Tampilkan postingan dengan label VENEZUELA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label VENEZUELA. Tampilkan semua postingan

Jumat, 29 Maret 2019

Diminta Trump Keluar Venezuela, Rusia: AS Keluar Dulu dari Suriah




Pesawat Rusia terlihat mendarat di Bandara Simon Bolivar, Caracas, Venezuela. Reuters
Pesawat Rusia terlihat mendarat di Bandara Simon Bolivar, Caracas, Venezuela. Reuters

CB, Jakarta - Permintaan Donald Trump agar militer Rusia keluar dari Venezuela, dibalas Rusia agar AS lebih dulu keluar dari Suriah.
Juru bicara Menteri Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan. seperti dikutip dari Russia Today, 28 Maret 2019, AS harus menepati komitmennya terlebih dahulu untuk menarik semua pasukan dari Suriah.

"Sebelum mereka mengatakan dalam kepentingan sah negara-negara lain, saya menyarankan pemerintah AS untuk memenuhi janji-janji yang telah diberikan kepada masyarakat internasional," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova, merujuk pada janji Presiden AS Donald Trump untuk menarik pasukan AS dari Suriah.

"AS berperilaku seperti koboi di Louvre, merusak tatanan internasional dengan gerakan kacau dan perilaku yang tidak terduga," kata Zakharova.

Pada Rabu, Kementerian Luar Negeri Rusia mengkonfirmasi pada bahwa dua pesawat militernya tiba di Venezuela sebagai bagian dari kesepakatan kerja sama militer tahun 2001 yang tidak memerlukan persetujuan lebih lanjut oleh Majelis Nasional Venezuela, yang telah diambil alih oleh pihak oposisi.

Pesawat Angkatan Udara AS kedua yang membawa bantuan kemanusiaan untuk Venezuela setelah mendarat di Bandara Camilo Daza di Cucuta, Kolombia 16 Februari 2019.[REUTERS]


Pesawat-pesawat yang membawa hingga 100 spesialis militer Rusia dan kargo mendarat di luar Caracas pada hari Sabtu.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, meminta pemerintah Rusia untuk menarik pasukannya dari Venezuela. Trump juga mengatakan semua opsi terbuka untuk membuat penarikan pasukan ini terjadi.

"Rusia harus keluar," kata Trump kepada media di Ruang Oval saat menerima istri tokoh oposisi Venezuela, Fabiana Rosales, seperti dilansir Reuters pada Rabu, 27 Maret 2019.Soal pengiriman pasukan ini, Deputi Duta Besar Rusia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Dmitry Polyanskiy, mengatakan negaranya memiliki hubungan bilateral dan perjanjian dengan Venezuela yang harus dihormati.





Credit tempo.co




AS Kurangi Perdagangan Minyak dengan Venezuela


Presiden Venezuela, Nicolas Maduro.
Presiden Venezuela, Nicolas Maduro.
Foto: EPA

AS menginstruksikan sejumlah produsen minyak domestik memotong transaksi Venezuela..




CB, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) memutuskan untuk mengurangi perdagangan minyaknya dengan Venezuela. Seperti dikutip Reuters, Jumat (29/3), AS telah menginstruksikan sejumlah produsen minyak domestik untuk memotong transaksi dengan Venezuela sebagai sanksi atas Venezuela.

Kebijakan itu diketahui sebagai salah satu upaya gedung putih untuk menekan Presiden Venezuela, Nicolas Maduro untuk mundur dari jabatannya. Pemerintah AS juga telah mengetahui bahwa Nicolas tengah mendekat kepada perusahaan-perusahaan non-AS untuk kebijakan luar negeri Venezuela yang sedang dituju.

Washintong secara khusus ingin mengakhiri pengiriman bahan bakar bensin dan berbagai produk olahan yang berguna untuk mencairkan minyak mentah di Venezuela. Namun, menurut sumber Reuters, khusus untuk pengiriman bahan bakar jet dan diesel tidak akan diputus karena alasan kemanusiaan.

Meski begitu, baru-baru ini, Departemen Luar Negeri AS telah memanggil sejumlah perusahaan asing terkait rencana pemerintah AS memperluas sanksi bagi Venezuela. Sumber Deplu AS menuturkan, segala jenis perdagangan minyak, baik langsung maupun tidak langsung akan dianggap sebagai pelanggaran.

