Tampilkan postingan dengan label KOREA SELATAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KOREA SELATAN. Tampilkan semua postingan

Kamis, 08 November 2018

Militer Korea Selatan Mohon Maaf ke Ratusan Korban Pemerkosaan



Menteri Pertahanan Korea Selatan Jeong Kyeong-doo membungkuk untuk memohon maaf kepada ratusan perempuan korban pemerkosaan tentara saat unjuk rasa di Gwangju Mei 1980. [Yonhap]
Menteri Pertahanan Korea Selatan Jeong Kyeong-doo membungkuk untuk memohon maaf kepada ratusan perempuan korban pemerkosaan tentara saat unjuk rasa di Gwangju Mei 1980. [Yonhap]

CB, Jakarta - Kementerian Pertahanan Korea Selatan secara resmi menyatakan permintaan maaf atas pemerkosaan lebih dari 200 perempuan termasuk gadis remaja saat berlangsung unjuk rasa besar-besaran kelompok pro demokrasi di Gwangju pada tahun 1980.
"Atas nama pemerintah dan militer, saya membungkuk dan menyampaikan maaf untuk yang tak terkatakan, bekas luka yang dalam dan luka yang dialami para korban tak berdosa," kata Jeong Kyeong-doo, Menteri Pertahanan Korea Selatan dalam konferensi pers di kantornya di Seoul, Rabu, 7 November 2018, seperti dikutip dari Yonhap News.

"Para korban termasuk remaja dan perempuan muda, termasuk pelajar perempuan dan wanita hamil yang bahkan tidak ikut berunjuk rasa," kata Jeong.

Selama konferensi pers yang ditayangkan secara nasional di televisi Korea Selatan, Jeong berjanji akan memulihkan harga diri korban dan mencegah peristiwa pahit ini agar tidak terulang kembali. Militer juga diingatkan untuk mendukung warga negara, bukan mereka yang berkuasa.
Sehari sebelum Kyeong-doo menyampaikan permohonan maaf, Perdana Menteri Lee Nak-yon sudah lebih dahuku menyatakan maaf kepada para perempuan yang menjadi korban serangan seksual pasukan militer pada 1980.

"Ketidakadilan menggerakkan kekuasaan negara untuk menginjak-injak hidup para perempuan... saya merasa sedih tak terkatakan dan menyesal," kata Nak-yon.
Pernyataan maaf Jeong disampaikan seminggu setelah tim pencari fakta pemerintah mengumumkan ada 17 kasus penyerangan seksual oleh tentara saat darurat perang dipicu unjuk rasa besar-besaran di Gwangju.
Menurut data resmi pemerintah, lebih dari 200 orang tewas dan hilang dalam unjuk rasa menolak pemerintahan yang dipimpin jenderal Chun Doo-hwan.

Unjuk rasa berdarah Gwangju terjadi saat kudeta militer di Korea Selatan pada Desember 1979. Jenderal Chun Doo-hwan merebut kekuasaan. Ribuan orang menjadi korban dalam kudeta militer.
Seperti dikutip dari Channel News Asia, para pengunjuk rasa di kota di selatan kota Gwangju dan orang-orang yang melintas dipukuli hingga tewas, disiksa, dan ditusuk bayonet dan tubuh mereka ditembus peluru tajam.

Kelompok konservatif menuding para pengunjuk rasa sebagai pemberontak Komunis.
Seorang pengunjuk rasa bernama Kim Sun-ok dalam satu wawancara di televisi mengaku telah diperkosa oleh penyelidik pada tahun 1980. Saat itu aparat melakukan investigasi kasus pemerkosaan yang terjadi pada saat unjuk rasa. Hasilnya, penyelidik mendata terjadi 17 kasus pemerkosaan yang dialami perempuan Korea Selatan pada unjuk rasa tahun 1980. Namun Kim menolak permintaan maaf tersebut.
"Saya tidak mendengarkan itu karena pengalaman traumatis saya. Jutaan maaf tidak ada artinya kecuali mereka penanggung jawab dibawa ke pengadilan dan dihukum," ujar Kim.
Isu tentara pendukung jenderal Chun memperkosa para perempuan saat unjuk rasa besar-besaran di Gwangju lama disimpan di balik karpet sementara trauma para korban terus diabaikan. Presiden Moon Jae-in membongkar peristiwa pemerkosaan hingga muncul permohonan maaf secara resmi dari pemerintah dan militer Korea Selatan. 





Credit  tempo.co




Selasa, 06 November 2018

Korsel-AS Lanjutkan Latihan Perang yang Sempat Ditunda


Korsel-AS Lanjutkan Latihan Perang yang Sempat Ditunda
Ilustrasi latihan perang Amerika Serikat-Korea Selatan. (Kim Hong-Ji)


Jakarta, CB -- Amerika Serikat dan Korea Selatan melanjutkan latihan angkatan laut gabungan berskala kecil, yang sempat ditangguhkan menyusul pertemuan antara Presiden Donald Trump dan Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong-un pada Juni lalu.

Kementerian Pertahanan Korsel mengatakan Korean Marine Exchange Programme (KMEP), badan yang terdiri dari 500 personel AL AS-Korsel, akan menggelar latihan selama dua pekan. Latihan dimulai awal pekan ini di selatan Kota Pohang.

Latihan angkatan laut itu merupakan satu di antara beberapa latihan militer lainnya yang ditunda setelah Trump berjanji kepada Kim menghentikan latihan bersama dengan Korsel.


"Kami sebelumnya mengatakan bahwa kami akan melakukan pelatihan gabungan AS-Korsel tingkat atau dalam skala kecil sesuai yang telah direncanakan," ucap jubir Kemhan Korsel, Choi Hyun-soo kepada wartawan di Seoul, Senin (5/11).

Rencana gelaran latihan gabungan ini muncul beberapa hari sebelum Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dijadwalkan bertemu dengan Menlu Korut Ri Yong-ho di New York.


Pertemuan keduanya dilangsungkan guna melanjutkan progres denuklirisasi di Semenanjung Korea dan mempersiapkan pertemuan kedua Trump dan Kim Jong-un.

AS menempatkan sekitar 28.500 pasukan di Negeri Ginseng dari ancaman nuklir Korut.

Kedua negara telah lama menggelar latihan militer bersama yang disebut AS dan Korsel sebagai latihan pertahanan. Namun, Korut memandang latihan bersama itu sebagai bentuk invasi terhadap negaranya.

Dikutip AFP, selain latihan angkatan laut, AS dan Korsel juga menangguhkan pelatihan untuk pasukan Ulchi Freedom Guardian pada Agustus lalu. Latihan itu melibatkan puluhan ribu personel dari kedua negara.

Kedua negara juga menangguhkan latihan angkatan udara Vigilant Ace yang dijadwalkan berlangsung bulan depan.


Meski ketegangan antara AS-Korut terus mereda, pada pekan lalu Pyongyang melalui kementerian luar negeri mengancam akan melanjutkan pembangunan nuklirnya jika Washington tak segera mengakhiri sanksi.

Sementara itu, AS menegaskan bahwa sanksi akan tetap berlaku bagi Korut sampai negara terisolasi itu benar-benar memenuhi janji Kim Jong-un kepada Trump saat keduanya bertemu untuk melucuti senjata nuklir sepenuhnya.




Credit  cnnindonesia.com





Senin, 05 November 2018

Jelang Pertemuan Korut, AS-Korsel Latihan Militer Gabungan


Jelang Pertemuan Korut, AS-Korsel Latihan Militer Gabungan
Ilustrasi latihan militer gabungan AS-Korsel. (Reuters/Kim Hong-Ji)



Jakarta, CB -- Menjelang pertemuan dengan Korea UtaraAmerika Serikat dijadwalkan memulai latihan militer gabungan skala kecil dengan Korea Selatan pada Senin (5/10).

Seorang juru bicara Kementerian Pertahanan Korsel mengatakan bahwa latihan itu akan dimulai di dekat Kota Pohang.

Kantor berita Yonhap melaporkan bahwa sekitar 500 marinir AS dan Korsel akan berpartipasi dalam latihan gabungan ini.


Sebagaimana dilansir Reuters, Program Pertukaran Marinir Korea ini merupakan bagian dari latihan gabungan yang ditangguhkan setelah Presiden Donald Trump dan pemimpin Korut, Kim Jong-un, pada Juni lalu.


Selama ini, Korut mengecam latihan militer "di depan gerbang" negaranya ini. Menurut mereka, latihan tersebut digelar untuk menginvansi Korut.

Latihan gabungan ini pula yang dijadikan alasan bagi Korut untuk mengembangkan program rudal dan nuklir mereka.


Setelah pertemuan tersebut, hubungan Korut dan AS terus naik turun. Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, sudah beberapa kali datang ke Korut untuk membicarakan kelanjutan perundingan denuklirisasi tersebut.

Namun, Trump juga pernah membatalkan lawatan Pompeo ke Korut karena surat bernada negatif yang dikirimkan oleh salah satu orang kepercayaan Kim Jong-un.

Kini, Pompeo memastikan bahwa ia akan bertemu dengan orang nomor dua di Korut, Kim Yong-chol.

