalian akan bersifat suka rela. Tidak ada yang akan dipaksa kembali," katanya kepada Reuters.


Kedua negara sepakat pada pertengahan November untuk mulai memulangkan sebagian pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan tentara di Myanmar tahun lalu. Jumlah  Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar sebanyak 700 ribu orang.


Menurut Rohingya, tentara dan umat Buddha setempat membantai keluarga, membakar ratusan desa, dan melakukan pemerkosaan kepada komunitas mereka. Penyelidik PBB menuduh tentara  berniat melakukan genosida dan pembersihan etnis.


Myanmar menyangkal hampir semua tuduhan. Menurut pemerintah Myanmar  pasukan keamanan memerangi teroris.


Myanmar mengatakan, tindakan  Arakan Rohingya Salvation Army menyebabkan kekerasan itu terjadi.


Myanmar mengakui pembunuhan 10 orang Rohingya oleh pasukan keamanan di desa Inn Dinn.




Credit  republika.co.id



Selasa, 06 November 2018

Hasil pemilihan sela di Myanmar "pelajaran" bagi partai Suu Kyi

Hasil pemilihan sela di Myanmar "pelajaran" bagi partai Suu Kyi
Penasehat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi berdiri di sebelah bendera nasional Australia dan Myanmar di Gedung Parlemen di Canberra, Australia, Senin (19/3/2018). (AAP/Mick Tsikas/via REUTERS)




Yangon (CB) - Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi diperkirakan meraih hanya tujuh dari 13 kursi dalam pemilihan sela, kata juru bicara pada Ahad.

Juru bicara tersebut juga mengakui bahwa partai berkuasa di Myanmar itu perlu berbuat lebih banyak bagi pemilih dari kelompok suku kecil.

Pemungutan suara itu, yang diselenggarakan pada Sabtu, tidak akan mengubah keseimbangan kekuasaan tetapi dipandang sebagai ujian awal menjelang pemilihan umum pada 2020, menurut Reuters melaporkan.

Peraih Hadiah Nobel Suu Kyi berjanji mengakhiri konflik etnis, yang telah berlangsung beberapa dasawarsa, sebagai prioritas utama pemerintahannya, tetapi pembicaraan perdamaian terhenti dan pertempuran meningkat.


"Kami kehilangan lima dari enam kursi di kawasan suku. Orang di kawasan itu tidak puas dengan kinerja kami mengenai proses perdamaian," kata juru bicara NLD Myo Nyut, yang berbagi pemahaman tentang hasil yang diraih partai itu menjelang pengumuman resmi komisi pemilihan.

"Hasil ini adalah pelajaran bagi kami, Kami akan membuat strategi untuk masing-masing daerah pemilihan pada pemilihan mendatang."

Suu Kyi memimpin pemerintahan sipil Myanmar sejak menang dengan suara mayoritas di majelis rendah dan tinggi parlemen dalam pemilihan tahun 2015 yang mengakhiri kekuasaan militer selama beberapa dekade.

Tetapi dia harus berbagai kekuasaan dengan tentara, yang secara otomatis menguasai 25 persen kursi parlemen berdasarkan konstitusi yang dirancang militer.

Pemungutan suara pada Sabtu termasuk kursi-kursi di badan legislatif negara dan regional, dan juga parlemen nasional di ibu kota Myanmar, Naypyitaw.

NLD menang di sebagian besar wilayah tengah, tempat etnis Bamar penganut Buddha sebagai mayoritas, dalam pemungutan suara pada Sabtu.

Di negara bagian Kachin, Myanmar utara, NLD berada di posisi ketiga dalam pemilihan suara Majelis Tinggi yang telah dimenanginya tahun 2015.

Pada Sabtu, kursi di ibu kota negara bagian Myitkyina dimenangi Uni Solidaritas yang bersekutu dengan militer dan Partai Pembangunan, dengan beberapa partai etnis Kachin yang sebelumnya ingin memisahkan diri memberikan dukungan kepada Partai Pembangunan Kachin (KDP), yang berada di posisi kedua.

Gumgrawng Awng Hkam, calon KDP, kepada Reuters mengatakan prihatin bahwa sejumlah besar suara dari daerah yang berada di bawah kendali militer di kota itu tampaknya mendukung partai saingannya, yang didukung militer.




Credit  antaranews.com





Kamis, 01 November 2018

Bangladesh dan Myanmar Sepakati Repatriasi Rohingya


Menteri Luar Negeri Bangladesh Shahidul Haque.
Menteri Luar Negeri Bangladesh Shahidul Haque.
Foto: EPA
PBB menekankan repatriasi tidak boleh dilakukan tanpa perencanaan matang.



CB, DHAKA -- Bangladesh dan Myanmar sepakat melakukan repatriasi atau pemulangan ratusan ribu Muslim Rohingya yang dimulai pertengahan November. Lebih dari 700 ribu pengungsi Rohingya berada di Bangladesh untuk melarikan diri dari penumpasan tentara Myanmar

"Kami berharap untuk memulai repatriasi pada pertengahan November," kata Menteri Luar Negeri Bangladesh Shahidul Haque, Selasa (30/10).

Hal itu ia sampaikan setelah pertemuan dengan delegasi Myanmar yang dipimpin pejabat senior Kementerian Luar Negeri, Myint Thu di Dhaka pada Selasa (30/10). Myint Thu mengklaim pihaknya telah menyiapkan berbagai langkah memastikan para pengungsi memiliki lingkungan yang aman.

"Kami telah menempatkan sejumlah langkah untuk memastikan bahwa mereka yang kembali akan memiliki lingkungan yang aman untuk kepulangan mereka," kata Myint Thu.

Namun, badan pengungsi PBB (UNHCR) memandang kondisi di negara bagian Rakhine belum kondusif untuk kembali. UNHCR menyatakan, tidak ada perlindungan dan hanya memiliki akses terbatas terhadap media serta pengawas independen lainnya.

"Sangat penting bahwa pengembalian tidak terburu-buru atau prematur. Kami akan menyarankan agar tidak memaksakan angka jadwal atau target untuk repatriasi," kata juru bicara UNHCR Andrej Mahecic kepada Reuters di Jenewa.

PBB melaporkan Rohingya masih melintasi perbatasan ke Bangladesh. Hampir 14 ribu orang mengungsi tiba tahun ini di Bangladesh. Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina mengatakan pada bulan lalu, dalam keadaan apapun para pengungsi tidak akan diizinkan untuk menetap secara permanen.




Credit  republika.co.id




Kamis, 25 Oktober 2018

China Gagal Hentikan Pertemuan DK PBB Terkait Rohingya




China Gagal Hentikan Pertemuan DK PBB Terkait Rohingya
China gagal menghentikan pertemuan terkait Rohingya di Dewan Keamanan PBB. Foto/Istimewa


NEW YORK - China, yang didukung oleh Rusia, gagal menghentikan pertemuan pengarahan Dewan Keamanan (DK) PBB oleh Ketua Tim Pencari Fakta (TPF) PBB yang menuduh militer Myanmar melakukan genosida terhadap Muslim Rohingya. Ketua TPF pun mendesak DK PBB yang beranggotakan 15 negara untuk menegakkan keadilan.

"Kekejaman terus terjadi hari ini," kata Marzuki Darusman, ketua TPF PBB, kepada wartawan menjelang pengarahan dewan. 