“Kami terus terlibat dengan perusahaan-perusahaan asing di sektor energi tentang kemungkinan risiko yang akan mereka hadapi jika masih terus melakukan bisnis dengan Venezuela,” kata salah seorang Juru Bicara Deplu AS.

Sebagaimana diketahui, Pemerintah AS memainkan peranan penting terkait dengan sumber daya minyak mentah yang dimiliki saat ini. Sekretaris Negara AS, Mike Pompeo telah menjabarkan visi kerja dengan perusahaan-perusahaan energi untuk mengisolasi Iran dan Venezuela.

Sebagai catatan, ekspor minyak mentah dan bahan bakar dari AS ke Venezuela saat ini turun menjadi 920 ribu barel  per hari dari rata-rata sebelumnya 1,5 juta barel per hari. Presiden AS, Donald Trump juga telah meminta Rusia untuk menarik pasukan dari Venezuela sebagai sanksi atas Venezuela.

Namun, hingga saat ini, sikap Pemerintah Rusia masih menjadi pendukung setia Nicolas Maduro. Meskipun, Nicolas telah dianggap sebagai orang yang menjerumuskan Venezuela kepada krisis ekonomi dan kemanusiaan.



Credit  republika.co.id


Foto Satelit: Venezuela Sebar S-300 di Pangkalan Udara Utama



Foto Satelit: Venezuela Sebar S-300 di Pangkalan Udara Utama
Venezuela sebar sistem pertahanan udara S-300 di pangkalan udara utamanya. Foto/Istimewa

CARACAS - Militer Venezuela diketahui telah menyebar sistem pertahanan udara S-300 buatan Rusia di pangkalan udara utamanya, Kapten Manuel Rios di negara bagian Guarico. Penyebaran sistem pertahanan udara itu dilakukan di tengah mendidihnya ketegangan di wilayah tersebut.

Hal itu diketahui setelah Image Satellite International (ISI) yang berbasis di Israel merilis sejumlah foto satelit. ISI juga melaporkan Angkatan Bersenjata Venezuela telah menepatkan S-300 dalam posisi siap setelah mengadakan latihan militer pada bulan Februari.
Foto Satelit: Venezuela Sebar S-300 di Pangkalan Udara Utama

Penyebaran dilaporkan mencakup lima peluncur dan radar penuntun rudal multi-saluran (MMGR) 9532ME seperti dikutip dari Sputnik, Jumat (29/3/2019).
Foto Satelit: Venezuela Sebar S-300 di Pangkalan Udara Utama

Beberapa hari sebelum penyebaran itu, sejumlah outlet media melaporkan bahwa sekitar 99 staf militer Rusia tiba di Caracas dengan menggunakan dua pesawat, yang juga mengirimkan 35 ton kargo.

Menanggapi laporan tersebut, Wakil Presiden AS Mike Pence mengatakan kepada wartawan bahwa Washington menganggap kedatangan pesawat militer Rusia di Venezuela sebagai provokasi yang tidak disukai. Ia pun menyerukan Moskow untuk berhenti mendukung pemerintah Nicolas Maduro dan berdiri dengan Presiden sementara Juan Ramido yang memproklamirkan diri.

Sebelum itu, Presiden AS Donald Trump mendesak Rusia untuk keluar dari Venezuela dan menekankan bahwa semua opsi ada di meja.


Rusia telah menekankan bahwa Moskow tidak melanggar perjanjian internasional atau perundang-undangan domestik Venezuela. Rusia menyatakan kedatang personil militernya dilakukan dalam kerangka hubungan normal dengan pemerintah yang sah.

Dalam perkembangan paralel, Guaido mengumumkan minggu ini bahwa 6 April akan menjadi hari pertama "aksi taktis" untuk apa yang disebut "Operasi Kebebasan". Rencananya untuk melancarkan revolusi penuh di semua negara bagian Venezuela secara bersamaan.

Venezuela telah terperosok dalam krisis politik yang sedang berlangsung selama lebih dari dua bulan, sejak tokoh oposisi Juan Guaido menyatakan dirinya sebagai presiden sementara yang menentang Maduro. Langkah itu langsung diakui oleh AS dan beberapa sekutu regionalnya, sementara Rusia, China, Turki, dan banyak negara lain menegaskan kembali dukungan mereka untuk Maduro. 

