Tampilkan postingan dengan label AFRIKA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label AFRIKA. Tampilkan semua postingan

Jumat, 12 April 2019

Menhan Sudan Dilantik Jadi Kepala Negara Usai Kudeta


Menhan Sudan Dilantik Jadi Kepala Negara Usai Kudeta
Pelantinkan Menhan Sudan, Jenderal Awad Mohammed Ibn Auf, usai kudeta terhadap Presiden Omar al-Bashir. (REUTERS TV)




Jakarta, CB -- Angkatan bersenjata Sudan melakukan kudeta terhadap kepemimpinan Presiden Omar al-Bashir, yang telah berkuasa sejak 1989 pada Kamis (11/4) kemarin. Mereka lantas mengambil alih pemerintahan sipil dengan membentuk Dewan Militer yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan, Jenderal Awad Mohammed Ibn Auf.

Seperti dilansir Associated Press, Jumat (12/4), Ibn Auf langsung disumpah untuk memimpin Dewan Militer beberapa jam setelah kudeta berlangsung. Pelantikannya disiarkan oleh stasiun televisi pemerintah.

Kepala Staf Angkatan Bersenjata Sudan, Kamal Abdel-Marouf al-Mahi, diangkat menjadi Wakil Kepala Dewan Militer.

Kemungkinan besar Ibn Ouf akan menjadi kepala negara Sudan saat ini. Militer menyatakan mereka akan menjalankan pemerintahan selama dua tahun, sebelum memindahkannya kepada sipil.


Akan tetapi, sikap militer yang mengklaim pemerintahan justru memantik amarah kalangan politikus sipil dan pegiat. Sebab, mereka selama ini menuntut supaya Bashir yang dianggap diktator mundur dan digantikan dengan pemerintahan demokratis.

Kudeta dilakukan setelah gelombang unjuk rasa untuk menuntut Bashir mundur kian gencar sejak pekan lalu. Hal itu sudah dilakukan sejak Desember 2018.

Kelompok pegiat Sudan, Asosiasi Profesional Sudan (SPA), meminta militer segera menyerahkan kekuasaan kepada rakyat untuk membentuk pemerintahan peralihan.

"Kami tidak menerima pemerintah saat ini melanjutkan pemerintah, atau membiarkan militer mengisi kekuasaan," kata juru bicara SPA, Elmuntasir Ahmed.

Militer Sudan saat ini memberlakukan jam malam. Mereka juga menutup seluruh perbatasan dan ruang udara sampai pemberitahuan lebih lanjut.





Credit  cnnindonesia.com




Jam Malam di Sudan, Ribuan Warga Demo Markas Tentara


Jam Malam di Sudan, Ribuan Warga Demo Markas Tentara
Ribuan warga Sudan menggelar aksi protes di depan markas tentara, Kamis (11/4), tak lama setelah militer memberlakukan jam malam di tengah kisruh kudeta. (Reuters/Stringer)



Jakarta, CB -- Ribuan warga Sudan menggelar aksi protes di depan markas tentara, Kamis (11/4), tak lama setelah militer memberlakukan jam malam di tengah kisruh kudeta Presiden Omar al-Bashir.

"Perdamaian! Keadilan! Kebebasan!" teriak para demonstran yang sudah enam hari berunjuk rasa di Kompleks Khartoum itu, sebagaimana dikutip AFP.

Jam malam ini diberlakukan tak lama setelah militer mengambil alih pemerintahan di Sudan dengan membentuk Dewan Militer selama dua tahun ke depan.

Indikasi kudeta Bashir mulai menguat ketika Kementerian Pertahanan dan angkatan bersenjata mulai mengerahkan pasukan dan mengepung kediaman presiden. Mereka juga menarik seluruh ajudan presiden.


"Saya mengumumkan atas nama Menteri Pertahanan telah melengserkan rezim dan menahan presiden di tempat aman," kata Menteri Pertahanan Sudan, Awad Ibnouf.

Kudeta dilakukan setelah gelombang unjuk rasa untuk menuntut Bashir mundur kian gencar sejak pekan lalu.

Setelah Bashir turun, angkatan bersenjata mengerahkan pasukan untuk berjaga-jaga di Ibu Kota, Khartoum. Namun, mereka tidak menghentikan massa yang turun ke jalan merayakan kejatuhan Bashir.

Kementerian Pertahanan juga menutup seluruh perbatasan dan ruang udara sampai pemberitahuan lebih lanjut.

Sementara itu, kelompok pegiat Sudan, Asosiasi Profesional Sudan (SPA), meminta militer segera menyerahkan kekuasaan kepada rakyat untuk membentuk pemerintahan peralihan.

"Kami tidak menerima pemerintah saat ini melanjutkan pemerintah, atau membiarkan militer mengisi kekuasaan," kata juru bicara SPA, Elmuntasir Ahmed. 



Credit  cnnindonesia.com




Menteri Pertahanan Sudan Konfirmasi 'Pencopotan' Presiden Bashir


Menteri Pertahanan Sudan Konfirmasi Pencopotan Presiden Bashir
Militer Sudan mengumumkan 'pencopotan' Presiden Omar al-Bashir. Foto/Istimewa

 

KHARTOUM - Militer Sudan mengumumkan 'pencopotan' Presiden Omar al-Bashir, yang telah memerintah Sudan sejak 1989, dan pemberlakukan fase transisi dua tahun.

Dalam pernyataan yang disiarkan televisi, Menteri Pertahanan Awad ibn Auf juga mengumumkan pemberlakuan jam malam selama satu bulan - yang mulai berlaku sejak Kamis malam - bersama dengan keadaan darurat tiga bulan di seluruh negara.

Ibn Auf selanjutnya mengumumkan penangguhan konstitusi Sudan 2005 dan pembubaran lembaga kepresidenan Sudan, parlemen dan dewan menteri. Sementara Dewan Militer sekarang akan disusun untuk menjalankan urusan negara selama fase interim pasca-Bashir.

Dalam pernyataan yang sama, ibn Auf mengatakan bahwa wilayah udara Sudan - bersama dengan semua penyeberangan perbatasan - akan ditutup selama 24 jam ke depan.

"Sementara pengadilan Sudan dan semua bagian komponennya, akan terus berfungsi seperti biasa, bersama dengan Mahkamah Konstitusi dan kantor kejaksaan umum," katanya seperti dikutip dari Anadolu, Jumat (12/4/2019).

Menteri Pertahanan Sudan mengakhiri pidatonya dengan berjanji untuk mendorong iklim yang kondusif bagi pemindahan kekuasaan secara damai dengan maksud untuk mengadakan pemilihan yang bebas dan adil pada akhir fase transisi.

Partai oposisi Sudan dan asosiasi profesional, pada bagian mereka, bereaksi terhadap pengumuman tersebut secara negatif. Mereka menyuarakan penolakan total atas apa yang mereka sebut sebagai kudeta militer.

Mereka membuat pernyataan dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh Asosiasi Profesional Sudan dan sejumlah koalisi oposisi.

"Rezim telah melakukan kudeta militer yang hanya akan mereplikasi tokoh dan institusi yang sama dengan yang telah dibangkitkan oleh rakyat Sudan," bunyi pernyataan itu.

