Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Provinsi
Bali akhirnya meletus. Puncak tertinggi di Pulau Dewata itu mengeluarkan
asap hitam pada Selasa (21/11) sore, pukul 17.35 WITA dalam kondisi
level siaga atau level tiga.
CB, MELBOURNE -- Planet Bumi berisi ratusan
gunung berapi, banyak di antaranya akan meletus pada saat yang
bersamaan. Banyak dari kita hanya memperhatikan gunung berapi saat
mereka akan meletus atau mengganggu rencana perjalanan kita, namun
kekuatan alam yang spektakuler ini bisa memberi dampak signifikan pada
orang-orang yang tinggal di daerah setempat.
Sementara gunung berapi bisa merusak, mereka juga bertanggung jawab
menciptakan tanah pertanian yang kaya, mineral seperti emas dan perak,
berlian, sumber air panas dan energi panas bumi. Jadi, bagaimana salah
satu keajaiban ini terbentuk, dan risiko apa yang sebenarnya mereka
berikan?
Apa itu gunung berapi?
Gunung berapi seperti cerobong asap yang menyalurkan batu cair
panas, yang disebut magma, mengalir dari lapisan di dalam Bumi dan
meletus ke permukaan. Magma bisa berasal dari lapisan sejauh 200
kilometer di dalam Bumi dan sekalinya meletus - pada suhu panas 700
sampai 1.200 derajat Celsius - disebut lahar.
Saat magma naik berkilo-kilometer ke permukaan bumi, gas terlarut
yang terkandung di dalamnya membentuk gelembung yang luas. Gelembung ini
meningkatkan tekanan magma dan, jika tekanan ini cukup besar, gunung
berapi akan meletus.
Jumlah, suhu dan komposisi magma, termasuk jumlah gas terperangkap
yang terkandung di dalamnya, menentukan jenis gunung api yang
terbentuk. Tiga jenis gunung berapi yang paling umum adalah strato,
perisai dan kaldera.
Gunung berapi strato
Anatomi gunung berapi strato seperti Gunung Agung.
ABC: Julie Ramsden
Gunung berapi strato adalah gunung berbentuk kerucut yang dibangun
dari lapisan abu dan lahar. Mereka umumnya adalah jenis gunung berapi
tertinggi dan dikenal karena letusan keras mereka.
Gelembung gas terbentuk di magma -yang memiliki kandungan silika
tinggi -dan meletus menciptakan abu vulkanik, yang terdiri dari fragmen
tajam berpasir dari magma beku seperti kaca dan batu dari sisi
ventilasi gunung berapi.
Contoh gunung berapi strato meliputi Gunung Agung di Bali, Gunung
Yasur di Vanuatu, Gunung Etna di Italia dan Gunung Fuji di Jepang.
Gunung berapi perisai
Jenis gunung berapi yang datar ini dinamai seperti bentuk perisai
pasukan Romawi dari gunung berapi yang dibuat dengan aliran lava
berulang-ulang yang mengalir ke lerengnya. Gunung berapi perisai
memiliki magma dengan kadar silika yang relatif rendah.
Magmanya sangat panas dan berair, jadi mereka cenderung tidak
membentuk dan menciptakan ledakan - meski masih bisa. Ada banyak gunung
berapi perisai di Hawaii dan Islandia, termasuk Gunung Kilaeua dan
Gunung Eyjafjallajökull. Gunung berapi Manaro di Pulau Ambae di Vanuatu
juga merupakan gunung berapi perisai.
Gunung Kilauea di Hawaii adalah gunung berapi perisai.
Supplied: USGS
Gunung berapi kaldera
Jenis gunung berapi ini memiliki magma paling tipis dan lengket.
Gunung seperti ini cenderung meletus begitu dahsyat sehingga puncaknya
runtuh dan meninggalkan bentuk cekungan besar.
Keruntuhan tersebut menyebabkan timbulnya abu dan bahaya lainnya.
Beberapa gunung berapi kaldera mencapai 90 kilometer dan disebut gunung
berapi super atau
supervolcano. Contoh supervolcano adalah Yellowstone di AS dan Danau Toba di Indonesia.
Di mana kita bisa menemukan gunung berapi?
Gunung berapi ditemukan di seluruh dunia namun lokasi yang paling
umum untuk gunung berapi aktif berada pada batas lempeng tektonik di
mana lempeng saling bertemu. Satu lempeng saling mendorong lempeng
lainnya di bawah (sebuah proses yang dikenal sebagai subduksi) dan saat
ia tenggelam, ia meleleh dan menghasilkan jenis magma peledak yang
dilepaskan melalui gunung berapi di lempeng atas.
