 Pekan lalu, TNI-AL menangkap delapan ABK Cina yang 
disebut melanggar Zona Ekonomi Eklusif Cina untuk menangkap ikan secara 
ilegal.
 
                 
Pekan lalu, TNI-AL menangkap delapan ABK Cina yang 
disebut melanggar Zona Ekonomi Eklusif Cina untuk menangkap ikan secara 
ilegal. 
 
            
            
        
Di tengah insiden 
penangkapan ABK Cina oleh TNI AL di Laut Natuna, Menteri Pertahanan 
Ryamizard Ryacudu mengatakan akan menambah kekuatan militer di Laut Cina
 Selatan, meski begitu dia menyatakan bahwa Indonesia tetap ingin 
menjaga hubungan baik dengan Cina.
Dalam wawancara eksklusif 
dengan BBC Indonesia, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan 
bahwa masalah pencurian ikan di Laut Natuna sebagai masalah kecil yang 
tak seharusnya menjadi urusan negara.
"Saya bilang begini, itu 
masalah mencuri-curi ikan, itu kan masalah kecil. Masak masalah negara? 
Hubungan negara sudah baik. (Ada yang) Mencuri ikan? Ya silakan tangkap 
saja. Kapalnya dihancurin, dihancurin aja, kenapa (apa salahnya)? Tapi 
hubungan antarnegara tak boleh rusak. Saya sampaikan ke duta besar, 
jangan sampai rusak hubungan, saya sampaikan begitu," ujar Ryamizard.
Namun meski ingin menjaga hubungan baik dengan Cina, Ryamizard juga berencana meningkatkan kekuatan militer di kawasan tersebut.
"Itu nanti ada satu 
flight
 pesawat tempur, ada tiga nanti kapal jenis korvet, kemudian ada satu 
pasukan marinir, Paskhas, satu batalion Angkatan Darat di situ. Marinir 
nanti lengkap dengan
 sea rider-nya. Bersenjata semua itu. Kalau ada apa-apa itu nanti dia (masuk)," kata Ryamizard.
Saat ditanya mulai kapan rencana ini berjalan, Ryamizard 
mengatakan, "Seharusnya sudah mulai tahun ini tapi kan kita tunggu 
dananya turun dulu."
Jadi masih rencana?  "Rencana sudah matang, tinggal pelaksanaan saja. Ada dana, masuk."
Tak hanya Cina
Seorang
 kapten kapal patroli, Samuel Sandi Rundupadang, menceritakan 
pengalamannya berpatroli, bahwa bukan hanya kapal ikan dari Cina yang 
masuk ke perairan Indonesia dan melarikan diri tapi juga dari 
negara-negara lain.
Namun kapal-kapal ikan Cinalah yang sering dikawal oleh kapal penjaga pantainya.
 Pengamat menilai langkah untuk menambah kekuatan militer di Laut Natuna harus diperjelas tujuannya.
 
  
                
                    Pengamat menilai langkah untuk menambah kekuatan militer di Laut Natuna harus diperjelas tujuannya. 
 
            
            
        
"Misalnya dari Malaysia, Vietnam, Thailand, itu 
sangat sering mereka lari, jadi begitu mereka kabur, kita harus 
melakukan tembakan peringatan. Tahun 2010 saya sudah ketemu mereka 
(kapal Cina) dengan 
coastguard-nya. Dan mereka selalu posisinya 
standby di sekitar Kepulauan Spratly, nggak jauh dari wilayah teritorial Indonesia. Jadi begitu kapalnya tertangkap, kapal 
coastguard itu langsung bergegas ke posisi kita untuk membebaskan kapal nelayannya itu," kata Samuel.
Biasanya, menurut Samuel, mereka hanya melakukan prosedur pengusiran agar kapal ikan asing keluar dari wilayah Indonesia.
Namun
 Samuel juga menambahkan, kadang, saat patrolinya menahan kapal ikan 
Cina untuk dibawa ke pelabuhan dan menjalani interogasi, kapal penjaga 
pantai akan berkeras menahan.
Jika kapal patroli tak mau melepas, 
maka, menurut Samuel, pihak penjaga pantai Cina akan melakukan 
intimidasi dengan ancaman penembakan.
Cina lewat juru bicara Kementerian Luar Negeri mengatakan para 
nelayannya hanya melakukan kegiatan menangkap ikan secara biasa di 
perairan tersebut dan telah menyampaikan protes keras terhadap aksi 
TNI-AL menangkap delapan ABK Cina di Natuna.
Komandan Pangkalan AL
 di Ranai, Kolonel Laut (P) Arif Badrudin, mengatakan kedelapan ABK asal
 Cina itu ditahan setelah kapal Gui Bei Yu 27088 yang mereka tumpangi 
berupaya melarikan diri dari kejaran kapal frigat KRI Oswald 
Siahaan-354.
Kedelapan warga Cina itu diduga melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Natuna.
Mereka kini menjalani proses hukum di Pangkalan AL di Ranai, Kepulauan Riau.
RI panggil diplomat Cina
Protes
 keras Cina ini ditanggapi oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri 
Indonesia Arrmanatha Nasir yang menyatakan bahwa kapal Cina diduga 
melanggar Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
 
