Senin, 12 November 2018

Separatis Ukraina Gelar Pemilu Sepihak Tapi Ditentang Eropa


Separatis Ukraina Gelar Pemilu Sepihak Tapi Ditentang Eropa
Warga Ukraina di wilayah pemberontak. (REUTERS/Gleb Garanich)


Jakarta, CB -- Kelompok pemberontak yang didukung Rusia di sebelah timur Ukraina menggelar pemilihan umum sepihak pada Minggu (11/11) kemarin. Namun, keputusan mereka ditentang keras oleh pemerintah dan sejumlah negara di Eropa.

Dilansir AFP, Senin (12/11), pemilihan umum sepihak itu digelar di Kota Donetsk dan Lugansk. Kedua kota itu dikuasai oleh pemberontak separatis sejak 2014.

"Kami membuktikan kepada dunia tidak cuma bisa bertempur, tidak hanya menang di medan perang, tetapi juga bisa membangun negara dengan prinsip demokrasi yang sebenarnya," kata pemimpin kelompok pemberontak di Donetsk, Denis Pushilin (37).



Pemungutan suara berlangsung tegang karena tempat pencoblosan dijaga ketat pasukan pemberontak bersenjata lengkap.

Pushilin dan pemimpin pemberontak di Lugansk, Leonid Pasechnik, diperkirakan akan menang dalam pemilihan di wilayah masing-masing.

Meski demikian, Prancis dan Jerman menentang pemilihan umum sepihak oleh kelompok pemberontak di Ukraina. Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Angela Merkel memilih mendukung Presiden Ukraina, Petro Poroshenko. Keduanya menyatakan pemungutan suara itu ilegal dan tidak sah.

"Pemilihan umum ini mengabaikan integritas dan kedaulatan wilayah Ukraina," kata Macron dan Merkel dalam jumpa pers bersama, selepas menghadiri peringatan Perjanjian Damai Perang Dunia I.

Poroshenko mendesak sekutunya menjatuhkan sanksi terhadap Rusia karena melanggar perjanjian damai diteken tiga tahun lalu. Dia juga meminta penduduk di timur Ukraina tidak mengikuti pemilihan umum yang dipaksakan oleh pemberontak.

"Rusia menggelar pemilu palsu di Donbass," kata Poroshenko.

Rusia mencaplok Semenanjung Krim pada 2014 dan mendukung kelompok separatis. Pemerintah Ukraina mengklaim hal itu adalah akibat keputusan mereka yang memilih merapat ke Blok Barat.


Sejak itu pembicaraan damai dimulai sejak 2015, tetapi menemui jalan buntu. Meski pertempuran besar sudah usai, tetapi kontak senjata masih terjadi secara sporadis.

Diperkirakan pemilu itu adalah salah satu upaya Rusia untuk memperkuat kedudukannya di Semenanjung Krim.

Jumlah pemilih yang menggunakan hak suara mereka di Donetsk mencapai 80 persen. Sedangkan di Lugansk, para pemilih yang ikut mencoblos mencapai 77 persen dari jumlah penduduk.





Credit  cnnindonesia.com