"Ini adalah rentetan genosida yang sedang berlangsung," imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Kamis (25/10/2018).

Tekanan global meningkat terhadap Myanmar untuk bertanggung jawab setelah penumpasan yang dilakukan oleh militer negara itu di negara bagian barat Rakhine tahun lalu memicu eksodus sekitar 700 ribu etnis Rohingya ke Bangladesh. Sebagian besar dari mereka tidak mempunyai kewarganegaraan.

"Membiarkan Rohingya tetap berada di Rakhine berisiko besar dan mengembalikan mereka yang telah melarikan diri dalam konteks ini sama saja dengan menghukum mereka untuk hidup sebagai sub manusia dan pembunuhan massal lebih lanjut," kata Darusman kepada DK PBB.

Myanmar sendiri telah menolak laporan temuan PBB.

"Kami bersedia dan mampu mengambil isu-isu akuntabilitas untuk setiap dugaan pelanggaran hak asasi manusia di mana ada bukti yang cukup," kata Dubes Myanmar, Hau Do Suan kepada DK PBB.

Penindasan militer yang dilakukan Myanmar mengikuti serangan militan Rohingya terhadap pos keamanan. Myanmar telah membantah melakukan kekejaman terhadap Rohingya, dan mengatakan militernya melakukan tindakan yang dapat dibenarkan terhadap militan.

“Kejahatan yang kami dengar terdengar seperti yang terjadi di Rwanda dan Srebrenica sekitar dua puluh tahun yang lalu. Dewan Keamanan bertindak dalam dua situasi itu. (Dewan) ini bertindak terlambat untuk mencegah mereka yang semuanya rasa malu kami abadi, tetapi apakah bertindak itu memastikan akuntabilitas," kata Duta Besar Inggris Karen Pierce kepada dewan.

Inggris mengkoordinasi tindakan dewan di Myanmar dan Pierce mengatakan akan mendorong akuntabilitas yang benar-benar mengakhiri impunitas militer Myanmar.

Laporan penyelidikan PBB, dirilis pada bulan Agustus lalu, menyerukan kepada Dewan Keamanan untuk memberlakukan embargo senjata terhadap Myanmar, sanksi yang ditargetkan dan mendirikan pengadilan ad hoc untuk mengadili tersangka atau merujuk mereka ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).

"Kedaulatan nasional bukanlah lisensi untuk melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan atau genosida," kata Darusman kepada dewan.

"Rohingya dan semua orang Myanmar, sebenarnya seluruh dunia, sedang melihat Anda untuk mengambil tindakan," sentil Darusman.

Namun, para diplomat mengatakan hak veto akan menggerakkan China dan Rusia untuk melindungi Myanmar dari tindakan apa pun. Sementara Duta Besar Myanmar mengatakan bahwa negara itu tidak akan pernah menerima rujukan ICC. 

Inggris, Prancis, Amerika Serikat (AS) dan enam anggota lainnya meminta pengarahan pada Rabu, tetapi China menyerukan pemungutan suara untuk mencoba menghentikannya. Sembilan negara memberikan suara mendukung pengarahan - jumlah minimum yang diperlukan - sementara China, Rusia dan Bolivia menentang. Sedangkan Ethiopia, Equatorial Guinea dan Kazakhstan memilih untuk abstain.

Duta Besar AS untuk PBB Ma Zhaoxu mengatakan DK PBB tidak boleh terlibat dalam isu-isu hak asasi manusia khusus negara dan bahwa pengarahan akan menjadi kontraproduktif terhadap upaya untuk memecahkan situasi.

Duta Besar Rusia, Vassily Nebenzia, menuduh sembilan anggota dengan sengaja mengacaukan konsensus pertemuan DK PBB terkait isu tersebut.




Credit  sindonews.com



Rabu, 24 Oktober 2018

Amnesty Sambut Baik Sanksi ke Pejabat Militer Myanmar



Suasana kamp pengungsi Rohingya Balukhali, Bangladesh,
Suasana kamp pengungsi Rohingya Balukhali, Bangladesh,
Foto: Altaf Qadri/AP
Lima Jenderal itu dituding bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di Rakhine.



CB, CANBERRA -- Koordinator Kampanye Hak Asasi Manusia (HAM) di Amnesty International Australia Diana Sayed menyambut keputusan Pemerintah Australia menjatuhkan sanksi ekonomi dan larangan perjalanan terhadap lima pejabat militer Myanmar pada Selasa (23/10). Kelima pejabat militer Myanmar itu dinyatakan terlibat dalam pembersihan etnis Rohingya di negara bagian Rakhine.

Sayed menilai, langkah Australia menjatuhkan sanksi kepada lima pejabat militer Myanmar sangat tepat dilakukan. “Pemerintah Australia hari ini menanggapi penelitian dan kampanye Amnesty International yang menyerukan agar dikenakan sanksi terhadap para pelaku utama kekerasan terhadap orang-orang Rohingya,” katanya, dikutip dari laman resmi Amnesty International.

Kelima pejabat militer Myanmar yang baru saja dikenakan sanksi oleh Australia, kata Sayed, masuk dalam daftar 13 tokoh yang terlibat dalam kekerasan terhadap Rohingya. Daftar itu dicantumkan dalam laporan Amnesty International yang dirilis pada 27 Juni lalu. Laporan itu berjudul ’We Will Destroy Everything’: Military Responsibility for Crimes against Humanity in Rakhine State, Myanmar”.

Ia mengatakan, kekerasan, pemerkosaan, penyiksaan, pembunuhan, dan pembakaran permukiman Rohingya tidak dilakukan secara tiba-tiba atau tanpa perencanaan. “Ada banyak bukti bahwa itu adalah bagian dari serangan yang sangat teratur dan sistematis terhadap penduduk Rohingya,” ujar Sayed.



“Pemerintah (Australia) sekarang harus memperluas jaring sanksi untuk memasukkan ke-13 yang disebutkan dalam laporan itu dan mendorong sanksi multilateral yang komprehensif di forum seperti Dewan Keamanan PBB dan KTT ASEAN November mendatang,” kata Sayed.
Ia berpendapat, memang dibutuhkan upaya internasional untuk memberlakukan sanksi ekonomi terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap Rohingya. Namun hanya dengan cara itu keadilan dapat diberikan kepada orang-orang Rohingya.


photo

Pembersihan Etnis Rohingya





Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne telah mengumumkan penerapan sanksi ekonomi dan larangan perjalanan terhadap lima pejabat militer Myanmar pada Selasa. “Saya sekarang telah memberlakukan sanksi keuangan yang ditargetkan dan larangan perjalanan terhadap lima perwira militer Myanmar yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM yang dilakukan oleh unit di bawah komando mereka,” katanya.

Kelima perwira militer itu adalah Aung Aung, Than Oo, Khin Maung Soe, Maung Maung Soe, dan Aung Kyaw Zaw. Dua perwira terakhir, yakni Maung Maung Soe dan Aung Kyaw Zaw dilaporkan telah tidak menjadi anggota militer Myanmar.

Maung Maung Soe dipecat dari jabatannya sebagai komandan Biro Operasi Khsusus pada Juni lalu, tepatnya setelah Uni Eropa menjatuhkan sanksi kepadanya. Kemudian Aung Kyaw Zaw, yakni kepala Komando Barat, diizinkan mengundurkan diri pada Mei.

