Tampilkan postingan dengan label BANGLADESH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BANGLADESH. Tampilkan semua postingan

Selasa, 17 Oktober 2017

Kelaparan dan siksaan membuat Rohingya terus mengalir ke Bangladesh


Kelaparan dan siksaan membuat Rohingya terus mengalir ke Bangladesh
Pengungsi Rohingya tiba di pantai setelah menyeberang dari Myanmar, di Teknaf, Bangladesh, Minggu (15/10/2017). (ANTARA/REUTERS/Jorge Silva )




Cox's Bazar (CB) - Kelaparan, kemiskinan dan ketakutan, telah memicu gelombang baru ribuan pengungsi Rohingya menyeberang ke Bangladesh dari Myanmar, Senin pagi tadi, lapor Reuters.

Menurut Reuters, mereka terpaksa melarikan diri ke Bangladesh setelah diserang gerombolan warga mayoritas Budha dan juga kelaparan, dua hal yang membuat PBB menyebut telah terjadi pembersihan etnis di Myanmar.

Mengarungi perairan dalam bersama anak-anak mereka di sisi mereka, warga Rohingya berkata kepada Reuters mengenai perjalanan mereka selama berhari-hari menembus semak belukar dan hutan dari daerah Buthidaung, Myanmar, sebelum akhirnya mencapai perbatasan Bangladesh-Myanmar.

Para orang tua datang dengan ditandu, sedangkan para wanita membawa perabotan seadanya, termasuk tempat menanak nasi, di atas kepala mereka.

"Kami sampai tak bisa keluar rumah selama bulan lalu karena militer menjarah orang-orang. Mereka menembaki desa kami. Akhirnya kami melarikan diri ke desa sebelah," kata Mohammad Shoaib (29).

"Dari hari ke hari keadaan semakin buruk saja, jadi kami pun terpaksa bergerak ke arah Bangladesh. Sebelum pergi, saya kembali melihat desa saya  untuk melihat rumah, dan ternyata seluruh desa telah musnah dibakar," sambung Shoaib.

Mereka lalu mengungsi untuk bergabung dengan 536.000 pengungsi Rohingya yang telah lebih dulu kabur dari Myanmar sejak serangan militan 25 Agustus yang memicu balasan kejam dari militer Myanmar. Para pengungsi ini menuduh pasukan keamanan Myanmar telah melakukan pembakaran, pembunuhan dan pemerkosaan.

Tapi Myanmar menyangkal tudingan pembersihan etnis dan sebaliknya menyebut Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA) telah melancarkan aksi teror.





Credit  antaranews.com





Rabu, 11 Oktober 2017

PBB cemas arus pengungsi Rohingya membesar lagi


PBB cemas arus pengungsi Rohingya membesar lagi
Arus Pengungsi Masih Terus Terjadi Pengungsi rohingya berjalan melintasi sungai usai melintasi perbatasan Myanmar-Bangladesh di Teknaf, Cox Bazar, Bangladesh, Jumat (29/9/2017). Setiap hari ribuan pengungsi Rohingya terus berdatangan ke Bangladesh. (ANTARA/Akbar Nugroho Gumay) ()



Jakarta (CB) - Paling sedikit 11.000 pengungsi baru Rohingya tiba di Bangladesh hanya dalam jangka satu hari dari Rakhine di Myanmar, Senin lalu. Situasi terakhir ini mendorong PBB mengeluarkan maklumat bahwa lembaga supranasional itu kembali ke situasi waspada penuh untuk mengantisipasi gelombang besar baru pengungsi Rohingya.

Sekitar setengah juta pengungsi Rohingya telah menyeberang ke Bangladesh sejak akhir Agustus lalu. Dan Selasa kemarin terjadi gelombang pengungsi memasuki daerah tenggara Bangladesh, kata pejabat Bangladesh kepada Radio Free Asia.  Para pejabat Bangladesh bahkan menyatakan puluhan ribu lainnya sudah menunggu menyeberang ke Bangladesh.

"Mereka yang baru tiba di sini berkata kepada kami bahwa masih banyak yang sedang menanti diseberangkan ke Bangladesh," kata Md Ali Hossain, wakil komisioner distrik Cox’s Bazar.

Zafar Alam, pemimpin Rohingya di Kamp Kutupalong yang merupakan kamp pengungsi terbesar Rohingya, mengungkapkan kesebelas ribu pengungsi baru itu berasal dari sembilan desa di Buthidaung dan Rathedaung yang berada di pedalaman Rakhine.

"Mereka menyeberangi Sungai Naf bersama anak-anak mereka. Mereka dibawa ke berbagai penampungan di berbagai tempat di Teknaf. Hampir 50.000 orang lainnya masih menunggu diseberangkan ke perbatasan Bangladesh," kata Zafar Alam.

Di Jenewa, badan urusan pengungsi PBB (UNHCR) menyatakan tengah bersiap  memasok secara besar-besaran bantuan ke Bangladesh demi menjawab arus besar baru pengungsi Rohingya ke negeri ini.




Credit  antaranews.com





Selasa, 10 Oktober 2017

9 Petinggi Partai Islam di Bangladesh Ditangkap Polisi


9 Petinggi Partai Islam di Bangladesh Ditangkap Polisi
Ilustrasi Penjara, Sel, Lapas, Jeruji Besi (Foto: Ilustrasi/Thinkstock)



Dhaka - Kepolisian Bangladesh menangkap pemimpin tertingi partai islam negara tersebut. Penangkapan diduga karena para pemimpin partai tersebut melakukan sabotase.

