Seorang pengunjuk rasa terlihat sebagai
bayangan di balik bendera Suriah saat unjuk rasa diluar kedubes Amerika
Serikat terhadap kemungkinan serangan terhadap Suriah di Athena, Yunani,
Jumat (13/4/2018). (REUTERS/Alkis Konstantinidis)
Beijing (CB) - China menyatakan “menentang penggunaan
kekuatan” setelah Amerika Serikat melancarkan serangan udara di Suriah
beberapa waktu lalu.
“Kami terus menentang penggunaan kekuatan dalam hubungan internasional,
dan menganjurkan untuk menghormati kedaulatan, kemerdekaan dan
integritas teritorial semua negara,” kata juru bicara Kementerian Luar
Negeri, Hua Chunying melalui keterangan tertulis yang dimuat di
situsnya, dilansir dari AFP, Sabtu (14/4).
Hua berpendapat tindakan militer sepihak, tanpa persetujuan Dewan
Keamanan PBB akan “mempersulit tercapainya resolusi untuk masalah
Suriah”.
“China meyakini bahwa solusi politik adalah satu-satunya solusi yang realistis untuk masalah Suriah,” kata dia.
“China mengimbau semua pihak terkait untuk kembali kerangka hukum
internasional dan menyelesaikan masalah melalui dialog dan konsultasi”.
China merupakan salah satu dari lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Beijing terus mengatakan krisis Suriah membutuhkan solusi politik,tetapi
mereka berkali-kali mem-veto langkah Dewan Keamanan yang bertujuan
mengatasi konflik tersebut, termasuk penyelidikan kejahatan perang di
negara itu.
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali
Khamenei, menyebut Donald Trump, Emmanuel Macron, dan Theresa May
sebagai pelaku kriminal karena menyerang Suriah. (Reuters/leader.ir)
Jakarta, CB -- Pemimpin Tertinggi Iran,
Ayatollah Ali Khamenei, menyebut Presiden AS, Donald Trump, juga
Presiden Perancis, Emmanuel Macron, dan Perdana Menteri Inggris, Theresa
May, sebagai penjahat kriminal karena menyerang Suriah, Sabtu (14/4).
"Serangan
ke Suriah pada pagi ini adalah kejahatan. Presiden Amerika, Presiden
Perancis, dan Perdana Menteri Inggris adalah kriminal," ujar Khamenei,
sebagaimana dikutip Reuters.
Khamenei pun mengatakan bahwa AS tak akan mendapatkan keuntungan apa pun dari serangan ini.
"Mereka tidak akan mendapat keuntungan, seperti saat mereka ke Irak,
Suriah, dan Afghanistan di masa lalu, melakukan kejahatan dan tak
mendapat keuntungan," kata Khamenei.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Iran, Hossein Dehghan, juga melontarkan kecaman atas serangan ini.
"Rakyat Suriah akan menjawab serngan ini dan warga dunia harus mengecam agresi ini," ucap Dehghan.
Wakil
kepala angkatan bersenjata Iran, Yadollah Javani, bahkan mengatakan
bahwa AS harus bertanggung jawab jika serangan ini memicu konflik yang
lebih besar.
"Dengan serangan ini, situasi akan menjadi lebih
kompleks dan semuanya karena AS, yang akan bertanggung jawab atas dampak
dari peristiwa kawasan selanjutnya yang tentu tak akan sesuai dengan
kepentingan mereka," tutur Javani.
AS, Iran, dan Inggris melancarkan serangan rudal ke tiga titik di Suriah
sebagai tanggapan atas dugaan penggunaan senjata kimia di daerah
kekuasaan pemberontak di Douma yang menewaskan 40 orang pekan lalu.
Kementerian
Luar Negeri Iran menyatakan bahwa negaranya juga menentang penggunaan
senjata kimia, tapi tak terima jika isu itu dijadikan alasan untuk
menggempur negara lain.
Selama ini, Iran dikenal sebagai sekutu terdekat Suriah, selain Rusia, yang selalu mendukung rezim Bashar al-Assad.
Mantan
Duta Besar Iran untuk Suriah yang kini menjadi analis politik, Hossein
Sheikholeslam, mengatakan bahwa serangan ini justru akan mempersatukan
bangsa Suriah.
"Serangan ini akan menstabilkan pemerintah Suriah
dan mempersatukan berbagai suku di Suriah karena warga mulai sadar
kehormatan mereka dan kepentingan mempertahankan kemerdekaan, integritas
wilayah, dan pemerintahan negara mereka," katanya.
TEL AVIV
- Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memuji serangan yang dilakukan
Amerika Serikat (AS) terhadap Suriah. Namun ia juga memperingatkan
tentang kehadiran Iran membuat Suriah semakin berbahaya.
AS,
Inggris, dan Prancis menyerang Suriah dengan serangan udara sebagai
tanggapan atas dugaan serangan gas beracun yang menewaskan puluhan orang
pekan lalu. Presiden AS Donald Trump mengatakan dia siap untuk
mempertahankan respon sampai pemerintah Assad menghentikan penggunaan
senjata kimia.
"Awal pagi ini, di bawah kepemimpinan Amerika,
Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris menunjukkan bahwa komitmen mereka
tidak terbatas pada pernyataan prinsip," kata Netanyahu dalam pernyataan
tertulis seperti dilansir dari Reuters, Minggu (15/4/2018).
Netanyahu
mengatakan Presiden Suriah Bashar al-Assad harus memahami bahwa
penyediaan basis terdepan untuk Iran dan proksinya membahayakan Suriah.
Seorang
pejabat Israel mengatakan Israel diberitahu tentang serangan hanya
beberapa jam sebelum serangan. Ditanya berapa banyak peringatan yang
Israel terima, pejabat itu mengatakan kepada Reuters: "Antara 12 dan 24
jam, saya kira."
Ditanya apakah Israel membantu memilih target,
pejabat itu, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan: "Tidak
sepengetahuan saya."
Juru bicara kedutaan AS menegaskan kepada
Reuters bahwa Israel telah diberitahu sebelum serangan, tetapi dia tidak
memberikan rincian lebih lanjut.
Keterlibatan Iran di Suriah
untuk mendukung Assad telah mengkhawatirkan Israel, yang mengatakan akan
melawan ancaman apa pun. Gerakan Syiah yang didukung Iran, Hezbollah,
yang memiliki persenjataan rudal ekstensif, terakhir berperang dengan
Israel pada 2006 lalu.
Suriah, Iran dan Rusia mengatakan Israel
berada di belakang serangan udara di pangkalan udara Suriah pada hari
Senin yang menewaskan tujuh personel militer Iran, sesuatu yang Israel
tidak membenarkan atau membantah.