Mereka kemudian mendesak para demonstran Sudan untuk mempertahankan demonstrasi yang sedang berlangsung di luar markas tentara di Khartoum dan di bagian lain negara itu.

Pernyataan itu juga meminta para demonstran untuk tetap berada di jalan-jalan sampai kekuasaan diserahkan kepada pemerintah sipil yang mencerminkan keinginan revolusi.

Sementara oposisi mendukung lengsernya al-Bashir, mereka menolak apa yang digambarkannya sebagai penggantian satu kudeta militer dengan yang lain.

Untuk diketahui, al-Bashir berkuasa setelah kudeta militer 1989 terhadap pemerintah Perdana Menteri Sadiq al-Mahdi yang terpilih secara demokratis. 


Credit  sindonews.com



Partai oposisi Sudan tolak "kudeta militer"


Partai oposisi Sudan tolak "kudeta militer"

Presiden Sudan Omar Al Bashir. (REUTERS/Mohamed Nureldin Abdal)




Khartoum, Sudan (CB) - Perhimpunan profesional dan partai oposisi Sudan pada Kamis menyuarakan "penolakan total" mereka terhadap "kudeta militer", yang diduga telah menurunkan Presiden Omar al-Bashir dari jabatan.

Mereka mengeluarkan pernyataan dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Profesional Sudan dan sejumlah koalisi oposisi.

"Rejim ini telah melancarkan kudeta militer yang hanya akan meniru tokoh yang sama dan semua lembaga menentang apa yang telah ditolak oleh rakyat Sudan," kata pernyataan tersebut, sebagaimana dikutip Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis malam.

Kelompok itu juga mendesak pemrotes Sudan agar "terus melancarkan demonstrasi yang berlangsung di luar markas militer di Ibu Kota Sudan, Khartoum, dan di bagian lain negeri tersebut".

Mereka mendesak demonstran agar tetap turun ke jalan "sampai kekuasaan diserahkan kepada pemerintah sipil yang mencerminkan keinginan revolusi".

Pada Kamis pagi, militer Sudan mengumumkan "pencopotan" Omar al-Bashir dari jabatan Presiden dan memberlakukan "masa peralihan" selama dua tahun.

Di dalam pernyataan yang disiarkan televisi, Menteri Pertahanan Ahmed Awad ibn Auf mengumumkan pemberlakuan jam malam selama satu bulan --mulai Kamis malam-- dan keadaan darurat tiga-bulan di seluruh negeri itu.

Ibn Auf juga mengumumkan pembekuan undang-undang dasar 2005 Sudan, serta pembubaran dewan menteri, parlemen serta presiden Sudan.

Satu dewan militer, tambah Menteri Pertahanan Sudan tersebut, sekarang akan dibentuk untuk melaksanakan urusan negara selama masa sementara pasca-al-Bashir.

Pada gilirannya para pemimpin oposisi Sudan telah menggambarkan keputusan militer sebagai "tak bisa diterima".

Meskipun oposisi mendukung kepergian al-Bashir, kelompok itu menolak apa yang digambarkannya sebagai "penggantian satu kudeta militer oleh kudeta militer lain".

Al-Bashir memangku jabatan dalam kudeta militer pada 1989 terhadap pemerintah yang dipilih secara demokratis di bawah pimpinan Sadiq Al-Mahdi.



Credit  antaranews.com


Kudeta Presiden, Militer Sudan Ambil Alih Pemerintahan


Kudeta Presiden, Militer Sudan Ambil Alih Pemerintahan
Presiden Sudan, Omar al-Bashir, yang dikudeta. (REUTERS/Mohamed Nureldin Abdallah)



Jakarta, CB -- Angkatan bersenjata Sudan menyatakan mengkudeta Presiden Omar al-Bashir. Mereka menyatakan bakal memimpin negara itu dengan membentuk Dewan Militer selama dua tahun ke depan.

Seperti dilansir AFP, Kamis (11/4), Bashir sebelumnya dilaporkan mundur dari jabatannya setelah tiga dasawarsa berkuasa.


Indikasi Bashir dikudeta menguat karena kementerian pertahanan dan angkatan bersenjata dilaporkan mengerahkan pasukan dan mengepung kediaman presiden. Mereka juga menarik seluruh ajudan presiden.

"Saya mengumumkan atas nama Menteri Pertahanan telah melengserkan rezim dan menahan presiden di tempat aman," kata Menteri Pertahanan Sudan, Awad Ibnouf.


Gelombang unjuk rasa rakyat Sudan menuntut Bashir mundur semakin gencar sejak pekan lalu. Bahkan, mereka sempat bentrok dengan aparat ketika berdemo di depan Kementerian Pertahanan.

Setelah Bashir turun, angkatan bersenjata mengerahkan pasukan untuk berjaga-jaga di Ibu Kota Khartoum. Mereka tidak menghentikan ribuan massa yang turn ke jalan merayakan mundurnya Bashir.

Kementerian Pertahanan juga menutup seluruh perbatasan dan ruang udara sampai pemberitahuan lebih lanjut.

Kelompok pegiat Sudan, Asosiasi Profesional Sudan (SPA) meminta militer segera menyerahkan kekuasaan kepada rakyat, untuk membentuk pemerintahan peralihan.

"Kami tidak menerima pemerintah saat ini melanjutkan pemerintah, atau membiarkan militer mengisi kekuasaan," kata juru bicara SPA, Elmuntasir Ahmed.

Badan Intelijen Sudan menyatakan sudah memerintahkan melepas seluruh tahanan dan narapidana politik.





Credit  cnnindonesia.com



Disebut Mundur, Militer Sudan Tangkap Presiden Omar al-Bashir


Disebut Mundur, Militer Sudan Tangkap Presiden Omar al-Bashir
Presiden Sudan Omar Hassan al-Bashir. (REUTERS/Stringer)


Jakarta, CB -- Angkatan bersenjata Sudan menyatakan menangkap Presiden Omar al-Bashir. Dia sebelumnya dilaporkan mundur dari jabatannya setelah tiga dasawarsa berkuasa.

Seperti dilansir AFP, Kamis (11/4), indikasi Bashir dikudeta menguat karena kementerian pertahanan dan angkatan bersenjata dilaporkan mengerahkan pasukan dan mengepung kediaman presiden. Mereka juga menarik seluruh ajudan presiden.

"Saya mengumumkan atas nama Menteri Pertahanan telah melengserkan rezim dan menahan presiden di tempat aman," kata Menteri Pertahanan Sudan, Awad Ibnouf.

Gelombang unjuk rasa rakyat Sudan menuntut Bashir mundur sudah dilakukan sejak pekan lalu. Bahkan, mereka sempat bentrok dengan aparat.


Setelah Bashir turun, angkatan bersenjata mengerahkan pasukan untuk berjaga-jaga di Ibu Kota Khartoum. Mereka tidak menghentikan ribuan massa yang turn ke jalan merayakan mundurnya Bashir.

Kelompok pegiat Sudan, Asosiasi Profesional Sudan (SPA) meminta militer segera menyerahkan kekuasaan kepada rakyat, untuk membentuk pemerintahan peralihan.