Sembilan orang ditangkap setelah serangan di sebuah rumah di Dhaka bagian utara. Dari kesembilan orang yang ditangkap termasuk di antaranya pemimpin tertinggi Partai Jamaat e-Islami Maqbul Ahmed, wakil pemimpin Shafiqur Rahman, dan mantan anggota parlemen Golam Parwar.

"Kami mendapat informasi dari sumber rahasia bahwa mereka mengadakan pertemuan di sebuah tempat rahasia di sebuah rumah di sektor utara nomor enam. Kami telah menemukan sejumlah dokumen dari tempat tersebut," kata Wakil Komandan Polisi Dhaka, Shaikh Nazmul Alam, seperti dilansir dari AFP, Selasa (10/10/2017).

Ia menambahkan, kepolisian sedang menyelidiki dokumen tersebut. Ia tidak menyebut apa yang menyebabkan pemimpin partai islam itu ditahan, tetapi kebanyakan mereka berstatus buron.

Surat kabar terbesar di negara itu, Prothom Alo mengatakan para pemimpin ditangkap denan tuduhan melakukan sabotase. Penangkapan tersebut dilakukan saat pemerintah mengambil tindakan keras terhadap partai oposisi yang datang setelah mengalami kekalahan besar karena menangani krisis Rohingya.

Sebelumnya, sebuah pengadilan di negara bagian timur itu mengeluarkan sebuah surat perintah penangkapan teradap pemimpin partai oposisi utama, Khaleda Zia. Penangkapan dilakukan setelah dia batal hadir dalam persidangan atas tuduhan terkait pemboman api sebuah bus yang menewaskan delapan orang pada tahun 2015.

Zia sebelumnya mengunjungi putranya yang diasingkan di London selama 2 bulan terakhir, diperkirakan putranya akan kembali ke rumah pada akhir bulan Oktober.

Sedangkan juru bicara Jemaat mengecam penangkapan tersebut dengan mengatakan bahwa para pemimpin tersebut sedang menghadiri sebuah pertemuan sosial.

"Kami memprotes penangkapan. Ini termotivasi. Kami adalah partai partai demokrasi dan mematuhi semua norma demokrasi. Kami tidak melakukan apapun yang bersifat kekerasan atau bertentangan dengan cara demokrasi," katanya.




Credit  detik.com







Senin, 09 Oktober 2017

Bangladesh Buru Warganya yang Nikahi Pengungsi Rohingya


Bangladesh Buru Warganya yang Nikahi Pengungsi Rohingya 
Bangladesh melarang warganya menikahi pengungsi Rohingya sejak 2014 lalu. (Reuters/Mohammad Ponir Hossain)


Jakarta, CB -- Kepolisian Bangladesh memburu warganya, Shoaib Hossain Jewel, yang diduga menikahi seorang pengungsi Rohingya bernama Rafiza pada bulan lalu.

"Kami mendengar, dia menikahi perempuan Rohingya. Kami ke rumahnya di Desa Charigram. Namun, kami tak menemukannya dan orang tuanya juga tidak tahu keberadaannya," ujar Kepala Kepolisian daerah Singair, Khandaker Imam Hossain, kepada AFP.

Bangladesh memang melarang warganya menikahi pengungsi Rohingya sejak 2014 lalu. Saat itu, gelombang pengungsi Rohingya sedang meningkat karena aksi kekerasan di Rakhine.



Pelarangan itu diterapkan karena sejumlah klaim yang mengatakan bahwa Rohingya kerap menggunakan modus pernikahan dengan warga lokal agar mendapatkan kewarganegaraan.


Namun, ayah dari Jewel, Babul Hossain, mengatakan bahwa pernikahan anaknya dengan pengungsi Rohingya itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan modus tersebut.

"Jika seorang warga Bangladesh bisa menikahi orang Kristen dan dari agama lain, apa yang salah jika anak saya menikahi Rohingya? Dia menikahi seorang Muslim yang ditampung di Bangladesh," katanya.

Surat kabar Dhaka Tribune melaporkan, Jewel yang berprofesi sebagai guru di madrasah, bertemu dengan Rafiza saat perempuan itu dan keluarganya mengungsi di rumah seorang imam di Singair.

Mereka kemudian menjalin kasih hingga Jewel rela pergi ke Cox's Bazar, di mana kamp pengungsi untuk Rohingya berdiri. Ia ke sana untuk meminta restu dari orang tua Rafiza.

Pasangan itu kemudian mengikat janji dalam prosesi yang menjadi pernikahan antara warga Bangladesh dan pengungsi Rohingya pertama sejak eksodus pada Agustus lalu.