Pada
hari Rabu, Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara kepada Netanyahu dan
mendesaknya untuk tidak melakukan apa pun yang bisa mengacaukan Suriah,
menurut pernyataan Kremlin.
Netanyahu membalas dengan mengatakan Israel tidak akan mengizinkan Iran membangun dirinya di Suriah, menurut kantornya.
Israel telah melakukan serangan udara di Suriah secara teratur,
menargetkan pengiriman senjata yang diduga ke Libanon Hizbullah.
Ilustrasi. Warga menginjak foto Presiden
Amerika Serikat Donald Trump saat unjuk rasa atas apa yang mereka
katakan tentang pemboman terhadap penduduk sipil di Suriah, diluar
konsulat Amerika Serikat, di Kolkata, India, Senin (5/3/2018).
(REUTERS/Rupak De Chowdhuri)
Athena, Yunani (CB) - Ribuan pemrotes di Yunani berpawai di
pusat Kota Athena pada Sabtu (14/4) untuk menentang serangan AS
terhadap Suriah sehubungan dengan dugaan penggunaan senjata kimia.
Sambil meneriakkan slogan yang menentang "pembunuhan bangsa", sebanyak
6.000 anggota Partai Komunis Yunani (KKE), menurut perkiraan polisi,
berkumpul di luar gedung Parlemen dan berpawai ke Kedutaan Besar AS di
Athena.
Sekretaris Jenderal KKE Dimitris Koutsoumbas, yang memberi sambutan
dalam pertemuan terbuka protes tersebut, menyeru Pemerintah Yunani agar
menjauhkan diri dari konflik itu, menutup pangkalan asing dan keluar
dari NATO.
Protes serupa guna menentang agresi imperialis diselenggarakan oleh
kelompok Sayap Kiri di Ibu Kota Yunani, Athena, demikian laporan Xinhua
--yang dipantau Antara di Jakarta, Ahad pagi. Protes tersebut
berlangsung dengan damai.
"Saya tak bisa memberitahu apa yang bisa diperoleh rakyat hanya dari
pertemuan tebruka hari ini, tapi biasanya rakyat yang berbicara tentu
saja bermanfaat, jika makin banyak warga bangkit dan memprotes," kata
Thodoris Anastassopoulos, salah seorang demonstan anti-perang, kepada
Xinhua.
Nikos Vourdoumbas, seorang guru, termasuk di antara kerumunan orang yang melancarkan protes di luar Kedutaan Besar AS di Athena.
"Sangat jelas bahwa pernyataan yang mereka keluarkan berkaitan dengan
senjata kimia adalah dalih. Alasan sesungguhnya buat serangan udara
ialah menguasai sumber energi wilayah tersebut. Kami mengutuk serangan
itu," kata Vourdoumbas kepada Xinhua.
Di dalam satu pernyataan pers pada Sabtu pagi, Kementerian Luar Negeri
Yunani mendesak masyarakat internasional agar "tetap memusatkan
perhatian pada menemukan penyelesaian politik dan berkelanjutan di
Suriah; penyelesaian yang akan mengakhiri perang dan memulihkan
kedamaian di negeri tersebut dan wilayah itu".
"Diplomasi harus kembali ke tengah pentas, dan upaya dalam kerangka
kerja PBB harus dilanjutkan," kata Kementerian Luar Negeri Yunani.
Ilustrasi serangan gabungan Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis ke Damaskus, Suriah. (REUTERS/Yiannis Kourtoglou)
Jakarta, CB -- Pemerintah Turki menyebut serangan udara pada basis militer dan pusat riset kimia Suriah sebagai "respons yang tepat".
"Kami
melihat operasi yang dilancarkan pada pemerintah Suriah oleh Amerika
Serikat, Inggris, dan Perancis...sebagai respons yang tepat," demikian
ujar Kementerian Luar Negeri Turki, seperti dikutip dari Reuters.
Hal senada juga disampaikan Menteri Pertahanan Australia Marise Payne.
"Australia mendukung serangan-serangan ini, yang menunjukkan respons
yang proporsional, terkalibrasi, dan tepat sasaran. Serangan ini adalah
pesan tegas pada rezim Assad dan pendukungnya, Rusia dan Iran, bahwa
penggunaan senjata kimia tidak boleh ditoleransi," demikian bunyi
pernyataan resmi Payne, seperti dikutip dari CNN Internasional.
"Penggunaan
senjata kimia, oleh siapapun, di mana pun, pada kondisi apapun, adalah
ilegal dan tidak bisa dibenarkan. Rezim Assad tidak boleh memiliki
kekebalan dan diizinkan menjalankan kejahatan tersebut."
Payne juga meminta Dewan Keamanan PBB untuk menyetujui penyelidikan independen atas isu penggunaan senjata kimia tersebut.
Pada Sabtu (14/3) dini hari, serangan rudal gabungan AS, Inggris,
dan Perancis menghantam pengkalan militer dan pusat riset kimia di
Damaskus.
Serangan lewat udara itu menyasar sejumlah fasilitas
produksi kimia rezim Bashar al-Assad dan dilakukan hanya beberapa saat
setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan akan melancarkan serangan.
AS menyatakan hanya sebuah pesan tegas kepada Suriah bahwa AS menentang penggunaan senjata kimia.
PM Inggris Theresa May mengambil keputusan untuk menyerang Suriah tanpa persetujuan Parlemen Inggris. (REUTERS/Jack Taylor/Pool)
Jakarta, CB -- Perdana Menteri Inggris Theresa May mengabaikan konvensi tidak mengikat yang diberlakukan sejak 2003 dengan meluncurkan serangan ke arah Suriah tanpa persetujuan parlemen.
May
menyatakan dirinya perlu mengambil keputusan secara cepat dan bahwa
aksi militer Inggris bersesuaian dengan kepentingan nasional.
May
menyatakan Inggris dan dunia Barat punya kewajiban untuk menghalangi
Assad dan pemerintah lainnya menggunakan senjata kimia, seperti yang
terjadi Sabtu pekan lalu di Douma yang menewaskan 75 orang.
"Sementara aksi ini memang secara khusus dilancarkan untuk
menghalangi rezim Suriah, serangan juga akan jadi sinyal kepada pihak
lain yang meyakini mereka punya kekebalan menggunakan senjata kimia,"
ujar May.
"Kami tak bisa mengizinkan dilazimkannya penggunaan senjata kimia, baik itu di Suriah, di jalanan Inggris, atau tempat lain di dunia."