"Kami tidak menerima pemerintah saat ini melanjutkan pemerintah, atau membiarkan militer mengisi kekuasaan," kata juru bicara SPA, Elmuntasir Ahmed.

Badan Intelijen Sudan menyatakan sudah memerintahkan melepas seluruh tahanan dan narapidana politik.




Credit  cnnindonesia.com


Presiden Sudan Omar al-Bashir meletakkan jabatan


Presiden Sudan Omar al-Bashir meletakkan jabatan

Para demonstran Sudan meneriakkan slogan-slogan ketika mereka berdiri di atas papan reklame yang robek dalam sebuah demonstrasi yang menuntut Presiden Sudan Omar Al-Bashir untuk mundur, di luar Kementerian Pertahanan di Khartoum, Sudan 9 April 2019. REUTERS / Stringer TPX GAMBAR DARI HARI



Ankara, Turki (CB) - Presiden Sudan Omar al-Bashir dipaksa meletakkan jabatan pada Kamis, dan dikenakan tahanan rumah saat militer menahan pejabat partai yang memerintah.

Al-Bashir dilahirkan pada 1 Januari 1944 di Desa Housh Banga, dekat Provinsi Shendi di Sudan Utara, dan memangku jabatan pada 1989 melalui kudeta militer.

Pada Juni 1989, al-Bashir memimpin kudeta militer terhadap pemerintah yang dipilih secara demokratis di bawah perdana menteri saat itu Sadiq Al-Mahdi.

Kudeta tersebut dilaporkan didukung oleh tokoh agama Hassan At-Turabi, tapi pada pertengahan 1990-an al-Bashir bersilang pendapa dengan At-Turabi dan menjebloskan dia ke dalam penjara beberapa kali.

Al-Bashir telah dituntut oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dalam kasus kejahatan perang, kejahatan terhadap umat manusia dan pemusnahan suku; militernya dilaporkan melakukan perbuatan tersebut di Darfur --wilayah Sudan Barat, tempat konflik berlangsung sejak 2003.

Namun, meskipun ada surat perintah penangkapan oleh ICC, ia menang dalam pemilihan umum Sudan pada 2009.

Pada 2011, ia menyelenggarakan referendum di Sudan Selatan, saat rakyat memilih kemerdekaan dari Sudan.

Kekuasaannya dinodai oleh protes rakyat pada awal pekan Arab Spring pada Januari 2011, dan pada 2013 gara-gara kenaikan harga bahan bakar.

Puluhan orang dilaporkan tewas dan ratusan orang lagi cedera selama protes 2013, sebelum pemerintah memadamkan protes tersebut.

Pada penghujung 2018, protes massa untuk menuntut pembaruan ekonomi meluas jadi seruan pengunduran diri al-Bashir.

Pemerintah Sudan menyatakan puluhan orang telah tewas sejak protes meletus, sementara kubu oposisi menyatakan jumlah korban jiwa mendekati 50.

Satu bulan kemudian, al-Bashir berjanji akan melakukan pembaruan ekonomi, di tengah berlanjutnya seruan oleh oposisi untuk melancarkan protes.

Pada 6 April, ribuan warga Sudan melancarkan aksi duduk di luar markas militer di Ibu Kota Sudan, Khartoum, untuk melancarkan tekanan atas militer Sudan untuk campur-tangan.

Pada Kamis pagi, Presiden Omar al-Bashir meletakkan jabatan di tengah seruan yang berlanjut bagi pengunduran dirinya.

Banyak pengamat mengatakan kepada Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis malam, tindakan al-Bashir dilakukan sebelum pernyataan resmi yang ditunggu mengenai pengunduran diri al-Bashir.

Al-Bashir kini dikenakan tahanan rumah dan para pengawalnya telah ditahan, kata media setempat.

Sementara itu, dinas intelijen militer Sudan mengumpulkan lebih dari 100 pelaksana Partai Kongres Nasional --yang memerintah.



Credit  antaranews.com



Kamis, 11 April 2019

Sudah tujuh hari pertempuran berkecamuk di dekat ibu kota Libya


Sudah tujuh hari pertempuran berkecamuk di dekat ibu kota Libya
Komandan pasukan Libya Timur Jenderal Khalifa Haftar. (Anadolu Agency)



Tripoli, Libya (CB) - Serangan militer yang dilancarkan oleh pasukan yang berafiliasi kepada komandan Libya Timur Jenderal Khalifa Haftar memasuki hari ketujuh pada Rabu (10/4).

Pada Kamis lalu (4/4), pasukan Haftar melancarkan serangan tiga-arah terhadap Ibu Kota Libya, Tripoli. Pasukannya bergerak maju ke Kota Kecil Al-Ajaylat di dekat Kota Sabratha, yang berada sekitar 70 kilometer di sebelah barat Tripoli.

Mereka kemudian bergerak menuju Kota Sorman, yang berada 60 kilometer dari ibu kota Libya.

Pasukan Hafat memasuki Al-Ajaylat dan Sorman tanpa melepaskan tembakan, kata Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis pagi. Namun besoknya, mereka menghadapi perlawanan di Kota Az-Zawiya --45 kilometer di sebelah barat Tripoli.

Pada sore hari yang sama, mereka merebut Kota Geryan setelah bentrokan terbatas, sebelum bergerak maju ke Wilayah Versefane, tempat mereka merebut kendali atas Kabupaten Al-Aziziye.

Di sana, bentrokan sengit meletus antara pasukan Haftar dan pasukan yang setia kepada Pemerintah Kesepaktan Nasional (GNA) Libya, yang berpusat di Tripoli dan dipimpin oleh Mayor Jenderal Osama Guweili.

Meskipun pertempuran berkecamuk, pasukan Haftar terus maju ke arah bandar udara internasional Tripoli, yang berada 25 kilometer di sebelah selatan ibu kota Libya.

Pasukan pro-Haftar merebut bandar udara tersebut pada Jumat lalu, tapi pada Senin, pasukan GNA merebut kendali atas bandar udara itu setelah dua hari pertempuran sengit.

Pasukan Haftar kemudian mundur dari Kota Az-Zawiya di dekat Tripoli, sebelum dipaksa mundur dari bandar udara tersebut, di tengah pemboman gencar.

Pasukan Haftar kemudian menderita kekalahan menyakitkan setelah kedatangan bala-bantuan dari Tripoli.

Pada Selasa (9/4), pasukan GNA menguasai Al-Aziziye, sebelah barat-daya Tripoli, dan Wilayah Versefane, sehingga pasukan Haftar mundur makin jauh.

Setelah dipaksa mundur dari dua front, pasukan Haftar membuka poros ketiga, dan berusaha bergerak maju menuju Ayn Zara, kata Anadolu.

-Tak lama setelah itu, Brigade Ke-9 Haftar mengumumkan perebutan Al-Yarmouk, pangkalan militer terbesar di Wilayah Ayn Zara.

Namun GNA belakangan merebut kembali Pangkalan Al-Yarmouk pada Senin, dan menguasai seluruh pangkalan tersebut di sepanjang Front Salahaddin.

