Kolobnel Markadi, pemimpin Pasukan M di Bali. (Dok. Pasukan M)
Jakarta - Tiga bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan RI,
tepatnya 27 Oktober 1945 pasukan Belanda kembali mendarat di Singaraja,
Bali dengan mendompleng tentara Sekutu. Terjadi insiden penurunan
bendera Merah Putih di Singaraja yang memancing kemarahan pejuang
setempat. Walhasil suasana di Kota Singaraja pun memanas.
Namun,
gelombang pendaratan tetara Belanda dan Sekutu terus berlangsung hingga
2 Maret 1946. Bahkan pada saat itu jumlah yang mendarat lebih besar
yakni 2.000 dan disambut hangat oleh raja-raja Bali. Dalam
perkembangannya tentara Belanda dan Sekutu kemudian menduduki sejumlah
wilayah di Bali yang ketika itu bersama Kepulauan Nusa Tenggara disebut
Sunda Kecil.
Komandan Resimen Sunda Kecil Letnan
Kolonel I Gusti Ngurah Rai pun kemudian konsultasi ke Markas Besar Umum
Tentara Republik Indonesia (TRI) di Yogyakarta. Resimen Sunda Kecil
diminta menyiapkan serangan ke Bali.
Awalnya Ngurah
Rai hanya meminta dikirimkan senjata untuk penyerangan ke Bali yang
sudah diduduki Belanda dan NICA. Namun kemudian, Resimen Sunda Kecil
juga meminta kiriman pasukan tambahan.
Maka
dikirimlah pasukan yang dipimpin oleh Kapten Markadi. Mabes Umum TKR di
Yogyakarta juga memerintahkan pasukan di Banyuwangi membantu misi
Resimen Sunda Kecil.
Markadi berjalan paling depan, mengiringi Solihin GP (naik kuda) saat Operasi Permesta, 1958. Foto: Dok. Pasukan M
|
Kapten
Markadi yang mendapatkan tugas membantu Resimen Sunda Kecil kemudian
membentuk pasukan berkekuatan 4 seksi. Komposisinya, tiga seksi pasukan
tempur dan satu seksi pasukan khusus yang diberi nama Combat
Intelligence Section (CIS). Sesuai nama perwira yang membentuk, maka
pasukan yang dibentuk Kapten Markadi diberi nama "Pasukan M".
Pasukan
M awalnya berlatih di Malang, baru pertengahan Maret 1946 Markadi
menggeser pasukannya ke Banyuwangi untuk bersiap menyeberang ke Bali.
Selain Pasukan Kapten Markadi, TRI juga mengirimkan Pasukan Kapten
Albert Waroka.
Dua pasukan inilah yang tercatat
mengadakan operasi amfibi pertama TNI melintasi Selat Bali dengan titik
keberangkatan Banyuwangi. Dari Banyuwangi pasukan M menyeberang
menggunakan perahu ke pantai barat Pulau Bali di sekitar Jembrana.
Sepekan
sebelum pendaratan, Kapten Markadi mengirimkan empat tim intelijen ke
Bali. Ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi terkait kondisi
geografis pendaratan, termasuk posisi keberadaan pasukan Belanda.
Sehari
sebelum keberangkatan, Kapten Markadi kembali mengirimkan beberapa anak
buahnya ke Bali. "Mereka ditugaskan sebagai pemandu untuk menuntun
pendaratan rekan-rekannya begitu perahu-perahu Pasukan M sudah terlihat
di pantai," kata pengamat militer Iwan Santoso dalam buku,
Pasukan M, Menang Tak Dibilang Gugur Tak Dikenang yang dikutip
detikcom, Kamis (5/10/2017).
Pasukan
M menggunakan kode berupa api berbentuk segi tiga. Bila pasukan M
melihat api berbentuk segi tiga, maka artinya pantai tersebut aman untuk
tempat mendarat.
Pada 4 April 1946, Kapten Markadi
dan Pasukan M mulai menyeberang ke Bali. Ada yang menghubungkan tanggal
penyeberangan itu dengan rencana peringatan hari ulang tahun ke-19
Kapten Markadi yang lahir pada 9 April 1927.
Kapten
Markadi dan pasukan M mulai bergerak ke embarkasi Pelabuhan Boom di
Banyuwangi pada 4 April 1946 sore menjelang malam. Untuk mengelabui
mata-mata Belanda yang kemungkinan ada di Banyuwangi, mereka memilih
rute lewat jalan besar dengan berpura-pura latihan perang.
Tiba
di pelabuhan selepas Magrib, "Pasukan M" tak bisa langsung menyeberang.