May juga menegaskan bahwa Inggris dan sekutunya telah menggunakan
seluruh cara diplomatis untuk menghentikan penggunaan senjata kimia,
tapi berulang kali mendapat hambatan.
May kemudian merujuk pada
Rusia yang menggunakan hak vetonya pada sidang Dewan Keamanan PBB pekan
ini atas usulan digelarnya penyelidikan independen serangan Douma.
"Jadi,
tidak ada alternatif praktis lainnya ketimbang menggunakan kekuatan
militer untuk menghalangi penggunaan senjata kimia oleh rezim Suriah,"
kata May.
Dalam serangan itu, Inggris menggunakan empat jet
tempur Royal Air Force dari pangkalan militer di Siprus dan meluncurkan
rudal Storm Shadow.
Serangan gabungan Amerika Serikat, Perancis, Inggris digelar pada Sabtu (14/3) dini hari. (SYRIA TV via Reuters TV)
Menteri Pertahanan Inggris menyatakan pihaknya telah melakukan analisis
ilmiah agar serangan itu bisa menghancurkan penyimpanan senjata kimia,
tapi tetap meminimalisir efeknya pada area di sekitar penyimpanan.
"Fasilitas
yang menjadi target serangan berjarak cukup jauh dari konsentrasi massa
sipil yang diketahui, sehingga bisa lebih jauh lagi mengurangi risiko,"
ujar pernyataan resmi Kementerian Pertahanan Inggris.
Banyak politisi di Inggris, termasuk dari Partai Konservatif, telah
meminta anggota Parlemen dipanggil dari masa liburnya untuk memberikan
persetujuan atas serangan militer.
"Sebagai perdana menteri, ini
pertama kalinya saya harus mengambil keputusan untuk menempatkan
pasukan bersenjata kami pada sebuah pertempuran -- dan ini bukan
keputusan yang saya ambil dengan mudah," kata May.
Mantan PM
Inggris, David Cameron, pernah kalah di dalam pemungutan suara di
parlemen ketika akan mengambil keputusan menyerang Assad pada 2013
silam. Ketika itu 30 anggota dari Partai Konservatif menentang dan
banyak penduduk Inggris meyakini bahwa terlibat dalam konflik tersebut
tidak akan membawa stabilitas pada Timur Tengah.
Jajak pendapat
daring yang diluncurkan YouGov pekan ini mengindikasikan hanya seperlima
dari para pemilih yang meyakini Inggris harus meluncurkan serangan
Pemimpin
Partai Buruh, Jeremy Corbyn, yang juga dikenal memiliki sikap
anti-perang, menyatakan Inggris seharusnya terus menekan PBB untuk
menggelar penyelidikan independen ketimbang menunggu instruksi Presiden
Amerika Serikat Donald Trump.
Asap terlihat dari Ghouta Timur yang terkepung di Damaskus, Suriah, Selasa (27/2/2018). (REUTERS/Bassam Khabieh)
PBB (CB) - Duta Besar Inggris untuk PBB Karen Pierce, Sabtu
(14/4), membela tindakan militernya di Suriah, mengatakan bahwa "tepat
dan sah" untuk melancarkan serangan guna meringankan penderitaan
kemanusiaan.
"Inggris meyakini bahwa tepat dan sah untuk mengambil tindakan militer
bersama dengan sekutu terdekat kami guna meringankan penderitaan
kemanusiaan lebih lanjut," kata Karen Pierce kepada wartawan menjelang
pertemuan Dewan Keamanan.
Serangan yang dilancarkan Amerika Serikat, Inggris dan Prancis bertujuan
untuk "mengurangi kemampuan rezim Suriah dan mencegah penggunaan
senjata kimia," imbuhnya.
Serangan udara yang dilancarkan ketiga sekutu itu, Sabtu, menghantam
tiga target yang menurut para pejabat negara Barat terkait dengan
pengembangan senjata kimia di wilayah Damaskus dan Homs, demikian AFP.
Penduduk sipil menolong seorang pria
dari sebuah tempat berlindung di Kota Douma yang terkepung di Ghouta
Timur, Damaskus, Suriah, Kamis (22/2/2018). (REUTERS/BASSAM KHABIEH)
Perserikatan Bangsa-bangsa (CB) - Resolusi rancangan Rusia,
yang berisi kutukan atas serangan militer ke Suriah oleh Amerika
Serikat, Prancis dan Inggris, pada Sabtu gagal disahkan oleh Dewan
Keamanan PBB.
Tiga dari 15 anggota Dewan Keamanan, yaitu Rusia, Bolivia dan China menyatakan mendukung resolusi itu.
Empat negara, yakni Guinea Ekuatorial, Ethiopia, Kazakhstan dan Peru menyatakan abstain.
Delapan negara anggota sisanya menyatakan menolak rancangan resolusi tersebut.
Untuk dapat disahkan, resolusi membutuhkan sedikitnya sembilan suara
dukungan serta tidak terkena penolakan oleh satu pun dari kelima anggota
tetap Dewan Keamanan, yang terdiri dari Inggris, China, Prancis, Rusia
dan Amerika Serikat.
Rancangan resolusi itu berisi hanya lima paragraf dan menyatakan kutukan
terhadap "agresi terhadap Republik Arab Suriah dan sekutu-sekutunya
dalam pelanggaran terhadap hukum internasional dan Piagam PBB".
Rancangan juga mendesak Amerika Serikat beserta sekutu-sekutunya agar
segera mengakhiri serangan militer terhadap Suriah dan agar menahan diri
untuk tidak lagi menggunakan kekuatan militer di masa depan.
Setelah proses pemungutan suara, duta besar Rusia untuk Amerika Serikat
Vassily Nebenzia mengatakan, "Ini adalah hari yang menyedihkan bagi
dunia, bagi Perserikatan Bangsa-bangsa, dan bagi Piagam (PBB), yang
secara terang-terangan dilanggar."
Ia menekankan tuntutan negaranya agar jangan ada lagi serangan militer dilakukan terhadap Suriah.
Duta besar Inggris Karen Pierce mengatakan usai pemungutan suara bahwa
serangan militer gabungan terhadap Suriah itu dilakukan berdasarkan
hukum menyangkut campur tangan kemanusiaan, yang "secara penuh memenuhi
prinsip-prinsip dan tujuan Piagam PBB."
Amerika Serikat, Prancis dan Inggris pada Jumat melancarkan serangan
peluru kendali ke Suriah setelah munculnya laporan soal dugaan
penggunaan senjata kimia di Douma di dekat ibu kota negara Suriah,
Damaskus, pada 7 April, demikian Xinhua.
