Tulisan refleksi Hasyim Muzadi.
CB, JAKARTA -- KH Hasyim Muzadi berpulang ke
Sang Khalik untuk selama-lamanya, Kamis (16/3). Kiai Hasyim telah
meninggalkan banyak ilmu bermanfaat bagi para murid maupun yang pernah
bersinggungan dengannya.
Bagi
Republika, mantan ketua PBNU ini juga termasuk sosok yang tidak terlupakan. Ia telah menorehkan nasihat maupun ilmunya melalui tulisan di
Republika.
Bahkan di tengah kondisinya yang sakit ia masih menyempatkan waktu
untuk menulis. Berikut tulisan terakhir Hasyim Muzadi di surat kabar
Republika yang dicetak pada 5 Maret 2017 lalu. Tulisan itu berjudul "Menghitung Kekurangan".
Menghitung Kekurangan
Oleh: KH Hasyim Muzadi.
Khayru awqootika Waqtun tasyhadu fiihi wujuuda faaqotika wa turoddu fiihi Ilaa wujuudi dzillatika
Sebaik-baik waktumu adalah ketika engkau menyadari kekuranganmu dan engkau pun kembali mengakui kerendahanmu.Untaian
kata-kata indah di atas terlontar dari salah seorang mistikus agung
dalam Islam, Ibnu 'Athoillah as-Sakandari. Para salik biasa menggunakan
kata-kata simbolis saat menerjemahkan firman Allah. Mereka memberi
tafsir atas firman-firman agung dengan cara yang khas. Termasuk ketika
memberi pemaknaan atas substansi dan urgensi waktu bagi anak manusia.
Waktu adalah salah satu hal terpenting dalam kehidupan. Bahkan, waktu
adalah kehidupan itu sendiri.
Seperti biasa, beliau memberi kita
panduan serbasingkat. Pendek, tetapi penuh makna. Sedikit, tapi selalu
bertenaga. Itulah keistimewaan mutiara al-Hikam salah satu magnum opus
yang diwariskan kepada kita. Demikian penting makna waktu sehingga semua
hal ditentukan dengannya. Kita lahir dengan waktu dan akan pergi
meninggalkan dunia fana dengan waktu. Kita bergabung dengan waktu:
sesuatu yang telah Allah ciptakan sebelum kita lahir ke dunia.
Begitulah makam waktu bagi kehidupan. Ia menempati ruang yang
sangat penting. Ia mengawali dan ia pula yang mengakhiri setiap
kegiatan. Sering kita jumpai Allah bersumpah atas nama waktu. Tengoklah
Alquran: kita akan dapati Allah bersumpah atas nama waktu Ashar, waktu
Dhuha, waktu malam, waktu siang, dan waktu lain. Allah ingatkan kita:
pasti merugi siapa saja yang tidak mengindahkan waktu. Sebab, waktu yang
tersedia bagi kita sudah dijatahkan. Tak kurang, tak lebih.
Agar
setiap makhluk dapat menerjemahkan misi penciptaannya dalam kehidupan,
Allah menyiapkan bekal. Bekal yang kita butuhkan dalam mengarungi
bahtera kehidupan. Karena misinya sama, maka bekal yang kita terima tak
jauh berbeda. Dan bekal paling nyata adalah waktu. Kita diberi garis
waktu kapan mesti memulai tugas dan waktu kapan akan menyudahi semuanya.
Bila ajal waktu pencabutan nyawa sudah tiba, usai sudah misi kita di
dunia.
Dalam konteks kita, waktu tersusun dari banyak dimensi.
Detik berdetak menjadi menit. Menit berkumpul menjadi jam. Jam bergerak
menjadi hari. Hari berubah menjadi minggu. Minggu berputar menjadi
bulan. Bulan berotasi menjadi tahun. Tahun adalah hitungan terpanjang
bagi anak manusia. Sebagai hamba Allah, mestinya tak ada detik yang
lewat tanpa amal saleh. Sebab, waktu yang tersedia tidaklah banyak.
Waktu di dunia tak lebih dari sekadar terbangun dari mimpi.
Waktu akan mengantarkan kita memasuki alam lain yang masanya jauh lebih panjang daripada waktu di dunia.
Nah!
Amal saleh yang kita kumpulkan selama waktu di dunia akan sangat
ditentukan kegunaannya bagi kita oleh Allah melalui rahmat-Nya. Rahmat
alias kasih sayang Allah sajalah yang bisa menyelamatkan kita dari
tajamnya sayatan waktu dalam kehidupan yang akan datang. Maka, mari
dengan segela kerendahan, memelas kepada Allah agar kita dapat berbuat.
Berbuat apa? Berbuat sesuatu yang dapat menyadarkan kita betapa kecil
kita di hadapan kebesaran Allah SWT. Betapa kurang kita di hadapan
kesempurnaan Allah. Betapa bodoh kita di hadapan ilmu Allah yang
meliputi segala sesuatu. Betapa hina kita di hadapan kemuliaan Allah.
Betapa miskin kita di hadapan kekayaan Allah. Betapa lemah kita di
hadapan kekuatan Allah. Betapa bukan siapa-siapa diri ini tanpa
kehadiran Allah dalam kehidupan kita sehari-hari.
Bagaimana
caranya agar kita dapat meraih cinta dan kasih sayang Allah? Ada baiknya
peringatan Ibnu 'Atho' di awal refleksi ini kita jadikan panduan. Jauh
sebelum itu, Khalifah Umar bin Khattab juga telah mengingatkan kita
terkait waktu. Menurut beliau, Waktu ibarat pedang yang tajam. Kalau kau
tak kuasa memotong waktu, maka waktulah yang akan memotongmu. Sepuluh
tahun menjadi khalifah adalah waktu-waktu yang penuh kegemilangan bagi
umat Islam.
Bagi kita, manusia yang kualifikasinya berada jauh
di bawah Sayyidina Umar, ajakan Ibnu 'Atho' penting jadi renungan.
Merenungi bahwa manusia diciptakan dengan segala kekurangan dan
kelemahan. Diberi banyak tak pernah merasa cukup. Diberi sedikit tak
pernah belajar bersyukur. Cara yang tepat untuk menggedor kesadaran
terdalam adalah dengan mengingatkan bahwa manusia bukan siapa-siapa
tanpa pertolongan orang lain. Hidupnya selalu bergantung pada hidup
orang lain.
Maka, duduk dan merenunglah! Rukuk dan bersujudlah!
Sadarilah bahwa agar hidup kita bisa hidup, kita butuh tiupan sebagian
ruh-Nya ke dalam diri kita. Sejak itu, kekekurangan dan kelemahan kita
semakin nyata. Dari kandungan ibunda, kita butuh plasenta. Begitu
dilahirkan, kita tergolek lemah tak berdaya. Hanya karena kasih sayang
Allahlah orang-orang di sekitar kita menjadi lembut hatinya dan mau
berbagi kasih sayang dengan kita. Demikian seterusnya.
Daftar
kelemahan dan kekurangan akan makin lengkap sesuai bertambahnya umur.
Daftar inilah yang akan menyelamatkan kita. Daftar kekurangan dan
kelemahan menjadi alat paling menakjubkan agar kita selalu ingat betapa
kita sangat butuh pertolongan Allah. Orang-orang yang merasa kurang dan
lemah sajalah yang menyadari pentingnya makna sebuah pertolongan. Mari
terus sadar diri bahwa kita memang makhluk yang lemah dan hina.
Wallahu a'lam bissawab.
Credit
REPUBLIKA.CO.ID