Eksodus ini terjadi karena bentrokan kembali pecah di Rakhine pada 25 Agustus, menewaskan 1.000 orang dan membuat lebih dari 500 ribu orang Rohingya kabur ke Bangladesh.




credit  cnnindonesia.com





Jumat, 06 Oktober 2017

Tampung 800 Ribu Rohingya, Bangladesh Bangun Kamp Pengungsi Terbesar di Dunia


Tampung 800 Ribu Rohingya, Bangladesh Bangun Kamp Pengungsi Terbesar di Dunia
Bangladesh akan membangun kamp pengungsi terbesar di dunia untuk menampung pengungsi Rohingya. Foto/Istinewa


DHAKA - Bangladesh pada hari Kamis mengumumkan akan membangun salah satu kamp pengungsi terbesar di dunia. Kamp tersebut untuk menampung 800 ribu Muslim Rohingya yang telah mencari suaka dari kekerasan tentara Myanmar.

Kedatangan lebih dari setengah juta Muslim Rohingya dari Myanmar, yang didominasi umat Buddha, sejak 25 Agustus telah menempatkan ketegangan yang sangat besar di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh. Muncul ketakutan akan adanya wabah penyakit.

Seorang menteri Bangladesh memberikan rincian tentang mega kamp tersebut saat tentara Myanmar menyalahkan militan Rohingya karena membakar rumah di negara bagian Rakhine.

Pemerintah Bangladesh berencana untuk memperluas sebuah kamp pengungsi di Kutupalong dekat kota perbatasan Cox's Bazar untuk menampung Rohingya.

Lahan seluas 790 hektar telah disiapkan di samping yang telah ada, kamp Kutupalong, bulan lalu untuk kedatangan pengungsi Rohingya yang baru. Tapi karena jumlah pendatang baru telah melampaui 500 ribu - menambah 300 ribu yang sudah ada di Bangladesh - 400 hektar lainnya telah disisihkan untuk kamp baru tersebut.

Mofazzal Hossain Chowdhury Maya, Menteri Penanganan dan Penanggulangan Bencana Bangladesh, mengatakan bahwa semua orang Rohingya pada akhirnya akan dipindahkan dari 23 kamp di sepanjang perbatasan dan kamp-kamp darurat lainnya di sekitar Cox's Bazar ke zona baru tersebut.

"Semua orang yang tinggal di tempat yang tersebar akan dibawa ke satu tempat. Itu sebabnya lebih banyak lahan dibutuhkan. Pelan-pelan semuanya akan ditempatkan," kata menteri tersebut, menambahkan bahwa sejumlah keluarga sudah pindah ke situs baru yang dikenal sebagai perpanjangan Kutupalong.

Menteri Maya juga mengatakan dua permukiman yang ada telah ditutup seperti dikutip dari The Guardian, Jumat (6/10/2017).

Minggu ini Bangladesh melaporkan 4.000-5.000 Rohingya melintasi perbatasan setiap hari setelah jeda singkat dalam kedatangan, dengan 10.000 lebih menunggu di perbatasan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memuji "semangat kemurahan hati" Bangladesh yang luar biasa dalam membuka perbatasannya.

Namun kepala UNICEF, Anthony Lake, dan koordinator bantuan darurat PBB, Mark Lowcock, mengatakan dengan seruan dana sebesar USD430 juta untuk bantuan menunjukkan kebutuhan Rohingya tumbuh lebih cepat daripada kemampuan untuk mencukupi mereka. 


"Tragedi manusia yang berlangsung di Bangladesh selatan mengejutkan dalam skala, kompleksitas dan kecepatannya," katanya dalam sebuah pernyataan yang menyebut krisis Rohingya "darurat pengungsi dengan perkembangan tercepat di dunia".

Rohingya yang telah selamat ke Bangladesh menuduh lonjakan eksodus mengikuti kampanye intimidasi baru oleh tentara Myanmar di beberapa bagian Rakhine yang masih merupakan tempat tinggal komunitas Muslim.

Namun kantor kepala militer Myanmar Min Aung Hlaing mengatakan bahwa ledakan di tujuh rumah di sebuah desa Rohingya di kota Buthidaung pada hari Rabu awal dimulai oleh "Einu", seorang tersangka militan dari Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA).



Krisis pengungsi meletus setelah serangan ARSA terhadap pos polisi Myanmar pada 25 Agustus memicu serangan militer yang brutal. PBB mengatakan bahwa kampanye militer Myanmar bisa menjadi "pembersihan etnis" sementara para pemimpin militer menyalahkan kerusuhan di Rohingya.








Credit  sindonews.com




Kamis, 05 Oktober 2017

Sekitar 1.400 Anak Yatim Rohingya Arungi Sungai ke Bangladesh


Sekitar 1.400 Anak Yatim Rohingya Arungi Sungai ke Bangladesh 
Sekitar 1.400 anak yatim piatu Rohingya mengarungi Sungai Naf demi mencapai Bangladesh, meninggalkan kenangan pahit mereka di Rakhine. (Dok. ACT)


Jakarta, CB -- Sekitar 1.400 anak yatim piatu Rohingya berjalan kaki dan mengarungi Sungai Naf demi mencapai Bangladesh, meninggalkan kenangan pahit di Rakhine, di mana orang tua mereka tewas akibat gelombang kekerasan sejak 25 Agustus lalu.

Belasan hari lamanya mereka harus menempuh perjalanan dengan ingatan tragis tersebut, hingga akhirnya mereka tiba di Kamp Kutupalong dengan tatapan kosong.

UNICEF bahkan melaporkan, banyak dari mereka memperlihatkan tatapan dingin, ketakutan, hingga trauma mendalam.