Jenis gunung berapi ini biasa muncul di wilayah Cincin Api -sebuah
daerah berbentuk tapal kuda di sekitar Samudera Pasifik. Gunung berapi
juga terjadi di tengah lautan di mana lempeng tektonik menyimpang atau
bercabang.
Hal ini terutama terjadi di bawah air, di mana ia juga bisa
menyebabkan ventilasi hidrotermal di dasar laut dalam yang memiliki
bentuk kehidupan yang ekstrem. Aktivitas vulkanik di Islandia juga
berasal dari lempeng tektonik yang bercabang.
Big Island di Hawaii adalah gunung berapi aktif terbesar di Bumi.
Supplied: NASA/ESA/Samantha Cristoforetti
Beberapa gunung berapi muncul di tengah lempeng tektonik, dan
tercipta saat lempeng bergerak di bagian dalam bumi yang panas. Di saat
lempeng terus bergerak melintasi "hot spot" (tempat strategis), sebuah
rantai gunung berapi, seperti yang terlihat di kepulauan Hawaii,
tercipta.
Big Island adalah gunung berapi aktif terbesar di bumi -lebarnya sekitar 180 kilometer dengan tinggi sembilan kilometer.
Seberapa sering gunung berapi Meletus?
Beberapa gunung berapi kecil hanya meletus sekali dalam hidup mereka,
sementara gunung berapi lainnya meletus berkali-kali. Gunung berapi
Kilaeua di Hawaii, yang meletus terus menerus sejak 1983, adalah gunung
berapi paling aktif di dunia.
Sementara beberapa gunung berapi meletus secara berkala, selalu ada
pengecualian terhadap pengaturan tersebut. Dan bahkan gunung berapi
yang belum meletus selama lebih dari 10.000 tahun -secara tradisional
dianggap telah punah -bisa mulai aktif lagi, kata ahli vulkanologi Ray
Cas, seorang profesor emeritus di Universitas Monash.
Apakah raksasa yang tertidur ini sedang
terbangun? Sumber air panas di Taman Nasional Yellowstone menunjukkan
bahwa gunung api ini mungkin bersiap untuk erupsi.
Wikimedia Commons: Frank Kovalchek
Misalnya, Profesor Cas mengatakan, bukti terbaru menunjukkan bahwa
supervolcano Yellowstone tampaknya memiliki letusan besar setiap
700.000 tahun, dan terakhir yang terjadi adalah 700.000 tahun lalu.
Sekarang gunung berapi ini menunjukkan tanda-tanda menggeliat. "Ini
mungkin masuk dalam kategori yang disebabkan hal lain," kata Profesor
Cas.
Bisakah memprediksi kapan letusan terjadi?
Memprediksi kapan letusan akan terjadi dan apakah akan ada letusan
atau hanya aliran lahar bisa sangat rumit. "Ada tingkat ketidakpastian
yang tinggi ... karena alam dan magma tidak mengikuti aturan hitam dan
putih," kata Profesor Cas.
Sementara gempa memberi tahu kita bahwa magma bergerak, itu tidak
berarti akan sampai ke permukaan. Mungkin saja itu akan menjadi dingin
dan memadat sebelum meletus.
Gunung Agung: ketidakpastian apakah gunung berapi ini akan meletus bisa menegangkan.
AP: Firdia Lisnawati
Hambatan utama bagi ilmuwan dalam memprediksi letusan adalah mereka
tidak memiliki cara untuk mendeteksi karakteristik magma dari jarak
jauh yang menentukan bagaimana perilaku tersebut. Setiap negara di
dunia dengan gunung berapi aktif memantau aktivitas mereka dan berbagi
informasi secara global.
Peringatan pemantauan dan peringatan untuk letusan gunung berapi tersebut didasarkan pada penilaian indikasi seperti:
• Waktu: Jika gunung berapi telah meletus pada
interval reguler, ini bisa membantu menunjukkan kapan ia akan meletus
lagi. Semakin lama periode antara letusan dan semakin besar letusan
terakhir, semakin besar pula prediksi letusan. Dan bahkan jika gunung
berapi berperilaku seperti yang diperkirakan - tak muncul begitu saja -
penemuan baru-baru ini menunjukkan bahwa kita hanya bisa menggunakan
metode ini pada sekitar 1.200 dari 3.500 gunung berapi aktif di seluruh
dunia, yang memilki sejarah erupsi.
• Kegiatan Gempa: Aktivitas gempa yang meningkat bisa mengindikasikan gunung berapi akan meletus, tapi tidak selalu begitu.