Sementara itu, bentrokan berlanjut di Wilayah Hillet Al-Furjan, sementara Brigade Ke-9 Haftar berusaha mencapai Front Salahaddin, yang berada di dekat Tripoli.

GNA dan pasukan Haftar terus saling melancarkan serangan di bagian selatan ibu kota Libya, kata Anadolu. Pasukan Haftar, yang berusaha menyusup ke Tripoli Tengah dan bergerak maju di Wilayah Ayn Zara, pada Rabu menguasai Masjid Al-Jamili.

Pasukan Haftar juga merebut markas Brigade Ke-4 GNA di Wilayah Al-Aziziye.

Meskipun pasukan Haftar masih terpusat di Wilayah Sorman dan Sabratha Barat, bentrokan terus berkecamuk di sekitar Qasr bin Fhashir.




Credit  antaranews.com



Rabu, 10 April 2019

Jumlah Korban Tewas Perang Saudara Libya Jadi 47 Orang


Jumlah Korban Tewas Perang Saudara Libya Jadi 47 Orang
Ilustrasi pasukan Libya. (REUTERS/Hani Amara)



Jakarta, CB -- Perang saudara di Tripoli, Libya sampai saat ini masih berlangsung. Jumlah korban meninggal pun bertambah sampai 47 orang, dan yang luka-luka tercatat sudah mencapai 181 orang.

Seperti dilansir Reuters, Selasa (9/4), korban meninggal dalam pertempuran itu termasuk warga sipil dan dua dokter. Menurut juru bicara Badan Kesehatan Dunia (WHO), Tarik Jasarevic, konflik itu juga dikhawatirkan membuat persediaan obat-obatan menipis.


Komisioner Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Michelle Bachelet, khawatir konflik itu membuat posisi warga sipil menjadi rentan. Mereka bisa dimanfaatkan sebagai perisai hidup atau dipaksa angkat senjata untuk masing-masing pihak yang bertikai.

"Rakyat Libya sudah terjebak cukup lama dalam peperangan kelompok bersenjata, dan beberapa di antaranya mengalami pelanggaran HAM yang paling buruk," kata Bachelet.


Amerika Serikat, Uni Eropa, Anggota G7 dan PBB sudah meminta pasukan Tentara Nasional Libya (LNA) dipimpin Jenderal Khalifa Haftar, dan prajurit pemerintah Libya di Tripoli (GNA) melakukan gencatan senjata. Namun, imbauan itu belum dihiraukan.

Sejak pasukan pemberontak yang didukung Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) berhasil menumbangkan Moamar Khadafi pada 2011, pemerintah Libya justru kacau balau. Haftar yang mempunyai pasukan menguasai wilayah timur dengan pusat pemerintahan di Benghazi.

Sejumlah persenjataan pasukan Libya di masa mendiang Khadafi juga dicuri dan dijual di pasar gelap.

Pemerintahan Perdana Menteri Fayez al-Sarraj pun tidak efektif. Sebab, dia tidak mampu menjaga wilayahnya karena sejumlah suku mempersenjatai diri dan menguasai ladang-ladang minyak, dan beberapa kelompok bersenjata malah saling serang memperebutkan banyak hal.

PBB hanya mengakui pemerintah Libya di Tripoli. Sedangkan faksi lain membentuk pemerintah tandingan di Benghazi. Karena konflik terus-terusan terjadi, juga menjadi lahan subur kelompok bersenjata dan persembunyian teroris seperti ISIS, Libya dianggap sebagai negara gagal (failed state).


Sebelum pecah pertempuran, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, sudah berupaya membujuk Haftar supaya mengurungkan niatnya menyerbu Tripoli. Namun, upaya itu tidak membuahkan hasil.




Credit  cnnindonesia.com


Pemimpin oposisi: Sekitar 20 pemerotes tewas dalam serangan di Sudan


Pemimpin oposisi: Sekitar 20 pemerotes tewas dalam serangan di Sudan
Sekitar 20 orang tewas dan puluhan luka-luka dalam serangan-serangan tiap fajar sejak Sabtu oleh "pria-pria bersenjata bertopeng" atas aksi duduk-duduk oleh penegunjuk rasa di luar kompleks Kementerian Pertahanan Sudan di Khartoum, kata ketua partai oposisi utama Sudan pada Selasa.(REUTERS/Mohamed Nureldin Abdal)



Khartoum (CB) - Sekitar 20 orang tewas dan puluhan luka-luka dalam serangan-serangan tiap fajar sejak Sabtu oleh "pria-pria bersenjata bertopeng" atas aksi duduk-duduk oleh penegunjuk rasa di luar kompleks Kementerian Pertahanan Sudan di Khartoum, kata ketua partai oposisi utama Sudan pada Selasa.

Sadiq al-Mahdi, pemimpin partai oposisi itu, juga menyerukkan "penyerahan kekuasaan kepada komando militer terseleksi untuk berunding dengan para wakil rakyat guna memebangun sebuah sistem baru untuk mencapai perdamaian dan demokrasi".

Suara tembakan gencar terdengar saat protes berlangsung di luar gedung Kementerian pertahanan di Khartoum, ibu kota Sudan, pada Selasa.

Tayangan langsung televisi Hadath, sebagaimana dilaporkan Reuters memperlihatkan pasukan keamanan berusaha membubarkan pemrotes dengan menggunakan kekerasan.

Beberapa pegiat juga mengatakan di dalam satu pernyataan yang disiarkan di media sosial bahwa tentara yang menjaga Kementerian Pertahanan berusaha menghalangi demonstran.

Pasukan keamanan Sudan pada Senin dilaporkan berupaya membubarkan protes oleh ribuan demonstran anti-pemerintah yang bermalam di depan gedung Kementerian Pertahanan di Khartoum.

Saksi mata mengatakan pasukan keamanan menembakkan gas air mata saat mendekati demonstran yang melakukan aksi duduk di jalan.

Para demonstran bermalam selama dua hari di depan gedung Kementerian Pertahanan, sebagai bagian dari upaya mereka terus menekan Presiden Omar al-Bashir agar segera mundur, setelah hampir 30 tahun berkuasa.

Sebelumnya, upaya pasukan keamanan untuk membubarkan demonstran gagal.

Kemarahan publik terhadap kenaikan harga roti dan kurangnya persediaan uang tunai memicu aksi protes sejak Desember lalu. Namun aksi tersebut berubah menjadi aksi protes terhadap pemerintahan al-Bashir.

Al-Bashir mengakui bahwa demonstran memiliki tuntutan yang sah, namun ia juga mengatakan bahwa cara untuk menyelesaikan tuntutan tersebut adalah melalui jalan damai dan pemungutan suara.



Credit  antaranews.com




Suara tembakan gencar terdengar saat protes di Khartoum, Sudan




Kairo, Mesir (CB) - Suara tembakan gencar terdengar saat protes berlangsung di luar gedung Kementerian pertahanan di Ibu Kota Sudan, Khartoum, pada Selasa.

Tayangan langsung televisi Hadath, sebagaimana dilaporkan Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa, memperlihatkan pasukan keamanan berusaha membubarkan pemrotes dengan menggunakan kekerasan.