Dewan Keamanan PBB dijadwalkan menggelar pertemuan khusus bulan ini guna membahas laporan terkait dugaan genosida yang dilakukan militer Myanmar terhadap etnis Rohingya. Pertemuan itu diminta oleh sembilan negara anggota Dewan Keamanan, antara lain Prancis, Amerika Serikat (AS), dan Inggris.




Credit  republika.co.id




Australia Jatuhkan Sanksi ke Lima Jenderal Myanmar


Suasana kamp pengungsi Rohingya Balukhali, Bangladesh,
Suasana kamp pengungsi Rohingya Balukhali, Bangladesh,
Foto: Altaf Qadri/AP
Lima Jenderal itu dituding bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di Rakhine.



CB, CANBERRA -- Pemerintah Australia menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap lima jenderal militer Myanmar, Selasa (23/10). Kelima petinggi militer itu dituduh sebagai dalang atas kekerasan terhadap etnis minoritas Rohingya di Rakhine.

Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne menyebut, para petinggi di Myanmar, seperti Aung Kyaw Zaw, Maung Maung Soe, Aung Aung, Than Oo dan Khin Maung Soe, bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh unit di bawah komando mereka.

"Dari kelima jenderal, beberapa di antaranya diyakini telah mengundurkan diri dari jabatannya. Mereka juga akan dilarang bepergian ke Australia," ujar Payne seperti dikutip laman South Cina Morning Post, Selasa.


Sekitar 700 ribu warga Rohingya meninggalkan dari rumah mereka di negara bagian Rakhine, di Myanmar barat daya, sejak 2016.



Krisis kemanusiaan di Rohingya ditandai maraknya pembunuhan di luar proses hukum, perkosaan massal dan pembakaran desa oleh pasukan keamanan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut operasi tersebut mengarah  ke "pembersihan etnis" terhadap Rohingya.

Namun Myanmar mengklaim operasi di Rakhine semata untuk memburu kelompok militan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) yang dinilai bertanggung jawab atas serangan ke sejumlah pos polisi.

Pada akhir Agustus lalu, Tim Misi Pencari Fakta Independen PBB telah menerbitkan laporan tentang krisis Rohingya yang terjadi di Rakhine. Dalam laporan itu, disebut bahwa apa yang dilakukan militer Myanmar terhadap etnis Rohingya mengarah pada tindakan genosida.

Laporan tersebut menyerukan agar para pejabat tinggi militer Myanmar, termasuk panglima tertinggi militer Jenderal Min Aung Hlaing, diadili di Mahkamah Pidana Internasional (ICC).


Dalam laporan tersebut pula, Dewan Keamanan diserukan memberlakukan embargo senjata terhadap Myanmar, menjatuhkan sanksi kepada individu-individu yang bertanggung jawab, dan membentuk pengadilan ad hoc untuk menyeret mereka ke ICC.


Kebijakan Australia juga senada dengan keputusan Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa. Australia mengumumkan akan membekukan aset kelima jenderal termasuk seorang letnan jenderal yang memerintahkan kelompok operasi khusus yang diyakini berada di balik kekejaman itu.





Credit  republika.co.id




Rabu, 17 Oktober 2018

Dua Jet Tempur Myanmar Jatuh, 2 Pilot dan Gadis Cilik Tewas



Dua Jet Tempur Myanmar Jatuh, 2 Pilot dan Gadis Cilik Tewas
Pesawat jet tempur F-7 Myanmar. Dua jet tempur F-7 Myanmar jatuh pada Selasa (16/10/2018) pagi. Foto/aviationanalysis.net

YANGON - Dua pesawat jet tempur F-7 Mynamar jatuh di dua lokasi terpisah pada Selasa (16/10/2018). Dua pilot pesawat dan seorang gadis cilik berusia 10 tahun tewas dalam kecelakaan tersebut.

Para pejabat setempat mengatakan dua jet tempur tersebut merupakan pesawat buatan China dengan kursi tunggal. Cuaca buruk berupa kabut tebal diduga jadi penyebab kecelakaan tersebut.

Satu jet tempur jatuh ke sawah. Pesawat tempur lainnya sempat menukik di dekat sebuah pagoda Buddha di wilayah Magway, Myanmar tengah, sebelum jatuh ke tanah.

Menteri Utama Magway, U Aung Moe Nyo, mengatakan kedua pesawat tempur hancur berkeping-keping setelah jatuh sekitar pukul 07.30.

Kedua pilot tewas setelah tidak bisa mengeluarkan diri atau terlontar dari pesawat.

Gadis berusia 10 tahun yang ikut jadi korban tewas bernama Thwal Zin Nyein. Dia tewas setelah terkena serpihan dari salah satu jet yang hancur ketika dia sedang berada luar sekolah swasta.

"Dokter mengatakan dia meninggal tetapi saya masih tidak percaya putri saya meninggal seperti ini," kata ayah korban, U Khin Maung Phyu. "Dia akan selalu hidup di hati saya," ujarnya, seperti dikutip New York Times.

Menurut U Aung Moe Nyo, jasad dua pilot; Kapten Phyo Maung Maung dan Kapten Hein Thu Aung, ditemukan di antara puing-puing pesawat.

"Sangat memilukan untuk melihatnya," katanya, yang mengunjungi lokasi kecelakaan. Menurutnya, salah satu pilot mencoba mengeluarkan parasut. Namun, upaya penyelamatan diri tersebut gagal.

Angkatan udara Myanmar telah mengalami serangkaian kecelakaan fatal selama beberapa tahun terakhir, bahkan saat petinggi militer sudah belanja belanja peralatan tempur di luar negeri. Sekitar 13 persen dari anggaran negara tersebut dihabiskan untuk militer.

Pada bulan April, sebuah jet tempur F-7 jatuh selama pelatihan setelah mengalami "kegagalan teknis". Tahun lalu, 122 personel militer dan keluarga mereka, bersama dengan anggota awak pesawat, tewas ketika pesawat transportasi militer Y-8 buatan China jatuh ke Laut Andaman.

"Kami dapat melihat dari frekuensi kecelakaan pesawat yang kami miliki, beberapa masalah berkaitan dengan pesawat China," kata U Ye Myo Hein, direktur eksekutif dari Tagaung Institute of Political Studies di Yangon.

"Banyak jet tempur China di Myanmar tidak aktif terbang karena ada yang ketinggalan zaman dan beberapa membutuhkan perbaikan besar," ujarnya.

Mengutip keterangan di situs kantor Panglima Militer Myanmar, pada Selasa pagi ada empat pesawat jet tempur yang lepas landas dari pangkalan militer di Magway saat cuaca buruk. Dari empat pesawat, hanya dua yang kembali ke pangkalan.

Myanmar membeli sekitar 60 jet tempur F-7 dari China pada awal 1990-an. F-7 dianggap sebagai tiruan dari pesawat MiG-21 Soviet. Pesawat F-7 telah ekspor ke sejumlah negara termasuk Pakistan, Iran, Sudan dan Korea Utara. 



