Ulama Turki, Fethullah Gulen. (AFP PHOTO / Thomas URBAIN)
"Ini tidak sedang dipertimbangkan," kata dia kepada wartawan, sesaat sebelum mengunjungi korban kebakaran hutan di California.
"Saya memiliki hubungan yang sangat baik dengan presiden (Erdogan). Dia adalah teman saya. Dia adalah orang yang kuat, seorang pria tangguh dan cerdas. Jadi apa pun yang bisa kita lakukan, kita akan lakukan. Tetapi pada kasus ini? Tidak," kata dia menambahkan, seperti dilansir AFP, Senin (19/11).
Mengutip dari laporan NBC, AS dikabarkan sedang mempelajari konsekuensi hukum untuk mengusir para ulama, termasuk Gulen, yang tinggal di kamp pengasingan di Pennsylvania. Hal ini sebagai upaya untuk membujuk Turki mengurangi tekanan mereka terhadap Arab Saudi atas pembunuhan jurnalis, Jamal Khashoggi.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS, Heather Nauert menyangkal laporan yang menyatakan Gedung Putih sedang mencari cara untuk mengekstradisi Gulen. Dia berkeras tidak ada hubungan antara masalah ekstradisi dengan tekanan Turki atas kematian Khashoggi.
Gulen membantah adanya keterlibatan apa pun dalam upaya kudeta di Turki, setelah Erdogan menuding dirinya sebagai otak di balik upaya kudeta dan meminta AS mengekstradisi musuh politiknya itu. Pada 1990, Gulen meninggalkan Turki dan tinggal di sebuah kamp pengasingan di Pennsylvania.
Hubungan AS dengan Turki menghangat setelah Ankara membebaskan seorang pendeta AS, Andrew Brunson yang ditahan akibat tuduhan terorisme pada Oktober lalu.
Credit cnnindonesia.com