Selasa, 13 November 2018

Abaikan PBB, Myanmar Siap Terima Rohingya


Abaikan PBB, Myanmar Siap Terima Rohingya
Ilustrasi pengungsi Rohingya. (Reuters/Mohammad Ponir Hossain)

Jakarta, CB -- Myanmar bersiap menerima lebih dari 2.000 orang Rohingya dari Bangladesh pada Kamis (15/11) meski Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa kondisi di Rakhine belum kondusif.

Menteri Sosial Myanmar, Win Myat Aye, mengatakan bahwa pihaknya sudah mempersiapkan logistik untuk membawa 2.251 orang ke tempat transit dengan perahu pada Kamis.

Sementara itu, 2.095 orang Rohingya lainnya akan menyusul dalam kloter dua yang berangkat melalui jalur darat.


Namun, lebih dari 20 orang Rohingya mengatakan kepada Reuters bahwa mereka menolak untuk kembali ke Rakhine dengan alasan keamanan.


PBB juga menyatakan bahwa kondisi belum sepenuhnya aman untuk kembali karena sebagian umat Buddha di Myanmar telah melakukan unjuk rasa menolak pemulangan tersebut.

Badan PBB untuk pengungsi menyatakan bahwa kaum Rohingya seharusnya diizinkan untuk pergi dan melihat kondisi di Myanmar sebelum memutuskan untuk kembali atau tidak.


Bangladesh juga menyatakan bahwa negara mereka tidak akan memaksa kaum Rohingya untuk kembali ke Myanmar.

"Pengembalian akan bersifat sukarela. Tidak ada yang akan dipaksa untuk kembali," kata Abul Kalam, Komisioner Repatriasi, Bantuan, dan Pengungsi Bangladesh.

PBB sendiri menyebut Rohingya sebagai kaum yang paling teraniaya di dunia. Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA) melaporkan bahwa sejak bentrokan di Rakhine kembali memanas pada 25 Agustus 2017, hampir 24 ribu orang Rohingya dibunuh.

Tak hanya itu, lebih dari 34 ribu orang Rohingya dibakar, sementara lebih dari 114 ribu lainnya disiksa.


Sebanyak 18 ribu perempuan Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar. Lebih dari 115 ribu rumah dibakar, dan 113 ribu lainnya dihancurkan.

Menurut Amnesty International, lebih dari 750 ribu pengungsi Rohingya yang terdiri dari anak-anak dan perempuan melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh pada Agustus 2017.

PBB juga telah mendokumentasikan berbagai pemerkosaan dan pembunuhan secara massal termasuk bayi serta anak kecil yang dilakukan oleh pasukan militer Myanmar.

Dalam laporannya, penyelidik PBB menyatakan bahwa kekerasan tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.




Credit  cnnindonesia.com