Credit  sindonews.com




Jumat, 28 September 2018

Dewan HAM PBB Siap Adili Myanmar atas Genosida Etnis Rohingya

Suasana aksi damai pengungsi Rohingya untuk memperingati satu tahun mereka mengungsi dari Myanmar, di kamp pengungsian Kutupalong, Cox's Bazar, Bangladesh, Sabtu, 25 Agustus 2018. REUTERS/Mohammad Ponir Hossain
Suasana aksi damai pengungsi Rohingya untuk memperingati satu tahun mereka mengungsi dari Myanmar, di kamp pengungsian Kutupalong, Cox's Bazar, Bangladesh, Sabtu, 25 Agustus 2018. REUTERS/Mohammad Ponir Hossain

CB, Jakarta - Dewan HAM PBB akan membentuk badan untuk mempersiapkan bukti pelanggaran hak asasi manusia di Myanmar, termasuk kemungkinan menuntut Myanmar atas tuduhan genosida etnis Rohingya.
Dilaporkan Reuters, 28 september 2018, 47 anggota Dewan HAM PBB memberikan 35 suara mendukung resolusi yang diusulkan Uni Eropa dan OKI berbanding tiga suara menolak, sementara tujuh anggota abstain.

Tiga negara yang menolak yakni Cina, Filipina, dan Burundi menentang resolusi, yang mengklaim didukung oleh lebih dari 100 negara.

Foto-foto yang diabadikan Wa Lone pada 8 Desember 2017 menunjukkan tulang manusia yang diduga milik 10 Muslim Rohingya yang dibantai tentara Myanmar pada 1-2 September 2017. REUTERS
Duta Besar Myanmar Kyaw Moe Tun mengatakan resolusi itu didasarkan pada laporan misi pencari fakta (FFM) PBB yang ditolak oleh pemerintahnya, yang dinilai sepihak dan tidak seimbang, serta bisa membuat perpecahan negara Myanmar.
"Rancangan resolusi ini didasarkan pada tuduhan serius dan tidak terverifikasi dan rekomendasi dari FFM yang bahkan dapat membahayakan persatuan nasional negara," kata Tun.
Dia mengatakan bahwa resolusi itu tidak akan berkontribusi untuk menemukan solusi permanen untuk situasi di negara bagian Rakhine di Myanmar.

Resolusi tersebut membentuk badan untuk mengumpulkan, mengkonsolidasi, melestarikan dan menganalisis bukti kejahatan internasional paling serius dan pelanggaran hukum internasional yang dilakukan di Myanmar sejak 2011, dan untuk menyiapkan dokumen guna memfasilitasi dan mempercepat proses kriminal yang adil dan independen.
Lembaga baru ini akan bekerja sama dengan penuntutan masa depan yang diajukan oleh Pengadilan Kejahatan Internasional, yang mengatakan awal bulan ini bahwa mereka memiliki bukti hukum atas dugaan deportasi Muslim Rohingya dari Myanmar ke Bangladesh.

Pejalan kaki melintasi poster Min Aung Hlaing, Panglima Militer Myanmar yang bertanggung jawab atas kekejaman terhadap Rohingya, di trotoar Kota New York, Selasa, 25 September 2018. Kampanye tersebut dilaksanakan untuk menyambut sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-73 di kota tersebut. Amnesty Internasional
Laporan tim pencari fakta PBB mengatakan militer Myanmar telah melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap etnis Rohingya dengan tujuan genosida dan menyerukan panglima tertinggi Myanmar, Min Aung Hlaing, dan lima jenderal yang ditunjuk untuk dituntut atas kejahatan kemanusiaan.
Dalam resolusi, Dewan HAM PBB mengatakan ada cukup informasi untuk menjamin pengadilan yang kompeten untuk menentukan tanggung jawab mereka atas genosida.

Pada 18 September 2018, Misi Pencari Fakta PBB di Myanmar mempresentasikan laporan akhirnya kepada Dewan Hak Asasi Manusia, memberikan lebih banyak bukti kejahatan militer di Myanmar. Misi Pencarian Fakta menyerukan para pejabat militer senior dan para tersangka lainnya untuk diselidiki dan dituntut atas kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan genosida.


Sepuluh orang Rohingya ditangkap pada 1 September 2017 di desa Inn Din. Keesokan harinya, tentara Myanmar dan penduduk desa menembak dan memukuli mereka sampai mati. Foto diperoleh dari seorang penduduk desa dan dikonfirmasi keasliannya oleh Reuters.[Reuters]
Awal pekan ini, Amnesty International mengirimkan lebih dari 90.000 tanda tangan dari orang-orang di seluruh dunia kepada anggota Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, yang menyerukan pembentukan mekanisme akuntabilitas atas kekejaman di Myanmar, seperti dilansir dari amnesty.org. Amnesty International juga meminta para pemimpin dunia di Majelis Umum PBB untuk meminta pertanggungjawaban pemimpin militer Myanmar.

"Sangat memprihatinkan bahwa Cina berusaha untuk melindungi pelaku dari keadilan dan akuntabilitas dengan melakukan pemungutan suara pada resolusi ini. Langkah ini untuk memblokir keadilan dan pertanggungjawaban bagi Rohingya dan minoritas lainnya pada saat Cina melakukan pelanggaran hak asasi manusia serius terhadap warga Uighur dan minoritas Muslim lainnya di dalam perbatasannya. Sejarah akan menilai para pemimpin Cina dengan keras untuk penghinaan terang-terangan mereka untuk keadilan," kata Tirana Hassan, Direktur Penanggulangan Krisis Amnesty International.
Diplomat Cina Chen Cheng mengatakan kepada Dewan HAM PBB bahwa Cina menentang resolusi penuntutan Myanmar atas tuduhan genosida Rohingya karena kemungkinan besar akan memperburuk ketegangan.






Credit  tempo.co




Parlemen Desak AS Nyatakan Genosida Terhadap Rohingya



Pegungsi Rohingya menjual sayuran kamp pengungsi Kutupalong, Bangladesh,
Pegungsi Rohingya menjual sayuran kamp pengungsi Kutupalong, Bangladesh,
Foto: Altaf Qadri/AP

Sebuah pernyataan genosida oleh pemerintah AS dapat memiliki implikasi hukum.



CB, WASHINGTON -- Para pemimpin Komite Urusan Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat AS mendesak Presiden Donald Trump mengakui kampanye militer Myanmar terhadap kaum minoritas Muslim di negara tersebut adalah bentuk genosida. Menurut DPR AS, pendefinisian atas kekejaman di Myanmar itu penting.

"Membuat penetapan genosida secara formal harus menjadi langkah berikutnya bagi AS. Mendefinisikan kekejaman ini untuk apa sangat penting demi membangun kesadaran publik internasional dan dukungan untuk menghentikan mereka," kata ketua komite, Ed Royce, Jumat (28/9).

Royce mengadakan dengar pendapat, berjudul "Genosida Terhadap Rohingya Burma," hanya selang dua hari setelah Departemen Luar Negeri AS merilis sebuah laporan tentang militer Myanmar. Laporan ini menemukan militer di Myanmar melancarkan kampanye pembunuhan massal terencana dan terkoordinasi, pemerkosaan geng dan kekejaman lainnya terhadap Rohingya.

Namun, laporan yang dapat digunakan untuk menjatuhkan sanksi terhadap pemerintah Myanmar, itu tidak menggambarkan tindakan militer Myanmar sebagai sebuah genosida atau kejahatan terhadap kemanusiaan. Banyak anggota Kongres, termasuk Presiden Donald Trump sesama partai Republik dan juga Demokrat, telah menyerukan tanggapan yang lebih kuat terhadap krisis kemanusiaan Myanmar di mana hampir 700 ribu warga Rohingya telah melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh.