MOSKOW
- Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim empat sistem pertahanan Suriah
berhasil menangkis atau menembak jatuh rudal-rudal jelajah yang
ditembakkan Amerika Serikat (AS), Inggris dan Prancis.
Serangan
washington dan sekutunya hari ini (14/4/2018) terjadi sebelum Organisasi
Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) bekerja menyelidiki dugaan serangan
kimia di Douma, Suriah. Serbuan tersebut membuyarkan OPCW untuk
memperoleh data independen terkait kasus senjata kimia di Douma.
"Sistem
pertahanan udara Suriah telah melakukan pertempuran anti-udara," kata
Kementerian Pertahanan Rusia dalam sebuah pernyataan.
Suriah,
lanjut pernyataan itu, menangkis serangan Barat melalui kompleks
pertahanan udara yang dibuat di Uni Soviet lebih dari 30 tahun yang
lalu.
"Sistem pertahanan udara S-125, sistem pertahanan udara
S-200, Buk dan Kvadrat digunakan dalam menangkis serangan rudal," kata
kementerian tersebut, seperti dikutip Russia Today. Di pangkalan udara Dumeir, sistem pertahanan udara Suriah menangkis sekitar 12 rudal jelajah AS dan sekutunya.
Sebelumnya,
seorang pejabat pertahanan AS mengatakan sekitar 100 rudal jelajah
Tomahawk digunakan AS dan sekutunya untuk menyerang beberapa target di
Suriah. AS sendiri juga mengaktifkan pesawat pembom B-1.
Sedangkan
media pemerintah Suriah melaporkan lebih dari 20 rudal jelajah musuh
ditembak jatuh di sekitar Damaskus dengan sistem pertahanan udara
pasukan Presiden Bashar al-Assad.
"Tidak ada rudal jelajah AS dan
sekutu-sekutunya yang menembus zona pertahanan udara Suriah yang jadi
tanggung jawab Rusia, yang meliputi zona Tartus (fasilitas angkatan
laut) dan Khmeimim (pangkalan udara yang terletak di provinsi Latakia),"
imbuh Kementerian Pertahanan Rusia.
Kedua zona yang dilindungi
militer Moskow itu diamankan oleh sistem anti-rudal S-400, S-300, serta
sistem rudal air-to-air Pantsir-S1.
WASHINGTON
- Amerika Serikat (AS) mengaku kewalahan dan menghindari sistem
pertahan udara Suriah untuk menyerang setiap target di jantung program
senjata kimia negara itu. Seperti diketahui, AS bersama Inggris dan
Prancis meluncurkan serangan multi cabang dari udara dan laut ke Suriah
sebagai respon atas serangan senjata kimia di Douma seminggu lalu.
Operasi
itu membutuhkan waktu berjam-jam sebelum mempunyai dampak nyata.
Setelah itu, hanya butuh beberapa menit dari ledakan pertama hingga
terakhir dari 105 serangan peluru kendali presisi terhadap tiga sasaran
senjata kimia Suriah, kata para pejabat AS.
Direktur Staf
Gabungan, Kenneth McKenzie, mementahkan pernyataan dari Rusia dan Suriah
bahwa sejumlah rudal Barat berhasil ditembak jatuh.
Ia
mengatakan pertahanan udara Rusia tidak menyala, sementara pertahanan
udara Suriah benar-benar tidak efektif. Serangan bergelombang datang
dari berbagai arah yang melibatkan tidak hanya pesawat AS, Inggris dan
Perancis tetapi juga kapal perusak angkatan laut AS, kapal penjelajah
serta kapal fregat Prancis dan bahkan kapal selam AS.
McKenzie
mengatakan pertahanan udara Suriah tidak hanya kecolongan rudal yang
berhasil menembus pertahanan, tetapi mereka juga terus menembak bahkan
setelah serangan trio AS, Inggris, Prancis selesai.
Beberapa dari lebih 40 pencegat rudal Suriah, katanya, mungkin telah mencapai sasaran sipil.
"Ketika
Anda menembak besi ke langit tanpa petunjuk, itu pasti akan jatuh ke
bumi," kata McKenzie seperti dikutip dari Reuters, Minggu (15/4/2018).
AS,
Inggris, dan Prancis meluncurkan serangan udara terhadap Suriah pada
Sabtu (14/4/2018) pagi sebagai tanggapan atas dugaan serangan kimia di
Douma pada akhir pekan lalu. Sekitar 110 rudal menghantam sasaran di ibu
kota Suriah, Damaskus dan wilayah lainnya.
Meski begitu banyak
rudal ditembak jatuh oleh sistem pertahanan udara buatan Soviet. Sistem
pertahanan udara S-125, sistem pertahanan udara S-200, Buk dan Kvadrat
digunakan dalam menangkis serangan rudal yang diluncurkan AS dan
sekutunya.
Namun
laporan ini dengan tegas dibantah oleh Pentagon. Juru bicara Pentagon
Dana White memperingatkan bahwa Rusia secara aktif berusaha menabur
kebingungan tentang serangan itu.
“Kampanye disinformasi Rusia sudah dimulai. Ada peningkatan 2.000 persen troll Rusia dalam 24 jam terakhir,” kata White.
MOSKOW
- Pejabat senior militer Rusia mengatakan pertahanan udara Suriah telah
mencegat sedikitnya 71 rudal jelajah yang ditembakkan pasukan Amerika
Serikat (AS), Inggris, dan Prancis.
Pada konferensi pers di
Moskow pada hari Sabtu, Letnan Jenderal Sergey Rudskoy mengatakan
sedikitnya 103 rudal jelajah, termasuk Tomahawk, ditembakkan ke sejumlah
sasaran di Suriah.
"Rusia telah sepenuhnya memulihkan sistem
pertahanan udara Suriah, dan terus memperbaikinya selama enam bulan
terakhir," kata Rudskoy seperti disitir dari Al Jazeera, Minggu (15/4/2018).
Kementerian
pertahanan Rusia mengatakan bahwa Suriah mengerahkan rudal
permukaan-ke-udara buatan Rusia, termasuk S-125, S-200, 2K12 Kub dan Buk
untuk menghalau serangan.
Di antara mereka yang ditargetkan oleh
operasi yang dipimpin AS adalah bandara militer Al-Dumayr di luar
Damaskus. Rusia mengatakan semua 12 rudal yang diarahkan ke bandara
berhasil dicegat.
Dalam pernyataannya, Rudskoy mengkonfirmasi
setidaknya satu kapal perang Angkatan Laut AS di Mediterania dan pembom
B-1 AS terlibat dalam operasi itu, serta jet tempur Tornado Inggris.