"Saya yakin kami akan mencapai progres nyata, termasuk upaya untuk memastikan pertemuan kedua pemimpin negara dapat terwujud, di mana kami dapat mengambil langkah penting menuju denuklirisasi," kata Pompeo.


Namun sebelumnya, Korut sendiri sudah mengingatkan AS bahwa perundingan denuklirisasi tidak akan berlangsung jika masih ada latihan militer dan sanksi.

"Perbaikan relasi dan sanksi tidak dapat berjalan beriringan. AS berpikir bahwa 'sanksi dan tekanan' terus-menerus dapat berujung 'denuklirisasi'. Kami tak dapat menahan tawa atas gagasan bodoh itu," demikian pernyataan Kemlu Korut yang dilansir kantor berita KCNA.





Credit  cnnindonesia.com





Jumat, 26 Oktober 2018

Proyek Jet Tempur KFX/IFX, Indonesia-Korsel Renegosiasi


Proyek Jet Tempur KFX/IFX, Indonesia-Korsel Renegosiasi
Sebuah rendering jet tempur Korea Aerospace Industries KF-X. Foto/Korea Aerospace Industries

JAKARTA - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia membenarkan bahwa pemerintah akan renegosiasi atau negosiasi ulang dengan Korea Selatan (Korsel) terkait kelanjutan proyek pengembangan jet tempur KFX/IFX. Menurut juru bicara Kemlu Arrmanatha Nasir, negosiasi ulang hanya untuk yang bersifat teknis.

Arrmanatha mengatakan proses negosiasi ulang ini sejatinya sudah diangkat dalam pertemuan antara Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in di Seoul beberapa waktu lalu.

"Ini kan merupakan proses renegosiai dengan Korea, sudah kita bahas pada pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Presiden Korsel beberapa waktu lalu. Ini merupakan bagian dari renegosiai tentang hal itu," katanya, saat briefing mingguan hari Kamis (25/10/2018).

"Ini renegosiasinya bersifat teknis, ada beberapa hal yang tidak bisa dipaparkan dulu karena hal-hal itu masih kita renegosiasi kembali," ujarnya.

Ditanya tentang komitmen Indonesia tentang nasib proyek gabungan tersebut, diplomat Indonesia itu berujar;"Itu sesuatu yang masih kita renegosiasi lagi. Jadi kita liat ke depannya".

Sebelumnya, Korsel memastikan akan tetap melanjutkan proyek pengembangan jet tempur gabungan dengan Indonesia, meskipun Jakarta belum membayarkan dana kontribusinya sebesar USD 200 juta.

Pada tahun 2014 kedua negara sepakat untuk mengembangkan jet tempur, yang oleh Korsel diberi nama KF-X, dan oleh Indonesia diberi nama IF-X. Proyek ini diperkirakan bernilai sekitar USD 7,9 miliar.

Indonesia setuju untuk membayar 20 persen dari biaya pengembangan. Indonesia meminta agar proses pembayaran dalam proyek ini dibuat lebih ringan.

Badan pengadaan senjata Korsel, Defense Acquisition Program Administration (DAPA), menyatakan bahwa meskipun ada kendala pada masalah pendanaan, proyek tersebut sampai saat ini masih berjalan.

"Selama pertemuan puncak Korsel-Indonesia pada bulan September, disepakati untuk terus mengembangkan KF-X. Tentang kontribusi, kami berencana untuk bernegosiasi lebih lanjut," kata pihak DAPA melalui seorang juru bicaranya. 




Credit  sindonews.com




Korut dan Korsel Akan Tarik Senjata dari Perbatasan


Korut dan Korsel Akan Tarik Senjata dari Perbatasan
Ilustrasi. (Reuters/Ed Jones)


Jakarta, CB -- Sebagai tindak lanjut upaya perbaikan hubungan, Korea Utara dan Korea Selatan akan menarik semua senjata serta menutup semua pos penjagaan di perbatasan kedua negara.

Kementerian Pertahanan Korsel mengumumkan bahwa penarikan senjata dan penutupan pos jaga itu akan dimulai pada Jumat (26/10).

"Saya yakin semuanya berjalan sesuai rencana," ujar juru bicara Kementerian Pertahanan Korsel, Choi Hyun-soo, sebagaimana dikutip AFP, Kamis (25/10).


Berdasarkan kesepakatan tersebut, daerah perbatasan ini kemudian akan dijaga oleh 35 personel tak bersenjata dari kedua belah pihak.


Selain itu, zona demiliterisasi (DMZ) ini juga akan dibuka untuk pengunjung dari turis.

Kesepakatan ini sesuai dengan hasil pertemuan bersejarah antara Presiden Korsel, Moon Jae-in, dan pemimpin tertinggi Korut, Kim Jong-un, pada pertengahan tahun ini.



Dalam pertemuan tersebut, kedua pemimpin sepakat untuk mengurangi ketegangan di perbatasan.

Perbatasan yang juga dikenal sebagai desa gencatan senjata Panmunjom ini adalah salah satu titik panas antara kedua negara.

Desa Panmunjom ini menjadi saksi bisu sejarah ketika Korut dan Korsel menyepakati gencatan senjata untuk mengakhiri perang pada 1953 silam.

Sejak saat itu, perbatasan sepanjang 250 kilometer itu dijaga oleh tentara Korut dan Komando Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai pihak yang mewakili Korsel dalam perjanjian gencatan senjata.

Awalnya, perbatasan ini ditetapkan sebagai zona netral hingga akhirnya pada 1976, personel Korut menyerang sekelompok orang yang sedang menebang pohon di dalam Zona Demiliterisasi (DMZ), menewaskan dua tentara AS.





Credit  cnnindonesia.com




Jumat, 19 Oktober 2018

Korea Selatan - Korea Utara Sepakati Zona Larangan Terbang



Pesawat mata-mata Amerika Serikat yang terkenal, U-2 Dragon Lady tiba di Pangkalan Udara Osan, Pyeongtaek, Korea Selatan, 4 Desember 2017. Dragon Lady akan mengikuti latihan besar-besaran Angkatan Udara Amerika Serikat dan Korea Selatan, Vigilant Ace. AP/Ahn Young-joon
Pesawat mata-mata Amerika Serikat yang terkenal, U-2 Dragon Lady tiba di Pangkalan Udara Osan, Pyeongtaek, Korea Selatan, 4 Desember 2017. Dragon Lady akan mengikuti latihan besar-besaran Angkatan Udara Amerika Serikat dan Korea Selatan, Vigilant Ace. AP/Ahn Young-joon

CB, Jakarta - Korea Selatan dan Korea Utara sepakat untuk memberlakukan zona larangan terbang di perbatasan kedua negara. Namun rencana zona larangan terbang ini ditentang oleh Amerika Serikat.
Kesepakatan militer, yang diteken Korea Utara dan Korea Selatan pada pertemuan puncak bulan lalu di Pyongyang, adalah salah satu perjanjian konkret antara dua negara tahun ini. Namun para pejabat AS khawatir bahwa hal itu dapat merusak kemajuan substansial dalam denuklirisasi Korut.

Dilaporkan Reuters, 18 Oktober 2018, salah satu kesepakat militer keduanya termasuk penghentian semua tindakan bermusuhan, zona larangan terbang di sekitar perbatasan dan pembersihan ranjau darat dan pos penjaga secara bertahap di Zona Demiliterisasi.

Kepala delegasi Korea Utara, Ri Son Gwon, berjabat tangan dengan mitra Korea Selatan, Cho Myoung-gyon, ketika mereka bertukar dokumen setelah pertemuan mereka di desa Panmunjom di zona demiliterisasi yang memisahkan kedua Korea, Korea Selatan, 9 Januari 2018. [REUTERS / Korea Pool]
Menteri Luar Negeri AS Pompeo menyatakan ketidakpuasannya dengan perjanjian kedua Korea selama panggilan telepon dengan Menteri Luar Negeri Korea Selatan, Kang Kyung-wha, pekan lalu.
Amerika Serikat tidak mungkin secara terbuka memprotes prakarsa antar-Korea, kata pejabat Seoul, tetapi keterlibatan mendalam dalam penegakan sanksi dan operasi militer memberikannya pengaruh untuk menunda atau mengubah kebijakan.
Sementara Komandan tertinggi Angkatan Darat Korea Selatan mengatakan pasukan garis depan akan terus mencermati Korea Utara terlepas dari kesepakatan antar-Korea baru-baru ini untuk mengurangi ketegangan perbatasan.

Jenderal Kim Yong-woo, kepala staf Angkatan Darat, menanggapi kekhawatiran anggota parlemen tentang keamanan perbatasan, setelah kedua Korea sepakat bulan lalu untuk menciptakan zona larangan terbang di atas Zona Demiliterisasi (DMZ), seperti dilansir dari Yonhap News Agency.
Zona larangan terbang adalah titik kunci untuk AS karena akan secara efektif mencegah latihan udara jarak dekat, kata sumber itu, dan menambahkan bahwa Pompeo mengangkat masalah ini selama telepon dengan Kang.