Meski masih memendam trauma, mereka harus langsung berusaha berbaur dengan anak-anak lain yang bernasib sama di kamp tersebut.


Namun, keceriaan mulai tampak di wajah mereka ketika sekelompok relawan membawa bingkisan sumbangan dari Indonesia yang berisi suplemen kesehatan, buah-buahan segar, roti, susu, mainan, dan pakaian.

“Riuh sekali. Saya sampai mendengar berbagai bunyi mainan yang mereka mainkan. Mereka benar-benar senang dengan hadiahnya,” ujar anggota Tim SOS Rohingya XV dari Aksi Cepat Tanggap, sebagaimana dikutip dalam siaran pers yang diterima CNNIndonesia.com, Rabu (4/10).

Bingkisan ini diharapkan dapat membawa sedikit kebahagiaan bagi anak-anak yatim Rohingya, sementara nasib mereka dan ratusan ribu orang lainnya yang tiba di Bangladesh masih terkatung-katung.

Sekitar 1.400 Anak Yatim Rohingya Arungi Sungai ke Bangladesh
Keceriaan mulai tampak di wajah anak-anak yatim piatu Rohingya ketika sekelompok relawan membawa bingkisan sumbangan dari Indonesia yang berisi suplemen kesehatan, buah-buahan segar, roti, susu, mainan, dan pakaian. (Dok. ACT)

Merujuk pada laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa, lebih dari 507 ribu orang Rohingya dilaporkan kabur ke Bangladesh setelah rentetan aksi kekerasan militer dilaporkan kembali memanas di Rakhine sejak 25 Agustus lalu.

Bangladesh sendiri sebenarnya sudah tidak mau menerima para Rohingya tersebut karena mereka sudah menampung sekitar 400 ribu pengungsi yang kabur dari rangkaian kekerasan sebelumnya di Myanmar.

Setelah dikecam oleh komunitas internasional, Myanmar akhirnya menyatakan kesiapan mereka untuk menerima kembali para pengungsi Rohingya yang kabur ke Bangladesh dengan syarat verifikasi terlebih dulu.

Pemerintah Myanmar dan Bangladesh pun sudah membentuk satu kelompok kerja untuk mengurus pengembalian Rohingya ini. Namun, para Rohingya sendiri meragukan komitmen Myanmar.




Credit  cnnindonesia.com






Rabu, 27 September 2017

PBB: Rohingya tak boleh dipaksa pindah ke pulau terpencil


PBB: Rohingya tak boleh dipaksa pindah ke pulau terpencil
Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi Filippo Grandi. (UNHCR)



Dhaka (CB) - Bangladesh tidak boleh memaksa muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar untuk pindah ke kamp-kamp di pulau terpencil, kata kepala badan pengungsi Perserikatan-Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin (25/9).

Otoritas meningkatkan upaya untuk pemindahan muslim Rohingya ke pulau di Teluk Benggala sejak lonjakan baru setelah total 436.000 pengungsi sudah tiba sejak 25 Agustus.

Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi Filippo Grandi mengatakan Perdana Menteri Sheikh Hasina telah menyinggung rencana relokasi itu ketika mereka bertemu pada Juli.

Sudah ada 300.000 pengungsi Rohingya di kamp dekat perbatasan Cox's Bazar sebelum gelombang kedatangan pengungsi terbaru mulai.

Namun dia menegaskan bahwa pemindahan dari kamp-kamp ke Pulau Bhashan Char  - yang juga disebut Thengar Char - "harus dilakukan secara sukarela oleh pengungsi itu sendiri."

"Kita tidak bisa memaksa orang-orang pergi ke tempat itu. Jadi pilihan untuk jangka menengah, katakanlah - saya tidak ingin berbicara tentang jangka panjang - juga harus sesuatu yang bisa diterima oleh orang-orang yang pergi ke sana," katanya.

"Jika tidak, itu tidak akan berhasil. Jika tidak, orang-orang tidak akan pergi," katanya sebagaimana dikutip kantor berita AFP.

PBB memuji Bangladesh karena menampung warga Rohingya yang menyelamatkan diri dari operasi militer di Myanmar dan meminta masyarakat internasional membantu otoritas di sana.

"Baik untuk berpikir maju. Orang-orang ini (Rohingya) mungkin tidak bisa kembali segera dan populasinya sekarang sudah mengganda," kata Grandi dalam konferensi pers di Dhaka.

Kepala UNHCR mengatakan lembaganya siap membantu rencana pemindahan pengungsi ke pulau dengan satu studi teknis.

"Itu yang siap kami berikan. Kami belum menyampaikannya karena saya belum melihat pilihan konkret di atas kertas."

Pulau kecil di muara sungai Meghna yang akan digunakan untuk pengungsi bisa ditempuh dalam waktu satu jam menggunakan perahu dari Sandwip, pulau berpenghuni terdekat, dan dua jam dari Hatiya, salah satu pulau terluas Bangladesh.

Pemerintah sudah menugaskan angkatan laut menyiapkannya untuk pengungsi Rohingya. Dua helipad dan satu jalan kecil sudah dibangun.

Otoritas pertama mengusulkan pembangunan hunian untuk Rohingya pada 2015, karena kamp-kamp pengungsi di Cox's Bazar sudah kelebihan kapasitas.