Serangan
yang dipimpin AS pada Sabtu pagi terjadi setelah dugaan serangan
senjata kimia oleh rezim Suriah di bekas markas pemberontak Douma pada
pekan lalu.
Pernyataan dari Pentagon mengatakan bahwa setidaknya
58 rudal menghantam pangkalan udara Shayrat Suriah. Reuters mengutip
seorang pejabat AS yang mengatakan bahwa rudal Tomahawk digunakan dalam
serangan itu.
Sementara Angkatan Udara Kerajaan Inggris
mengatakan empat jet tempur Tornado GR4 bergabung dalam operasi itu,
sementara Perancis mengatakan telah mengerahkan jet tempur Mirage dan
Rafale.
Para pejabat Prancis mengatakan militernya telah
menembakkan setidaknya 12 rudal ke Suriah, dan mereka percaya tidak ada
rudal mereka yang berhasil dicegat.
Sebelumnya, kantor Presiden
Prancis Emanuel Macron mengatakan angkatan udara negara itu menembakkan
rudal dari jet tempur Mirage dan Rafale-nya.
Pada hari Jumat, Angkatan Laut AS mengatakan mereka memindahkan kapal rudal Tomahawk tambahan dalam jarak tembak Suriah.
Tomahawks
dapat membawa hulu ledak seberat 1.000 pon di kisaran 900 mil laut
(1.667km). Dipandu oleh GPS memungkinkan serangan presisi yang sangat
akurat, menurut laporan Pentagon pada 2016 lalu.
Sebuah pernyataan dari Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan telah
mengerahkan setidaknya empat Royal Air Force Tornado GR4 dalam serangan
itu.
Jet tempur RAF Tornado lepas landas dari pangkalan udara Inggris di Akrotiri, Siprus.
Pesawat
tempur Tornado mampu membawa bom yang dipandu GPS, rudal-rudal
Brimstone dari udara ke darat, dan rudal jelajah Storm Shadow 2.860 pon,
serta rudal udara-ke-udara.
Pada April 2017, AS menargetkan
pangkalan udara Suriah yang diduga menjadi asal serangan senjata kimia
mematikan rezim Assad terhadap warga sipil di kota Khan Sheikhoun.
Setidaknya 85 orang, termasuk anak-anak, tewas dalam serangan senjata
kimia itu.
Pemerintah Assad dan sekutunya, Rusia, telah menyebut tuduhan itu "palsu"
WASHINGTON
- Sebanyak 105 peluru kendali berpresisi diluncurkan oleh Amerika
Serikat (AS) dalam serangan ke Suriah. Peluru-peluru kendali itu
menyasar ke tiga sasaran senjata kimia Suriah.
Direktur Staf
Gabungan Amerika Serikat (AS), Kenneth McKenzie mengatakan, target utama
dari operasi itu adalah Pusat Penelitian dan Pengembangan Barza di
wilayah Damaskus. Wilayah udara daerah itu disebut McKenzie sebagai
salah satu wilayah udara dengan sistem pertahanan paling banyak di
dunia.
Barza menjadi wilayah yang mendapatkan serangan paling
berat. Sebanyak 57 rudal jelajah Tomahawk dan 19 rudal jelajah Joint Air
to Surface Stand-off (JASSM) menghantam wilayah tersebut.
"Saya
pikir kami telah memberi mereka pukulan yang keras," kata McKenzie,
menambahkan butuh bertahun-tahun untuk mengatur kembali program senjata
kimia itu.
Meskipun begitu, McKenzie mengakui beberapa
infrastruktur senjata kimia Suriah masih tersisa. McKenzie pun tidak
mengesampingkan bahwa pemerintah Bashar al-Assad masih memiliki
kemampuan untuk menggunakan senjata kimia lagi meski infrastrukturnya
telah hancur akibat serangan itu.
"Masih ada elemen sisa dari program Suriah yang ada di luar sana," katanya seperti dikutip dari Reuters, Minggu (15/4/2018).
“Saya
tidak akan mengatakan bahwa mereka tidak akan dapat terus melakukan
serangan kimia di masa depan. Saya kira, bagaimanapun, mereka akan
berpikir panjang dan keras tentang itu,” tukasnya.
PARIS
- Kapasitas rezim Suriah untuk memproduksi dan menyimpan senjata kimia
telah sangat lemah setelah serangan udara yang dilakukan oleh Prancis,
Amerika Serikat (AS), dan Inggris. Begitu yang dinyatakan Menteri
Pertahanan Prancis Florence Parly.
Parly mengatakan beberapa
serangan telah menargetkan dua tempat yang digunakan oleh rezim Bashar
al-Assad untuk menyimpan dan merakit senjata kimia dekat kota Suriah,
Homs.
“Misi ini sukses. Tujuannya telah dipilih dengan cermat dan
saya mengamati bahwa tidak ada insiden yang harus dilaporkan antara
pasukan kami dan kekuatan lain yang aktif di wilayah ini,” kata Parly
pada konferensi pers seperti dikutip dari Reuters, Minggu (15/4/2018).
Kepala
militer Prancis Francois Lecointre menambahkan sistem pertahanan darat
ke udara Suriah sangat efektif, tetapi daya gunanya sangat terbatas.
"Aset-aset
Rusia yang ditempatkan di Suriah tidak aktif atau proaktif," katanya
sembari menambahkan bahwa tidak ada alasan untuk berpikir bisa ada
korban tambahan.
Serangan gabungan AS, Prancis, dan Inggris
berdalih sebagai respons atas serangan senjata kimia di Douma, Ghouta
timur pada 7 April 2018 yang dilaporkan menewaskan puluhan orang.
Pejabat pertahanan AS yang berbicara dalam kondisi anonim mengatakan,
sekitar 100 rudal jelajah Tomahawk ditembakkan kapal-kapal perang AS dan
sekutunya.
Serangan berlangsung bertepatan dengan pengumuman
Presiden Donald Trump yang memerintahkan serangan operasi militer
terhadap rezim Presiden Bashar al-Assad. Serangan terjadi sebelum tim
inspektur Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) bekerja di Douma
untuk melakukan penyelidikan.
Tindakan Washington dan sekutunya
ini menggagalkan upaya penyelidikan independen OPCW untuk memastikan
benar tidaknya serangan kimia di Douma yang dituduhkan terhadap rezim
Asssad.