Beberapa pegiat juga mengatakan di dalam satu pernyataan yang disiarkan di media sosial bahwa tentara yang menjaga Kementerian Pertahanan berusaha menghalangi demonstran.

Pasukan keamanan Sudan pada Senin dilaporkan berupaya membubarkan protes oleh ribuan demonstran anti-pemerintah yang bermalam di depan gedung Kementerian Pertahanan di Khartoum.

Saksi mata mengatakan pasukan keamanan menembakkan gas air mata saat mendekati demonstran yang melakukan aksi duduk di jalan.

Para demonstran bermalam selama dua hari di depan gedung Kementerian Pertahanan, sebagai bagian dari upaya mereka terus menekan Presiden Omar al-Bashir agar segera mundur, setelah hampir 30 tahun berkuasa.

Sebelumnya, upaya pasukan keamanan untuk membubarkan demonstran gagal.

Kemarahan publik terhadap kenaikan harga roti dan kurangnya persediaan uang tunai memicu aksi protes sejak Desember lalu. Namun aksi tersebut berubah menjadi aksi protes terhadap pemerintahan al-Bashir.

Al-Bashir mengakui bahwa demonstran memiliki tuntutan yang sah, namun ia juga mengatakan bahwa cara untuk menyelesaikan tuntutan tersebut adalah melalui jalan damai dan pemungutan suara.




Credit  antaranews.com



Selasa, 09 April 2019

Pasukan Pemerintah Libya Pukul Mundur Pasukan Jenderal Haftar



Kendaraan militer pasukan Misrata, di bawah perlindungan pasukan Tripoli, terlihat di lingkungan Tajura, sebelah timur Tripoli, Libya 6 April 2019. [REUTERS / Hani Amara]
Kendaraan militer pasukan Misrata, di bawah perlindungan pasukan Tripoli, terlihat di lingkungan Tajura, sebelah timur Tripoli, Libya 6 April 2019. [REUTERS / Hani Amara]

CBTripoli – Pasukan pemerintah Libya dukungan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB memukul mundur pasukan Jenderal Khalifa Haftar dari Bandara Internasional Tripoli.

Bandara ini sudah lama tidak berfungsi sejak terjadinya konflik di Libya pasca jatuhnya diktator Muammar Gaddafi pada 2011. Sejak pekan lalu, pasukan pimpinan Haftar merangsek masuk dari arah selatan lalu menguasai bandara ini sebelum melanjutkan serangan ke ibu kota Tripoli.
“Pasukan sekutu yang mendukung pemerintahan Tripoli terlihat berada di dalam bandara,” begitu dilansir Reuters pada Senin, 8 April 2019.

Saat berita ini diturunkan, pasukan dari Pemerintah Kesepakatan Nasional atau Government National Accord, yang berbasis di Tripoli dan didukung PBB, masih bertempur dengan pasukan Libyan National Army pimpinan Haftar di sebelah selatan bandara.
Pasukan Haftar mulai menyerang ke arah Tripoli dari arah selatan, yang mayoritas merupakan padang pasir, sejak pertengahan pekan lalu.

Serangan pasukan Haftar ini, seperti dilansir CNN, mendapat kecaman dunia internasional. Ini karena Haftar, yang sempat berjanji akan mendukung digelarnya pemilu yang difasilitasi PBB, justru mengerahkan pasukan menyerang Tripoli saat PBB bakal menggelar konferensi persiapan pemilu pada pertengahan April 2019.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo, misalnya, telah meminta pasukan LNA untuk mundur.
“Serangan militer sepihak terhadap Tripoli membahayakan warga sipil dan melemahkan prospek untuk masa depan lebih baik bagi semua warga Libya,” kata Pompeo seperti dilansir Al Jazzera pada Senin, 8 April 2019.

Pompeo mendesak semua pihak untuk melakukan deeskalasi konflik dengan mengatakan tidak ada solusi militer terhadap kondisi di Libya. Semua pihak agar kembali ke meja perundingan.
“Kami telah menegaskan bahwa kami menolak serangan militer oleh pasukan Khalifa Haftar dan mendesak serangan militer terhadap Tripoli segera diakhiri,” kata Pompeo.

Jenderal Khalifa Haftar dari Kota Benghazi, bekas anak buah pemimpin Libya, Moammar Gaddafi. Middle East Monitor


LNA melansir sebanyak 19 tentaranya tewas dalam serangan ke arah Tripoli. Sedangkan kementerian Kesehatan di Tripoli melansir jumlah korban lebih banyak yaitu 25 orang baik dari tentara dan warga sipil dengan 80 orang terluka.

Bandara lainnya yang berada di sebelah timur dari Tripoli yaitu Mitiga juga terkena pengeboman. Utusan PBB untuk Libya, Ghassan Salae mengecam serangan udara itu sebagai pelanggaran hukum kemanusiaan.



Credit  tempo.co


Satu-satunya Bandara di Tripoli Jadi Target Serangan Udara


Satu-satunya Bandara di Tripoli Jadi Target Serangan Udara
Satu-satunya bandara yang beroperasi di Tripoli dilaporkan menjadi sasaran serangan udara salah satu pihak bertikai di Libya pada Senin (8/4). (Reuters/Hani Amara)



Jakarta, CB -- Satu-satunya bandara yang beroperasi di Tripoli dilaporkan menjadi sasaran serangan udara salah satu pihak bertikai di Libya pada Senin (8/4).

Seorang sumber keamanan berkata kepada AFP bahwa satu pesawat melakukan serangan udara yang menargetkan landasan pacu di Bandara Mitiga.

Sumber tersebut memastikan tak ada korban dalam serangan tersebut. Namun, ia belum dapat memastikan pihak yang bertanggung jawab atas gempuran tersebut.


Sejak Kamis pekan lalu, dua poros politik di Libya berseteru, yaitu prajurit pro-pemerintah yang diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa, GNA, dan pasukan Panglima Khalifa Haftar selaku pendukung pemerintahan di Benghazi.


Pertikaian bermula ketika Haftar mengerahkan Pasukan Nasional Libya (LNA) untuk menguasai Tripoli dengan bantuan pasukan pemerintah Benghazi. Pasukan pro-GNA pun menggelar operasi Gunung Api Amarah untuk melawan.

Baku hantam yang mengejutkan banyak pihak ini sudah menewaskan setidaknya 32 orang, sementara 50 lainnya luka-luka.

Serangan Haftar kali ini membuyarkan permintaan PBB agar pemerintah Libya di Benghazi dan Tropoli berunding pada 14-16 April mendatang untuk menentukan pemilihan umum.


Haftar selama ini dianggap sebagai sosok diktator baru pengganti mendiang Muammar Khadaffi yang meninggal ditembak pemberontak, setelah tertangkap saat melarikan diri di gorong-gorong.

Selama empat dasawarsa, rezim Khadaffi menyiksa, membunuh dan menghilangkan paksa para penentang dan lawan politiknya. Meski demikian, Haftar menyatakan memusuhi kelompok bersenjata dan militan. 