Sebuah pernyataan genosida oleh pemerintah AS dapat memiliki implikasi hukum sehingga Washington dapat melakukan tindakan hukuman yang lebih kuat terhadap Myanmar. Ini telah membuat beberapa orang di pemerintahan Trump mewaspadai mengeluarkan penilaian seperti itu. Namun tekanan dari anggota Kongres, terutama Partai Republik seperti Royce, dapat membantu mempengaruhi keputusan.

Secara terpisah, dua anggota Komite Hubungan Luar Negeri Senat, Bob Menendez dan Republik Todd Young, bertanya kepada Menteri Luar Negeri Mike Pompeo terkait apakah dia telah meminta kepada Kantor Penasihat Hukum di Departemen Luar Negeri untuk penetapan legal formal genosida.

"Kami meminta Anda memberikan keputusan hukum resmi mengenai tindakan militer Myanmar ke Kongres tanpa penundaan," kata mereka dalam sebuah surat yang diperlihatkan Reuters pada Kamis waktu setempat kemarin. Namun Departemen Luar Negeri tidak segera menanggapi permintaan pada surat itu.




Credit  republika.co.id




Krisis Rohingya, Kanada Cabut Kewarganegaraan Suu Kyi

Krisis Rohingya, Kanada Cabut Kewarganegaraan Suu Kyi
Kanada mencabut kewarganegaraan kehormatan yang diberikan kepada pemimpin defacto Myanmar, Aung San Suu Kyi, di tengah isu krisis kemanusiaan Rohingya. (Reuters/Soe Zeya Tun)


Jakarta, CB -- Parlemen Kanada memutuskan untuk mencabut kewarganegaraan kehormatan yang diberikan kepada pemimpin defacto Myanmar, Aung San Suu Kyi, di tengah isu krisis kemanusiaan Rohingya di negara bagian Rakhine.

"Pada 2007, Dewan Perwakilan memberikan Aung San Suu Kyi status kewarganegaraan kehormatan Kanada. Hari ini, parlemen meloloskan mosi untuk mencabut status ini," ujar Adam Austen, juru bicara Menteri Luar Negeri Kanada, Chrystia Freeland.

AFP melaporkan bahwa keputusan ini diambil setelah parlemen Kanada melakukan pemungutan suara pada Kamis (27/9).



Pencabutan kewarganegaran ini dilakukan sepekan setelah Kanada mendeklarasikan operasi militer Myanmar terhadap Rohingya sebagai genosida.


Isu ini kembali menjadi sorotan sejak tahun lalu, ketika lebih dari 700 ribu orang Rohingya kabur ke Bangladesh untuk menghindari tindak kekerasan militer Myanmar di Rakhine.

Rangkaian kekerasan itu pecah setelah satu kelompok bersenjata Rohingya menyerang sejumlah pos polisi dan satu markas militer di Rakhine.



Mereka mengklaim serangan itu merupakan bentuk protes untuk membela hak-hak Rohingya yang selama ini tertindas.

Myanmar menganggap ini sebagai teror. Militer kemudian melancarkan operasi pembersihan Rakhine dari kelompok teror Rohingya.

Namun menurut sejumlah laporan, militer tak hanya menyerang kelompok tersebut, tapi juga warga sipil. Mereka bahkan dilaporkan membakar rumah-rumah hingga melakukan pembantaian orang Rohingya.

Rangkaian kekerasan ini menimbulkan kecaman terhadap Suu Kyi, peraih Nobel Perdamaian yang awalnya diharapkan dapat membawa perubahan setelah terpilih dalam pemilu.



Meski demikian, sejumlah pengamat memperkirakan Suu Kyi tak dapat bertindak banyak karena ditekan oleh militer yang masih memegang porsi besar dalam parlemen.

Walau mencabut status Suu Kyi, Kanada memastikan bahwa mereka akan tetap mengalirkan bantuan untuk Rohingya.

"Kami akan terus mendukung Rohingya dengan memberikan bantuan kemanusiaan, menjatuhkan sanksi atas jenderal-jenderal Myanmar, dan menuntut pihak bertanggung jawab agar diadili oleh badan internasional yang kompeten," ujar Austen. 




Credit  cnnindonesia.com






Rabu, 26 September 2018

AS tuding Myanmar rencanakan pembunuhan massal Rohingya


AS tuding Myanmar rencanakan pembunuhan massal Rohingya
Roshan Begum, seorang pengungsi Rohingya, mengusap matanya setelah mendengar berita bahwa anak lelakinya telah ditemukan di penjara Buthidaung di Myanmar melalui program permintaan melacak pesan Bangladesh Red Crescent Society Bangladesh, di sebuah kamp di Cox's Bazar, Bangladesh, 3 Juli 2018. Foto diambil tanggal 3 Juli 2018. (REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)



Washington (CB) - Investigasi oleh pemerintah Amerika Serikat membuktikan bahwa militer Myanmar telah "merencanakan dan mengkoordinasikan" pembunuhan massal, pemerkosaan massal, dan sejumlah kejahatan lainnya terhadap kelompok minoritas Rohingya.

Menurut Reuters, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat akan menyiarkan hasil penyelidikan itu pada Senin dan akan menggunakannya sebagai alasan pemberlakuan sanksi tambahan.

Namun, penyelidikan itu tidak menyebut aksi militer terhadap Rohingya sebagai genosida.

Sejumlah sumber Reuters mengungkapkan bahwa persoalan ini sempat menjadi bahan perdebatan sengit yang membuat mereka harus menunda penyiaran hasil investigasi selama hampir satu bulan.

Dalam investigasi itu, Amerika Serikat mewawancarai lebih dari seribu warga Rohingya di tempat penampungan pengungsi Bangladesh, yang menjadi tempat pelarian bagi hampir 700.000 warga Rohingya.

"Survei ini mengungkapkan bahwa kekerasan di kawasan utara Rakhine terjadi dalam skala yang sangat besar, luas, ekstrem, dan sepertinya ditujukan untuk meneror para penduduk serta mengusir warga Rohingya," kata laporan setebal 20 halaman itu.

"Skala operasi militer yang ada menunjukkan bahwa aksi ini sangat terencana dan terkoordinasi," kata laporan yang sama.

Para penyintas bercerita apa yang mereka saksikan, termasuk bagaimana para tentara Myanmar membunuh bayi dan anak kecil, menembak sejumlah pria tak bersenjata, dan mengubur orang hidup-hidup.

Para penyintas juga menceritakan pelecehan seksual oleh militer Myanmar terhadap perempuan Rohingya, yang sering dilakukan di muka umum.

Salah seorang saksi mengaku melihat empat gadis Rohingya diculik, diikat dengan tali, lalu diperkosa selama tiga hari, demikian laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan.

Militer Myanmar sendiri membantah telah melakukan aksi pembersihan etnis dan beralasan bahwa operasi yang mereka lakukan bertujuan untuk memberantas terorisme.


