Angkatan Laut Amerika Serikat mengerahkan
kapal USS Fort Worth untuk berpatroli di Laut Cina Selatan dan juga
wilayah udaranya. (Mass Communication Specialist 2nd Class Antonio P.
Turretto Ramos/US Navy)
Jakarta, CB
--
Ketika angkatan laut AS mengirim kapal perang untuk
melakukan patroli pertama ke Kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan yang
diperebukan dalam satu minggu terakhir, mereka juga mengamati wilayah
udara di lokasi tersebut.
Pernyataan di situs AL Amerika
menyebut kapal USS Fort Worth, salah satu kapal paling modern yang
dimiliki Angkatan Laut AS, mengerahkan satu pesawat pengintai tanpa awak
dan helikopter Seahawk untuk berpatroli di udara.
Sementara AL
Amerika tidak menyebut kegiatan reklamasi di Kepulauan Spratly yang
berlangsung dengan cepat, tindakan ini memperlihatkan kemampuan AS jika
Beijing menyatakan wilayah itu sebagai Zona Indentifikasi Pertahanan
Udara, ADIZ.
Para pengamat dan sejumlah pejabat militer AS mengatakan langkah itu kemungkinan besar akan dilakukan Tiongkok.
“Bukan akan segera terjadi tetapi jika kita bertaruh, saya memperkirakan
mereka pada akhirnya akan mengambil langkah itu. Saya tidak tahu kapan
hal itu akan terjadi,” ujar seorang komandan senior AS yang akrab dengan
situasi di Asia.
ADIZ tidak diatur secara resmi oleh traktat
atau undang-undang, namun digunakan oleh sejumlah negara untuk
memperluas kendali ke luar wilayah mereka. ADIZ mewajibkan pesawat sipil
dan militer untuk memberitahu identitas mereka, atau akan disergap oleh
pesawat militer.
Tiongkok mendapat kecaman dari Amerika dan
Jepang ketika pada akhir 2013 menyatakan ADIZ di Laut Cina Timur, di
atas kepulauan kosong yang diperebutkan dengan Tokyo.
Fasilitas
militer Tiongkok yang sedang dibangun di Karang Fiery Cross di Spratly
meliputi landasan pacu sepanjang 3.000 meter dan radar peringatan dini.
Seorang komandan militer AS yang menolak disebutkan namanya mengatakan
fasilitas ini akan mulai digunakan pada akhir tahun ini.
Gambar-gambar
satelit yang baru-baru diambil menunjukkan proyek reklamasi Karang Subi
yang jika disatukan akan membentuk wilayah seukuran satu landasan pacu
pesawat.
Keprihatinan AS bahwa Tiongkok kemungkinan akan
menerapkan pembatasan di wilayah udara dan laut di Kepulauan Spratly
setelah proyek reklamasi tujuh pulau buatan itu selesai menjadi agenda
pembicaraan antera Menteri Luar Negeri John Kerry dan para pemimpin
Tiongkok di Beijing akhir minggu lalu.
Sulit DiterapkanTiongkok,
kekuatan dunia baru dari Asia, mengklaim sebagian besar wilayah Laut
Cina Selatan yang dilintasi oleh kapal laut dengan perdagangan bernilai
US$5 triliun per tahun.
Filipina, Vietnam, Malaysia, Taiwan dan Brunei juga mengklaim wilayah Laut Cina Selatan.
Tiongkok
mengatakan memiliki hak penuh untuk membentuk ADIZ tetapi kondisi yang
terjadi di Laut Cina Selatan tidak memungkinkan hal itu.
Para
pakar mengatakan karena jarak yang terlalu jauh, akan sulit menerapkan
ADIZ sekalipun sudah ada dua landasan pacu di Kepulauan Spratly, dan
satu landasan pacu di pulau Woody di kepulauan Paracel yang bisa
digunakan oleh jet tempur.
Foto
yang diambil dari pesawat militer Filipina memperlihatkan kegiatan
reklamasi di Kepulauan Spratly oleh Tiongkok. (Reuters/Ritchie B.
Tongo/Pool)
|
Kepulauan Spratly, misalnya, terletak lebih dari 1.100 kilometer dari
Tiongkok Ddaratan, sehingga pangkalan militer canggih yang terletak di
sepanjang pesisir negara itu terlalu jauh.
“Bahkan dengan
reklamasi pulau-pulau baru itu, akan terlalu jauh bagi Tiongkok untuk
secara rutin menerapkan zona semacam itu di wilayah selatan,” ujar
Richard Bitzinger, pengamat keamanan wilayah dari Sekolah Studi
Internasional S. Rajaratnam, Singapura.
Militer Jepang dan
Amerika serta dua maskapai sipil Jepang, ANA dan Japan Airlines, tidak
mengindahkan ADIZ di atas Laut Cina Timur.
Baru-baru ini,
seorang pejabat AS mengatakan Pentagon sedang mempertimbangkan mengirim
pesawat dan kapal militer untuk menilai kebebasan berlayar di sekitar
kepulauan buatan milik Tiongkok tersebut.
Kementerian Luar Negeri Tiongkok bereaksi dengan mengatakan Beijing “sangat khawatir” dan meminta penjelasan.
Tiongkok kemudian menuduh Filipina bekerjasama dengan Amerika Serikat untuk “membesar-besarkan ancaman Tiongkok” di Spratly.
Komandan
militer Filipina yang bertanggung jawab atas wilayah itu mengatakan,
Tiongkok sebelumnya mengeluarkan peringatan setidaknya enam kali ke
pesawat milik angkatan udara dan angkatan laut Filipina agar
meninggalkan Spratly. Peringatan itu ditolak oleh pesawat jet tersebut.
Zhang
Baohui, pakar keamanan Tiongkok daratan dari Universitas Lingnan Hong
Kong, mengatakan khawatir dengan risiko konfrontasi akibat pameran
kekuatan Amerika Serikat.
“Langkah itu tidak hati-hati,” ujarnya merujuk pada rencana terbaru Washington.
Amerika
Serikat mengerahkan pesawat militer untuk melakukan patroli di Laut
Cina Selatan. (Reuters/Mass Communication Specialist 3rd Class Daniel J.
Meshel/Handout)
|
“Langkah ini memiliki dinamika akan terjadi peningkatan ketegangan yang
tidak direncanakan,” tambahnya. “Apakah mereka siap menghadapi
konsekuensi peningkatan ketegangan itu?”
Di laut, ketegangan itu jelas terlihat.
Pernyataan
angkatan laut AS mengenai pengerahan kapal USS Forth Worth, yang bisa
mengejar kapal selam, juga mencatat bahwa kapal ini “bertemu dengan
beberapa kapal perang Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat” ketika
melakukan patroli.
“Interaksi kami dengan kapal Tiongkok
berjalan secara profesional dan (Aturan Pertemuan Tak Terencana di Laut)
membantu mengklarifikasi tujuan dan mencegah salah komunikasi,” kata
Matt Kawas, komandan Forth Worth, dalam pernyataan tertulis itu.
Credit
CNN Indonesia