Credit  cnnindonesia.com




Perang Sipil Libya, Pasukan Jenderal Haftar Rebut Kamp Militer




Anggota Tentara Nasional Libya (LNA), diperintahkan oleh Khalifa Haftar, keluar dari Benghazi untuk memperkuat pasukan yang maju ke Tripoli, di Benghazi, Libya 7 April 2019. [REUTERS / Esam Omran Al-Fetori]
Anggota Tentara Nasional Libya (LNA), diperintahkan oleh Khalifa Haftar, keluar dari Benghazi untuk memperkuat pasukan yang maju ke Tripoli, di Benghazi, Libya 7 April 2019. [REUTERS / Esam Omran Al-Fetori]

CB, Jakarta - Pasukan Tentara Nasional Libya (LNA) pimpinan Jenderal Khalifa Haftar merebut kamp militer Yarmuk di selatan Tripoli.
Hal ini diungkapkan sumber dari jajaran komando LNA kepada sputnik, 8 April 2019, ketika pasukan Haftar bertempur dengan tentara pemerintah dukungan PBB.
"Pasukan Angkatan Darat Libya telah menguasai kamp Yarmouk di selatan ibukota Tripoli," kata sumber.

Pekan lalu, Haftar mengumumkan serangan terhadap Tripoli dalam upaya untuk mengusir milisi dari ibu kota.
Pada 7 April, pasukan yang setia pada Government of National Accord (GNA), pemerintah yang didukung PBB, mengatakan bahwa mereka meluncurkan operasi serangan balik, yang dijuluki Volcano of Rage.

Sekjen PBB Antonio Guterres menemui pemimpin Pasukan Nasional Libya (LNA), Jenderal Khalifa Haftar. REUTERS
Sejak awal serangan, Tentara Nasional Libya, telah menguasai beberapa kota di dekat Tripoli dan Bandara Internasional Tripoli. GNA kemudian mengatakan bahwa bandara telah diambil kembali oleh pasukannya, tetapi LNA membantah klaim tersebut.

Pasukan Nasional Libya (LNA) timur Khalifa Haftar, seorang mantan perwira di pasukan Gaddafi, mengatakan 19 tentara mereka tewas dalam beberapa hari terakhir ketika mereka menyerbu pemerintahan yang diakui PBB di Tripoli, seperti dilaporkan Reuters.
PBB mengatakan 2.800 orang mengungsi akibat konflik dan banyak lagi yang melarikan diri, meskipun beberapa di antaranya terjebak.

Pandangan udara menunjukkan kendaraan militer di jalan di Libya, 4 April 2019.[TV Reuters/REUTERS]


LNA telah mengumumkan zona larangan terbang di atas bagian barat Libya, yang diperintah oleh Government of National Accord (GNA) yang didukung PBB, dan telah memperingatkan bahwa semua pesawat, selain penerbangan komersial, yang melanggar pembatasan akan ditargetkan oleh LNA, kata juru bicara pasukan, Ahmed Al-Mismari.
"Kami menerapkan #NoFlyZone di atas #Libya barat, jet militer apa pun akan dianggap sebagai target serta lokasi lepas landasnya. Ini termasuk foto udara dan tidak termasuk penerbangan komersial," kicau Twitter juru bicara pada Ahad.
Sebagai akibat dari konflik sipil yang telah berlangsung bertahun-tahun, tidak ada pemerintah tunggal di Libya, karena bagian timur dan barat negara itu dikendalikan oleh kekuatan yang terpisah.


Parlemen yang berbasis di Tobruk, yang dipilih pada tahun 2014 dan didukung oleh LNA, memerintah bagian timur Libya, sementara pemerintah Government of National Accord (GNA), yang didirikan pada 2015, mengendalikan bagian barat Libya dari Tripoli.
Pada akhir 2015, pihak-pihak yang terlibat konflik menandatangani Perjanjian Politik Libya di kota Maroko Skhirat, menguraikan pendirian GNA sebagai pemerintah sementara Libya yang sah. Namun, kesepakatan itu tidak sepenuhnya dilaksanakan karena ketidaksetujuan parlemen yang berbasis di timur Libya mengenai beberapa isi perjanjian.




Credit  tempo.co



Perang Sipil Libya Buat Ribuan Warga Tripoli Mengungsi


Perang Sipil Libya Buat Ribuan Warga Tripoli Mengungsi
Ilustrasi pasukan Libya. (REUTERS/Hani Amara)



Jakarta, CB -- Sekitar 2,800 warga sipil di Tripoli, Libya, dilaporkan mengungsi akibat penyerbuan yang dilakukan oleh pasukan kelompok oposisi dari Benghazi dipimpin Jenderal Khalifa Haftar. Sedangkan sejumlah lainnya disebut masih terperangkap dalam pertempuran.

"Pengerahan pasukan secara besar-besaran bisa membuat warga sipil mengungsi," demikian laporan kantor bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), seperti dilansir Reuters, Senin (8/4).

Haftar yang memimpin Pasukan Nasional Libya (LNA) memutuskan menyerbu Tripoli sejak akhir pekan lalu. Pertempuran sengit membuat korban tewas saat ini mencapai 32 orang, dan 50 luka-luka.


LNA dibantu pasukan pemerintah poros Benghazi merebut kawasan ladang minyak di wilayah selatan Libya pada awal tahun ini. Serangan ke Tripoli mengejutkan banyak pihak, termasuk pemerintah yang didukung PBB dan Blok Barat (GNA).

Haftar selama ini dianggap sebagai sosok diktator baru pengganti mendiang Muammar Khadaffi. Khadaffi meninggal ditembak pemberontak, setelah tertangkap saat melarikan diri di gorong-gorong.

Selama empat dasawarsa, rezim Khadaffi menyiksa, membunuh dan menghilangkan paksa para penentang dan lawan politiknya. Meski demikian, Haftar menyatakan memusuhi kelompok bersenjata dan militan.

Ada tiga pihak yang mendukung Haftar. Yaitu Mesir, Uni Emirat Arab dan Rusia. Dalam serangan ke Tripoli, Haftar dibantu sekutu mereka di Misrata.

Haftar mempunyai pasukan sebanyak 85 ribu orang. Sedangkan 3500 di antaranya adalah anggota pasukan elite berjuluk Saiqa (kilat).

PBB sudah meminta supaya pemerintah Libya di Benghazi dan Tripoli berunding pada 14 sampai 16 April mendatang untuk menentukan pemilihan umum. Namun, rencana itu sepertinya buyar setelah Haftar memutuskan menyerbu pemerintah yang didukung PBB.

Pertempuran sengit terjadi sejak Minggu (7/4) pekan lalu. Misi PBB untuk Libya (UNSMIL) meminta kedua pasukan melakukan gencatan senjata demi kemanusiaan, pada pukul 16.00 sampai 18.00 waktu setempat.

Sejak pasukan pemberontak yang didukung Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) berhasil menumbangkan Khadaffi pada 2011, Libya justru kacau balau.

Pemerintahan Perdana Menteri Fayez al-Sarraj pun tidak efektif. Sebab, dia tidak mampu menjaga wilayahnya karena sejumlah suku mempersenjatai diri dan menguasai ladang-ladang minyak. Di samping itu beberapa kelompok bersenjata saling serang memperebutkan banyak hal.