Namun rencana itu ditunda pelaksanaannya tahun lalu di tengah laporan-laporan mengenai pulau berlumpur yang baru muncul dari laut tahun 2006 itu, yang disebut tidak bisa dihuni karena sering kena banjir pasang surut.

Dalam beberapa pekan terakhir, Bangladesh meminta dukungan internasional untuk memindahkan Rohingya ke pulau itu sementara negara miskin itu berjibaku menhadapi gelombang pengungsi baru.

Lebih dari 436.000 pengungsi dari Rakhine State di Myanmar sudah menyeberangi perbatasan menuju Bangladesh sejak 25 Agustus, ketika operasi militer dilancarkan menyusul serangan militan Rohingya.

Tidak ada cukup makanan, air atau obat di kamp-kamp pengungsian di Bangladesh yang jalanannya penuh kotoran manusia, membuat PBB mengkhawatirkan penularan penyakit serius. 


Credit antaranews.com





PBB serukan dukungan lebih banyak buat pengungsi Rohingya dari Myanmar

PBB serukan dukungan lebih banyak buat pengungsi Rohingya dari Myanmar
Dokumentasi Bantuan Pangan Untuk Rohingya. Petugas mengawasi truk pengangkut kontainer berisi beras bantuan yang menunggu bongkar muat ke KM Cimbria di dermaga internasional PT Terminal Petikemas Surabaya (PT TPS), Surabaya, Jawa Timur, Kamis (21/9/2017). Sekitar 2.000 ton beras yang terkumpul dari masyarakat itu dikirim oleh organisasi nirlaba Aksi Cepat Tanggap (ACT) bekerjasama dengan PT TPS dan PT Samudra Indonesia untuk pengungsi Rohingya di perbatasan antara Myanmar dan Bangladesh.(ANTARA/Didik Suhartono) ()
Penyelesaian bagi krisis ini terletak di dalam Myanmar."

Jenewa, Swiss (CB) - Badan pengungsi PBB pada Senin (25/9) menyerukan peningkatan dukungan buat sebanyak 436.000 pengungsi Rohingya yang menyelamatkan diri dari Myanmar ke Bangladesh pada Agustus.

Pada saat yang sama Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi memuji rakyat dan Pemerintah Bangladesh atas keramah-tamahann mereka, lapor Xinhua.

Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi Filippo Grandi mengatakan kondisi pengungsi masih menyedihkan, dan upaya bantuan kemanusiaan dapat mengalami kemerosotan dramatis jika bantuan tidak secepatnya ditingkatkan.

Grandi melakukan kunjungan ke Kamp Pengungsi Kutupalong dan daerah lain perbatasan tempat pengungsi membuat tempat berteduh sendiri di sebidang kecil tanah, demikian laporan Xinhua. Kendati dukungan mengalir dari masyarakat lokal, "banyaknya arus orang yang menyelamatkan diri dengan cepat mengalahkan kemampuan untuk memberi tanggapan, dan situasi masih belum stabil", katanya.

Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) sejauh ini mengirim tiga pesawat yang berisi barang bantuan ke Bangladesh, dan akan membagikan alat berteduh sementara, peralatan dapur dan lampu surya. Satu lokasi yang diatur dengan sumber air, kebersihan dan instalasi lain telah didirikan untuk mencatat pengungsi baru. Lembaga lain internasional dan organisasi non-pemerintah juga berada di lapangan dan memainkan peran penting.

Grandi tiba di Bangladesh pada Sabtu (23/9) dan telah mengunjungi daerah di sekitar Coxs Bazar, tempat badan pengungsinya telah mendukung pemerintah dalam mengelola dua kamp resmi sejak 1992.

Selama bertahun-tahun, jumlah pengungsi yang terdaftar di kedua kamp tersebut naik-turun dan sekarang berjumlah sebanyak 33.000. Sebelum arus pengungsi paling akhir, juga ada sebanyak 300.000 pengungsi Rohingya yang tak terdaftar dan tinggal di daerah itu. Mereka meninggalkan Myanmar selama bertahun-tahun.

"Penyelesaian bagi krisis ini terletak di dalam Myanmar," kata Grandi. "Tapi untuk sekarang, pusat perhatian kita harus pada peningkatan dukukungan dramatis buat mereka yang sangat memerlukannya."

Menurut UNHCR, penindasan pada akhir Agustus oleh militer Myanmar sebagai reaksi atas serangan oleh gerilyawan Rohingya telah mendorong sangat banyak pengungsi dari masyarakat Muslim tanpa negara ke seberang perbatasan.

Kerusuhan telah menyebar krisis kemanusiaan di kedua pihak perbatasan, dan memberi tekanan kuat global pada pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi untuk mengutuk aksi bersenjata itu.



Credit  antaranews.com










Senin, 18 September 2017

Bangladesh Ancam Myanmar Terkait Pelanggaran Wilayah


Bangladesh Ancam Myanmar Terkait Pelanggaran Wilayah 
Bangladesh menuduh Myanmar melanggar wilayah udara tiga kali sejak krisis pengungsi Rohingya terjadi. (Reuters/Mohammad Ponir Hossain)



Jakarta, CB -- Bangladesh menuduh Myanmar berulangkali melanggar wilayah udaranya akibat krisis pengungsi Rohingya dan memperingatkan “aksi provokatif” baru bisa menyebabkan “konsekuensi yang tidak diinginkan”.

