Kunjungan
dari Korea Utara: Duta Besar Kim Hyun-joon, kiri, bertemu dengan
Presiden Rusia Vladimir Putin di Istana Besar Kremlin, Moskwa. Kim
memimpin delegasi dari Korea Utara untuk bertemu dengan mitranya dari
Rusia pada 19 November. [AFP]
Rusia dan Korea Utara menghangatkan
hubungan diplomatik mereka. Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un,
mengirim dua orang wakil terasnya yang tepercaya ke Moskwa pada akhir
November untuk bertemu dengan Presiden Vladimir Putin.
Negara terbesar di dunia dari segi wilayah dan “Kerajaan Pertapa”
yang kecil dan tertutup dari Asia Timur Laut tidak memiliki banyak hal
untuk ditawarkan satu sama lain dari segi ekonomi. Namun, kedua negara
sama-sama menerima sanksi ekonomi dan keterkucilan yang dikenakan dunia
internasional, terutama dari Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Menyusul pertemuan dengan Putin, pejabat teras Korea Utara dan
militer Rusia mengadakan perbincangan di Moskwa tentang cara
meningkatkan hubungan pertahanan di antara mantan sekutu komunis itu,
Kantor Berita Pusat Korea [KCNA], media pemerintahi Pyongyang
melaporkan.
No Kwang-chol, wakil kepala Staf Umum Tentara Korea Utara, bertemu
dengan mitranya dari Rusia, Andrei Kartapolov, wakil kepala Staf Umum
dan direktur Biro Operasi Umum Angkatan Bersenjata Federasi Rusia.
No berkunjung ke Rusia bersama Choe Ryong-hae, anggota Presidium Biro
Politik dan sekretaris Komite Pusat Partai Pekerja Korea. Choe dan No
ditemani oleh Wakil Menteri Pertama Luar Negeri Kim Kye-gwan dan Duta
Besar untuk Rusia Kim Hyun-joon.
“Kedua belah pihak banyak bertukar pandang soal bagaimana
meningkatkan tahap pertemanan dan kerja sama di antara kedua tentara
kedua negara,” kata KCNA dalam sebuah kiriman berita dari Moskow.
KTT Kim-Putin mungkin terjadi
Wakil Menteri Ekonomi Korea Utara Ri Kwang-gun dan Alexander
Galushka, menteri Rusia untuk pengembangan Timur Jauh Rusia, membahas
langkah-langkah untuk meningkatkan kerja sama di antara kedua negara
dalam bidang ekonomi dan niaga, kata KCNA.
Dalam pembicaraan paralel, Choe bertemu dengan Menteri Luar Negeri
Rusia Sergey Lavrov pada 20 November, setelah Choe bertemu dengan
Presiden Putin.
“Lavrov dikutip mengatakan kepada Choe bahwa Moskow siap untuk
‘periemuan tingkat tertinggi’ dengan Pyongyang, yang mengindikasikan
kemungkinan konferensi tingkat tinggi antara Putin dengan Kim, pemimpin
Korut,” Kantor Berita Yonhap dari Korea Selatan melaporkan .
Selama hampir tiga tahun berkuasa, Kim secara konsisten telah
menunjukkan keengganan untuk meninggalkan negara yang diperintahnya
tangan besi itu, mungkin karena takut akan adanya kudeta ketika ia
pergi. Namun, dia mengirim ke Moskow tangan kanan kepercayaannya, Choe,
yang pernah menjalankan tugas sebagai utusannya ke Beijing.
Kunjungan itu dilakukan karena pemerintahan Kim gagal dalam upaya
menghindari pemungutan suara oleh Komite Ketiga Majelis Umum PBB.
Putin ingin promosikan Rusia
Seperti sudah diperkirakan dengan adanya indikasi meningkatnya dukungan bagi Pyongyang, Rusia menyerang resolusi PBB bersejarah yang mengutuk pelanggaran HAM Korea Utara dan berjanji akan meningkatkan hubungan ekonomi dengan Korea Utara.
