Anak-anak teroris Australia yang paling terkenal masih hidup.
CB,
 CANBERRA -- Istri anggota kelompok negara Islam atau ISIS pertama asal 
Australia diyakini telah keluar dari markas terakhir kelompok tersebut. 
Dia mengatakan bahwa anak-anak dari teroris Australia yang paling 
terkenal masih hidup, namun terdampar di wilayah ISIS.
ABC
 telah memperoleh rekaman eksklusif yang memperlihatkan seorang 
perempuan yang diyakini sebagai Zehra Duman bersama perempuan dan 
anak-anak lainnya yang melarikan diri dari Baghuz. Wilayah itu merupakan
 lahan terakhir yang masih dikendalikan oleh ISIS.
Video, yang difilmkan akhir pekan lalu oleh pekerja 
kemanusiaan Amerika, David Eubank, memperlihatkan seorang perempuan muda
 di antara perempuan dewasa dan anak-anak. Mengenakan niqab - pakaian 
perempuan Islam konservatif yang menutupi segalanya kecuali mata, 
perempuan itu mengoreksi Eubanks ketika ia menyebut namanya: "Apakah 
anda Zahra?."
Dalam aksen Australia, ia menjawab: "Zehra."
Ia
 kemudian memberi tahu Eubanks bahwa ia adalah "sahabat" Tara Nettleton,
 istri teroris Australia yang paling terkenal, Khaled Sharrouf. Teroris 
terkenal itu yang menerbitkan foto putranya berusia sembilan tahun 
memegang kepala yang terpenggal di Raqqa.
Nettleton 
meninggal karena komplikasi kesehatan pada 2015 dan Sharrouf serta dua 
anak tertuanya, yakni Abdullah dan Zarqawi, meninggal dalam serangan 
udara pada 2017. Tiga anak yang tersisa dari pasangan itu - Zaynab, 17; 
Hoda, 16; dan Hamzah, 9 - dibiarkan terlantar di Suriah dan telah ada 
spekulasi mengenai lokasi mereka.
Zehra mengungkapkan anak-anak itu tetap terdampar di Baghuz di pusat serangan terakhir terhadap kelompok ISIS di Suriah.
"Mereka
 baik-baik saja dan mereka masih hidup...Saya tidak tahu apakah mereka 
akan meninggalkan tempat ini atau tidak, saya belum melakukan kontak 
dengan mereka sehingga saya tidak tahu," katanya.
Zehra, 25 tahun, meninggalkan Melbourne ke Suriah pada akhir 2014.
  Photo: Anggota ISIS asal Australia, Khaled Sharrouf, terbunuh dalam serangan udara di tahun 2017. (ABC News) 
Ia
 pindah ke ibu kota ISIS di Suriah, Raqqa, dan menikahi sesama warga 
Melbourne yakni Mahmoud Abdullatif, yang berjuang untuk pasukan ISIS. Ia
 terbunuh lima minggu setelah mereka menikah.
Zehra 
telah menjadi pendukung vokal retorika kekerasan kelompok ISIS di media 
sosial serta perekrut yang efektif. Ia diduga membantu sesama warga 
Australia dan ibu dari dua anak, yakni Jasmina Milovanov, untuk 
melakukan perjalanan ke Suriah pada Mei 2015.
Namun, setelah akun Twitter utama yang diyakini dioperasikan oleh Zehra ditangguhkan pada 2015, ia menghilang dari publik.
Kehadiran
 Zehra di jagad maya telah menjadi duri bagi Pemerintah Australia, yang 
berusaha mencegah kepergian sekelompok Muslim muda Australia untuk pergi
 ke Suriah.
Pada
 2015, Zehra, yang menyebut dirinya Ummu Abdullatif Australi, mengunggah
 foto seorang perempuan yang mengenakan niqab dan jaket tentara serta 
senapan otomatis di tangannya dengan tulisan: "kejar saya jika anda 
bisa".
Pada tahun yang sama, sebuah akun 
Twitter
 diyakini telah dioperasikan olehnya mengunggah serangkaian foto 
perempuan muda dengan niqab lalu mengacungkan senapan otomatis dan 
berdiri di atas dan di samping mobil BMW putih.
"Jihad bintang 5. M5 (BMW) di tanah perang (Suriah) he he," tulisnya di bawah salah satu foto.
"AS
 + Australia, bagaimana rasanya kami semua berlima dilahirkan dan 
dibesarkan di tanahmu, dan sekarang di sini haus darahmu?," tulisnya di 
sebelah foto lain.
"Jangan
 berulah dengan golongan saya. Dari Australia, ke negeri Khilafah. 
Itulah semangat Australia," tulisnya di foto lain berikutnya, merujuk 
pada apa yang disebut ISIS sebagai kekhalifahan di Suriah dan Irak.
Wilayah yang tersisa
  Photo: Suami Zehra, militant ISIS bernama Mahmoud Abdullatif terbunuh di Suriah. (Twitter: @rosemuminah) 
Sejumlah 
postingan
 itu diunggah di tengah puncak kesuksesan kelompok ISIS. Sejak saat itu,
 kelompok teroris tersebut telah mengalami serangkaian kemunduran 
militer dan pada akhir tahun lalu, hanya mengendalikan wilayah kecil di 
provinsi barat daya Suriah, Deir ez-Zor, dekat perbatasan Irak.