Pernyataan ini meningkatkan kemungkinan hubungan kedua negara semakin memburuk akibat krisis pengungsi Rohingya.

“Bangladesh menyatakan keprihatiann mendalam atas perilaku provokatif yang terus terjadi dan menuntut agar Myanmar mengambil langkah segera untuk memastikan agar pelanggaran kedaulatan seperti ini tidak terjadi lagi,” bunyi pernyataan tertulis kementerian luar negeri Bangladesh seperti dikutip kantor berita Reuters.

“Aksi provokatif ini bisa menyebabkan konsekuensi yang tidak diinginkan.”

Bangladesh mengatakan drone dan helikopter milik Myanmar telah tiga kali melanggar wilayah udaranya, pada tanggal 10, 12 dan 14 September.

Pemerintah Bangladesh telah menghubungi duta besar Myanmar di Dhaka untuk mengajukan keluhan atas insiden ini.

Seorang juru bicara pemerintah Myanmar mengatakan tidak memiliki informasi tentang insiden yang dikeluhkan oleh Bangladesh, namun dia membantah Myanmar melakukan aksi yang dituduhkan itu.

“Saat ini, kedua negara menghadapi krisis pengungsi. Kita perlu bekerjasama dengan rasa saling mengerti,” kata Zaw Htay kepada Reuters.

Hampir 400 ribu warga Rohingya dari Myanmar Barat menyebrang masuk ke Bangladesh sejak 25 Agustus. Mereka menghindari serangan pemerintah Myanmar ke kelompok bersenjata Rohingya dalam aksi yang menurut PBB merupakan “contoh jelas pembersihan etnis”.

Selama beberapa dekade Bangladesh menghadapi krisis pengungsi Rohingya yang mengalami persekusi di Myanmar yang menganggap mereka sebagai pendatang gelap dan tidak berhak mendapatkan kewarganegaraan.

Sebelum krisis yang kini terjadi, terdapat 400 ribu warga Rohingya yang mengungsi di Bangladesh.

Krisis paling baru ini terjadi setelah kelompok bersenjata Rohingya menyerang sekitar 30 pos polisi dan markas militer sehingga menewaskan selusin orang.

Pasukan keamanan Myanmar menjawab serangan itu dengan tindakan yang menurut kelompok pengamat hak asasi manusia dan pengungsi Rohingya adalah operasi kekerasan dan pembakaran yang bertujuan mengusir penduduk Rohingya.

Krisis kemanusiaan

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan Dewan Keamanan PBB mendesak Myanmar mengakhiri kekerasan yang menurutnya bisa disebut sebagai pembersihan etnis.

Myanmar membantah tuduhan itu dengan mengatakan bahwa pasukan keamanan melakukan operasi untuk membela diri dari aksi pemberontakan Tentara Penyelamatan Rohingya Arakan (ARSA) yang telah menyatakan bertanggung jawab atas serangan bulan Agustus tahun ini dan Oktober tahun lalu.

Pemerintah Myanmar menyatakan ARSA satu kelompok teroris dan menuduh mereka melakukan pembakaran dan menyerang warga sipil. 

Sekitar 30 ribu warga non-muslim juga kehilangan tempat tinggal akibat konflik yang menurut pemerintah Myanmar menewaskan lebih dari 430 orang.

Hampir separuh dari 471 desa di bagian utara Negara Bagian Rakhine ditinggalkan seluruh atau sebagian penduduknya.

ARSA menyangkal tudingan terkait dengan kelompok Islamis internasional dan meminta negara-negara tetangga Myanmar untuk menghalangi “teroris” asing yang berniat bergabung.

ARSA mengatakan berjuang untuk hak-hak kaum Rohingya.
Bangladesh Tuding Myanmar Langgar Wilayah Udara
Krisis pengungsi Rohingya membuat hubungan Myanmar dan Bangladesh tegang sementara dunia internasional meminta Myanmar menghentikan aksi militer di Rakhine.(Reuters/Danish Siddiqui)
Konflik di Myanmar ini menyebabkan krisis kemanusiaan di wilayah perbatasan kedua negara dan menimbulkan pertanyaan tentang transisi negara itu di bawah kepemimpinan Aung San Suu Kyi setelah 50 tahu diperintah oleh militer.

Para jenderal militer masih mengendalikan kebijakan keamanan nasional, namun Suu Kyi dikritik karena tidak menghentikan atau mengecam kekerasan yang terjadi.

Sikap simpati bagi warga Rohingya tidak banyak muncul di negara yang setelah pemerintah militer berakhir membuat rasa benci antar masyarakat yang sudah lama ada semakin meningakt.

Warga Myanmar secara umum mendukung aksi militer di Negara Bagian Rakhine ini.

Hukum internasional tidak mengakui pembersihan etnis sebagai satu kejahatan tersendiri, namun tuduhan pembersihan etnis yang menjadi bagian dari pelanggaran hak asasi manusia secara sistematis telah diajukan ke pengadilan internasional.