“Rusia, yang sangat ingin mempromosikan diri sebagai negosiator yang
mampu berurusan dengan apa yang disebut sebagai rezim paria, sendirinya
sedang menghadapi tekanan dari Amerika Serikat dan Uni Eropa atas
dukungannya kepada para separatis di Ukraina bagian timur,” Channel News Asia melaporkan.
Charles W. Freeman Jr., salah satu ketua Yayasan Kebijaksanaan
AS-Tiongkok dan direktur tetap Dewan Atlantik di Washington, DC,
mengamini penilaian itu.
“Upaya Pyongyang untuk menjangkau Rusia saat ini adalah tindakan
putus asa yang mencerminkan keterasingannya. Hal ini juga menjadi tanda
kekaguman Korea Utara terhadap Vladimir Putin yang nyatanya dapat
diandalkan sebagai penyokong anak-anak didik yang putus asa seperti
Suriah,” kata Freeman kepada Forum Pedrtahanan Asia Pasifik [APDF].
“Mengapa Rusia ingin menghabiskan waktu bersenang-senang dengan rezim
nakal dan tak menarik di Korea Utara? Mereka tak mampu menahan diri,”
kata Freeman. “Setelah kehilangan sebuah kekaisaran dan sebagian besar
kekuatannya dalam urusan dunia, Rusia sedang mencari penggemar asing dan
pertalian. Sebuah hubungan dengan Pyongyang yang diperbarui mungkin
akan memberikan Moskow sesuatu yang mirip dengan dua hal tersebut.”
Beberapa ahli berspekulasi Choe dikirim ke Rusia guna memastikan
Rusia akan menentang resolusi PBB. Resolusi tersebut diloloskan melalui
pemungutan suara pada 18 November oleh Komite Ketiga PBB, dengan 111
negara mendukung, 19 menentang, dan 55 negara abstain, dilaporkan NK
News.org.
Bersama dengan Tiongkok, Rusia menentang resolusi itu, yang
meletakkan dasar untuk memojokkan rezim Pyongyang atas kejahatan
terhadap kemanusiaan. Langkah tak terikat ini akan maju ke pemungutan
suara di hadapan sidang pleno Majelis Umum bulan depan, kata Channel
News Asia.
Rusia ingin memperluas hubungan ekonomi dengan Korea Utara dan
mengincar proyek senilai sekira USD 25 miliar untuk merombak total
jaringan jalur relnya dengan imbalan akses terhadap sumber daya
mineralnya, tulis AFP.
Negara berbatasan ingin hubungkan jalur rel
Setelah pertemuannya dengan Choe, Lavrov mengatakan kedua negara,
yang berbagi perbatasan, ingin menghubungkan jaringan jalur rel
Trans-Siberia dengan jaringan jalur rel Trans-Korea, lapor AFP.
Korea Utara siap untuk berperan serta dalam proyek energi trilateral
dengan Rusia dan Korea Selatan, dan penanam modal dari Korea Selatan,
Tiongkok, dan Mongolia berminat, menurut Lavrov. "Hubungan niaga dan
ekonomi kami memasuki tahap baru,” katanya seperti dikutip oleh AFP.
Analis Korea Utara Andrei Lankov berkata kepada NK News.org bahwa
kunjungan Choe ke Moskow harus dipahami dalam konteks yang lebih luas
yaitu menghangatkan hubungan Moskow-Pyongyang.
“Rusia yakin bahwa Amerika sedang membantu musuh mereka di Ukraina, jadi mereka membantu musuh Amerika di Pyongyang,” katanya.
Korea Utara juga ingin menggandeng Rusia sebagai jalan untuk
mendeklarasikan kebebasannya dari Beijing, kata Freeman kepada APDF.
“Sejak akhir Perang Dingin, Korea Utara tidak nyaman dengan
ketergantungannya pada Tiongkok. Mereka mencoba – dengan kekikukannya
yang khas – untuk berbelanja sendiri ke Amerika Serikat. Negera itu
benar-benar meninyinggung Tiongkok dengan pembangkannya dalam membangun
program nuklir dan tindakannya yang mendestabilisasi Semenanjung Korea,”
kata Freeman.
Credit
APDForum