Kembali pada tahun 2009, Rusia setuju untuk meminjamkan Venezuela lebih dari USD2 miliar untuk membeli 92 tank serta sistem rudal S-300 yang dapat menembak jatuh jet tempur dan rudal jelajah. Dua batalyon S-300VM "Antey-2500" dikirim pada Mei 2012.


Credit  sindonews.com




Rezim Maduro Larang Guaido Pegang Jabatan Pemerintahan


Rezim Maduro Larang Guaido Pegang Jabatan Pemerintahan
Pemerintahan Nicolas Maduro melarang pemimpin oposisi yang mendeklarasikan diri sebagai pemimpin interim, Juan Guaido, memegang jabatan publik hingga 15 tahun. (Federico Parra/AFP)




Jakarta, CB -- Pemerintahan Presiden Nicolas Maduro melarang pemimpin oposisi yang mendeklarasikan diri sebagai pemimpin interim Venezuela, Juan Guaido, untuk memegang jabatan publik selama 15 tahun ke depan.

"[Kantor pengawas] melarang warga ini [Juan Guaido] dari semua kantor pemerintahan dengan jangka waktu paling lama berdasarkan undang-undang," ujar Auditor Jenderal Venezuela, Elvis Amoroso, sebagaimana dikutip AFP, Kamis (28/3).

Reuters melaporkan bahwa Amoroso mengambil keputusan ini setelah kantornya melakukan audit terhadap Guaido.


Menurut Amoroso, Guaido tak dapat menjelaskan soal pembayaran sejumlah lawatan luar negeri sebagai ketua parlemen Venezuela atau Majelis Nasional.

Bulan lalu, Guaido memang melakukan rangkaian perjalanan ke sejumlah negara Amerika Latin untuk menggalang dukungan atas kepemimpinannya dalam rangka melengserkan Maduro.

Namun, Guaido menegaskan bahwa Amoroso tak memiliki kewenangan untuk melakukan audit seperti ini.

"Satu-satunya badan yang dapat menunjuk auditor adalah parlemen yang sah," ucap Guaido.

Amerika Serikat sebagai salah satu dari 50 negara yang mendukung Guaido pun menganggap keputusan Amoroso ini berlebihan.

"Keputusan ini berlebihan dan konyol," tutur juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Robert Palladino.

Kepemimpinan di Venezuela sudah mulai goyah sejak Maduro dianggap gagal membawa kesejahteraan bagi negara yang kaya minyak tersebut.

Di tangan Maduro, perekonomian Venezuela terpuruk, sampai-sampai dilanda hiperinflasi. Dengan kondisi ini, gaji masyarakat seperti tak ada artinya karena mereka sangat sulit membeli kebutuhan sehari-hari.

Saat popularitasnya mulai turun, Maduro membentuk badan baru yang kewenangannya tumpang tindih dengan parlemen.

Ia pun kembali menang dalam pemilu yang dianggap rakyat tidak sah. Kericuhan mulai pecah setelah Maduro dilantik pada Januari lalu.

Ketika demonstrasi anti-Maduro meluas di berbagai penjuru Venezuela, Guaido mendeklarasikan diri sebagai presiden interim dan mendesak pemilihan umum secepatnya.

Guaido didukung oleh sekitar 50 negara, sementara Maduro tetap mendapat dukungan dari para sekutunya, seperti Rusia dan China.




Credit  cnnindonesia.com




Brasil Minta Pasukan Rusia Angkat Kaki dari Venezuela


Warga Venezuela memasuki Kolombia dengan menyeberangi jembatan internasional Simon Bolivar dari San Antonio del Tachira, Venezuela, Kamis (21/2). Rakyat Venezuela mengalami kelangkaan makanan dan obat-obatan.
Warga Venezuela memasuki Kolombia dengan menyeberangi jembatan internasional Simon Bolivar dari San Antonio del Tachira, Venezuela, Kamis (21/2). Rakyat Venezuela mengalami kelangkaan makanan dan obat-obatan.
Foto: AP Photo/Rodrigo Abd

Brasil minta Venezuela gelar pemilu ulang di bawah pimpinan Juan Guaido.