Credit  cnnindonesia.com





Senin, 11 September 2017

Menlu Bangladesh: Kekerasan terhadap Rohingya adalah Genosida



Menlu Bangladesh: Kekerasan terhadap Rohingya adalah Genosida
Para warga Rohingya saat melarikan diri dari wilayah Rakhine, Myanmar untuk mengindari kekerasan. Foto/REUTERS/Danish Siddiqui



DHAKA - Menteri Luar Negeri (Menlu) Bangladesh AH Mahmood Ali mengatakan genosida terhadap minoritas Rohingya sedang dilancarkan di negara bagian Rakhine, Myanmar. Kekerasan itu telah memicu eksodus hampir 300.000 warga minoritas tersebut ke Bangladesh.

”Komunitas internasional mengatakan bahwa ini adalah genosida. Kami juga mengatakan bahwa ini adalah genosida,”  kata Ali.

Ali telah bertemu dengan diplomat Barat, Arab dan kepala badan-badan PBB yang berbasis di Bangladesh untuk mencari dukungan guna menemukan solusi politik atas krisis di Rakhine. Pertemuan itu juga untuk memberikan bantuan kemanusiaan bagi korban kekerasan.

Ali mengatakan, kekerasan terbaru di Rakhine telah membuat negaranya dibanjiri pengungsi Rohingya hingga lebih dari 700.000 orang. Jumlah itu akumulasi dari dampak kekerasan sejak Oktober tahun lalu.

”Sekarang, ini masalah nasional,” kata Ali, seperti dikutip Al Jazeera, Senin (11/9/2017).

Data resmi PBB menyebut ada 294.000 pengungsi etnis minoritas dari Rakhine sudah tiba di Bangladesh sejak serangan kelompok gerilyawan terhadap pos-pos polisi di Rakhine pada 25 Agustus yang menewaskan 12 petugas. Serangan gerilyawan itu memicu serangan militer besar-besaran terhadap sejumlah desa yang dihuni minoritas Rohingya.

Militer Myanmar mengakui telah membunuh lebih dari 300 warga Rohingya yang dituduh sebagai anggota gerilyawan. Namun, para aktivis Rakhine dengan data kredibel menyebut militer negara itu melakukan pembantaian massal terhadap warga sipil Rohingya.

Komentar Ali muncul saat Ketua Komisi Hak Asasi Manusia Bangladesh, Kazi Reazul Hoque, mengatakan bahwa tokoh terkemuka di Myanmar dapat diadili pengadilan internasional karena genosida.

”Cara genosida telah dilakukan di Myanmar, cara orang-orang terbunuh dalam serangan pembakaran, kami berpikir untuk mendesak persidangan melawan Myanmar, dan melawan tentara Myanmar di sebuah pengadilan internasional,” kata Hoque pada hari Minggu saat mengunjungi sebuah kamp pengungsi di distrik Cox's Bazar yang dekat dengan perbatasan Myanmar.

”Kami akan mengambil keputusan setelah menilai langkah-langkah apa yang harus diambil untuk itu, dan pada saat bersamaan kami mendesak masyarakat internasional untuk maju dengan bantuan mereka,” ujar Hoque.

Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, serta militer negara itu telah menghadapi kecaman internasional atas perlakuannya terhadap minoritas Rohingya. 


Kelompok minoritas yang sebagian besar minoritas warga Muslim sudah tinggal secara turun-temurun di negara bagian Rakhine, tapi tidak memiliki kewarganegaraan Myanmar. Mereka dianggap sebagai “Bengali” sebutan migran ilegal asal Bangladesh.

Ali menuduh Myanmar menjalankan kampanye "propaganda jahat” karena menyebut minoritas Rohingya sebagai migran ilegal dari Bangladesh dan pejuangnya sebagai teroris Bengali.

Ali menggambarkan respons terhadap serangan gerilyawan Rohingya pada 25 Agustus itu sebagai balas dendam oleh pasukan Myanmar.

”Haruskah semua orang dibunuh? Haruskah semua desa dibakar? Tidak dapat diterima,” kesal Ali.

”Kami tidak menciptakan masalah, karena masalah dimulai di Myanmar, itu sebabnya mereka harus menyelesaikannya. Kami telah mengatakan bahwa kami akan membantu mereka,” imbuh Ali.






Credit  sindonews.com




Eksodus Rohingya ke Bangladesh capai 270.000 menurut UNHCR


Eksodus Rohingya ke Bangladesh capai 270.000 menurut UNHCR
Pengungsi Rohingya berjalan melalui air setelah menyebrangi perbatasan menggunakan perahu di Sungai Naf, Teknaf, Bangladesh, Kamis (7/9/2017). (REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)



Cox's Bazar, Bangladesh (CB) - Sekitar 270.000 warga Rohingya telah mencari perlindungan ke Bangladesh dalam dua pekan terakhir menurut badan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang pada Jumat mengumumkan lonjakan dramatis jumlah pengungsi yang menyelamatkan diri dari kekerasan di Rakhine State, Myanmar.

Satu kelompok hak asasi manusia mengatakan citra-citra satelit menunjukkan sekitar 450 bangunan telah dibakar di satu kota kecil Myanmar yang kebanyakan penghuninya Rohingya dalam apa yang disebut minoritas Muslim itu sebagai upaya untuk mengusir mereka.

Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (U.N. High Commissioner for Refugees/UNHCR) menyatakan estimasi jumlah Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh sejak kekerasan meletus di Myanmar pada 25 Agustus telah meningkat dari 164.000 pada Kamis, setelah para pekerja bantuan menemukan kelompok-kelompok besar di perbatasan.

