Giliran hukuman mati diberlakukan di Indonesia, PBB mengecam.
esiden Joko Widodo menyambut kedatangan
Sekjen PBB Ban Ki-moon untuk melakukan pertemuan bilateral di sela-sela
KTT ASEAN ke-25 di Myanmar, Kamis (13/11). (ANTARA/Widodo S. Jusuf)
CB - Pengamat hukum internasional dari
Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mempertanyakan respons PBB
terhadap vonis mati yang dijatuhkan kepada pelaku pengeboman marathon
Boston, Dzhokhar Tsarnaev. Remaja berusia
21 tahun itu dijatuhi hukuman mati dalam persidangan hari Jumat pekan
lalu.
Melalui keterangan tertulisnya yang diterima
VIVA.co.id
pada Senin, 18 Mei 2015, guru besar Hukum Internasional UI itu menanti
bagaimana reaksi yang akan ditunjukkan oleh Sekretaris Jenderal PBB, Ban
Ki-moon dalam menyikapi vonis mati yang dijatuhkan oleh pengadilan
federal Massachusetts, Amerika Serikat.
"Apakah Ban berani
mengeluarkan kritik dan ceramahnya kepada AS sama ketika Indonesia akan
melaksanakan hukuman mati atas Andrew Chan dan Myuran Sukumaran? Ataukah
Ban Ki-moon akan diam seribu bahasa dengan alasan yang menjatuhi
hukuman mati itu adalah negara besar?," tanya pengajar fakultas hukum
itu.
Dia melanjutkan atau karena Dzhokhar pelaku teror dan
berasal dari Kyrgyztan yang mayoritas beragama Islam, lalu PBB ompong
dalam menyatakan sikap. Sehingga, seolah-olah hukuman mati pantas
dijatuhkan kepada pelaku teror.
"Jawaban ini semua terpulang
pada Sekjen PBB. Tetapi, bila Sekjen PBB diam dan tak memberi komentar
maka benar, saat Indonesia melaksanakan hukuman mati Sekjen PBB lebih
berpikah kepada negara-negara tertentu," tambah Hikmahanto.
Dia
menyatakan, ini menjadi pelajaran bagi siapa pun penyelenggara di bidang
urusan luar negeri agar tidak sekali-kali gentar dengan kritikan dan
tekanan dari luar negeri termasuk PBB.
Stasiun berita
CNN pada Sabtu pekan lalu melaporkan hukuman mati yang dijatuhkan oleh juri pengadilan dianggap telah melalui persidangan yang adil dan berimbang. Juri mengambil keputusan tersebut setelah melalui proses perundingan selama 14 jam dalam tiga hari.
Juri
juga menilai Dzhokhar tidak menunjukkan rasa penyesalan sama sekali
usai melakukan aksi teror pada 15 April 2013 lalu. Namun, hakim belum
membacakan vonis hukuman mati di pengadilan.
Credit
VIVA.co.id
Juri Jatuhkan Hukuman Mati untuk Bomber Boston
Dzhokhar Tsarnaev (21 tahun), pelaku pengeboman Boston. (REUTERS/FBI/Handout )
CB - Juri federal pada Jumat kemarin
akhirnya menjatuhkan hukuman mati bagi pelaku bom Boston, Dzhokhar
Tsarnaev. Keputusan itu diambil usai dilakukan perundingan selama 14
jam.
Stasiun berita
CNN, Sabtu, 16 Mei 2015 melansir
pernyataan juri yang menilai Dzhokhar tidak menunjukkan rasa
penyesalannya sama sekali usai melakukan aksi teror pada 15 April 2013
lalu yang telah menewaskan tiga orang dan melukai lebih dari 260 orang.
Ketika juri membacakan keputusan mereka, remaja berusia 21 tahun itu
tidak menunjukkan reaksi apa pun.
Kepalanya hanya tertunduk dan
tangan yang dilipat di bagian bawah. Sementara, beberapa korban yang
selamat dan kerabat mereka kerap menyeka air matanya ketika mendengar
keputusan juri di ruang sidang.
Bagi Jaksa Agung, Carmen Ortiz,
hukuman mati yang dijatuhkan bagi Dzhokhar telah melalui persidangan
yang adil dan berimbang. Keputusan ini juga sekaligus menandakan kali
pertama usai peristiwa 11 September 2001, Jaksa Penuntut Umum Federal
memenangkan hukuman mati dalam kasus terorisme.
"Bahkan ketika
mengingat kembali peristiwa horor atau tragedi itu, kami tidak
terintimidasi oleh perbuatan teror atau paham radikal," kata Ortiz.
Dia
mengatakan, aksi pengeboman bukan bagian dari tindakan beragama.
Kendati pelaku mengklaim mewakili Islam. Menurutnya, ini merupakan
sebuah tindak kejahatan politik yang dilakukan oleh dua orang dewasa
yang mengadopsi paham kebencian.
"Ini waktunya untuk membalikkan halaman di bab ini," kata Ortiz.
Sementara, Wali Kota Boston, Martin Walsh, dalam sebuah pernyataan mengucapkan terima kasih kepada para juri.
"Saya
berharap vonis ini bisa memberikan sedikit akhir bagi korban selamat,
keluarga dan semua orang yang terkena imbas dari tindak kekerasan dan
peristiwa tragis dalam perlombaan marathon Boston tahun 2013 lalu. Kami
akan mengenang selamanya dan menghormati mereka yang meninggal dan
terkena imbas dari peristiwa itu," ujar Walsh.
Keputusan itu
juga disambut baik oleh korban luka yang ikut menghadiri sidang pada
Jumat kemarin. Salah satunya adalah Sydney Corcoran.
"
Ibu
saya dan saya berpikir kini dia akan pergi dan kami dapat melanjutkan
hidup. Keadilan. Dalam bahasa mereka sendiri, 'mata diganti dengan mata'," tulis Corcoran di akun Twitternya.
Namun,
tidak semua keluarga korban setuju dengan vonis hukuman mati dari juri.
Orangtua bocah delapan tahun, Bill dan Denise Richard justru berharap
Dzhokhar tidak dihukum mati. Dalam sebuah artikel yang ditulis di harian
Boston Globe bulan lalu, keduanya meminta pemerintah agar
tidak menjatuhkan hukuman mati karena tidak akan menutup derita mereka
kehilangan Richard.
Negara bagian Massachusetts memang sudah
mengakhiri hukuman mati sejak tahun 1984 lalu. Tetapi, Dzhokhar didakwa
dengan dakwaan pengadilan federal sehingga memungkinkan untuk
dieksekusi.
Kemungkinan besar Dzhokhar akan dikirim ke penjara
di Terre Haute, Indiana. Tetapi, hal itu belum bisa diputuskan hingga
hakim secara resmi menjatuhkan vonis di pengadilan. Hingga saat ini
belum ada tanggal penjatuhan vonis yang ditetapkan.
Credit
VIVA.co.id