Sejumlah persenjataan pasukan Libya di masa mendiang Khadafi juga dicuri dan dijual di pasar gelap. Karena konflik terus-terusan terjadi, juga menjadi lahan subur kelompok bersenjata dan persembunyian teroris seperti ISIS, Libya dianggap sebagai negara gagal (failed state).


Sebelum pecah pertempuran, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, sudah berupaya membujuk Haftar supaya mengurungkan niatnya menyerbu Tripoli. Namun, upaya itu tidak membuahkan hasil.




Credit  cnnindonesia.com



8 Fakta Penting tentang Jenderal Khalifa Haftar




Komandan Libya yang berbasis di timur, Khalifa Haftar menghadiri konferensi Keamanan Umum, di Benghazi, Libya, 14 Oktober 2017. [REUTERS / Esam Omran]
Komandan Libya yang berbasis di timur, Khalifa Haftar menghadiri konferensi Keamanan Umum, di Benghazi, Libya, 14 Oktober 2017. [REUTERS / Esam Omran]

CB, Jakarta - Jenderal Khalifa Haftar dilaporkan sebagai pemain kunci bagi perdamaian dan stabilitas keamanan di Libya.
Pasukan Nasional Libya yang dibentuk Haftar secara gencar melakukan serangan ke arah kota Tripoli dengan maksud menguasainya. Tripoli merupakan pusat pemerintah Libya yang diakui dunia internasional.

Haftar telah bertemu dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Sabtu, 6 April 2017 untuk membahas penyelesaian politik secara damai di Libya. Namun ajakan damai sepertinya diabaikan.
Seperti apa sepak terjang pria bernama lengkap Khalifa Belqasim Haftar berusia 75 tahun ini.
Berikut 6 fakta menarik tentang Haftar yang dilansir dari Deutsche Welle, The Independent, dan Aljazeera.

1. Haftar dulunya merupakan sosok yang setia kepada kolonel Muammar Gaddafi. Haftar yang pernah mengecap pelatihan militer di Uni Sovyeet dan Mesir ikut serta melakukan kudeta menjatuhkan raja Idris tahun 1960. Kudeta ini membawa Kolonel Muammar Gaddafi berkuasa di Libya.
2. Haftar sebagai komandan pasukan Libya dalam perang melawan Chad tahun 1987. Libya kalah dalam perang ini. Haftar ditangkap pasukan Chad dan dikirim ke AS tahun 1990.
3. Selama tinggal di AS, Haftar bekerja untuk CIA yang menentang pemerintahan Gaddafi.
4. Haftar bermukim di utara Virginia. Dari sini Haftar selama 2 dekade merancang cara untuk menjatuhkan dan membunuh Gaddafi.
5. Haftar kembali ke Libya tahun 2011 saat terjadi unjuk rasa besar-besaran, Arab Spring, yang didukung NATO untuk menjatuhkan kekuasaan Gaddafi dan membunuhnya.

6. Haftar naik daun menjadi komandan tertinggi militer yang memimpin para pemberontak setelah kematian Gaddafi.
7. Sejak 2014, pasukan Haftar telah merebut kendali atas area bulan sabit minyak Libya dari sebagian besar milisi pro pmerintah dan kelompok Islam di timur yang merupakan lokasi ladang minyak dan terminal ekspor.
8. Pekan lalu, pasukan Khalifa Haftar melakukan serangan bertubi-tubi untuk menguasai Tripoli. Serangan ini dilakukan saat PBB sedang memediasi penyelesaian politik melalui pemilu untuk mengakhiri kemelut politik di Libya.






Credit  tempo.co



Pasukan Dua Pemerintah di Libya Saling Serang di Tripoli


Pasukan Dua Pemerintah di Libya Saling Serang di Tripoli
Ilustrasi pasukan Libya. (REUTERS/Hani Amara)




Jakarta, CB -- Pertikaian dua poros politik di Libya sampai saat ini menelan 32 korban meninggal dan 50 orang luka-luka. Jumlah korban masih ada kemungkinan bisa bertambah karena pertempuran masih berlangsung dan bisa mengarah kepada perang sipil.

Seperti dilansir AFP, Senin (8/4), pertempuran sengit terjadi antara pasukan Panglima Khalifa Haftar yang mendukung pemerintah Libya di Benghazi dengan prajurit pro pemerintah yang diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa (GNA) di Tripoli.

Haftar menyatakan 14 pasukannya meninggal dalam pertempuran itu. Kedua angkatan bersenjata juga melakukan serangan udara.


Haftar mencoba menguasai Tripoli dengan mengerahkan pasukan sejak Kamis pekan lalu. Karena hal itu, pasukan pro GNA menggelar operasi Gunung Api Amarah.

Menurut juru bicara pasukan GNA, Kolonel Mohamed Gnounou, bertujuan menumpas pasukan liar dan yang menyerang kota-kota Libya.

Sejak pasukan pemberontak yang didukung Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) berhasil menumbangkan Moamar Khadafi pada 2011, pemerintah Libya justru kacau balau. Sejumlah suku mempersenjatai diri dan menguasai ladang-ladang minyak, dan beberapa kelompok bersenjata malah saling serang.

PBB hanya mengakui pemerintah Libya di Tripoli. Sedangkan faksi lain membentuk pemerintah tandingan di Benghazi. Karena konflik terus-terusan terjadi, juga menjadi lahan subur kelompok bersenjata dan persembunyian teroris, Libya dianggap sebagai negara gagal (failed state).

Sejumlah persenjataan pasukan Libya di masa mendiang Khadafi juga dicuri dan dijual di pasar gelap. Sekelumit situasi kekacauan di Libya digambarkan dalam film garapan sutradara Michael Bay berjudul '13 Hours: Secret Soldiers of Benghazi'.

Film itu mengisahkan tentang sejumlah anggota keamanan yang disewa Agensi Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA), yang berjuang mempertahankan diri dari serangan kelompok bersenjata. Mereka bertempur saat kelompok bersenjata menyerang konsulat AS di Benghazi, mengakibatkan Duta Besar AS, J. Christopher Stevens, dan staf teknologi informasi Kementerian Luar Negeri, Sean Smith, meninggal.




Credit  cnnindonesia.com




Senin, 08 April 2019

Pasukan Pemerintah Libya Siapkan Serangan Balik



Pandangan udara menunjukkan kendaraan militer di jalan di Libya, 4 April 2019.[TV Reuters/REUTERS]
Pandangan udara menunjukkan kendaraan militer di jalan di Libya, 4 April 2019.[TV Reuters/REUTERS]

CBTripoli -- Pasukan pemerintah Libya yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB mengumumkan serangan balik terhadap pasukan Jenderal Khalifa Haftar, untuk mengamankan ibu kota Tripoli.

Kolonel Mohamed Gnounou mengatakan serangan balik dengan nama “Gunung Murka” ini ditujukan untuk menghentikan semua serangan agresi terhadap Tripoli oleh pasukan ilegal pimpinan Haftar.
Kepala pemerintahan Libya, yang didukung PBB, juga menuding Haftar sebagai pengkhianat karena menyerang Tripoli.
“Kami telah mengulurkan tangan untuk perdamaian. Tapi setelah agresi yang dilakukan pasukan Haftar dan deklarasi perang terhadap kota dan ibu kota kami, dia akan menghadapi kekuatan dan keteguhan pasukan kami,” kata Fayez al-Sarraj, yang merupakan kepala pemerintahan Kesepakatan Nasional dukungan PBB seperti dilansir Al Jazeera pada Ahad, 7 April 2019.