Credit  antaranews.com


Hasil Temuan AS, PBB, Uni Eropa di Myanmar: Genosida Rohingya



Jenazah pengungsi Rohingya ditemukan di dalam hutan perbatasan Malaysia dengan Thailand. [Photo: Reuters]
Jenazah pengungsi Rohingya ditemukan di dalam hutan perbatasan Malaysia dengan Thailand. [Photo: Reuters]

CB, Jakarta - Myanmar menghadapi tekanan internasional atas temuan sejumlah lembaga internasional yang menyebut terjadi genosida dan pembersihan etnis Rohingya di Rakhine. Bahkan Pengadilan Kejahatan Internasional, ICC mengancam menyeret Myanmar ke pengadilan karena melakukan kejahatan kemanusiaan.
Apa saja hasil temuan-temuan dari misi pencarian fakta PBB, Amerika Serikat, dan Uni Eropa, sehingga militer dan pemerintah Myanmar dikecam oleh internasional mengenai perlakuannya terhadap Rohingya?

1. PBB
Tim pencari fakta PBB menemukan keterlibatan angkatan bersenjata Myanmar berupa tindak kejahatan yang sangat gawat berdasarkan hukum internasional terhadap Rohingya. PBB  menyebut pejabat militer Myanmar, termasuk Panglima Militer, Min Aung Hlaing, harus disidik dan diadili atas tuduhan telah melakukan pembantaian di wilayah utara negara bagian Rakhine, serta tindak kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan lainnya di negara bagian Kachin, Shan, dan Rakhine.

Militer Myanmar dituding bertanggung jawab dalam pembunuhan, salah memenjarakan orang, melakukan penyiksaan, perbudakan seks dan pemerkosaan. Laporan PBB menyebut, di negara bagian Rakhine ada bukti telah terjadi pemusnahan dan deportasi.
Tindak kejahatan di Rakhine, Myanmar, berdasarkan cara para korban diperlakukan, kondisi dan ruang lingkup mengarah pada adanya niat melakukan genosida atau pembantaian dalam konteks lain. Tim pencari fakta PBB menyimpulkan ada cukup bukti untuk mengadili para pucuk pimpinan militer Myanmar.

Fotografer membantu pengungsi Rohingya untuk keluar dari Sungai Nad saat mereka melintasi perbatasan Myanmar-Bangladesh di Palong Khali, dekat Cox's Bazar, Bangladesh, 1 November 2017. Ratusan ribu warga Rohingya mengungsi dari negara bagian Rakhine untuk menghindari kekerasan. REUTERS/Hannah McKay


2. Amerika Serikat
Amerika Serikat bersama sejumlah negara menyerukan jenderal militer Myanmar untuk dibawa ke pengadilan internasional karena terlibat pelanggaran HAM terhadap etnis minoritas Muslim Rohingya.
Evaluasi yang dipimpin oleh Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat telah melibatkan lebih dari seribu wawancara dengan penduduk etnis  minoritas Rohingya, laki-laki dan perempuan di kamp-kamp pengungsian di Bangladesh.
Dalam pidato Duta Besar Amerika Serikat, Nikki Haley, mengatakan fakta-fakta mengenai pembersihan etnis Rohingya harus diungkap dan didengar. Haley menjelaskan, dari sekitar 1000 warga Muslim Rohingya yang diwawancarai oleh tim bentukan Kemenlu AS, ada sekitar 20 persen mengaku menyaksikan setidaknya 100 korban terbunuh atau terluka.
82 persen warga mengaku menyaksikan tindak pembunuhan terjadi. Ada 50 persen saksi yang mengatakan menyaksikan kekerasan seksual dan 45 persen menyaksikan tindakan pemerkosaan.
Laporan ini disusun berdasarkan wawancara terhadap 1,024 saksi dari warga etnis minoritas Rohingya di kamp pengungsi di Bangladesh. Laporan rampung disusun pada akhir April 2018.

Ekspresi perempuan lansia pengungsi Rohingya saat melintasi sungai Naf River ketikat berada di perbatasan Bangladesh-Myanmar di Palong Khali, Cox’s Bazar, Bangladesh, 1 November 2017. REUTERS/Adnan Abidi




3. Uni Eropa
Uni Eropa secara resmi menjatuhkan sanksi untuk 7 jenderal Myanmar atas dugaan melakukan kekejaman dan pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya di negara bagian Rakhine tahun lalu. Dalam keputusan yang diumumkan pada Senin, 25 Juni 2018, Uni Eropa mengatakan pelanggaran itu termasuk pembunuhan, kekerasan seksual dan pembakaran sistematis rumah dan bangunan warga Rohingya pada akhir 2017.
Sanksi yang diberlakukan, menurut laporan, berupa pembekuan aset dan pelarangan perjalanan terhadap tujuh pejabat militer senior Myanmar tersebut. Selain sanksi, Uni Eropa juga memperpanjang embargo senjata dan melarang pelatihan apa pun, atau kerja sama dengan Angkatan Bersenjata Myanmar.
“Salah satu jenderal, Letnan Jenderal Aung Kyaw Zaw bertanggung jawab atas kekejaman dan pelanggaran HAM serius yang dilakukan terhadap penduduk Rohingya di Negara Bagian Rakhine oleh Komando Barat selama periode itu," demikian pernyataan Uni Eropa mengenai Rohingya.








Credit  tempo.co





Selasa, 25 September 2018

Panglima Militer Myanmar Peringatkan PBB Soal Rohingya



Min Aung Hlaing. REUTERS
Min Aung Hlaing. REUTERS

CB, Jakarta - Panglima militer Myanmar, Min Aung Hlaing menegaskan kepada PBB untuk tidak mencampuri urusan kedaulatan negaranya terkait dengan isu etnis Rohingya.
Ini merupakan reaksi publik pertama pemimpin militer Myanmar  sejak misi pencari fakta PBB menyimpulkan kepala jenderal senior Myanmar bertanggung jawab atas penderitaan etnis Rohingya dan tuntutan agar Hlaing diadili di Pengadilan Pidana Internasional atau ICC.

“Karena negara-negara menetapkan standar dan norma yang berbeda, negara, organisasi atau kelompok manapun tidak memiliki hak untuk ikut campur dalam pembuatan keputusan atas kedaulatan negara,” kata Hlaing dalam pidatonya seperti dikutip dari Reuters, Selasa, 25 September 2018.
Hlaing juga mengabaikan tuntutan PBB supaya militer Myanmar dihapus dari kegiatan politik Myanmar, dan memperingatkan bahwa keikutsertaan pada urusan internal negara akan menyebabkan kesalahpahaman.
Dalam pidatonya, Hlaing menjelaskan bahwa Tatmadaw, sebutan untuk militer Myanmar,  tidak memiliki niat untuk mengekstraksi diri pada ranah politik. “Tatmadaw akan melanjutkan upayanya untuk perdamaian abadi,” tambahnya.

Foto-foto yang diabadikan Wa Lone pada 8 Desember 2017 menunjukkan tulang manusia yang diduga milik 10 Muslim Rohingya yang dibantai tentara Myanmar pada 1-2 September 2017. REUTERS




Hlaing mengungkapkan bahwa minoritas Rohingya sebagai Bengali. Hukum Myanmar tidak mengakui kelompok minoritas Rohingya di Myanmar. Di bawah Undang-Undang Kewarganegaraan 1982, mereka harus menerima pengawasan.
Militer juga membantah hampir semua kesalahan yang ditujukan kepadanya, dan membenarkan tindakan kekerasannya sebagai cara sah untuk membasmi milisi Rohingya. Ia menegaskan  bahwa pasukan keamanan melakukan operasi yang sah untuk membasmi teroris.

