Petugas SAR gabungan membawa peti jenazah
korban kecelakaan pesawat Trigana Air di Kompleks Bandara Sentani,
Kabupaten Jayapura, Papua, 20 Agustus 2015. Sebanyak 25 jenazah yang
dibawa pesawat Trigana Air jenis twin otter dan helikopter TNI AD jenis
Mil Mi-17, untuk dibawa ke RS Bhayangkara di Jayapura ANTARA/Andika
Wahyu
CB,
Jakarta - Pesawat
Trigana Air jatuh di Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, pada
Minggu, 16 Agustus 2015. Semua penumpang dan kru pesawat sebanyak 54
orang tewas dalam tragedi tersebut.
Lokasi kecelakaan yang
berada di area pegunungan membuat evakuasi jenazah sulit dilakukan. Tim
gabungan dari Badan SAR Nasional, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian
RI, dan warga sudah berada di lokasi jatuhnya pesawat sejak Senin, 17
Agustus 2015. Walau begitu, pengangkutan jenazah baru bisa dilakukan dua
hari kemudian. "Kami menyiapkan rencana evakuasi lewat udara dan
darat," kata Deputi Bidang Operasional Basarnas Heronimus Guru, Kamis,
20 Agustus 2015.
Pada Selasa lalu, helikopter diturunkan ke titik kecelakaan untuk mengupayakan pengangkutan jenazah dengan teknik
hoist.
Rencananya, jenazah yang sudah dibungkus kantung akan diangkut dengan
jaring lalu dibawa helikopter menuju Lapangan Udara Oksibil. Sayang,
jarak pandang di lokasi sepanjang hari itu hanya 2 meter akibat kabut.
Upaya evakuasi hari ketiga dihentikan pada sore hari tanpa hasil
menggembirakan.
Upaya pengangkutan jenazah dilanjutkan keesokan
hari. Pesawat udara sudah siap berangkat sejak pagi. "Tapi cuaca belum
mendukung, sehingga pesawat hanya bisa
stand by," ucap Heronimus. Kabut dan awan
cumulonimbus masih menggantung di atas langit Pegunungan Bintang.
Kepala Basarnas, ujar Hero, kemudian menginstruksikan agar jenazah
diangkut melalui darat. Lokasi kecelakaan memang hanya berjarak 4
kilometer dari Oksibil. Walau begitu, titik ini berada di area
pegunungan yang dikelilingi hutan lebat. "Tim butuh lima-enam jam
berjalan kaki untuk membawa jenazah keluar dari
crash site," tutur Hero.
Membawa jenazah pun tak bisa sembarangan. Kondisi jenazah yang terbakar
dan sudah tak utuh membuat kantung jenazah harus diperlakukan dengan
sangat hati-hati. Satu jenazah, kata Hero, diangkut 10-12 orang. Mereka
menggotong jenazah menembus hutan menuju
basecamp milik Dinas Pekerjaan Umum selama 4,5 jam.
Dari
basecamp,
jenazah seharusnya diangkut dengan mobil menuju Lapangan Udara Oksibil
untuk diterbangkan ke Sentani, Jayapura. Namun mobil yang tersedia hanya
satu unit. Kondisi jalan raya pun tak mulus karena belum diaspal.
"Akhirnya, jenazah dibawa dengan berjalan kaki lagi menuju lapangan
udara," ucap Hero.
Jenazah pertama dibawa pukul 10.50 WIT, Rabu,19 Agustus 2015. Tim pengangkut baru tiba di
basecamp
pada 13.59 WIT. Jenazah diangkut secara bergantian dalam beberapa
gelombang. Menurut Hero, tim banyak dibantu warga setempat. Jenazah
terakhir akhirnya diangkut pada Selasa malam lalu untuk ditampung di
Rumah Sakit Umum Daerah Oksibil.
Pagi tadi waktu setempat,
semua jenazah diterbangkan dari Oksibil menuju Sentani dalam tiga
gelombang untuk proses identifikasi.
Credit
TEMPO.CO