Presiden Korea Selatan Moon Jae-in bergandengan tangan dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, setelah menonton pertandingan massal The Glorious Country di Stadion May Day, Pyongyang, Korea Utara, 19 September 2018. (Pyongyang Press Corps Pool via AP, File)
Zona larangan terbang akan berlaku efektif pada 1 November, di sepanjang garis 40 kilometer utara dan selatan dari Garis Demarkasi Militer di Timur dan 20 kilometer di Barat untuk pesawat sayap tetap.
Kesepakatan itu juga melarang latihan langsung yang melibatkan pesawat sayap tetap dan peluru kendali dari udara ke darat di area larangan terbang.

Korea Selatan dan Amerika Serikat telah mengadakan latihan seperti itu secara teratur sampai menghentikan latihan bersama pada bulan Juni.
Ada pembatasan yang berbeda pada helikopter, pesawat tak berawak dan balon, dengan pengecualian untuk operasi komersial dan non-militer seperti medis, bencana dan penggunaan pertanian.




Dua pesawat tempur generasi kelima Amerika Serikat, F-35A Lightning IIs (kiri dan tengah) di Pangkalan Udara Kunsan, Korea Selatan, 3 Desember 2017. F-35A akan mengikuti latihan besar-besara Amerika Serikat dan Korea Selatan, Vigilant Ace. Senior Airman Colby L. Hardin/U.S. Air Force photo via AP
Dalam operasi udara jarak dekat, pesawat menyediakan senjata bagi pasukan yang mungkin beroperasi di dekat pasukan musuh. Sebagian besar jet tempur yang dioperasikan pasukan AS di Korea Selatan, seperti F-16, dapat memainkan operasi tersebut.

Juru bicara Pentagon, Letnan Kolonel Christopher Logan menolak berkomentar mengenai perjanjian itu tetapi mengatakan Departemen Pertahanan mendukung upaya untuk mengurangi ketegangan militer.
Departemen Pertahanan AS menyatakan tetap mendukung penuh para diplomat AS saat mereka bekerja untuk mencapai denuklirisasi dari Korea Utara sebagaimana disetujui oleh Kim Jong Un.




Credit  tempo.co



Rabu, 17 Oktober 2018

Dua Korea dan PBB Bahas Demiliterisasi di Perbatasan


Tentara Korea Selatan berpatroli di sepanjang perbatasan Korea Selatan-Korea Utara di Paju pada Jumat (8/1).
Tentara Korea Selatan berpatroli di sepanjang perbatasan Korea Selatan-Korea Utara di Paju pada Jumat (8/1).
Foto: AP/Ahn Young-joon
Langkah awal akan dimulai dari menarik senjata api dan mengurangi pos penjagaan



CB, SEOUL - Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) mengadakan pembicaraan tiga arah pertama dengan United Nations Command (UNC) pada Selasa (16/10), untuk membahas demiliterisasi di perbatasan. Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan puncak antara para pemimpin kedua negara itu di ibu kota Korut, Pyongyang, bulan lalu.

Kedua pemimpin tersebut sepakat untuk mengadakan pembicaraan dengan UNC untuk memuluskan jalan guna mendemiliterisasi salah satu perbatasan paling dijaga di dunia. Kewenangan UNC tumpang tindih dengan pasukan AS di Korsel dan turut mengawasi urusan di Zona Demiliterisasi (DMZ) yang memisahkan kedua Korea.

Pertemuan dengan UNC berlangsung selama sekitar dua jam di desa perbatasan Panmunjeom. Pertemuan dipimpin oleh para pejabat militer pangkat kolonel dari kedua belah pihak, serta sekretaris Komisi Gencatan Senjata Militer UNC, Burke Hamilton.

"Mereka membahas masalah praktis mengenai langkah-langkah demiliterisasi yang akan dilakukan di masa depan," kata Kementerian Unifikasi Korsel dalam sebuah pernyataan.

Langkah-langkah awal akan dimulai dari menarik senjata api dan mengurangi pos penjagaan untuk mengurangi jumlah personil, serta menyesuaikan peralatan pengawasan. Pembicaraan tiga arah akan digunakan untuk diskusi lebih lanjut.

Jenderal Vincent Brooks, yang memimpin UNC, mengatakan perundingan tersebut dirancang untuk menggunakan cara-cara yang ada dalam mengelola masalah di sepanjang DMZ. Tujuannya adalah untuk mencoba mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh kedua Korea.

"Saya terdorong oleh dialog produktif dan trilateral ini," kata Brooks dalam sebuah pernyataan. Ia menambahkan, pertemuan-pertemuan mendatang akan membahas mengenai langkah-langkah yang telah dilakukan kedua belah pihak.

Korut dan Korsel secara teknis masih berperang, karena Perang Korea 1950-53 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai. Sebagai langkah awal, keduanya akan menutup 11 pos penjagaan dalam jarak 1 km dari Garis Demarkasi Militer di perbatasan mereka pada akhir tahun ini.

Mereka mulai memindahkan ranjau darat di beberapa daerah kecil bulan ini dan akan membangun jalan untuk proyek percontohan yang ditetapkan pada April untuk menggali sisa-sisa tentara yang hilang di Perang Korea.

Kedua pihak juga akan menarik semua senjata api dari Joint Security Area (JSA) di Panmunjeom, memangkas 35 jumlah personil masing-masing yang ditempatkan di sana, dan berbagi informasi tentang peralatan pengawasan.

Wisatawan juga akan diizinkan masuk ke JSA. Langkah-langkah itu akan mengubah perbatasan menjadi tempat perdamaian dan rekonsiliasi.



Credit  republika.co.id



Jumat, 12 Oktober 2018

Trump Tegaskan Sanksi Korut Tak Dicabut Tanpa Persetujuan AS



Trump Tegaskan Sanksi Korut Tak Dicabut Tanpa Persetujuan AS
Presiden AS Donald Trump (REUTERS/Carlos Barria)



Jakarta, CB -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan bahwa Korea Selatan tidak akan mencabut sanksi terhadap Korea Utara tanpa persetujuan AS.

"Mereka tidak akan melakukannya tanpa persetujuan kami. Mereka tidak melakukan apa-apa tanpa persetujuan kami," jelas Trump, Rabu (10/10) ketika ditanya terkait laporan bahwa Korsel akan meringankan sejumlah sanksi bagi Korut, seperti dikutip Reuters, Kamis (11/10).

Sikap Menteri Luar Negeri Korea Selatan yang menyebut tengah mempertimbangkan sejumlah sanksi yang dikenakan pihaknya kepada Korut. Pernyataan ini dianggap sebagai melunaknya sikap Korsel tarhadap Korut.



Penolakan Trump terhadap inisiatif Korea Selatan untuk meringankan sanksi memberi gambaran bahwa langkah Amerika Serikat dan Korea Selatan masih saling mengunci terkait Korea Utara.

Trump juga mendorong sekutu AS untuk tetap mempertahankan sanksi terhadap Korea Utara sampai denukliris selesai. Rencana denuklirisasi ini merupakan bagian dari kampanye "tekanan maksimum" pemerintahannya terhadap Pyongyang.

Menteri Luar Negeri Korea Selatan, Kang Kyung-wha, dalam audit parlemen Rabu (10/10) menyampaikan bahwa Seoul sedang mempertimbangkan untuk meringankan sanksi mereka bagi Korut untuk mendorong denuklirisasi.

Sebelumya, Korea Selatan sempat memberlakukan sanksi terhadap Korea Utara pada 2010. Sebab, saat itu Korut melakukan serangan terhadap kapal perang Korsel dan menewaskan 46 pelaut Korea Selatan, melarang perdagangan dan pertukaran bilateral.

Belakangan Kang menarik kembali komentarnya setelah memicu kritik dari beberapa anggota parlemen konservatif. Mereka menilai Korea Utara harus terlebih dahulu meminta maaf atas serangan itu.


Kementerian Luar Negeri Korea Selatan juga secara resmi membantah bahwa pemerintah sedang meninjau masalah ini. Namun, ada beberapa seruan yang muncul untuk mengurangi sanksi.

China, Rusia, dan Korea Utara, percaya perlu dilakukan penyesuaian sanksi PBB terhadap Pyongyang di saat yang tepat, demikian disampaikan Kementerian Luar Negeri China, Rabu (10/10).

Kang, juga mengatakan bahwa Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyampaikan "ketidakpuasan" atas pakta militer antar-Korea yang dicapai dalam pertemuan puncak bulan lalu. Ia menyebut perlu adanya "penyesuaian kecepatan" gerakan antar Korea.

Dorongan untuk denuklirisasi muncul dari janji yang dibuat oleh Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada pertemuan bersejarah mereka di Singapura pada Juni. Meskipun sejak itu tidak ada kemajuan mengenai bagaimana denulkirisasi itu akan dilakukan.




Credit  cnnindonesia.com




Korsel Sebut Tidak Akan Cabut Sanksi Terhadap Korut


Korsel Sebut Tidak Akan Cabut Sanksi Terhadap Korut
Ilustrasi (REUTERS/Kim Hong-Ji)


Jakarta, CB -- Korea Selatan menyebut tidak pernah mempertimbangkan untuk mencabut sanksi terhadap Korea Utara. Hal ini disampaikan oleh Menteri Unifikasi Cho Myoung-gyon, Kamis (11/10). Sebelumnya negara itu sempat menjatuhkan sanksi atas ditembaknya kapal perang Korsel pada 2010.