Pemerintah sipil Myanmar, Aung Suu Kyi juga menolak laporan dari misi pencarian fakta PBB sebagai kecacatan, dan menolak otoritas ICC karena Myanmar tidak menjadi anggotanya.
Lebih dari 700 ribu minoritas Muslim Rohingya sebagai pengungsi di Bangladesh. Mereka korban tindak kekerasan militer Myanmar dengan cara pembunuhan, pemerkosaan, pembakaran, dan penyiksaan dengan mengabaikan kehidupan kemanusiaanya.



Credit  tempo.co





Rabu, 19 September 2018

PBB Minta Militer Myanmar Dihapus dari Kegiatan Politik


Jenderal Senior Min Aung Hlaing, panglima tertinggi militer Myanmar, berjabat tangan dengan pemimpin partai Liga Nasional untuk Demokrasi, Aung San Suu Kyi, pada Desember 2015.[REUTERS/Soe Zeya Tun]
Jenderal Senior Min Aung Hlaing, panglima tertinggi militer Myanmar, berjabat tangan dengan pemimpin partai Liga Nasional untuk Demokrasi, Aung San Suu Kyi, pada Desember 2015.[REUTERS/Soe Zeya Tun]

CB, Jakarta - PBB meminta militer Myanmar atau Tatmadaw dihapus dari kegiatan politik negara itu setelah hasil penyelidikan menemukan fakta bahwa militer terlibat dalam kejahatan kemanusiaan terhadap etnis Rohingya.
Menurut PBB, di tangan militer Myanmar Muslim Rohingya telah mengalami empat dari lima tindakan yang dikategorikan sebagai genosida. Sekitar 700 ratus ribu Rohingya kemudian melarikan diri ke Bangladesh.

“Militer Myanmar harus di keluarkan dari politik. Pemerintah sipil, Aung San Suu Kyi harus mempercepat penghapusan Tatmadaw dari kehidupan politik Myanmar,” tegas penyelidik PBB, dilansir dari TRTWorld, 18 September 2018.
Para pemimpin militer Myanmar senior, menurut PBB, harus dituntut atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida terhadap Rohingya selama penumpasan yang mematikan dimulai pada Agustus 2017, dan menyusul serangan millisi terhadap pos-pos keamanan di negara bagian Rakhine.

Seorang perempuan Rohingya bersama dengan pengungsi lain membawa kertas yang isinya menuntut keadilan, saat aksi damai di kamp pengungsian Kutupalong, Cox's Bazar, Bangladesh, Sabtu, 25 Agustus 2018. Tahun lalu, sekitar 700 ribu orang Rohingya mengungsi ketika militer Myanmar melaksanakan operasi di Negara Bagian Rakhine. REUTERS/Mohammad Ponir Hossain

Laporan lengkap PBB juga memberikan analisis rinci kekerasan di negara bagian Kachin, Shan dan Rakhine. Banyak yang telah didokumentasikan dan dipublikasikan melalui kesaksian, citra satelit, dan sumber informasi lainnya.
“Ini menunjukkan tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang di pihak militer dan pasukan keamanan lainnya, termasuk pembunuhan, penyiksaan, penjarahan, eksekusi tanpa proses hukum, pemerkosaan, perbudakan seksual, dan pengambilan sandera,” tertulis dalam laporan penyelidikan PBB seperti dikutip dari ABC News.

Pemerintah Myanmar tidak memberikan tanggapan atas laporan PBB tentang keterlibatan militer melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap Rohingya. Duta Besar Myanmar di Jenewa, Kyaw Moe Tun akan berbicara pada dialog interaktif di Dewan Hak Asasi Manusia nantinya.



Credit  tempo.co



PBB: Kebrutalan Militer Myanmar ke Rohingya Sulit Dipahami


PBB: Kebrutalan Militer Myanmar ke Rohingya Sulit Dipahami
Marzuki Darusman yang memimpin tim pencari fakta PBB soal Muslim Rohingya mengatakan kekejaman militer Myanmar tidak bisa dipahami. (CNN Indonesia/Hesti Rika)


Jakarta, CB -- Marzuki Darusman, kepala tim pencari fakta PBB soal kekerasan di Myanmar,  mengatakan tingkat kebrutalan militer Myanmar terhadap Muslim Rohingya "sulit dipahami" ketika dia menyampaikan laporan yang juga meminta petinggi militer negara itu diadili dengan dakwaan genosida.

"Sulit dipahami tingkat kebrutalan operasi Tatmadaw, operasi itu benar-benar mengacuhkan kehidupan warga sipil," ujar Marzuki Darusman di hadapan Dewan HAM PBB, Selasa (18/9).

Tatmadaw adalah sebutan bagi militer Myanmar.


Marzuki menyajikan laporan misi pencari fakta setebal 444 halaman yang berisi rincian serangkaian pelanggaran yang dilakukan oleh militer Myanmar, terutama terhadap Muslim Rohingya.


Operasi brutal militer tahun lalu menyebabkan 700 ribu warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh. Berbagai pihak menuntut agar mreka yang melakukan operasi itu diadili.

Tetapi tim pencari fakta PBB mengatakan taktik militer "konsisten dan sangat tidak seimbang dengan ancaman keamanan yang sebenarnya ada".

Laporan ini mengatakan sekitar 10 ribu orang tewas dalam operasi itu dan ini disebut sebagai angka yang konservatif.

Laporan tim Pencari Fakta PBB menyebutkan kaum pria Muslim Rohingya yang tidak melarikan diri ke Bangladesh ditembak mati oleh militer Myanmar.  (MYANMAR-RAKHINE/EVENTS Handout via REUTERS)
Marzuki merinci pembantaian di desa-desa Rohingya dan menggambarkan bagaimana warga yang tidak bisa melarikan diri "dikumpulkan dan dipisahkan berdasarkan jenis kelamin".

"Kaum pria secara sistematis dibunuh. Anak-anak ditembak dan dilempar ke sungai atau dibakar."



Sementara itu, kaum perempuan dana anak perempuan secara rutin diperkosa beramai-ramai, banyak dari mereka "disisak secara mental dan fisik ketika diperkoka," ujarnya dengan merujuk pada banyaknya korban yang digigit yang tampaknya "semacam bentuk cap."

Marzuki mengatakan "tingkat, kekejaman dan sistematis (kekejaman seksual) sudah dipastikan bahwa perkosaan digunakan sebagai taktik perang."

"Kami menyimpulkan bahwa...tindakan Tatmadaw dan pasukan keamnaan lain ini masuk dalam empat dari lima kategori genosida," ujarnya.

Versi pendek laporan yang diumumkan bulan lalu telah meminta kepala staf militer Myanmar mengundurkan diri. Dia dan lima komandan tinggi militer lainnya diminta untuk diadili di pengadilan internasional dengan dakwaan genosida.



Laporan versi panjang yang diterbitkan Selasa ini juga meminta militer Myanmar yang menduduki seperempat kursi parlemen dan memegang tiga jabatan kementerian benar-benar keluar dari panggung politik.

Marzuki Darusman mengeluhkan penolakan pemerintah Myanmar bekerja sama dalam penyelidikan misi pencari fakta PBB ini.