Gambar diambil dari video yang dibagikan
oleh stasiun televisi Yaman pro-Houthi Al Masirah, Minggu (5/11/2017),
memperlihatkan apa yang dikatakan sebagai peluncuran rudal balistik oleh
pasukan Houthi yang ditujukan ke Bandara King Khaled di Riyadh pada
hari Sabtu. (Houthi Military Media Unit via)
Riyadh, Arab Saudi (CB) - Pasukan Udara Arab Saudi pada
Jumat (13/4) menghancurkan satu rudal yang ditembakkan oleh gerilyawan
Al-Houthi di Yaman ke arah Kota Jazan di perbatasan Arab Saudi, demikian
laporan media lokal Al-Arabiya.
Juru Bicra koalisi pimpinan Arab Saudi Kol. Turki Al-Maliki mengumumkan
satu rudal lagi dicegat pada Kamis, sebelum menghantam Jazan, sementara
pada Rabu tiga rudal yang ditujukan ke tiga kota besar Arab Saudi
dihancurkan.
Arab Saudi pada Jumat mengajukan permintaan ke Dewan Keamanan PBB untuk
menyatakan Iran bertanggung-jawab atas serangan rudal gerilyawan Syiah
Al-Houthi terhadap wilayahnya.
Pernyataan tersebut, sebagaimana diberitakan Xinhua, Sabtu siang,
mengatakan jurang pemisah di dalam sistem pemeriksaan di Yaman telah
memungkinkan Iran memasok anggota milisi Al-Houthi dengan rudal.
Pernyataan Kerajaan itu mengatakan ketidak-mampuan Dewan Keamanan untuk
bertindak memberi lampu hijau kepaa Iran dan gerilyawan Al-Houthi.
Tindakan sistematis pasukan pertahanan udara Arab Saudi untuk
menghalangi gerilyawan Al-Houthi memperoleh rudal membuktikan
keterlibatan berlanjut Iran dalam mempersenjatai anggota milisi dalam
kapasitas kualitatif, katanya.
Merupakan pembangkangan nyata dan jelas dan pelanggaran terhadap
Resolusi 2216 dan Resolusi 2231 Dewan Keamanan untuk mengancam keamanan
Arab Saudi dan keamanan yang lebih luas regional serta internasional.
Arab Saudi telah memimpin koalisi militrer Arab untuk ikut-campur di
Yaman sejak 2015 guna mendukung Pemerintah Presiden Abd-Rabbu Mansour
hadi setelah gerilyawan Al-Houthi memaksa dia hidup di pengasingan.
Arsip - Pasukan Israel menangkap seorang
perempuan Palestina pengunjuk rasa dalam sebuah protes menuntut Israel
membebaskan remaja Palestina bernama Ahed Tamimi, dekat Penjara Ofer
Israel dekat kota Ramallah Tepi Barat, Kamis (28/12/2017).
(REUTERS/Mohamad Torokman)
Kota Gaza (CB) - Dalam pemandangan langka, perempuan
Palestina berada di garis depan selama bentrokan Jumat (13/4) dengan
tentara Israel di sepanjang perbatasan Jalur Gaza-Israel.
Tembakan gencar peluru dan gas air mata oleh tentara Israel tidak
menghalangi perempuan demonstran untuk bergabung dalam protes mingguan
di daerah perbatasan Jalur Gaza.
Ribuan orang Palestina berkumpul di bagian timur Jalur Gaza untuk
menggelar protes mereka dalam pertemuan terbuka Jumat ketiga
berturut-turut guna menentang Israel.
Sebagai bagian dari pertemuan terbuka enam-pekan yang diberi nama "Pawai
Akbar Kepulangan", yang dimulai pada 30 Maret, rakyat Palestina
menggelar lima pertemuan terbuka di bagian timur Jalur Gaza di sepanjang
perbatasan dengan Israel untuk berdemonstrasi.
Pawai tersebut direncanakan mencapai puncaknya pada 15 Mei, hari setelah
peringatan ke-70 kemerdekaan Israel tapi diperingati oleh rakyat
Palestina sebagai Hari Nakba, atau "Hari Bencana".
Pada Jumat ketiga pawai itu, perempuan melemparkan batu ke arah tentara
Israel sementara yang lain mengibarkan bendera Palestina di sepanjang
pagar pembatas.
Perempuan lain membawa ban karet dan mengangkutnya buat demonstran yang
membakar ban itu untuk menghalangi daya pandang tentara Israel guna
menghindari jatuhnya korban jiwa di kalangan pemrotes.
"Kehadiran saya pada pertemuan terbuka ini ialah untuk membantu kaum
pria dalam perjuangan nasional," kata Salsabil, seorang perempuan
berusia 23 tahun, selama protes di Kota Gaza kepada Xinhua, Sabtu siang.
Salsabil, yang berasal dari pengungsi dari Kota Jaffa di Israel,
mengatakan demonstrasi damai itu memerlukan keikut-sertaan semua unsur
masyarakat.
"Bergabung dalam protes semacam ini membawa kami lebih dekat dengan
kembali ke rumah kami. Kami dipaksa meninggalkannya," kata wanita itu,
sambil memegang batu di tangannya.
Perempuan muda tersebut mengatakan ia tahu berbahaya buat dia untuk
berada di tempat semacam itu, tapi ia menegaskan bahwa penting buat
semua perempuan untuk terlibat dalam masalah nasional mereka.
Di dekat Salsabil, Sarah (20) membawa ban mobil buat demonstran dan
membantu para pemuda menarik kawat berduri yang dipasang oleh tentara
Israel di luar pagar perbatasan.
"Perempuan Palestina adalah bagian yang menyatu dalam masyarakat ...
hari ini mereka membuktikan ini," kata Sarah setelah ia memberikan satu
ban mobil kepada pemrotes bertopeng.
"Perjuangan nasional dan mempertahankan hak pengungsi untuk pulang tak
terbatas pada kaum pria. Perempuan Palestina selalu berada di garis
depan," kata perempuan itu dengan bangga.
Selama protes Jumat, satu orang Palestina tewas dan sedikitnya 968 orang
lagi cedera dalam bentrokan antara demonstran Palestina dan tentara
Israel di bagian timur Jalur Gaza.
Warga Palestina kerabat pria bersenjata
Hamas Mohammed Hejelah, yang tewas dalam serangan udara Israel, menangis
saat upacara pemakaman di Kota Gaza, Kamis (12/4/2018).
(REUTERS/Mohammed Salem)
Kota Gaza (CB) - Satu orang Palestina tewas dan sedikitnya
968 lagi cedera pada Jumat (13/4), dalam bentrokan sepanjang hari antara
demonstran Palestina dan tentara Israel yang ditempatkan di perbatasan
antara Israel dan Jalur Gaza, kata petugas medis.