  Indonesia tidak termasuk dalam negara yang terlibat 
sengketa wilayah di Laut Cina Selatan karena Laut Natuna jelas diakui 
sebagai milik RI.
 Indonesia tidak termasuk dalam negara yang terlibat 
sengketa wilayah di Laut Cina Selatan karena Laut Natuna jelas diakui 
sebagai milik RI.
                
            
            
        
“Sejak ada informasi kapal Cina ditahan karena yang 
bersangkutan melakukan pelanggaran di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) 
karena dugaan illegal fishing, sudah kewajiban Kementerian Luar Negeri 
untuk mengeluarkan notifikasi kekonsuleran kepada Kedutaan Besar Cina di
 sini. Kita akan keluarkan setelah mendapat informasi lengkap dari TNI 
AL,” kata Arrmanatha.
Insiden serupa pernah terjadi pada bulan 
Maret. Atas kejadian itu, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi memanggil
 kuasa usaha Kedutaan Besar Cina di Jakarta pada 19 Maret lalu.
Pengamat
 pertahanan dari CSIS Evan Laksmana mengatakan bahwa insiden yang 
terjadi pada Maret lalu dilakukan oleh satuan patroli Kementerian 
Kelautan dan Perikanan, dan bukan dari TNI-AL seperti yang terjadi pada 
Jumat (27/5) lalu, sehingga menimbulkan reaksi yang berbeda pula.
"Dari
 sisi ketegasan kita, secara kebijakan pemerintah memang selalu ada, 
namun mungkin karena ada beberapa aktor keamanan maritim yang 
berbeda-beda yang melakukan patroli, respons dan level insidennya juga 
akan berbeda-beda," kata Evan.
 
  Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan akan
 menambah kekuatan militer Indonesia di Laut Cina Selatan.
 
                
                    Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan akan
 menambah kekuatan militer Indonesia di Laut Cina Selatan.
                
            
            
        
Namun menurut Evan, langkah yang akan diambil oleh 
Kementerian Pertahanan untuk menambah kekuatan di Laut Natuna harus 
ditegaskan, apakah sebagai cara untuk mengantisipasi pencurian ikan atau
 untuk mengimbangi upaya Cina memasuki wilayah Indonesia.
Dia juga
 menyatakan bahwa langkah penguatan militer di pos-pos terluar, termasuk
 Laut Natuna, sudah dilakukan sejak tahun 2000an, di masa pemerintahan 
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Pos-pos militer itu kalau misalnya memperkuat gedung atau 
menambah pasukan Angkatan Darat, ya sebetulnya tidak relevan. Karena 
kalau masalahnya mengkoordinasikan patroli maritim 24 jam sehari, tentu 
yang dibutuhkan bukan jumlah pasukan, tapi gimana kita memperbaiki 
pangkalan angkatan laut, jumlah kapal patroli yang ada, itu sebenarnya 
lebih penting dibanding jumlah pasukan atau pesawat tempur. Karena 
pesawat tempur tidak akan bisa dipakai untuk patroli illegal fishing 
secara keseharian," kata Evan.
Evan mengingatkan bahwa Indonesia 
tidak termasuk dalam negara yang terlibat sengketa wilayah karena Laut 
Natuna jelas diakui menjadi milik Indonesia.
Namun soal lokasi terjadinya insiden, menurut Evan, masih belum jelas, apakah itu dalam wilayah ZEE Indonesia atau Cina.
Credit 
BBC