• Perubahan bentuk gunung berapi: Saat magma naik, hal itu bisa menyebabkan perubahan terukur pada puncak dan lereng gunung berapi.
• Pemanasan air: Saat magma naik, hal itu juga bisa menyebabkan pemanasan yang terdeteksi dari air tanah dan permukaan danau.
• Emisi gas: Perubahan jumlah dan komposisi gas
yang dipancarkan dari gunung berapi bisa memberi tahu ilmuwan tentang
bagaimana magma bergerak.
Apa yang terjadi jika gunung berapi meletus?
Aliran lava panas bisa membakar, mengubur dan melibas apa pun di
jalurnya tapi setidaknya, itu biasanya bergerak cukup lambat agar
manusia bisa menyingkir. Tapi ketika gunung berapi Meletus, segala
sesuatunya bisa menjadi jauh lebih spektakuler - dan berisiko.
Sebagai awalan, ada gas dan batu panas (disebut aliran piroklastik
atau lonjakan arus) yang jatuh di lereng -inilah yang mengubur kota
Pompeii saat Gunung Vesuvius meletus pada tahun 79 Masehi.
Lalu ada "bom vulkanik" yang terbuat dari batu yang bisa terbang
keluar dari ventilasi dan awan letusan yang terbuat dari abu dan gas
yang menyembur ke udara. Gunung berapi yang meledak juga menyebabkan
longsoran lumpur (disebut lahar) dan tsunami. Gempa bumi, tanah longsor
dan banjir dari gunung berapi yang meleleh di sekitar gletser adalah
beberapa kejadian yang terkait dengan letusan.
Apa dampaknya bagi kesehatan?
Sebanyak sepersepuluh dari populasi dunia tinggal di dalam jangkauan
gunung berapi, dengan lebih dari 800 juta orang tinggal dalam radius
100 km dari gunung berapi aktif. Menurut penelitian terbaru yang
menganalisa korban jiwa akibat aktivitas vulkanik antara tahun 1500 dan
2017, sekitar 540 orang per tahun terbunuh oleh aktivitas vulkanik.
Sebagian besar korban ini tewas dalam radius 10 km namun kematian
masih terjadi hingga 170 km jauhnya. Bom balistik atau bom vulkanik
adalah bahaya langsung terbesar. Aliran piroklastik dan longsoran yang
cepat bergerak dari batuan panas, abu, dan gas adalah ancaman paling
dominan di antara jarak 5 dan 15 kilometer dari gunung berapi.
Abu halus yang jatuh bisa menyebabkan masalah pernafasan, seperti
juga gas yang dilepaskan saat letusan, khususnya karbon dioksida dan
sulfur dioksida, kata Profesor Cas. "Karbon dioksida berpotensi menjadi
gas vulkanik paling berbahaya karena padat sehingga mengendap dan
tetap berada di dekat tanah dan kedua Anda tak bisa mencium baunya,"
jelas Prof Cas.
Bagaimana dengan lingkungan?
Awan abu dan gas vulkanik bisa membahayakan kesehatan kita, lingkungan dan perjalanan.
Wikimedia Commons: Arni Frioriksson
Sulfur dioksida juga berkontribusi terhadap hujan asam dan emisi
vulkanik juga memengaruhi cuaca serta iklim. Sementara karbon dioksida
memiliki efek pemanasan, efek utama dari emisi vulkanik - adalah efek
pendinginan, kata Dr Cas.
Ini karena abu, dan belerang dioksida (yang bereaksi dengan uap air
di udara), menyebabkan efek albedo - atau pantulan panas Matahari.
Profesor Cas mengatakan hal ini terutama terjadi pada supervolcano -
yang letusan utamanya dilepaskan dalam bentuk 40 hingga 1000 kilometer
kubik batuan cair.
"Abu dan gas yang sangat halus diangkat ke atmosfer bagian atas, mengelilingi dunia dan mulai memengaruhi iklim," kata Prof Cas.
Dan dampaknya terhadap perjalanan?
Terbang menembus awan abu vulkanik juga bisa menjadi bahaya utama
perjalanan udara. Mesin pesawat terbang begitu panas sehingga melelehkan
abu kembali menjadi fragmen magma yang menyumbat lubang keluar.
Pesawat membawa radar yang mendeteksi awan abu vulkanik, dan pusat
kontrol udara di seluruh dunia menggunakan satelit untuk melacak awan
abu dan memberikan peringatan ke pesawat. Mesin di daratan juga bisa
terdampak abu vulkanik.
Credit
REPUBLIKA.CO.ID/australiaplus.com