Serangan ini menyebabkan 46 pelaut Korea Selatan tewas. Korea Utara membantah terlibat dalam tenggelamnya kapal itu.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Korea Selatan, Kang Kyung-wha, sempat menyatakan bahwa pihaknya tengah meninjau sanksi kepada Korut terkait serangan torpedo terhadap kapal perang mereka. 



Namun, Kang menarik pernyataannya itu setelah mendapat kritik dari anggota parlemen Korea Selatan. mendorong Presiden AS Donald Trump untuk mengatakan Korea Selatan akan membutuhkan persetujuan AS untuk meringankan sanksi. Sanksi akan tetap dikenakan sampai Korut melakukan denuklirisasi.

Cho menolak mengomentari pernyataan Trump, tetapi mengatakan Washington tidak menentang dialog dan pertukaran antar-Korea, dan Kosel terus berdialog erat dengan sekutunya itu.

Selain itu, sejumlah anggota legislatif konservatif juga menganggap bahwa sanksi tak akan dicabut sampai Korut meminta maaf atas serangan terhadap kapal mereka.


Sebelumnya Presiden Korsel Moon Jae-in telah adakan kunjungan ke Pyongyang untuk menindaklanjuti hasil kesepakatan denuklirisasi Korut dan menjalin kembali hubungan kedua Korea (KBS/via REUTERS TV)
Sanksi ekonomi Korsel telah menyebabkan kapal-kapal Korut memasuki pelabuhan Korsel dan memangkas hampir seluruh pertukaran kedua negara, baik wisata, perdagangan, dan bantuan.

"Perlu adanya aksi terkait isu kapal perang Cheonan yang menjadi penyebab (sanksi)," jelas Cho dalam audit perlemen.

Komentar Trump juga memicu perdebatan di parlemen di Korsel. Sebab beberapa anggota parlemen konservatif tidak setuju bahwa apa yang dilakukan Korsel mesti mendapat persetujuan AS. Mereka menganggap pernyataan itu sebagai penghinaan.

"(Kata) 'persetujuan' merupakan kata yang keras dan menyulut untuk menyebut bahwa langkah kami terlalu cepat dengan Korut tanpa memperhatikan kesepakatan degnan AS," jelas Kim Jae-kyung dari partai oposisi konservatif, seperti dikutip Channel News Asia.

Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, telah mencoba mencairkan hubungan kedua negara lewat tiga pertemuan puncak dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un tahun ini. KTT ketiga bulan lalu di Pyongyang bertujuan untuk menyelamatkan pembicaraan nuklir yang goyah antara Korea Utara dan Amerika Serikat


Dalam pertemuan itu keduanya sepakat untuk melanjutkan kerjasama ekonomi. Kerjasama ini dimulai tahun ini dengan menghubungkan jalur darat dan kereta api antar kedua negara.

Mereka juga sepakat untuk membuka kembali pabrik bersama di kota perbatasan Korea Utara, Kaesong dan wisata di Gunung Kumgang, jika situasi memungkinkan.

Sementara itu, China, Rusia, dan Korea Utara percaya perlu adanya penyesuaian sanksi PBB terhadap Pyongyang pada saat yang tepat. Hal ini dinyatakan Kementerian Luar Negeri China, Rabu (10/10).





Credit  cnnindonesia.com





Trump Kesal Korsel Ogah Bayar Pengerahan Sistem Rudal THAAD


Trump Kesal Korsel Ogah Bayar Pengerahan Sistem Rudal THAAD
Sistem pertahanan Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) buatan Lockheed Martin Amerika Serikat. Foto/Lockheed Martin

WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) menyampaikan kekesalannya pada Korea Selatan (Korsel) karena tidak mau membiayai pengerahan sistem pertahanan rudal di Semenanjung Korea. Washington mengerahkan dua unit sistem pertahanan Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) saat aktivitas program senjata nuklir dan rudal Korea Utara meningkat.

Pengerahan dua unit senjata pertahanan AS itu dilakukan tahun lalu.

"Saya katakan, jadi biarkan saya mendapatkan ini, kami memiliki sistem yang sangat mahal dan kami dapat menembak jatuh roket yang ditembak dari Korea Utara ke Korea Selatan," kata Trump kepada audiens di Council Bluffs, Iowa, hari Selasa.

"Oke, jadi kami melindungi Korea Selatan, kan? Kenapa mereka tidak membayar?," ujarnya, seperti dikutip CNBC, Kamis (11/10/2018).

Trump mengaku telah meminta "jenderal tertentu" untuk membeberkan label harga THAAD dan diberitahukan ke Korea Selatan sebagai sekutu AS.

"Lalu saya berkata, baiklah, beri saya kabar buruk. Raytheon, beri saya kabar buruk. Berapa biayanya?," kata Trump mengacu pada perusahaan pertahanan yang memproduksi radar untuk THAAD. Sistem rudal THAAD itu sendiri dibuat oleh Lockheed Martin.

"'Tuan, USD1 miliar'," ujar Trump menirukan ucapan pihak yang memberitahu harga tersebut. "Whoa, whoa!. Jadi kami menempatkan sistem yang kami bayar dan itu akan menelan biaya satu miliar untuk melindungi negara yang sangat kaya (Korea Selatan) yang membuat semua televisi Anda, bukan?," papar Trump. 

Selain melindungi kawasan itu, AS saat ini memiliki sekitar 28.500 tentara yang ditempatkan di Korea Selatan. Puluhan ribu tentara Amerika itu merupakan warisan Perang Korea yang dihentikan pada tahun 1953 dalam gencatan senjata tanpa perjanjian damai.

Angkatan Darat AS mempertahankan tujuh baterai THAAD dengan ditempatkan di Guam dan Korea Selatan.

THAAD, salah satu sistem rudal paling canggih di planet ini, dapat menargetkan dan menembakkan rudal yang masuk langsung dari langit atau wilayah udara terkait. Rudal yang ditembakkan sistem THAAD dilesatkan dari peluncur yang berbasis pada truknya.

Kerja peluncur rudal pada sistem THAAD menggunakan energi kinetik. Senjata ini jadi anadalan AS untuk menghadapi ancaman rudal balistik musuh.



Credit  sindonews.com




Rabu, 03 Oktober 2018

Korea Selatan: Korut Memiliki 60 Bom Nuklir


Korea Selatan: Korut Memiliki 60 Bom Nuklir
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un saat inspeksi sebuah senjata yang diklaim sebagai hulu ledak nuklir. Foto/REUTERS

SEOUL - Pemerintah Korea Selatan atau Republik Korea percaya bahwa Korea Utara (Korut) memiliki 60 bom nuklir. Namun, Seoul menolak untuk menerima predikat Pyongyang sebagai negara nuklir.

Menteri Unifikasi Korea Selatan Cho Myoung-gyon kepada parlemen mengatakan estmiasi jumlah senjata nuklir negara yang terisolasi itu antara 20 hingga 60 buah.



Ini pertama kalinya seorang pejabat senior Seoul secara terbuka berbicara tentang jumlah senjata rahasia Korut.

Menurut Cho, informasi itu berasal dari otoritas intelijen.

Namun, dia mengatakan ini tidak berarti Korea Selatan akan menerima Korea Utara sebagai negara nuklir. Menurutnya, upaya diplomatik Seoul untuk menghentikan program nuklir Korea Utara akan terus berlanjut.

Menurut laporan pemerintah Korea Selatan, Korea Utara diyakini telah memproduksi 50kg (110lbs) senjata plutonium, cukup untuk pembuatan setidaknya delapan bom nuklir.

Agen mata-mata utama Korea Selatan, National Intelligence Service, tidak berkomentar atas laporan tersebut.

Saat pembicaraan denuklirisasi antara Amerika Serikat dan Korea Utara terus macet, Pyongyang telah memperingatkan Washington bahwa negara itu tidak dapat menggunakan deklarasi untuk mengakhiri Perang Korea sebagai sebuah chip tawar-menawar.

Sebaliknya, Pyongyang menginginkan pencabutan sanksi sehingga pembicaraan dapat dilanjutkan.




Credit  sindonews.com



Senin, 24 September 2018

Korsel Ingin Bahas Denuklirisasi Korut dengan Trump


Presiden Korea Selatan Moon Jae-in bersalaman dengan pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong-un di Pyongyang, Rabu (19/8).
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in bersalaman dengan pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong-un di Pyongyang, Rabu (19/8).
Foto: Pyongyang Press Corps Pool via AP

Isu denuklirisasi Korut telah menjadi perhatian dan kepentingan seluruh negara dunia.


CB, SEOUL -- Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in melakukan kunjungan ke Amerika Serikat (AS) pada Ahad (23/9). Ia bertemu dengan Presiden AS Donald Trump untuk membahas denuklirisasi Korea Utara (Korut).


“Presiden Moon akan mengadakan diskusi mendalam (dengan Trump) tentang cara untuk memecahkan kebuntuan dalam pembicaraan Korut-AS guna memperbaiki hubungan kedua negara,” ujar direktur senior dari Kantor Keamanan Nasional kepresidenan Korsel Nam Gwan-pyo, dikutip laman Yonhap, Ahad (24/9).