Ashraf Al-Qedra, Juru Bicara Kementerian Kesehatan di Jalur Gaza,
mengatakan kepada wartawan bahwa Islam Herzallah (28), dari Jalur Gaza,
tewas akibat tembakan tentara Israel di perutnya dalam protes tersebut.
Ia menambahkan bahwa di antara 968 orang yang cedera, 170 disebabkan
oleh peluru aktif, termasuk petugas paramedis dan tujuh juru kamera
serta wartawan lokal.
Ribuan orang Palestina ikut dalam protes dan bentrok dengan tentara
Israel di dekat perbatasan bagian timur Jalur Gaza dengan Israel, kata
Xinhua, Sabtu siang. Mereka membakar ban untuk menciptakan asap sebagai
tameng guna menghalangi daya pandang penembak gelap Israel.
Mereka juga membakar bendera Israel dan mengibarkan bendera Palestina.
Fawzi Barhoum, Juru Bicara HAMAS, mengatakan pembakaran bendera Israel
adalah pesan buat mereka "yang percaya pada normalisasi dengan kaum
pendudukan dan pesan kepada dunia bahwa kehadirian pendudukan ini di
tanah Palestina tidak sah".
Beberapa saksi mata mengatakan puluhan demonstran Palestina berhasil memotong sebagain kawat berduri perbatasan.
Kementerian Kesehatan mengatakan di dalam siaran pers resmi bahwa
tentara Israel menembak dengan menggunakan amunisi aktif dan gas air
mata terhadap petugas medis serta klinik medis yang dibangun di tenda di
dekat perbatasan.
HAMAS dan faksi lain Palestina di Jalur Gaza pada 30 Maret memulai enam
pekan pertemuan terbuka yang mereka beri nama "Pawai Akbar Kepulangan".
Pawai itu direncanakan mencapai puncaknya pada 15 Mei, hari setelah
peringatan ke 70 kemerdekaan Israel tapi diperingati oleh rakyat
Palestina sebagai Hari Nakba, atau "Hari Bencana".
Kementerian Kesehatan di Jalur Gaza mengatakan di dalam keterangan resmi
bahwa 34 orang Palestina tewas, termasuk dua petempur HAMAS, dan lebih
dari 2.800 orang cedera sejak dimulainya pawai rakyat tersebut.
LONDON
- Rusia telah menyelesaikan uji coba terbaru dari rudal anti satelit
baru. Senjata ini diyakini mampu memusnahkan teknologi navigasi,
komunikasi, dan intelijen Amerika Serikat (AS) yang penting di orbit.
Uji
coba keenam dari 'Nudol' diyakini dilakukan di Plesetsk Cosmodrome, 500
mil sebelah utara Ibu Kota Rusia, Moskow, pada 26 Maret lalu.
Pada
kesempatan itu, senjata, yang juga dikenal sebagai PL19, dikatakan
telah diluncurkan dari transporter akhirnya untuk pertama kalinya
menunjukkan langkah besar ke depan dalam perkembangannya.
Di masa
lalu, proyek ini telah diselimuti secara rahasia. Rusia bersikeras
bahwa Nudol ditujukan untuk pertahanan, menggambarkannya sebagai
pertahanan rudal jarak jauh Rusia yang baru.
Namun para ahli
mengatakan pekerjaan utama rudal pencegat adalah untuk mempercepat
keluar dari atmosfer Bumi dan menyerang benda-benda besar, menggunakan
energi kinetik.
Persenjataan ini muncul saat Rusia terus memodernisasi senjata strategisnya di bawah Presiden Vladimir Putin.
Laporan
Badan Intelijen Pertahanan kepada Kongres pada Februari 2015
menyatakan: "Doktrin militer Rusia menekankan pertahanan ruang angkasa
sebagai komponen vital pertahanan nasionalnya."
"Para pemimpin
Rusia secara terbuka menegaskan bahwa angkatan bersenjata Rusia memiliki
senjata anti-satelit dan melakukan penelitian anti-satelit," bunyi
laporan tersebut.
Menurut The Diplomat, peluncuran uji pertama
yang berhasil dari Nudol adalah pada akhir 2015 sebagai bagian dari
gelombang sistem pencegat kinetik generasi mendatang yang saat ini
sedang dikembangkan oleh Rusia.
Setelah tes sebelumnya pada tahun
2016, mantan pejabat Pentagon Mark Schneider memperingatkan bahwa
konsekuensi dari serangan anti-satelit di AS bisa sangat merusak.
"Hilangnya
petunjuk dari GPS karena serangan (anti-satelit) akan mencabut bagian
substansial dari kemampuan senjata presisi kami dan pada dasarnya semua
kemampuan menghindar kami," katanya kepada The Washington Free Beacon
yang dikutip Daily Mail, Sabtu (14/4/2018).
Letnan
Jenderal Angkatan Udara David J. Buck, komandan Komando Komponen
Fungsional Gabungan untuk Ruang Angkasa, mengatakan pada tahun yang sama
bahwa Rusia memandang ketergantungan AS pada ruang angkasa sebagai
kerentanan yang bisa dieksploitasi, dan mereka mengambil tindakan yang
disengaja untuk memperkuat kontra kemampuan ruang angkasanya.
Pernyataan
itu datang ketika Rusia menguji coba roket P-500 Bazalt baru - sebuah
senjata supersonik turbo-jet yang mampu terbang dengan kecepatan lebih
dari 1.800 mil per jam.
Sebuah video juga menunjukkan rudal yang ditembakkan dari kapal penjelajah rudal Marshal Ustinov di laut.
MOSKOW
- Tak satu pun dari rudal yang diluncurkan oleh Amerika Serikat (AS),
Inggris dan Prancis menembus zona pertahanan udara Rusia di Suriah yang
dilindungi sistem anti-rudal S-400. Demikian disampaikan Kementerian
Pertahanan Rusia, Sabtu (14/4/2018).
Zona di Suriah yang dilindungi sistem anti-rudal S-400 adalah pangkalan militer Khmeimim dan Tartus.
Menurut
kementerian terseubut, pesawat tempur dan kapal Angkatan Udara AS
bersama sekutunya meluncurkan serangan rudal terhadap fasilitas sipil
dan militer Suriah.
Namuhn, tak satu pun dari rudal jelajah yang
diluncurkan oleh AS dan sekutunya mencapai zona pertahanan udara Rusia
di Tartus dan Khemimim.