"Demokrasi memerlukan satu pemerintah yang siap untuk diselidiki," ujarnya, dan menekankan bahwa "diperlukan satu kerangka hukum yang menjamin hak bagi semua pihak tanpa diskriminasi."

"Dalam hal ini, transisi demokrasi di Myanmar baru saja mulai dan sekarang proses itu terhenti."





Credit  cnnindonesia.com



Rabu, 12 September 2018

Badan HAM PBB Minta Pembentukan Lembaga Yudisial untuk Rohingya



Presiden Joko Widodo berbincang dengan Presiden Republik Chili Michelle Bachelet di beranda Istana Merdeka, Jakarta, 12 Mei 2017. TEMPO/Subekti.
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Presiden Republik Chili Michelle Bachelet di beranda Istana Merdeka, Jakarta, 12 Mei 2017. TEMPO/Subekti.

CB, Jenewa – Kepala Badan Hak Asasi Manusia PBB, Michelle Bachelet, meminta pendirian sebuah lembaga yudisial baru, yang bertugas untuk mengumpulkan bukti-bukti pelanggaran HAM sebagai bahan dasar penuntutan atas kejahatan penyiksaan dan pembunuhan terhadap warga etnis minoritas Muslim Rohingya di Myanmar.

Tim independen PBB, seperti dilansir CNN, menyebut warga etnis Rohingya mengalami genosida oleh militer Myanmar di negara bagian Rakhine dalam operasi militer pada Agustus 2017. Tim juga menyebut ada bukti kuat terjadi kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang terhadap warga Rohingya oleh militer.
Tim independen PBB menyebut nama enam jenderal Myanmar yang terlibat termasuk Panglima Myanmar, Min Aung Hlaing.


“Pola-pola kejahatan yang terus menerus terjadi ini menunjukkan adanya kekebalan hukum yang dinikmati militer Myanmar,” kata Bachelet kepada 47 anggota Badan HAM PBB dalam pidato perdananya sebagai kepala sejak menjabat pada 1 September 2018 seperti dilansir Reuters, Senin, 10 September 2018.

Bachelet mengatakan dia menyambut baik keputusan jaksa penuntut dari Pengadilan Kriminal Internasional pada pekan lalu bahwa ICC memiliki yurisdiksi atas kasus deportasi warga Rohingya dari Myanmar ke Bangladesh sebagai bentuk kejahatan atas kemanusiaan.

“Ini merupakan langkah yang sangat penting untuk mengakhiri impunitas atau kekebalan hukum dan menangani langsung penderitaan besar yang dialami warga etnis Rohingya," kata bekas Presiden Chile itu.
Menurut tim investigasi PBB, pelanggaran HAM juga dialami dua etnis minoritas Myanmar yaitu di negara bagian Kachin dan Shan.





Credit  tempo.co



Rabu, 05 September 2018

Aung San Suu Kyi Ragu Campuri Sistem Peradilan Myanmar


Aung San Suu Kyi Ragu Campuri Sistem Peradilan Myanmar
Aung Sann Suu Kyi belum mengeluarkan tanggapan atas kritik penjatuhan hukuman dua wartawan Reuters karena disebut tak mau campuri sistem peradilan Myanmar. (Reuters/Ann Wang)


Jakarta, CB -- Pejabat pemerintah Myanmar reaksi bisu pemimpin sipil Myanmar Aung San Suu Kyi atas kecaman dunia internasional terkait keputusan hukuman penjara dua wartawan kantor berita Reuters disebabkan keraguannya mengkritik sistem peradilan negara itu.

Aung Hla Tun, mantan wartawan Reuters yang kini menjadi wakil menteri informasi, mengatakan, "mengkritik sistem peradilan bisa dianggap penghinaan terhadap pengadilan."

"Saya pikir dia tidak akan melakukan itu," kata Hla Tun kepada kantor berita AFP, Selasa (4/9).



Wa Lone dan Kyaw Soe Oo ditangkap ketika meliput aksi kekerasan militer yang memicu pengungsian sekitar 700 ribu Muslim Rohingya tahun lalu.


Pengadilan Yangoon memutuskan keduanya bersalah berdasarkan Undang-Undang Kerahasiaan Negara dan menjatuhkan hukuman penjara masing-masing tujuh tahun.

Kesaksian seorang polisi membenarkan argumentasi pembelaan keduanya bahwa mereka dijebak oleh polisi yang menyerahkan sejumlah dokumen ketika mereka makan malam sesaat sebelum ditangkap.

Hakim pengadilan memutuskan untuk tidak mempertimbangkan kesaksian itu dalam mengambil keputusan.

Keputusan ini dikecam Uni Eropa, PBB, Amerika Serikat, media dan kelompok-kelompok hak asasi manusia.


Aung San Suu Kyi yang pernah dikenakan tahanan rumah selama 15 tahun dan saat itu memanfaatkan media asing untuk melaporkan nasibnya.

Laporan PBB yang diterbitkan minggu lalu menuduh pemenang hadiah Nobe ini gagal mempergunakan otoritas moralnya untuk menghentikan kekerasan militer tahun lalu dan meminta agar para jenderal yang terlibat diadili dengan tuduhan "genosida".

Aung San Suu Kyi Ragu Campuri SIstem Peradilan Myanmar
Dua wartawan ini mengaku dijebak oleh polisi yang diperkuat oleh kesaksian seorang polisi, namun hakim tetap menyatakan mereka bersalah. (ReutersMyat Thu Kyaw)
Pengacara kedua wartawan ini akan naik banding meski prosesnya akan memakan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun.

Presiden Myanmar, sekutu dekat Suu Kyi, juga bisa mengampuni kedua wartawan itu namun pengamat mengatakan campur tangan pemerintah tidak akan terjadi dalam waktu dekat.



Pada 8 April, 500 orang termasuk 36 tahanan politik mendapat amnesti namun masih ada 200 orang yang menunggu sidang pengadilan karena kasus yang terkait kegiatan politik.

Sementara itu, pendukung Suu Kyi di luar negeri kecewa dengan perilakunya terhadap nasih kedua wartawan tersebut.

Satu-satunya pernyataan dia terkait wartawan Reuters itu dikemukakan dalam wawancara dengan NHK Jepang bahwa mereka melanggar Undang-Undang Keamanan Negara. Pernyataan itu dikecam keras oleh kelompok hak asasi manusia karena berpotensi mempengaruhi keputusan pengadilan.

Diplomat AS Bill Richardson, mentan orang kepercayaan Suu Kyi dan anggota dewan penasehat krisis Rohingya, menuduh pemimpin sipil Myanmar ini menyebut kedua wartawan ini sebagai pengkhianat ketika bertemu pada awal tahun ini.

Sementara kasus ini membuat marah dunia Barat, di dalam negeri kasus ini tidak mendapat perhatian besar meski ada dampak pada kebebasan pers.

Reaksi atas keputusan pengadilan ini juga beragam.

Media yang didukung pemerintah hampir tidak memberitakan keputusan pengadilan ini meski koran lain memperlihatkan solidaritas dengan wartawan tersebut.

Koran bernama 7Days News menyebut ini sebagai "hari menyedihkan" bagi Myanmar dan memuat satu halaman berwarna hitam di halaman depan.





Credit  cnnindonesia.com