Dalam perbincangan telepon, Presiden Rusia
Vladimir Putin mengingatkan Kanselir Jerman Angela Merkel soal
'provokasi' di sekitar kasus serangan gas di Suriah. (Yuri Kadobnov/POOL
via Reuters)
"Para pemimpin bertukar pendapat tentang situasi di Suriah temasuk tuduhan terhadap Damaskus oleh sejumlah negara Barat atas penggunaan senjata kimia," kata pernyataan yang dikeluarkan oleh Kremlin.
"Pihak Rusia menekankan tidak bisa menerima provokasi dan spekulasi mengenai masalah ini," lanjutnya.
Seibert juga mengatakan Merkel mengutuk serangan gas yang terjadi di Douma, Suriah, akhir pekan lalu.
Juru bicara Putin, Dmitry Peskov sebelumnya memperingatkan bahwa membuat kesimpulan dini terkait serangan gas beracun tersebut merupakan kesalahan dan berbahaya.
Peskov menduga pemberontak dapat melakukan serangan tersebut untuk menyalahkan Damaskus. Hal ini pernah diperingatkan oleh Rusia, beberapa waktu lalu.
"Baik presiden maupun menteri pertahanan, mengutip sumber-sumber intelijen, telah berbicara tentang provokasi yang sedang dipersiapkan," kata Peskov.
Dia menambahkan bahwa ini dapat berarti para pemberontak sengaja melakukan serangan kimia atau pun menyebarkan desas-desus serangan sejenis itu.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan tim ahli negaranya tidak menemukan jejak serangan kimia di Douma, kota terbesar di wilayah Ghouta timur di luar Damaskus.
Kementerian Pertahanan Rusia pada Senin merilis pernyataan yang mengatakan sejumlah pejabat termasuk dokter militer telah berada di Suriah untuk memeriksa lokasi yang disebut jadi target penyerangan dan mengunjungi sejumlah rumah sakit setempat.
"Tidak adanya jejak kandungan senyawa racun di daerah tersebut," kata pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia.
Rusia kemudian menuduh lembaga yang bekerja di wilayah pemberontak di Suriah, White Helmet, telah menyebarkan berita palsu.
"Seluruh tuduhan dari 'White Helmets' dan juga video serta foto dari dugaan korban serangan kimia, yang disebarkan oleh mereka di media sosial adalah palsu dan sebuah upaya menggagalkan gencatan senjata," kata Kementerian Pertahanan.
Credit cnnindonesia.com