Saat bertemu Trump, Moon juga akan memaparkan hasil pertemuannya dengan pemimpin tertinggi Korut Kim Jong-un. Saat bertemu Kim, Moon memang tidak hanya membahas perihal denuklirisasi, tapi turut mempromosikan kembali penyelenggaraan dialog antara Korut dan AS.


Menurut Nam, Moon pun akan menjelaskan hasil pertemuannya dengan Kim saat menghadiri sidang Majelis Umum PBB. Sebab isu denuklirisasi Korut telah menjadi perhatian dan kepentingan seluruh negara dunia.


Moon melakukan kunjungan resmi ke Korut pada Selasa (18/9). Kunjungannya ke sana membawa dua misi utama, yakni memajukan proses denuklirisasi dan mempromosikan kembali dialog antara Korut dengan AS. Perihal denuklirisasi, Moon telah berhasil membujuk Kim untuk menutup fasilitas rudal dan nuklirnya.


Seusai kunjungan tersebut, Moon mengatakan terdapat beberapa hal yang tidak dicantumkan dalam deklarasi bersama antara dirinya dan Kim. “Saya berencana untuk menyampaika pesan tersebut secara detail kepada AS,” ucapnya.


Ia hanya mengatakan, Kim berulang kali menegaskan komitmennya untuk mempercepat proses denuklirisasi. Oleh sebab itu, ia akan mengupayakan kembali penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) AS-Korut. “Saya yakin proses denuklirisasi dapat bergerak lebih cepat jika kedua pemimpin itu (Kim dan Trump) berhadap-hadapan,” ujar Moon.


Trump dan Kim telah bertemu di Singapura pada 12 Juni lalu. Terdapat empat hal yang disepakati Trump dengan Kim seusai pertemuan. Pertama Korut dan AS setuju menjalin hubungan baru yang mengarah ke perdamaian. Kedua, baik AS maupun Korut setuju untuk membangun rezim yang stabil di Semenanjung Korea.


Ketiga, mengacu pada Deklarasi Panmunjeom, Korut menyatakan berkomitmen melakukan denuklirisasi menyeluruh di Semenanjung Korea. Kemudian terakhir, kedua negara sepakat memulangkan tahanan perang atau tentara yang dinyatakan hilang yang telah teridentifikasi.


Kendati telah menghasilkan kesepakatan, AS menyatakan sanksi terhadap Korut tak akan dicabut. Sanksi baru akan dilepaskan ketika negara tersebut melakukan denuklirisasi secara penuh dan lengkap.





Credit  republika.co.id





Selasa, 18 September 2018

4 Agenda Utama Moon Jae-in Selama Kunjungan ke Korea Utara


Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, bersama dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in saat acara penyambutan kenegaraan di Bandara Internasional Pyongyang Sunan di Korea Utara, 18 September 2018. Ini merupakan kunjungan pertama Presiden Moon Jae-in ke ibu kota Korea Utara, Pyongyang, setelah bertemu dengan Kim Jong Un dua kali di desa perbatasan Panmunjom. KBS/via REUTERS TV
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, bersama dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in saat acara penyambutan kenegaraan di Bandara Internasional Pyongyang Sunan di Korea Utara, 18 September 2018. Ini merupakan kunjungan pertama Presiden Moon Jae-in ke ibu kota Korea Utara, Pyongyang, setelah bertemu dengan Kim Jong Un dua kali di desa perbatasan Panmunjom. KBS/via REUTERS TV

CB, Jakarta - Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menyambut Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, dengan pelukan ketika rombongan tiba di Pyongyang untuk pertemuan ketiga kedua pemimpin.
Pertemuan ketiga pemimpin Korea Utara dan Korea Selatan akan menjadi pembuka pertemuan lain, terutama pertemuan Kim Jong Un dengan Donald Trump, yang diusulkan Kim untuk mengisyaratkan komitmen tentang denuklirisasi.

Dilansir dari Reuters, 18 September 2018, Donald Trump telah meminta Moon Jae-in untuk menjadi negosiator utama antara dirinya dan Kim Jong Un, setelah Trump membatalkan lawatan menteri luar negeri Mike Pompeo ke Pyongyang bulan lalu. Berikut agenda kunjungan perdana Moon Jae-in ke Pyongyang.

1. Denuklirisasi Korea Utara

Seorang tentara Korea Utara sedang menjelaskan kepada para jurnalis proses penghancuran situs uji coba nuklir Punggye-ri di Gunung Mantap, Kamis, 24 Mei 2018. Yonhap via Korea Herald
Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, sebelum menuju Pyongyang mengatakan bahwa ia akan mendorong perdamaian permanen dan untuk dialog yang lebih baik antara Korea Utara dan Amerika Serikat, selama pertemuan dengan Kim Jong Un.

Pertemuan ini membahas agenda utama untuk menghapus program nuklir Korea Utara dan mengharapkan komitmen Kim Jong Un untuk menindaklanjuti proses denuklirisasi.
"Saya bertujuan untuk melakukan banyak pembicaraan dari 'hati ke hati' dengan Kim Jong Un," kata Moon, dikutip dari Financial Express.
"Yang ingin saya capai adalah perdamaian. Yang saya maksud adalah perdamaian permanen yang tidak terguncang oleh politik internasional," tegas Moon.
Untuk mencapai perdamaian itu, Moon Jae-in akan fokus untuk mengurangi kebuntuan militer selama puluhan tahun antara Korea dan mempromosikan dialog Korea Utara-AS tentang masalah denuklirisasi selama pertemuan.


2. Mengakhiri Perang Korea

Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un meresmikan sebuah Prasasti di desa genting Panmunjom di dalam zona demiliterisasi yang memisahkan kedua Korea, Korea Selatan, 27 April 2018. Prasasti bertulsikan, `Menanam perdamaian dan kesejahteraan`, ini diletakkan di dekat pohon pinus yang ditanam oleh Kim Jong Un dan Moon Jae-In. Korea Summit Press Pool/Pool via Reuters
Selain denuklirisasi yang menjadi agenda prioritas, Moon Jae-in juga membuat proposal bersama untuk mengakhiri Perang Korea.
Perang berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai, meninggalkan pasukan PBB yang dipimpin AS termasuk Korea Selatan secara teknis masih berperang dengan Korea Utara.
Namun para pejabat AS tetap tidak antusias untuk mengakhiri perang tanpa tindakan substansial terhadap denuklirisasi Korea Utara.
Korea Selatan menaruh harapan besar pada pernyataan Kim Jong Un awal bulan ini bahwa ia ingin mencapai denuklirisasi selama masa jabatan pertama Donald Trump yang akan berakhir pada 2021.

Amerika Serikat ingin melihat tindakan nyata denuklirisasi Korea Utara sebelum menyetujui mengakhiri Perang Korea 1950-1953.
"Jika dialog Korea Utara-AS dimulai kembali setelah kunjungan ini, itu akan memiliki banyak arti tersendiri," kata Moon sebelum berangkat, seperti dilaporkan Channel News Asia.
Moon Jae-in sendiri merupakan keturunan dari keluarga yang terpisah akibat perang Korea.
Dijadwakjan pada Rabu 19 September, Moon Jae-in dan Kim Jon Un berencana mengadakan pembicaraan yang akan menyepakati pernyataan bersama dan pakta militer terpisah yang dirancang untuk meredakan ketegangan dan mencegah bentrokan bersenjata.

3. Menuju Unifikasi Korea

Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, dan istrinya, Ri Sol Ju, menyambut kedatangan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan istrinya, Kim Jung-sook, saat tiba di Bandara Internasional Pyongyang Sunan di Korea Utara, 18 September 2018. Kunjungan Moon ke Korea Utara akan berlangsung selama tiga hari, yang juga membawa rombongan bintang K-pop, pelaku bisnis, termasuk pimpinan Samsung Jay Y Lee. KBS/via REUTERS TV
Sebelum lawatan Moon Jae-in ke Pyongyang, Korea Utara dan Korea Selatan membuka kantor penghubung pertama mereka di dekat perbatasan utama mereka pada Jumat 14 September, dalam upaya untuk memfasilitasi komunikasi yang lebih baik.
Pembukaan kantor komunikasi di kota perbatasan Korea Utara, Kaesong, adalah langkah terbaru dalam serangkaian proses rekonsiliasi yang dilakukan dua Korea tahun ini. Kantor komunikasi ini merupakan kantor penghubung pertama sejak kedua negara pecah pada akhir Perang Dunia II pada 1945.

Kedua tetangga sebelumnya menggunakan saluran komunikasi telepon dan faks untuk bertukar pesan, yang sering dihentikan ketika ketegangan meningkat karena program senjata nuklir Utara.
Menteri Unifikasi Korea Selatan Cho Myoung-gyon mengatakan selama upacara pembukaan bahwa kantor baru akan menjadi "pelopor kemakmuran bersama antar-Korea".