Pada
 September, kelompok paramiliter Kurdi yang didukung AS, yang bernama 
Pasukan Demokrat Suriah (SDF), melancarkan serangan terhadap wilayah 
ISIS yang tersisa.
Sejak saat itu, dengan 
menggunakan kombinasi serangan darat, artileri dan serangan udara, SDF 
perlahan-lahan mendorong militan yang tersisa ke daerah-daerah yang 
bahkan lebih kecil.
Pada minggu lalu, pasukan ISIS 
hanya menguasai kota Baghuz, sebidang wilayah kecil dengan lebar sekitar
 dua kilometer. Selama minggu lalu, sebanyak 20 ribu warga sipil 
meninggalkan kota itu dan dibawa ke kamp-kamp pengungsi di Suriah dan 
Irak.
Keluarga Australia tertekan
Kakek Zehra, yang tinggal di Melbourne, mengatakan kepada 
ABC bahwa ia sangat marah terhadap bagaimana cucunya berubah.
Ia mengatakan "ia orang yang baik sebelumnya" tetapi telah berubah berubah dalam waktu dua bulan.
  Photo: Akun yang terhubung dengan Zehra Duman menulis “kejarlah say ajika bisa” di tahun 2015. Postingan itu sudah dicabut. (Twitter) 
Kakeknya,
 yang menolak menyebutkan nama lengkapnya, mengatakan ia mencintai 
Australia dan ia ingin orang-orang yang terlibat mengubahnya sehingga 
menjadi pendukung ISIS untuk ditangkap.
"[Saya] ingin Australia menangkap mereka yang mengubahnya," katanya.
Ketika
 ditanya apakah ia berpikir cucunya ingin kembali ke Australia, ia 
menjawab: "Bagaimana saya bisa tahu? Saya tidak tahu apa-apa."
"Jika ia kembali ke Australia, ia sendirian," katanya.
Ayah
 Zehra, Davut Duman, mengatakan memikirkan situasi itu membuatnya sakit 
dan tertekan. Ia menolak untuk berbicara lebih lanjut tentang putrinya.
Kakek
 Zehra mengatakan, perempuan berusia 25 tahun itu memiliki 
kewarganegaraan ganda Australia-Turki. Ini mungkin berarti Pemerintah 
Australia bisa membatalkan kewarganegaraan Australia-nya, karena ia 
tidak akan dibiarkan tanpa kewarganegaraan.
Pasal 35
 dari Undang-Undang Kewarganegaraan Australia mengizinkan negara untuk 
mencabut kewarganegaraan seseorang jika seseorang "berjuang, atau 
mengabdi untuk organisasi yang dinyatakan sebagai teroris".
  Photo: Perempuan dengan burqa berpose di depan mobil bersama senapan mesin, di lokasi yang diyakini Raqqa. (Twitter) 
Gunakan anak-anak untuk propaganda
Terdakwa
 teroris, Sharrouf, meninggalkan Australia untuk bergabung dengan ISIS 
pada akhir tahun 2013 dan menjadi terkenal secara internasional ketika 
foto-foto putranya yang memegang kepala menjadi viral.
Bahkan Menteri Luar Negeri AS saat itu, John Kerry, bereaksi terhadap foto tersebut.
"Gambar ini benar-benar salah satu foto yang paling mengganggu, membuat mual, dan aneh yang pernah ditampilkan," kata Kerry.
Sharrouf
 kembali ke hadapan publik pada Mei 2017 ketika sebuah video tentang 
putra bungsunya, Hamzah, yang dibujuk oleh ayahnya untuk mensimulasikan 
pembunuhan non-Muslim dan warga Australia, muncul.
Ia
 menjadi warga negara Australia pertama yang kewarganegaraannya dicabut 
awal tahun ini di bawah undang-undang anti-terorisme yang baru. Ia tetap
 menjadi warga negara Lebanon.
Ia terbunuh dalam 
serangan udara Amerika tiga bulan kemudian, yang menunjukkan betapa ia 
cukup senior dalam sistem ISIS sehingga berakhir dalam daftar pembunuhan
 AS.
Pengungkapan tentang lokasi anak-anaknya yang 
tersisa akan menjadi beban bagi Canberra, mengingat mereka dibawa oleh 
orang tua mereka sendiri ke zona perang dan kemungkinan dipaksa terlibat
 dengan ISIS.
Mereka hanya memegang kewarganegaraan 
Australia dan jika mereka berhasil melarikan diri dari Baghuz, anggota 
keluarga mereka di Australia meminta Pemerintah Australia untuk membantu
 mereka pulang, seperti yang dilakukan oleh negara-negara Barat lainnya 
dengan keluarga lain.
  Photo: Foto ini diunggah oleh akun Twitter yang terhubung ke pengantin perempuan ISIS asal Australia, Zehra Duman, di tahun 2015. (Twitter)