KOMPAS.com/Sri Lestari
I Wayan Sumardana (31) alias Sutawan, pria asal Banjar Tauman, Desa
Nyuhtebel, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali, yang berhasil
membuat tangan robot untuk membantunya bekerja sehari-hari sebagai
tukang las.
KARANGASEM, CB —
Stroke
yang mengakibatkan tangan kirinya lumpuh tak membuat I Wayan Sumardana
alias Wayan Sitawan langsung patah semangat. Dia memutar otaknya untuk
menemukan cara agar dia bisa kembali bekerja sebagai tukang las seperti
biasanya.
Berbekal informasi dari internet dan ilmu
yang diperolehnya selama bersekolah, dia mulai merakit tangan robot
sejak empat bulan lalu .
Pria
yang kerap disapa Tawan ini lalu menunjukkan bagaimana tangan robotnya
bekerja. Rakitan mekanis atau robot yang dipasang di tangan kirinya
terkoneksi dengan rangkaian elektrik yang melingkar di kepalanya.
"Cara
menggerakkannya sesuai perintah pikiran sendiri kalau mau angkat, mau
belok kanan atau kiri," ujar Tawan saat ditemui di bengkelnya di Banjar
Tauman, Desa Nyuhtebel, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali,
Rabu (20/1/2016) siang.
Menurut pria berusia 31 tahun ini, tangan
robotnya tidak bisa dipakai orang lain karena khusus dirancang sesuai
dengan kebutuhan dan keinginannya.
Tawan menuturkan, dia merancang alat ini dengan sistem
electroencephalography
(EEG). Dia mengaku sudah pernah mendengar nama sistem ini, hingga
kemudian ketika terkena stroke, dia berburu informasi di internet.
Menurut
Kamus Oxford,
EEG adalah suatu teknik untuk merekam aktivitas listrik di bagian yang
berbeda di otak dan mengubah informasi ini menjadi suatu pola atau
gambaran, baik secara digital maupun dicatat di atas kertas yang
dinamakan sebagai
electroencephalogram.
Dalam kasus Tawan, untuk membantu tangan kirinya, maka yang dipindai oleh alat di kepalanya adalah aktivitas di otak kanannya.
Tujuh kali percobaan
Dengan
informasi yang diperolehnya di internet dan pengetahuan yang didapat
selama bersekolah di jurusan Elektro Sekolah Teknik Menengah (STM)
Rekayasa, Denpasar, hingga tahun 2002, Tawan memberanikan diri untuk
bereksperimen.
"Kalau saya menyebutnya, tangan yang saya gunakan ini menggunakan sistem EEG. Sudah tujuh kali saya ganti program," kata Tawan.
Percobaan pertamanya menggunakan
remote control pemancar. Namun, ide ini gugur karena dinilai kurang fleksibel.
Percobaan kedua dengan menggunakan Bluetooth
. Namun,
dia kurang puas karena ternyata kinerja tangan robotnya terganggu jika
ada orang yang mengaktifkan Bluetooth telepon seluler di dekatnya.
Percobaan ketiga menggunakan layar sentuh ponsel Android. Sayangnya, ini membuat alatnya tidak berfungsi maksimal dan cepat
error atau
hang.
"Katanya saja Android pintar, tetapi ya
gitu, dipakai sistem ini malah gerak terus kayak mau
mukul gitu. Cepat
hang," tambahnya.
Cara
lain yang pernah dicoba adalah menggunakan motor akselerator. Tawan
mengatakan, tangan robotnya bekerja, tetapi pinggangnya jadi sakit. Ide
ini hanya bertahan satu minggu.
Tawan lalu mengungkapkan bahwa dirinya sempat tertarik dengan satu sistem lain yang dinilainya bagus untuk diterapkan. Namanya
brain computer interface (BCI). Namun, alat dan komponennya, menurut dia, cukup mahal.
Sistem
lain yang dicobanya adalah menggunakan program numerik. Ternyata
program numerik juga mahal karena membutuhkan sejumlah peralatan,
seperti printer 3D, yang harganya mahal. Selain itu, lanjut Tawan,
bahasa programnya sulit dimengerti dan beberapa komponen pendukung
lainnya juga mahal.
Menolak disebut pintar
Sejauh
ini, Tawan melanjutkan, robot yang dipakainya dengan sistem EEG adalah
yang paling cocok dengan kemampuan dan kebutuhannya. Namun, dia mengaku
belum mengetahui efek sampingnya. Dia menargetkan untuk mengevaluasi
kinerja alat ini dalam enam bulan. Kini, waktu yang tersisa tinggal dua
bulan.
"Kalau pakai EEG, sebenarnya pengendalinya bukan otak
(sepenuhnya). Cuma, kita berpikir apa, baru bereaksi. Kalau dikendalikan
otak, mungkin saya sudah sakit kepala. Ini tidak, cuma lelah saja,"
ujarnya.
Tawan mengaku bahwa banyak orang bisa membuat tangan
robot seperti yang dia gunakan. Oleh karena itu, dia menolak untuk
disebut "pintar".
Dia malah menduga bahwa sebagian orang akan
menilai hasil karyanya "kuno" alias ketinggalan zaman, apalagi bahan
yang digunakannya kebanyakan barang bekas.
Credit
KOMPAS.com
Barang Rongsokan di Lengan Mesin Tawan
Credit
CNN Indonesia