MOSKOW
- Serangan delapan rudal oleh dua jet tempur F-15 Israel terhadap
pangkalan udara T-4 Suriah dinilai sebagai kesalahan strategis yang akan
sulit dijelaskan kepada Rusia. Tindakan militer Tel Aviv ini juga
dianggap bisa membahayakan hubungannya dengan Moskow.
Penilaian itu disampaikan pakar politik terkemuka Vyacheslav Matuzov. Menurutnya, apa yang dilakukan Tel Aviv bisa ditafsirkan Moskow sebagai tindakan menolong teroris. Sebab, militer Moskow yang berada di pangkalan T-4 sedang menjalankan misi memberangus kelompok teroris.
"Orang-orang Israel, saya pikir, telah membuat kesalahan strategis, karena dengan mengambil peran sebagai klien penghasut perang Amerika Serikat, mereka mempertanyakan seluruh hubungan Israel-Rusia," kata Matuzov kepada Russia Today.
"Lapangan terbang T-4 yang dibom oleh Angkatan Udara Israel menjadi tuan rumah sejumlah pesawat Rusia, termasuk Mi-8, helikopter Ka-52. Ada prajurit Rusia, pilot Rusia di sana," ujarnya, yang dilansir Selasa (10/4/2018).
Militer Israel tidak menyangkal serangan rudal tersebut, tetapi menolak untuk mengomentarinya."Ini sama dengan mengakuinya," kata Matuzov, yang juga menjabat sebagai kepala Persahabatan dan Kerja Sama Bisnis Masyarakat Rusia-Arab.
"Tetapi militer Rusia, yang memiliki semua alat khusus, dengan jelas mengidentifikasi siapa yang menembakkan rudal," papar dia.
Kementerian Pertahanan Rusia telah mengumumkan bahwa dua pesawat jet tempur F-15 Israel telah menargetkan pangkalan udara T-4 Suriah di dekat Provinsi Homs. Dua jet tempur itu menembakkan delapan peluru kendali, dengan tiga di antaranya lolos daro sistem pertahanan udara Suriah dan menghantam area darat pangkalan T-4.
Serangan dilakukan dari atas wilayah udara Lebanon. Beirut sendiri mengonfirmasi bahwa wilayah udaranya dilanggar oleh dua jet tempur Israel.
Serangan dua jet tempur itu menewaskan 14 orang, termasuk beberapa di antaranya dari personel militer Iran. Jumlah korban tewas itu dilaporkan Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia.
"Fakta bahwa tidak ada personel dan perangkat keras Rusia yang hilang dalam serangan itu tidak membuat situasi lebih mudah bagi Israel, karena ketika sebuah lapangan terbang diserang seperti ini, apa pun bisa terjadi," kata Matuzov.
"Sekarang mekanisme konsultasi diplomatik dan militer—yang secara tradisional dipelihara antara Rusia dan Israel—telah diluncurkan. Saya pikir akan sulit bagi Israel untuk menjelaskan tindakan agresif ini. Tentara Suriah memerangi terorisme dan apa yang Israel tidak bisa diklasifikasikan dengan cara lain (selain) sebagai kategori membantu para teroris, yang hampir kalah di Ghouta Timur," imbuh dia.
"Saya memiliki keraguan besar atas pernyataan oleh beberapa ahli politik Rusia, yang mengatakan bahwa Israel adalah satu-satunya sekutu terpercaya Rusia di Timur Tengah, bukan negara-negara Arab. Saya pikir sudut pandang ini tidak tahan terhadap kritik."
Matuzov mengatakan sulit untuk berspekulasi jika Israel melakukan serangan udara karena AS mendelegasikan "pekerjaan kotor"-nya kepada Tel Aviv. Namun, spekulasi seperti itu bisa saja tidak salah karena Presiden Donald Trump sudah mengancam akan menyerang Suriah atas tuduhan melakukan serangan kimia di Douma.
Penilaian itu disampaikan pakar politik terkemuka Vyacheslav Matuzov. Menurutnya, apa yang dilakukan Tel Aviv bisa ditafsirkan Moskow sebagai tindakan menolong teroris. Sebab, militer Moskow yang berada di pangkalan T-4 sedang menjalankan misi memberangus kelompok teroris.
"Orang-orang Israel, saya pikir, telah membuat kesalahan strategis, karena dengan mengambil peran sebagai klien penghasut perang Amerika Serikat, mereka mempertanyakan seluruh hubungan Israel-Rusia," kata Matuzov kepada Russia Today.
"Lapangan terbang T-4 yang dibom oleh Angkatan Udara Israel menjadi tuan rumah sejumlah pesawat Rusia, termasuk Mi-8, helikopter Ka-52. Ada prajurit Rusia, pilot Rusia di sana," ujarnya, yang dilansir Selasa (10/4/2018).
Militer Israel tidak menyangkal serangan rudal tersebut, tetapi menolak untuk mengomentarinya."Ini sama dengan mengakuinya," kata Matuzov, yang juga menjabat sebagai kepala Persahabatan dan Kerja Sama Bisnis Masyarakat Rusia-Arab.
"Tetapi militer Rusia, yang memiliki semua alat khusus, dengan jelas mengidentifikasi siapa yang menembakkan rudal," papar dia.
Kementerian Pertahanan Rusia telah mengumumkan bahwa dua pesawat jet tempur F-15 Israel telah menargetkan pangkalan udara T-4 Suriah di dekat Provinsi Homs. Dua jet tempur itu menembakkan delapan peluru kendali, dengan tiga di antaranya lolos daro sistem pertahanan udara Suriah dan menghantam area darat pangkalan T-4.
Serangan dilakukan dari atas wilayah udara Lebanon. Beirut sendiri mengonfirmasi bahwa wilayah udaranya dilanggar oleh dua jet tempur Israel.
Serangan dua jet tempur itu menewaskan 14 orang, termasuk beberapa di antaranya dari personel militer Iran. Jumlah korban tewas itu dilaporkan Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia.
"Fakta bahwa tidak ada personel dan perangkat keras Rusia yang hilang dalam serangan itu tidak membuat situasi lebih mudah bagi Israel, karena ketika sebuah lapangan terbang diserang seperti ini, apa pun bisa terjadi," kata Matuzov.
"Sekarang mekanisme konsultasi diplomatik dan militer—yang secara tradisional dipelihara antara Rusia dan Israel—telah diluncurkan. Saya pikir akan sulit bagi Israel untuk menjelaskan tindakan agresif ini. Tentara Suriah memerangi terorisme dan apa yang Israel tidak bisa diklasifikasikan dengan cara lain (selain) sebagai kategori membantu para teroris, yang hampir kalah di Ghouta Timur," imbuh dia.
"Saya memiliki keraguan besar atas pernyataan oleh beberapa ahli politik Rusia, yang mengatakan bahwa Israel adalah satu-satunya sekutu terpercaya Rusia di Timur Tengah, bukan negara-negara Arab. Saya pikir sudut pandang ini tidak tahan terhadap kritik."
Matuzov mengatakan sulit untuk berspekulasi jika Israel melakukan serangan udara karena AS mendelegasikan "pekerjaan kotor"-nya kepada Tel Aviv. Namun, spekulasi seperti itu bisa saja tidak salah karena Presiden Donald Trump sudah mengancam akan menyerang Suriah atas tuduhan melakukan serangan kimia di Douma.
Credit sindonews.com