Jumat, 05 Oktober 2018

Belanda Bongkar Serangan Siber Mata-mata Rusia


Belanda Bongkar Serangan Siber Mata-mata Rusia
Dinas intelijen Belanda membongkar upaya peretasan yang diduga dilakukan oleh empat mata-mata Rusia. (Ministerie van Defensie/Handout via REUTERS)

Jakarta, CB -- Badan Intelijen Belanda mengungkap serangan siber Rusia yang menyasar badan pengawas senjata kimia dunia dan mengusir empat orang yang diduga mata-mata dinas intelijen militer Rusia.

Pemerintah Belanda mengatakan keempat warga Rusia ini memarkir mobil yang berisi peralatan elektronika di satu hotel yang terletak di dekat kantor pusat Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) di Den Haag.

Keempat agen Rusia itu menurut pemerintah Belanda berupaya meretas sistem komputer badan tersebut.


"Pemerintah Belanda berpendapat bahwa keterlibatan agen-agen intelijen ini sangat mengkhawatirkan," kata Menteri Pertahanan Ank Bijleveld dalam jumpa pers, Kamis (4/10).


"Kami biasanya tidak mengungkap operasi kontra-intelijen seperti ini."

Belanda Bongkar Serangan Siber Mata-mata Rusia
Keempat terduga mata-mata Rusia tertangkap kamera cctv tiba di bandara internasional kota Den Haag.  (Ministerie van Defensie/Handout via REUTERS)
Pemerintah sendiri Rusia membantah tudingan itu dengan mengatakan "Sikap tergila-gila Barat akan mata-mata sedang meningkat," ujar pejabat kementerian luar negeri Rusia kepada AFP.

Pemerintah Belanda secara terbuka mengungkap identitas orang yang diduga agen rahasia Rusia itu dan mengatakan operasi tersebut dilakukan oleh badan intelijen militer Rusia yang dikenal dengan nama GRU.

Disebutkan bahwa Inggris membantu Belanda dalam operasi kontra-intelijen ini.

Satu komputer jinjing milik salah satu terduga agen rahasia ini terhubung dengan Brasil, Swiss dan Malaysia.


Bijleveld mengatakan kegiatan di Malaysia terkait dengan penyelidikan kasus penembakan pesawat Malaysian Airlines MH17 di wilayah udara Ukraina pada 2014.

Ketika serangan siber ini dilakukan OPCW sedang menyelidiki zat saraf yang terpapar pada mantan agen rahasia Rusia Sergei Skripal dan puterinya di Inggris.

Para pejabat Belanda mengatakan masih belum diketahui apakah serangan siber itu terkait dengan penyelidikan tersebut.


Kepala dinas intelijen Belanda (MIVD), Mayor Jenderal Onno Eichelsheim, mengatakan kepada wartawan bahwa keempat terduga mata-mat Rusia itu tiba di bandara Schiphol, Amsterdam, pada 4 April dengan mempergunakan paspor diplomatik.

Seorang pejabat kedutaan Rusia di Belanda kemudian mengantar mereka ke Den Haag.

Pada 11 April mereka menyewa mobil Citroen C3 dan menyisir wilayah di sekitar kantor OPCW.

Seluruh gerakan keempat terduga agen itu diawasi oleh dinas intelijen Belanda.

"Mereka mencoba melakukan operasi peretasan untuk bisa mendapatkan akses," ujarnya.

Keempat warga Rusia itu kemudian menginap di hotel Marriot yang bersebelahan dengan kantor OPCW dan mengambil foto, sementara mobil mereka diparkir di hotel dengan bagasi menghadap ke kantor organisasi itu.

"Kami menggagalkan kegiatan mereka ini dan mengusir keempat orang itu dari Belanda. Ini operasi yang berhasil."


Eichelsheim mengatakan keempat warga Rusia itu mempergunakan taksi dari kantor pusat GRU di Moskow ke bandara kota tersebut, dan beberapa ponsel mereka diaktifkan di sekitar kantor pusat badan intelijen militer Rusia ini.

Ketika mereka meninggalkan Den Haag, keempat orang ini membawa seluruh sampah yang ada di kamar mereka untuk menutupi jejak.

"Jelas mereka di sini bukan untuk berlibur," kata Eichelsheim.

Operasi kontra-intelijen di Belanda ini muncul sehari setelah Inggris dan Australia menuduh GRU bertanggung jawab atas serangan siber terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Di antara serangan itu adalah aksi peretasan ke Komite Nasional Demokrat pada pilpres AS 2016.

Belanda Bongkar Serangan Siber Mata-mata Rusia
Keempat orang terduga mata-mata itu menyimpan berbagai peralatan elektronik yang diduga akan digunakan untuk meretas di mobil sewaan mereka. (Ministerie van Defensie/Handout via REUTERS)
Mereka mengatakan dinas intelijen militer Rusia bisa melakukan operasi sebesar itu karena mendapat perintah dari Kremlin.

Presiden Rusia Vladimir Putin berulang kali menolak tuduhan serupa. Dia mengatakan kepada Presiden Donald Trump bahwa tuduhan Rusia ikut campur dalam pilpres AS 2016 "tidak masuk akal".





Credit  cnnindonesia.com