"Kantor penghubung bersama inter-Korea merupakan saluran komunikasi 24 jam dalam era perdamaian," kata Menteri Unifikasi Korea Selatan, Cho Myoung-gyon dalam pidatonya yang dikutip dari kantor berita Yonhap.
"Mulai dari hari ini, Selatan dan Korea Utara dapat berkonsultasi secara langsung 24 jam sehari dan 365 hari setahun mengenai isu-isu yang berhubungan untuk meningkatkan hubungan inter-Korea, perdamaian dan kemakmuran di Semenanjung Korea," kata Myoung-gyon seperti dilansir dari Newsweek.
Kantor pusat penghubung bersama ini, juga telah memulihkan jalur komunikasi militer. Bahkan presiden Korea Selatan, Moon Jae-in mengatakan dirinya sedang fokus untuk proses unifikasi Korea Utara dan Korea Selatan dengan membangun infrastruktur dan proyek-proyek energi.

4. Memulai Kerjasama Ekonomi Antar-Korea

Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, menyambut kedatangan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in saat tiba di Bandara Internasional Pyongyang Sunan di Korea Utara, 18 September 2018. KBS/via REUTERS TV
Moon Jae-in tidak sekadar membawa delegasi resminya ke Korea Utara, namun ia bersama puluhan pebisnis perusahaan-perusahaan raksasa Korea Selatan.
Japan Times melaporkan Moon Jae-in membawa para konglomerat pemimpin perusahaan besar seperti SK Group, LG, Hyundai, dan Samsung.
Selain mengadvokasi denuklirisasi, Moon Jae-in juga menginginkan hubungan ekonomi dengan Korea Utara meskipun ada beberapa sanksi masih menjerat Korea Utara.
Rombongan Korea Selatan berjumlah sekitar 200 orang yang terdiri dari pejabat tinggi dari Seoul, termasuk kepala mata-mata, menteri luar negeri dan kepala pertahanan serta tokoh-tokoh terkemuka di bidang ekonomi, agama, budaya dan olahraga.

Para pemimpin bisnis Korea Selatan akan melakukan tur fasilitas industri utama di Korea Utara, seperti dilaporkan The Investor.

Karena sanksi internasional di Utara, konglomerat Korea Selatan menarik operasi mereka di Utara pada 2010, kemudian kompleks industri Kaesong ditutup pada 2016.
Samsung sebelumnya mengoperasikan pabrik televisi, telepon dan tekstil di Pyongyang, dari 1999 hingga 2010. LG juga pernah mengoperasikan pabrik perakitan televisi pada 1996 hingga 2009.
Delegasi bisnis lainnya yang ikut Moon Jae-in, yakni Choi Jeong-woo (ketua Posco), Lee Jae-woong CEO SoCar), Shin Han-yong (ketua Asosiasi Perusahaan Kompleks Industri Kaesong), Oh Young-sik (presiden Korea Railroad Corporation), Ahn Young-bae (presiden Organisasi Pariwisata Korea) Kim Jong-gap (presiden Korea Electric Power Corporation) dan Lee Dong-geol (ketua Bank Pembangunan Korea).
Delegasi bisnis Korea Selatan yang ikut Moon Jae-in dijadwalkan bertemu dengan Ri Yong-nam, wakil menteri untuk ekonomi Korea Utara.


Credit  tempo.co


Pemimpin Korsel dan Korut Bertemu Kembali Bahas Denuklirisasi


Pemimpin Korsel dan Korut Bertemu Kembali Bahas Denuklirisasi
Presiden Korsel Moon Jae-in dan pemimpin Korut Kim Jong Un berupaya membuat terobosan dalam pembicaraan nuklir. (AFP TV)


Jakarta, CB -- Presiden Korea Selatan Moon Jae-in akan kembali melakukan pertemuan ketiga kalinya dengan pemimpin Korea utara Kim Jong Un pada Selasa (18/9). Mereka bakal membahas denuklirisasi.

Kedua pemimpin itu berupaya membuat terobosan dalam pembicaraan nuklir yang mulai goyah antara Pyongyang dan Washington.

Pertemuan puncak antar-Korea itu akan menjadi uji coba bagi pertemuan berikutnya, yang baru-baru ini diusulkan Kim kepada Presiden Amerika Serikat Donald Trump. 



Pertemuan pemimpin dua Korea itu akan memberikan tanda apakah Kim serius soal penghapusan senjata nuklir.

Kim membuat komitmen terkait denuklirisasi pada pertemuan pertamanya dengan Trump Juni lalu. Menurut para pembantu Moon, Trump telah meminta Moon menjadi "ketua juru runding" antara dirinya dan Kim.

Permintaan itu muncul setelah Trump membatalkan kunjungan menteri luar negeri AS ke Pyongyang, bulan lalu.

"Saya ingin melakukan dialog yang jujur dengan Ketua Kim soal bagaimana menemukan titik kontak antara tuntutan-tuntutan untuk denuklirisasi serta tuntutan Korea Utara agar hubungan penuh permusuhan dihentikan dan keamanan dijamin," kata Moon dalam acara jumpa pers, Senin (17/9) dikutip Reuters.


Presiden Korsel dan Korut Bertemu Bahas Penghapusan Nuklir
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. (Video CNN Indonesia)
Kepala Staf Presiden Im Jong-seok mengatakan Moon akan terbang ke ibu kota Korea Utara, Pyongyang, dan dijadwalkan mendarat pada pukul 10.00 waktu setempat.

Moon akan disambut oleh Kim sebelum upacara penyambutan resmi dilangsungkan.

Kedua pemimpin akan duduk bersama untuk melakukan pembicaraan resmi setelah makan siang. Pertemuan itu akan dilanjutkan dengan penampilan musik dan jamuan makan malam.


Para pemimpin perusahaan yang ikut dalam rombongan, termasuk Wakil Pemimpin Samsung Electronics Jay Y. Lee dan para kepala SK Group serta LG Geroup, akan bertemu dengan Wakil Perdana Menteri Korea Utara Ri Ryong Nam, yang mengurusi masalah perekonomian.

Pada Rabu, Moon dan Kim diperkirakan akan menyampaikan suatu pernyataan bersama dan perjanjian militer terpisah dirancang untuk meredakan ketegangan hubungan serta mencegah perselisihan.

Moon akan kembali ke tanah air pada Kamis pagi.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Korea Utara mengkritik pemerintah AS yang mendesak agar sanksi teradap Pyongyang dilanjutkan.

Menlu Ri Yong Ho mengatakan pemerintahnya tetap berkomitmen untuk menerapkan kesepakatan bersama AS secara bertanggung jawab dan dengan niat baik.





Credit  cnnindonesia.com


Jumat, 14 September 2018

AS Jual Rudal dan Jet Tempur Senilai Rp38,5 Triliun ke Korsel


AS Jual Rudal dan Jet Tempur Senilai Rp38,5 Triliun ke Korsel
Ilustrasi rudal Patriot. (Reuters/Issei Kato/File Photo)


Jakarta, CB -- Amerika Serikat menyetujui kesepakatan penjualan jet tempur dan rudal ke Korea Selatan dengan nilai mencapai US$2,6 miliar atau setara Rp38,5 triliun.

Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan AS (DSCA) menjabarkan bahwa penjualan itu termasuk enam pesawat tempur Poseidon bernilai US$2,1 miliar, setara Rp31,1 triliun.

Selain itu, Washington juga menyetujui kontrak untuk menjual 64 rudal Patriot senilai $501 juta, setara Rp7,4 triliun.



Kongres masih dapat membatalkan kesepakatan penjualan ini dalam 15 hari. Namun, kesepakatan ini kemungkinan besar disetujui mengingat hubungan baik AS dan Korsel, di mana ribuan tentara Washington diterjunkan di tengah ancaman Korea Utara.


"Penjualan ini mendukung kebijakan luar negeri AS dan mencapai tujuan pertahanan negara dengan memperkuat angkatan laut Korea untuk membantu pertahanan nasional dan berkontribusi signifikasn bagi operasi koalisi," demikian pernyataan resmi DSCA.

AFP melaporkan bahwa pesawat P-8A Poseidon yang ada dalam daftar penjualan ini bisa digunakan untuk misi pengawalan dan pengintaian, juga senjata anti-kapal permukaan dan anti-kapal selam.


Sementara itu, Rudal Patriot yang akan diproduksi oleh perusahaan Lockheed Martin, dirancang untuk mengintersepsi rudal balistik, rudal jelajah, dan ancaman udara lainnya.

Korea Selatan membeli Rudal Patriot untuk "memperkuat pertahanan udara, menjaga keamanan nasional, serta mencegah ancaman serangan."

"Penjualan persenjataan ini tidak akan mengubah keseimbangan militer di wilayah ini," bunyi pernyataan DSCA.



Kesepakatan ini tercapai di tengah ketidakpastian kesepakatan denuklirisasi antara AS dan Korut.

Presiden AS, Donald Trump, dan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un, berkomitmen untuk melakukan denuklirisasi di Semananjung Korea dalam pertemuan mereka di Singapura pada Juni.

Namun, belum ada perkembangan signifikan dari hasil pertemuan tersebut. Kedua negara masih berselisih pendapat mengenai detail kesepakatan yang harus dicapai.