Pejabat PBB melansir Al-Sarraj dan Haftar menggelar pertemuan di Abu Dhabi pada akhir Februari 2019, yang merupakan pertemuan lanjutan setelah November 2018. Keduanya bersepakat perlunya digelar pemilihan umum.
“Saat itu, keduanya juga menyepakati cara-cara untuk menjaga stabilitas negara dan kesatuan institusinya,” cuit pejabat misi PBB di Libya lewat Twitter pasca pertemuan Abu Dhabi.
Pasukan dari Government of National Accord atau GNA, yang didukung PBB, melancarkan serangan udara terhadap agresi pasukan Libyan National Army atau LNA pimpinan Haftar sekitar 50 kilometer di sebelah selatan dari Tripoli pada Sabtu akhir pekan lalu.

Secara terpisah, pemerintah Amerika Serikat meminta pasukan Haftar untuk menghentikan serangan terhadap Tripoli.
“Serangan militer sepihak terhadap Tripoli membahayakan warga sipil dan melemahkan prospek untuk masa depan lebih baik bagi semua warga Libya,” kata Pompeo seperti dilansir Al Jazzera pada Senin, 8 April 2019.

Jenderal Khalifa Haftar dari Kota Benghazi, bekas anak buah pemimpin Libya, Moammar Gaddafi. Middle East Monitor


Pompeo mendesak semua pihak untuk melakukan deeskalasi konflik dengan mengatakan tidak ada solusi militer terhadap kondisi di Libya. Semua pihak agar kembali ke meja perundingan.

“Kami telah menegaskan bahwa kami menolak serangan militer oleh pasukan Khalifa Haftar dan mendesak serangan militer terhadap Tripoli Libya segera diakhiri,” kata Pompeo.





Credit  tempo.co




Situasi Berbahaya, AS Perintahkan Pasukannya Tinggalkan Libya



Situasi Berbahaya, AS Perintahkan Pasukannya Tinggalkan Libya
Para milisi pemberontak di Libya saat beroperasi dengan senjatanya. Foto/REUTERS/ Zohra Bensemra/File Photo


WASHINGTON - Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) atau Pentagon memerintahkan pasukannya untuk meninggalkan Libya. Alasannya, situasi di negara itu terlalu berbahaya bagi keamanan tentara Amerika jika tetap bertahan di sana.

Pasukan Amerika dikerahkan di negara Afrika itu dengan misi menciptakan kestabilan. Namun, Libya saat ini berubah menjadi zona pertempuran bebas untuk semua pihak.

Komando Afrika AS (AFRICOM) mengumumkan pada hari Minggu bahwa pihaknya sedang menarik kontingen kecil yang dikerahkan di Libya sejak beberapa tahun yang lalu. Menurut AFRICOM, keberadaan pasukan Amerika di sana untuk membantu serangan udara terhadap pasukan yang loyal kepada kelompok teroris Islamic State atau ISIS.

Langkah penarikan pasukan Amerika ini dilakukan sebagai respons terhadap eskalasi kekerasan terbaru di Libya.

"Karena meningkatnya kerusuhan di Libya, sebuah kontingen pasukan AS yang mendukung Komando Afrika AS sementara dipindahkan sebagai tanggapan terhadap kondisi keamanan di lapangan," kata AFRICOM dalam sebuah pernyataan, yang dikutip Senin (8/4/2019).

"Kami akan terus memantau kondisi di lapangan dan menilai kelayakan untuk kehadiran militer AS yang diperbarui, sebagaimana layaknya," imbuh juru bicara AFRICOM Nate Herring.

Libya menjadi negara kacau sejak pemberontakan militan yang didukung NATO menggulingkan Muammar Gaddafi pada 2011. Pesawat tempur Inggris dan Prancis terlibat dalam sebagian besar pemboman di negara itu. Sedangkan AS berkontribusi pada pengumpulan data intelijen dan pengisian bahan bakar udara.

Saat ini ada dua pemerintah utama yang bersaing di Libya. Pertama, Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui oleh PBB dan berbasis di Ibu Kota Linya. Kedua atau rivalnya adalah Pemerintah Nasional Libya (LNA) yang berkuasa kota timur Tobruk. 

Jenderal Khalifa Haftar, seorang komandan militer Libya, adalah pemimpin pasukan LNA. Dia telah memerintahkan pasukannya untuk melancarkan operasi militer di sekitar Tripoli dengan alasan membasmi teroris dan ekstrimis. Pemerintah di Tripoli memang disokong sejumlah kelompok militan.

Pasukan LNA dilaporkan telah mengambil kendali atas beberapa daerah di sekitar ibu kota, seperti Bandara Internasional Tripoli yang sudah mati. Namun, mereka belum bergerak ke arah pusat kota. 



Credit  sindonews.com




Serangan Udara ke Arah Tripoli, PBB Serukan Gencatan Senjata




Sekjen PBB Antonio Guterres menemui pemimpin Pasukan Nasional Libya (LNA), Jenderal Khalifa Haftar. REUTERS
Sekjen PBB Antonio Guterres menemui pemimpin Pasukan Nasional Libya (LNA), Jenderal Khalifa Haftar. REUTERS

CB, Jakarta - Pasukan di wilayah timur Libya yang didukung pasukan jenderal Khalifa Haftar melancarkan serangan udara di ke arah selatan Tripoli hari Minggu, 7 April 2019. Serangan udara yang ditujukan untuk menguasai Tripoli, ibu kota Libya yang diakui masyarakat internasional, terjadi saat PBB menyerukan gencatan senjata.
Serangan bertubi-tubi dari arah timur dan selatan oleh pasukan Haftar untuk menguasai Tripoli berlangsung sejak pekan lalu.

Situasi yang semakin mengkhawatirkan keselamatan warga sipil membuat Misi PBB di Libya, UNSMIL  menyerukan gencatan senjata selama 2 jam untuk mengevakuasi warga sipil dan yang terluka.
Memburuknya situasi juga ditandai dengan evakuasi pasukan AS yang mendukung pasukan Komando Afrika AS di Libya demi alasan keamanan.
Pasukan sekutu pemerintah Tripoli mengumumkan operasi militer yang diberi nama Volcano of Anger untuk melindungi Tripoli, menurut laporan seorang juru bicara pemerintah.

Kelompok-kelompok bersenjata sekutu pemerintah Tripoli telah memindahkan perlengkapan perang mereka ke Tripoli untuk bersiap menghadapi pasukan Haftar.
Serangan bertubi-tubi pasukan Haftar untuk menguasai Tripoli telah mengagetkan PBB yang sedang merancang kesepakatan tentang peta jalan pemilu yang bertujuan menyelesaikan ketidastabilan situasi di Libya, menetapkan lokasi sementara para pengungsi dan imigran yang melintasi Sahara dan Laut Mediterania ke arah utara menuju Eropa.




Credit  tempo.co