Serangan gabungan AS, Prancis, dan
Inggris hari ini berdalih sebagai respons atas serangan senjata kimia di
Douma, Ghouta timur pada 7 April 2018 yang dilaporkan menewaskan
puluhan orang. Pejabat pertahanan AS yang berbicara dalam kondisi anonim
mengatakan, sekitar 100 rudal jelajah Tomahawk ditembakkan kapal-kapal
perang AS dan sekutunya.
Serangan berlangsung bertepatan dengan
pengumuman Presiden Donald Trump yang memerintahkan serangan operasi
militer terhadap rezim Presiden Bashar al-Assad. Serangan terjadi
sebelum tim inspektur Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) bekerja
di Douma untuk melakukan penyelidikan.
Tindakan Washingtond dan
sekutunya ini menggagalkan upaya penyelidikan independen OPCW untuk
memastikan benar tidaknya serangan kimia di Douma yang dituduhkan
terhadap rezim Asssad.
Moskow mengecam keras serbuan AS dan
sekutunya hari ini."Sebuah serangan dilakukan di ibu kota negara yang
berdaulat, yang selama bertahun-tahun telah berusaha bertahan hidup di
bawah ancaman teror," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia,
Maria Zakharova, seperti dikutip Russia Today.
Duta
Besar Rusia untuk AS, Anatoly Antonov, memperingatkan konsekuensi yang
akan diterima ketiga negara penyerang Suriah hari ini."Semua tanggung
jawab untuk itu ada di Washington, London dan Paris," kata diplomat
Moskow tersebut.
WASHINGTON
- Duta Besar Rusia untuk Amerika Serikat (AS) Anatoly Antonov
memperingatkan konsekuensi yang harus diterima AS, Inggris dan Prancis
setelah hari ini (14/4/2018) menyerang Suriah.
Moskow yang
memiliki pasukan di negara tersebut merasa terancam oleh keputusan
Washington yang menggempur beberapa wilayah di Suriah. Serangan
Washington dan sekutunya ini berdalih untuk membalas serangan kimia di
Douma pada 7 April 2018, yang dituduhkan terhadap rezim Presiden Bashar
al-Assad.
"Skenario yang dirancang sebelumnya sedang
dilaksanakan. Sekali lagi, kami sedang diancam. Kami memperingatkan
bahwa tindakan seperti itu tidak akan dibiarkan tanpa konsekuensi!,"
kata Antonov dalam sebuah pernyataan pada Jumat malam waktu Washington
atau hari ini (14/4/2018) WIB, seperti dikutip Russia Today.
"Semua tanggung jawab untuk ini ada di Washington, London, dan Paris," lanjut diplomat Moskow tersebut.
Militer
Rusia yang beroperasi di Suriah tidak diberitahu tentang target Amerika
di Suriah. Hal itu ditegaskan Jenderal Joseph Dunford, Ketua Kepala
Staf Gabungan AS kepada wartawan.
Serangan terhadap Suriah
terjadi hanya beberapa jam sebelum para ahli dari Organisasi PBB untuk
Larangan Senjata Kimia (OPCW) dijadwalkan mengunjungi Douma pada hari
Sabtu untuk menentukan apakah senjata kimia memang digunakan di sana
atau tidak.
Pasukan Presien Assad tak tinggal diam digempur AS
dan sekutunya. Media pemerintah Damaskus melaporkan sekitar 20 rudal
musuh ditembak jatuh oleh sistem anti-rudal Suriah di Damaskus.
Laporan korban jiwa, korban luka maupun kerusakan akibat serangan AS, Inggris dan Prancis hari ini belum diketahui.
Tembakan anti-pesawat tempur terlihat di langit
Damaskus setelah AS meluncurkan serangan di Suriah, pada Sabtu dini hari
(14/4). Donald Trump mengumumkan serangan udara ke Suriah sebagai
tanggapan atas dugaan serangan senjata kimia.
Foto: AP Photo/Hassan Ammar
AS bersama Prancis dan Inggis meluncurkan serangan udara ke Suriah.
CB,
DAMASKUS -- Militer Rusia, pada Jumat (13/4), mengatakan pihaknya belum
menemukan bukti tentang adanya serangan senjata kimia di Douma, Suriah.
"Menurut hasil survei saksi, mempelajari sampel, dan menyelidiki
lokasi (kejadian) yang dilakukan oleh ahli Rusia serta tenaga medis di
kota Douma, di mana senjata kimia diduga digunakan, penggunaan zat kimia
tidak tampak," ungkap Kepala Pusat Perdamaian dan Rekonsiliasi Rusia di
Suriah Mayor Jenderal Yuri Yevtushenko.
Kendati belum
menemukan bukti, Rusia, kata Yevtushenko, tak akan menghalang-halangi
upaya penyelidikan yang dilakukan Organisasi Larangan Senjata Kimia
(OPCW) di Douma. Sebaliknya, Rusia akan melindungi tim penyelidik OPCW
karena mereka yang akan membuktikan apakah senjata kimia benar-benar
digunakan di Douma.
Kendati demikian, juru bicara
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Heather Nauert telah
mengatakan negaranya memiliki bukti bahwa pemerintah Suriah bertanggung
jawab atas serangan gas beracun di Douma. "Suriah bertanggung jawab.
Kami semua sepakat," ujarnya.
Namun sama seperti Rusia, AS,
kata Nauert akan menunggu hasil penyelidikan OPCW terlebih dulu. Namun
ia menegaskan hasil penyelidikan OPCW hanya untuk merumuskan fakta dan
temuan, bukan siapa pihak yang bertanggung jawab.
Duta
Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia, dalam sebuah pertemuan darurat
Dewan Keamanan PBB pada Jumat kemarin, menuduh AS mengadopsi kebijakan
untuk melancarkan skenario militer terhadap Suriah. Ia menilai retorika
AS terkait Suriah tak dapat ditoleransi dan memiliki dampak besar bagi
keamanan global.
Pekan lalu, serangan gas beracun terjadi
di Douma, Suriah. Serangan yang diduga menggunakan senjata kimia itu
dilaporkan menewaskan sedikitnya 70 orang. Pemerintah Suriah dituduh
bertanggung jawab atas terjadinya serangan tersebut. Namun tuduhan
segera dibantah, termasuk oleh sekutunya, Rusia.
Sementara
itu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Jumat (14/4),
memerintahkan pelaksanaan serangan dengan menargetkan fasilitas senjata
kimia Presiden Suriah Bashar al-Assad sebagai tanggapan atas terjadinya
serangan gas beracun pekan lalu. Trump mengatakan operasi gabungan
dengan Prancis dan Inggris sedang bergerak menuju sasaran. Mereka siap
melanjutkan tindakan itu sampai Suriah menghentikan penggunaan senjata
kimia.