Credit  cnnindonesia.com





Rabu, 12 September 2018

Jokowi: Nuklir sebagai tantangan perdamaian dunia


Jokowi: Nuklir sebagai tantangan perdamaian dunia
Presiden Joko Widodo saat memberikan kuliah umum kepada mahasiswa jurusan Bahasa Indonesia-Malaysia di Universitas Hankuk Seoul, Korea Selatan, Selasa (11/9/2018) (Joko Susilo)

"... Populisme, proteknisme, dan unilateralisme semuanya lagi naik tajam di berbagai penjuru dunia..."

Seoul (CB) - Presiden Joko Widodo menyatakan, senjata nuklir menjadi salah satu ancaman perdamain  dunia saat ini.
"Ancaman nuklir salah satu dari beberapa tantangan yang sedang dihadapi dunia saat ini," kata dia, saat memberikan kuliah umum kepada mahasiswa jurusan Bahasa Indonesia-Malaysia di Universitas Hankuk Seoul, Korea Selatan, Selasa.

Selain nuklir, dia juga menyebut dunia saat ini menghadapi tantangan keamanan, seperti di Afghanistan, Timur Tengah,  Rakhine State-Myanmar.

"Populisme, proteknisme, dan unilateralisme semuanya lagi naik tajam di berbagai penjuru dunia," kata dia.

Ia mengungkapkan, Indonesia dalam UUD 1945 telah diamanatkan untuk menjaga perdamaian dunia akan mengambil perannya.

Jokowi mengatakan, Indonesia dalam perdamaian dunia ingin berperan dalam aspek-aspek agama dalam menangani berbagai konflik internasional. "Ini semua adalah konkret untuk mendorong yang benar, tetapi sejauh kemampuan yang kita miliki," katanya.

Ia menyatakan, Korea Selatan dan Indonesia adalah mitra yang ideal atau mitra alamiah untuk kerjasama menuju agenda internasional yang progresif bagi dunia "Kita dua-duanya menganut demokrasi, demografi saling melengkapi, dimana 60 persen orang Indonesia di bawah usia 30 tahun," kata dia.

Dalam kesempatan ini, dia juga diminati pendapat salah satu mahasiswa mengenai bersatunya Korea Utara dan Korea Selatan.

Atas pertanyaan tersebut, Jokowi mengaku sangat senang dengan pertemuan antara Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, dan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un. "Sebuah sejarah karena (dua) Korea (itu) saudara dekat. Satu rumpun, kalau bertemu adalah sebuah hal yang wajar dan saya sangat berbahagia," katanya.

Indonesia adalah salah satu dari tidak terlalu banyak negara yang menjalin hubungan diplomatik dengan kedua Korea bersama-sama.

Selain itu, dia juga merasa gembira saat perdana menteri Korea Selatan dan deputi perdana menteri Korea Utara juga bersama-sama datang di Asian Games.

"Ini menunjukkan bahwa kerukunan dan persatuan antara Korea Utara dan Korea Selatan, perasaan saya mengatakan mendekati sebuah kenyataan. Dan kita harapkan betul-betul nanti menjadi sebuah kenyataan, sehingga energi perdamaian dunia itu dimulai dari Korea," kata dia.






Credit  antaranews.com



Presiden Jokowi beri kuliah umum di Universitas Hankuk Seoul


Presiden Jokowi beri kuliah umum di Universitas Hankuk Seoul

Presiden Joko Widodo saat memberikan kuliah umum kepada mahasiswa jurusan bahasa Indonesia-Malaysia, di Universitas Hankuk Seoul, Korea Selatan, Selasa (11/9/2018). Dalam kuliah umumnya dia bercerita tentang atraksi motor saat pembukaan Asian Games 2018, di Jakarta, waktu itu. (ANTARA News/Joko Susilo)



Seoul (CB) - Presiden Joko widodo memberikan kuliah umum kepada mahasiswa jurusan Bahasa Indonesia-Malaysia di Universitas Hankuk Seoul, Korea Selatan, Selasa.

Jokowi yang didampingi Ibu Negara, Iriana Jokowi, dan beberapa menteri Kabinet Kerja, tiba di Universitas Hankuk ini sekitar pukul 10.30 waktu setempat langsung disambut para mahasiswa dengan tepuk tangan ketika memasuki ruang pertemuan.

Pengelola kampus menyebut telah mengundang 17 pemimpin negara untuk memberikan kuliah umum dan jokowi merupakan pemimpin negara ke-18 yang hadir di Universitas Hankuk ini.

Dalam pidatonya, Jokowi mengulas beberapa hal. Dia mengakui sudah banyak pemimpin yang terkenal, di antaranya Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, pemimpin Uni Soviet, Mikhail Gorbachev, Sekjen PBB, Ban Ki-moon, tetapi mereka-mereka belum pernah melakukan atraksi naik motor.

"Saya cukup yakin dari mereka tidak ada pernah loncat di atas mobil dengan mengendarai motor... Tidak ada," kata Jokowi yang disambut tawa para hadirin dan mahasiswa yang hadir.

Dia kembali mengingatkan para mahasiswa Korea Selatan ini tentang peran dia dalam mengisi acara pembukaan Asian Games 2018, di Jakarta-Palembang.

Jokowi mengatakan, atraksi motor yang dilakukan hanya sebagai hiburan untuk acara pembukaan pesta olahraga terbesar di Asia ini "Asian Games tahun ini benar-benar memperagakan gambaran spetakuler SDM yang luar biasa yang ada di Asia," kata Jokowi.

Ia menyebut Asian Games ke-18/2018 yang diikuti lebih dari 11.000 atlet dan 2.500 offical dari 45 negara bertanding di 40 cabang olahraga sehingga menjadikan Asian Games terbesar dalam sejarah.

Ia juga menyebut pada pagelaran Asian Games 2018 ada yang membahagiakan, yaitu "bersatunya Korea" saat defile atlet kedua negara di bawah satu bendera, yakni bendera Korea Bersatu.

Dalam Asian Games 2018 ini juga terlihat Perdana Menteri Korea Selatan, Lee Nak-yeon, dan deputi PM Korea Utara  bergandengan tangan.

Dalam tanya jawab dengan salah satu mahasiswa yang menanyakan bersatunya Korea ini, Jokowi mengaku bahagia. Ia juga mengapresiasi inisiasi Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, dan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, yang mengadakan pertemuan sebagai sejarah baru perdamaian Semenanjung Korea.

"Sebuah sejarah karena (dua) Korea (itu) saudara dekat. Satu rumpun, kalau bertemu adalah sebuah hal yang wajar dan saya sangat berbahagia," katanya.

Jokowi juga menjawab pertanyaan mahasiswa terkait keragaman masyarakat Indonesia yang bisa menjaga persatuan bangsa.
Jokowi mengaku bahwa takdir Indonesia yang berbeda-beda, yani wilayah terdiri dari 17.000 pulau yang masyarakatnya mencapai 163 juta jiwa, 714 suku, 1.100 bahasa daerah, namun persatuan tetap terjaga.

"Saya selalu berpesan kepada rakyat agar selalu saling menghargai, saling menghormati, selalu toleransi meskipun berbeda-beda. Itulah keragaman yang ada di Indonesia," kata dia.

Usai memberikan kuliah umum, dia mendapat cindera mata, yaitu jaket bergaya sportif berkarakter anak muda yang langsung dikenakan. Jokowi juga mengajak para mahasiswa untuk berfoto bersama. Selanjutnya Jokowi dan Iriana Jokowi juga melayani swafoto para mahasiswa yang hadir memenuhi aula kampus tersebut.

Ketika Jokowi dan rombongan meninggalkan tempat acara, para mahasiswa mengiringi dengan menyanyikan lagu Halo-halo Bandung.
Presiden Joko Widodo menerima cidera mata berupa jaket sportif usai memberikan kuliah umum kepada mahasiswa jurusan Bahasa Indonesia-Malaysia di Universitas Hankuk, Seoul, Korea Selatan, Selasa (11/9/2018). (ANTARA News/Joko Susilo)








Credit  antaranews.com





Kamis, 06 September 2018

Korea Selatan-Korea Utara Siapkan KTT Ketiga Bulan Ini



Korea Selatan-Korea Utara Siapkan KTT Ketiga Bulan Ini

SEOUL - Korea Selatan (Korsel) menyatakan delegasinya bertemu Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un kemarin untuk menyiapkan konferensi tingkat tinggi (KTT) ketiga pada akhir bulan ini.

KTT itu diharapkan dapat menciptakan momentum baru pada perundingan denuklirisasi antara Korut dan Amerika Serikat (AS). Kim dan Presiden AS Donald Trump mencapai kesepakatan luas tentang denu klirisasi saat KTT di Singapura pada Juni.

Meski demikian, perundingan antara Pyongyang dan Washington terhenti sejak Trump membatalkan kunjungan Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Mike Pompeo ke Korut bulan lalu.

Utusan Khusus Presiden Korsel Moon Jae-in dipimpin oleh Kepala Keamanan Nasional Istana Biru Kepresidenan Chung Eui-yong. Delegasi Korsel termasuk Direktur Badan Intelijen Nasional Suh Hoon.

