Israel dilaporkan sempat menembakkan gas air mata ke kantor gubernur.
CB,
YERUSALEM -- Pasukan keamanan Israel menggeruduk dan menggeledah kantor
gubernur Yerusalem di wilayah Tepi Barat yang diduduki, Ahad (4/11).
Tindakan itu segera dikecam oleh Otoritas Palestina.
“Pasukan Israel menyerbu kantor gubernur (Palestina) di kota al-Ram,
timur laut Yerusalem, dan menggeledahnya,” kata seorang penduduk
setempat, dikutip laman
Anadolu Agency. Ia mengatakan, pasukan Israel menyerang sejumlah karyawan di dalam kantor tersebut.
Menurut
sumber medis Palestina, pasukan Israel sempat menembakkan gas air mata
ke kantor gubernur. Hal itu menyebabkan tiga orang mengalami sesak napas
dan harus dirawat di tempat.
Penggeledahan yang dilakukan
pasukan Israel dikecam Otoritas Palestina. Juru bicara Otoritas
Palestina Yousef al-Mahmoud menilai, tindakan Israel itu sebagai
eskalasi berbahaya dan pelanggaran mencolok dari semua perjanjian serta
hukum internasional. Ia mendesak Israel bertanggung jawab atas dampak
dari kejadian tersebut.
Belum ada keterangan resmi yang
dirilis Israel terkait dengan penggerudukan dan penggeledahan kantor
gubernur di Yerusalem. Bulan lalu, Israel telah menagkap dan menahan
gubernur Palestian di Yerusalem Adnan Ghaith. Ia ditangkap bersama
dengan kepala badan intelijen Palestina Jihad al-Faqih.
Keduanya
ditangkap dan ditahan karena diduga berupaya mempublikasikan nama-nama
yang terlibat dalam proses penjualan rumah untuk para pemukim Yahudi di
lingkungan Muslim di Yerusalem. Setelah ditahan selama tiga hari, kedua
pejabat Palestina itu akhirnya dibebaskan.
Penangkapan
Ghaith dan al-Faqih telah membuat Organisasi Pembebasan Palestina (PLO)
geram. Menurut Sekretaris Komite Eksekutif PLO Saeb Erekat penangkapan
kedua pejabat Palestina itu adalah upaya Israel untuk mengintimidasi
pemerintahan Otoritas Palestina.
“Penculikan ini adalah
bagian kecil dari serangkaian pelanggaran dan praktik oleh Israel,
termasuk pemindahan paksa, pembongkaran rumah, dan perluasan sistem
permukiman kolonial dalam rangka mencapai rencananya menghilangkan
solusi dua negara berdasarkan perbatasan 1967 dan untuk memaksakan
pemerintahan Israel yang lebih besar sebagai gantinya,” kata Erekat.