Mereka harus menunggu air laut pasang. Sembari menunggu air pasang,
Kapten Markadi berpidato tanpa alat pengeras suara untuk memompa
semangat pasukan.
Menjelang pukul 20.00 WIB air laut
pasang, Kapten Markadi dan Pasukan M pun bersiap menyeberang. Satu per
satu prajurit naik ke perahu sambil menyanyikan lagu-lagu perjuangan.
Menjelang
dini hari tanggal 5 April, dua perahu Madura yang ditumpangi Pasukan M
nyaris merapat ke Pantai Penginuman. Namun dua mil laut menjelang bibir
pantai, dua perahu tersebut terombang ambing dan kesulitan untuk
bergerak maju. Perahu hanya mampu bergerak perlahan karena kelebihan
muatan.
Di saat bersamaan, di kejauhan terlihat dua
kapal Angkatan Laut Belanda jenis LCM (Landing Craft Mechanized) yang
sedang berpatroli bergerak mendekat.
Kapten Markadi
dan Pasukan M berusaha menghindar. Namun rupanya gerak dua kapal patroli
Belanda itu lebih cepat. Salah satu di antaranya mendekat ke arah
perahu yang ditumpangi Markadi.
Dia pun
memerintahkan pasukannya untuk melepas seragam hitam-hitam yang
dikenakan dan menyembunyikan senjata. Mereka berpura-pura mencari ikan
agar dikira nelayan. Kapten Markadi tetap meminta seluruh personel dalam
posisi siap menembak.
Saat jarak perahu Kapten
Markadi dan Kapal Belanda hanya 5 meter, terlihat dua orang Belanda yang
berada di LCM terdepan mengarahkan mitraliur Watermantel. Dalam bahasa
Belanda, mereka memberi perintah berhenti dan meminta awak di perahu
untuk melempar tali.
Markadi yang mengerti bahasa
Belanda langsung melempar tali seraya memberikan perintah menembak dan
langsung menceburkan diri ke laut. "Pertempuran laut pertama dalam
sejarah RI seketika pecah di Selat Bali," tulis Iwan.
Kapten Waroka (duduk sebelah kanan) komandan pendaratan ke pantai utara Bali Foto: Dok. Pasukan M
|
Tentara
Belanda membalas serangan Pasukan M dengan mitraliur berat jenis
Browning kaliber 12,7 mm. Beruntung, karena terlalu dekat dan posisi LCM
lebih tinggi dari perahu Madura, senapan mesin berada dalam sudut mati
dan tembakan prajurit Belanda hanya mengenai tiang layar.
Kapten
Markadi yang terjun menyelam di lambung sebelah kanan perahu muncul di
lambung sebelah kiri. Dengan dibantu anak buahnya, dia naik lagi ke
perahu. Awak kapal Belanda yang nyaris putus asa karena tembakan mereka
tidak mengenai sasaran kemudian menabrakkan LCM-nya ke perahu Kapten
Markadi. Mereka berharap perahu tersebut tenggelam.
Memang,
beberapa prajurit Pasukan M di perahu tersebut sempat tercebur ke laut.
Tapi, mereka kembali naik dengan bantuan teman-temannya. Kapten Markadi
tak menyerah. Dia perintahkan Pasukan M serempak melemparkan granat ke
arah dua LCM Belanda.
Granat pun meledak di atas
kapal Belanda dan diperkirakan menewaskan empat awaknya. LCM lainnya
langsung melarikan diri dengan keadaan terbakar pada bagian dek dan
lambung kapal. Sambil mundur ke arah Gilimanuk, LCM itu terus menembak,
tapi tidak ada yang kena sasaran.
Pada akhirnya
diketahui, berdasarkan laporan Angkatan Laut Belanda, LCM tersebut
dikabarkan kembali beroperasi setelah diperbaiki.
Pertempuran
yang berlangsung kira-kira 15 menit itu disebut-sebut sebagai
pertempuran laut pertama yang dimenangi angkatan perang Indonesia
setelah proklamasi 17 Agustus 1945. Dalam pertempuran tersebut, korban
dari Pasukan M yang gugur atas nama Sumeh Darsono dan Tamali yang
mengalami luka tembak.
Kapten Markadi lahir pada 9
April 1927 dengan nama lengkap Markadi Pudji Rahardjo. Karena
Restrukturisasi dan Rasionalisasi (RERA) TNI 1948, Markadi yang semula
merupakan pentolan Angkatan Laut mau tak mau menjadi Angkatan Darat. Dia
wafat pada 21 Januari 2008 dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta
Selatan.
Credit
detik.com