"Kami mengidentifikasi lebih banyak orang di daerah-daerah berbeda yang tidak kami ketahui sebelumnya," kata Vivian Tan, juru bicara UNHCR, menambahkan bahwa penghitungan ganda bisa saja terjadi.

"Jumlahnya sangat mengkhawatirkan - ini sungguh berarti kami harus meningkatkan respons dan bahwa situasi di Myanmar harus segera diatasi," katanya sebagaimana dikutip kantor berita Reuters.

Orang-orang Rohingya mulai kembali mengungsi dua pekan lalu setelah pemberontak Rohingya menyerang pos-pos polisi di Rakhine State, memicu serangan balasan militer yang menyebabkan sedikitnya 400 orang tewas.

Amerika Serikat, pendukung utama pemimpin pemerintahan sipil Muanmar Aung San Suu Kyi yang berkuasa di Myanmar sejak tahun lalu, menyatakan bahwa ada keterbatasan pasukan keamanan dan pemerintah Myanmar dalam mengatasi situasi itu.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia menyampaikan keterangan singkat mengenai kekerasan di Myanmar ke Dewan Keamanan PBB pada Jumat. Rusia dan China tidak mengirim diplomat mereka menurut orang yang ada dalam pertemuan itu.

Myanmar menyatakan bergantung pada China dan Rusia untuk melindungi mereka dari kritik Dewan Keamanan.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres berbicara dengan Suu Kyi lewat telepon pada Rabu dan menegaskan kembali keprihatinannya mengenai situasi di Rakhine State, kata juru bicara PBB Stephane Dujarric kepada Reuters.






Credit  antaranews.com




Jumat, 08 September 2017

Bangladesh Protes Myanmar Soal Ranjau untuk Cegat Rohingya


Bangladesh Protes Myanmar Soal Ranjau untuk Cegat Rohingya Bangladesh meyakini aparat Myanmar menanam ranjau di sepanjang pagar berduri di perbatasan kedua negara. (REUTERS/Soe Zeya Tun)


Jakarta, CB -- Bangladesh melontarkan protes kepada Myanmar karena diduga menanam ranjau di sepanjang perbatasan untuk mencegah Muslim Rohingya yang berniat kembali ke negaranya.

"Ya," ujar Menteri Luar Negeri Bangladesh, Shahidul Haque, ketika diminta konfirmasi mengenai protes tersebut. Namun, ia tidak mengelaborasi lebih lanjut.

Tiga sumber pemerintah yang dikonfirmasi Reuters juga mengatakan Bangladesh telah mengirimkan sebuah surat protes kepada Myanmar yang menganggap pemerintahan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi itu telah melanggar norma internasional.

"Bangladesh telah mengungkapkan kekhawatirannya kepada Myanmar soal sejumlah ledakan yang terjadi sangat dekat dengan perbatasan," ucap seorang sumber dari Bangladesh pada Kamis (7/9).

Protes ini disampaikan karena kekhawatiran lonjakan pengungsi Rohingya ke Bangladesh untuk melarikan diri dari krisis kemanusiaan yang terjadi Rakhine, Myanmar.



Kekhawatiran ini muncul setelah dua sumber lain dari Bangladesh meyakini pasukan keamanan Myanmar menanam ranjau di sepanjang pagar berduri yang terletak di perbatasan kedua negara.

Kedua sumber tersebut mengaku mengetahui penempatan ranjau itu melalui bukti fotografi dan dari sejumlah informan lainnya.

"Pasukan kami juga melihat tiga sampai empat kelompok petugas yang bekerja meletakan sesuatu ke dalam tanah di dekat pagar berduri. Kami kemudian mengonfirmasi hal itu melalui kepada informan yang membenarkan bahwa mereka [Myanmar] menempatkan ranjau," katanya.

Meski begitu, sumber tersebut tidak menjelaskan lebih lanjut kelompok tersebut berseragam dan merupakan aparat keamanan Myanmar atau bukan.

Sebelumnya, seorang petugas perbatasan Bangladesh, Hassan Khan, juga mengatakan empat ledakan sempat terdengar sejak awal pekan ini di perbatasan Myanmar.

Seorang anak laki-laki bahkan dilaporkan kehilangan kaki kirinya setelah terkena ledakan di perbatasan. Anak itu akhirnya dibawa ke Bangladesh untuk mendapat perawatan medis.

Sementara itu, seorang pengungsi Rohingya sempat mendatangi tempat terjadinya ledakan di perbatasan dan merekam keadaan sekitar. Videonya menunjukkan adanya logam-logam berdiameter 10 sentimeter tertanam di tanah sekitar tempat itu.

Dua pengungsi Rohingya lainnya juga mengaku melihat tentara Myanmar di lokasi tersebut pada malam hari sebelum ledakan-ledakan itu terjadi.

Hal tersebut menambah spekulasi bahwa Myanmar memang menggunakan ranjau untuk membendung pergerakan orang yang ingin memasuki wilayahnya, khususnya etnis Rohingya.

Meski begitu, Reuters belum bisa memverifikasi secara independen mengenai laporan ranjau tersebut dan kaitan langsungnya dengan aparat Myanmar.

Myanmar pun hingga kini belum memberikan komentar perihal dugaan penggunaan ranjau oleh aparatnya tersebut.




Credit  cnnindonesia.com