Senin, 01 Oktober 2018

Mengenal Likuifaksi, Fenomena 'Tanah Bergerak' Gempa Palu



Mengenal Likuifaksi, Fenomena 'Tanah Bergerak' Gempa Palu
Gempa bumi dan tsunami menerjang Sigi memicu fenomena likufaksi atau 'tanah bergerak'. (Foto: ANTARA FOTO/BNPB)



Jakarta, CB -- Gempa bumi yang mengguncang Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah pada Jumat (28/9) memunculkan fenomena tanah bergerak atau likuifaksi. Fenomena tersebut diketahui terjadi di Sigi, Sulawesi Tengah.

Dewan penasehat Ikatan Ahli Geologi Indonesia Rovicky Dwi Putrohari menjelaskan likuifaksi terjadi karena adanya getaran gempa, bukan karena tsunami. Fenomena ini menurutnya banyak dan hampir semua fenomena kegempaan muncul likuifaksi.

"Likuifaksi terjadi karena ada getaran gempa yang memicu terjadinya fraksi (butiran) kasar yang terkumpul di bawah dan butiran halus serta air akan keluar," jelas Rovicky kepada CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Minggu (30/9).


Fenomena ini mengakibatkan turunnya daya dkung tanah terhadap tekanan di atasnya. Likuifensi merupakan fenomena alamiah yang terjadi karena adanya aktivitas kegempaan.

"Likuifaksi ini kalau diibaratkan seperti kita sedang mengetuk-ngetuk toples untuk memasukkan suatu benda supaya ada banyak yang masuk ke dalamnya. Ini menyebabkan cairan atau material halus berada di atas," imbuhnya.

Rovicky yang sudah lebih dari 25 tahun berkecimpung di bidang geologi ini mengatakan likuifaksi terjadi pada lapisan di bawah tanah ang biasanya berupa butiran berukuran pasir. Air yang tersimpan di dalamnya akan ikut terbawa keluar ketika terjadi likuifaksi.

Proses inilah yang kemudian membuat tanah bercampur air menjadi lumpur yang keluar dari dalam perut Bumi.

Untuk terhindar dari likufaksi, ia mengatakan biasanya lapisan tanah yang berupa pasir dikeringkan sebelum membuat bangunan di atasnya. Untuk konstruksi bangunan bertingkat tinggi, menurutnya ada soil boring untuk melihat apakah ada hal-hal yang dikhawatirkan terjadi likuifaksi.

Soil boring sendiri merupakan teknik yang dipakai untuk mensurvei tanah dengan mengambil beberapa inti dangkal dari sedimen. Teknik ini sangat penting digunakan sebelum melakukan pengeboran untuk investigasi lepas pantai untuk menentukan kondisi tanah.

"Perlu dicatat likuifaksi ini bukan akibat beban di atasnya, tetapi akibat getaran gempa. Namun, gejala likuifaksi bisa merusak konstruksi di atasnya," ucapnya.

Sebelumnya, Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho dalam konferensi media membenarkan adanya fenomena likuifaksi yang memicu kemiringan tertentu akibat diguncang gempa dan longsor.

"Likuifaksi ini membuat material tanah menjadi padat seperti lumpur. Terjadi karena ada kemiringan tertentu akibat diguncang gempa, akibatnya ada permukaan tanah yang naik dan turun," jelas Sutopo di tengah konferensi media.





Credit  cnnindonesia.com