Delegasi itu menggelar pertemuan dengan Kim dan menyerahkan surat dari Moon. Mereka juga makan malam dengan para pejabat Korut. “Utusan itu akan kembali setelah makan malam,” ungkap juru bicara Istana Biru Kim Euikyeom, dikutip kantor berita Reuters.

Rincian lebih lanjut tentang hasil pertemuan itu akan diumumkan pada Kamis (6/9). “Delegasi dengan 11 anggota itu disambut di Pyongyang oleh Ri Son-gwon, ketua komite urusan lintas perbatasan Korut yang memimpin perundingan tingkat tinggi antar Korea,” papar juru bicara Moon, Yoon Young-chan.

Yoon menjelaskan, mereka menggelar pertemuan 20 menit dengan Ri dan Kim Yong-chol yang memainkan peran kunci dengan Pompeo dalam KTT di Singapura. Yoon tidak memberi penjelasan lebih rinci tentang pertemuan itu.

AS dan Korut masih ragu untuk menetapkan apakah mendahulukan denuklirisasi atau normalisasi hubungan dengan mendeklarasikan berakhirnya Perang Korea 1950-1953. Perang itu berakhir dengan gencatan senjata dan bukan traktat perdamaian sehingga dua Korea secara teknis masih berperang.

Kepala Keamanan Nasional Istana Biru Kepresidenan Chung Eui-yong menyatakan dia ingin mendiskusikan dengan para pejabat Pyongyang tentang cara mencapai denuklirisasi penuh semenanjung Korea. “Seoul akan terus mendorong deklarasi gabungan dengan AS untuk mengakhiri perang Korea tahun ini,” ucap Chung.

“Kim tampil ke publik untuk pertama kali dalam 16 hari untuk memberi hormat pada pemakaman Ju Kyu Chang, kontributor utama kesuksesan pengembangan program antariksa, rudal balistik, dan senjata nuklir Korut,” ungkap laporan Stimson Centre's 38 North, website yang khusus menganalisis Korut.

AS ingin Korut meninggalkan senjata nuklir tanpa syarat. Korut menjelaskan sebelumnya bahwa mereka dapat mempertimbangkan menyerah kan senjata nuklirnya jika AS memberikan jaminan keamanan dengan memindahkan tentara AS dari Korsel dan Jepang.

Korut saat ini menyiapkan peringatan ulang tahun ke-70 berdirinya rezim pada Minggu (9/9). Sementara Moon dan Trump akan membahas Korut saat Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York bulan ini. 

“Moon dan Trump berbicara selama 50 menit melalui telepon pada Selasa (4/9),” ungkap pernyataan dari kantor Moon dan Gedung Putih. Pembicaraan antara Moon dan Trump itu berlangsung sebelum utusan khusus Korsel tiba di Pyongyang untuk membahas KTT ketiga Korut dan Korsel bulan ini.

“Moon dan Trump sepakat dalam pembicaraan telepon untuk mengeksplorasi ide pertemuan langsung di sela Sidang Umum PBB dan melakukan konsultasi mendalam tentang berbagai strategi dan cara bekerja sama dalam isu-isu semenanjung,” papar pernyataan kantor Moon.

Di Washington, juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders menyatakan Moon memaparkan pada Trump tentang rencananya mengirim utusan khusus ke Pyongyang untuk bertemu Kim. “Mereka sepakat bertemu akhir bulan ini di sela Sidang Umum PBB di New York,” kata dia.










Credit  sindonews.com




Korut-Korsel Sepakat Gelar Pertemuan Antar Korea Ketiga di Pyongyang

Korut-Korsel Sepakat Gelar Pertemuan Antar Korea Ketiga di Pyongyang
Pemimpin Korut Kim Jong-un bertemu dengan Presiden Korsel Moon Jae-in di perbatasan kedua negara. Foto/Istimewa

SEOUL - Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) sepakat untuk mengadakan pertemuan puncak antar para pemimpin mereka di Pyongyang pada 18-20 September mendatang. Hal itu dikatakan oleh pemerintah Korsel.

Pertemuan tersebut akan membahas langkah-langkah praktis terhadap denuklirisasi Semenanjung Korea.

"Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menegaskan kembali tekadnya untuk sepenuhnya mencabut nuklir dari semenanjung, dan menyatakan kesediaannya untuk kerja sama yang erat dengan Korea Selatan dan Amerika Serikat dalam hal ini," kata penasihat keamanan nasional Korsel, Chung Eui-yong, kepada wartawan sehari setelah bertemu Kim Jong-un di Pyongyang.

Chung mengungkapkan Kim mengatakan kepada pejabat Korsel bahwa keyakinannya pada Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tidak berubah. Dia juga ingin mewujudkan denuklirisasi serta mengakhiri hubungan bermusuhan yang sudah berlangsung lama antara kedua negara.


"Ketua Kim menyatakan frustrasi atas keraguan yang ditunjukkan oleh beberapa bagian masyarakat internasional tentang kehendaknya," kata Chung seperti dikutip dari Reuters, Kamis (6/9/2018).

"Korea Utara secara preemptif telah melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk denuklirisasi, dan Kim mengatakan dia akan menghargai bahwa itikad baik tersebut diterima dengan itikad baik," imbuhnya.

Presiden Korsel, Moon Jae-in, mengirim Chung dan utusan lainnya ke Ibu Kota Korut pada hari Rabu untuk mengatur waktu dan agenda untuk KTT antar-Korea ketiga tahun ini, dan untuk memecahkan kebuntuan dalam pembicaraan antara Washington dan Pyongyang atas pembongkaran program nuklir Korut.

Kim dan Trump mengadakan pertemuan tingkat tinggi pada Juni lalu di Singapura dan berjanji untuk bekerja menuju denuklirisasi Semenanjung Korea.

Namun pembicaraan nuklir mereka sejak itu goyah, dengan kedua pihak saling menuduh tidak memenuhi komitmen mereka cukup cepat. Guncang semakin terasa setelah Trump membatalkan kunjungan Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo ke Korut bulan lalu. 




Credit  sindonews.com




Rabu, 05 September 2018

Negosiasi Denuklirisasi Macet, Utusan Korsel Sambangi Korut



Negosiasi Denuklirisasi Macet, Utusan Korsel Sambangi Korut
Presiden Korsel Moon Jae-in dan Pemimpin Korut Kim Jong-un bersalaman di wilayah perbatasan kedua negara. Foto/Istimewa



SEOUL - Utusan khusus Korea Selatan (Korsel), Rabu (5/9/2018), meninggalkan Seoul untuk perjalan satu hari ke Korea Utara (Korut). Utusan Korsel menyambangi Korut untuk membahas pertemuan ketiga yang akan diadakan bulan ini antara Presiden Korsel Moon Jae-in dan Pemimpin Korut Kim Jong-un.

Pejabat Korsel berharap kunjungan itu dapat membangkitkan momentum pembicaraan denuklirisasi antara Amerika Serikat (AS) dan Korut. Pembicaraan itu terhenti sejak Presiden AS Donald Trump membatalkan perjalanan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo ke Pyongyang bulan lalu setelah Pompeo menerima surat permusuhan dari seorang pejabat senior Korut.

Trump dan Moon berbicara melalui telepon selama 50 menit pada hari Selasa, kata para pejabat, dan berencana untuk membahas masalah Korut selama Majelis Umum PBB di New York akhir bulan ini.

Kim Jong-un setuju dalam arti luas untuk bekerja menuju denuklirisasi semenanjung Korea pada pertemuan puncak bersejarah dengan Presiden AS Trump di Singapura pada bulan Juni.

Namun, AS dan Korut tidak menemui titik temu terkait mana yang didahulukukan, apakah denuklirisasi atau langkah menuju normalisasi status internasional Korut dengan menyatakan akhir Perang Korea.

Perang Korea 1950-53 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai, yang berarti AS dan Korut secara teknis masih berperang.

Dikutip dari Reuters, utusan Korsel termasuk kepala kantor keamanan nasional di Istana Presiden Presiden, Chung Eui-yong, dan direktur agen mata-mata Intelijen Nasional, Suh Hoon.

Tidak jelas apakah utusan tersebut akan bertemu Kim Jong-un, kata pejabat Korea Selatan. Pemimpin Korut bertemu dengan utusan Korsel di perjalanan mereka sebelumnya pada bulan Maret.

Pada hari Selasa, Chung ingin berdiskusi dengan pejabat Pyongyang untuk mencapai denuklirisasi menyeluruh di semenanjung Korea.

"Seoul akan terus mendorong deklarasi bersama dengan AS untuk mengakhiri Perang Korea tahun ini," kata Chung.

Kim Jong-un membuat penampilan publik pertamanya dalam 16 hari terakhir untuk memberi hormat pada pemakaman Dr. Ju Kyu Chang, menurut media pemerintah Korut KCNA pada hari Rabu.

Ju adalah kontributor utama bagi keberhasilan pengembangan senjata nuklir Korut, rudal balistik dan program luar angkasa, menurut North38, situs yang mempunyai spesialisasi dalam analisis Korut. 


Korut saat ini sedang mempersiapkan diri untuk merayakan ulang tahun ke-70 pendirian rezim pada hari Minggu mendatang.




Credit  sindonews.com