CB, BRASILIA -- Menteri Luar Negeri Brasil Ernesto Araujo mengatakan, pasukan Rusia yang dikirim ke Venezuela harus segera pergi meninggalkan negara tersebut. Dalam sebuah wawancara dengan Reuters, Araujo manyatakan, pembelaan Rusia terhadap Presiden Nicolas Maduro justru dapat memperdalam keruntuhan ekonomi dan masyarakat Venezuela.

Menurut Araujo, satu-satunya jalan keluar dari krisis adalah dengan mengadakan pemilihan umum ulang di bawah pemerintahan sementara yang dipimpin oleh oposisi, Juan Guaido. "Jika mereka mempertahankan Maduro lebih lama, berarti lebih banyak orang kelaparan dan melarikan diri dari negara itu, lebih banyak tragedi kemanusiaan di Venezuela," ujarnya, Jumat (29/3).

"Apa pun yang berkontribusi pada kelanjutan penderitaan rakyat Venezuela harus dihapus," kata Araujo.

Araujo mengatakan, kehadiran tentara Rusia di Venezuela merupakan tanda kelemahan Maduro. Menurutnya, hal tersebut menunjukkan bahwa Maduro sudah tidak punya kekuatan militer.

"Jika dia perlu membawa pasukan dari luar negeri, jelas bahwa pasukan bersenjatanya tidak sepenuhnya bersamanya dan tidak mampu terus menekan rakyat Venezuela," kata Araujo.

Sebelumnya, kedatangan dua pesawat angkatan udara Rusia diyakini membawa hampir 100 pasukan khusus dan personel keamanan siber ke Venezuela. Rusia menyatakan, pihaknya telah mengirim spesialis ke Venezuela berdasarkan perjanjian kerja sama militer.

Sementara itu, Presiden sayap kanan Brasil Jair Bolsonaro mengatakan, angkatan bersenjata Brasil tidak berniat melakukan intervensi militer ke Venezuela. Brasil ingin membahas krisis Venezuela secara bilateral dengan Rusia dan Cina. Transisi diplomatik di negara penghasil minyak tersebut merupakan kepentingan mereka bersama, yang tergabung dalam kelompok ekonomi berkembang, BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan).

Bersama dengan Lima Group, Brasil kini fokus untuk membuat pemimpin oposisi Juan Guaido diakui di organisasi internasional. Araujo mengatakan, pemerintah Brasil berusaha menjalin kerja sama perdagangan dan kerja sama lainnya dengan Rusia serta Cina. Rencananya, presiden Brasil akan menghadiri petemuan puncak BRICS pada November mendatang.



Credit  republika.co.id





Kamis, 28 Maret 2019

Kerahkan Pasukan di Venezuela, Rusia Sebut Itu Haknya



Kerahkan Pasukan di Venezuela, Rusia Sebut Itu Haknya
Presiden Amerika Serikat Donald John Trump berbincang dengan istri pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido, Fabiana Rosales di Oval Office, Gedung Putih, Rabu (27/3/2019). Foto/REUTERS/Carlos Barria


MOSKOW - Pemerintah Rusia mengonfirmasi pengerahan pasukan militernya ke Venezuela yang ditentang Amerika Serikat (AS). Moskow menyatakan pengerahan pasukan itu menjadi hak Rusia karena sesuai dengan konstitusi Venezuela dan perjanjian bilateral kedua negara tentang kerja sama militer.

Pernyataan itu disampaikan juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova pada hari Rabu. Dia tidak membantah laporan bahwa personel militer Moskow dikerahkan di negara Presiden Nicolas Maduro tersebut. Hanya saja, dia menolak merinci jumlah pasukan yang dikirim.

Washington dan Moskow berseberangan dalam merespons krisis politik di negara kaya minyak itu. AS mendukung pemimpin oposisi Juan Guaido yang memproklamirkan diri sebagai presiden interim negara tersebut. Sedangkan Rusia mendukung Presiden Nicolas Maduro yang terpilih kembali dalam pemilu 2018 lalu.

"Rusia telah mengirim personil (militer) sesuai dengan konstitusi Venezuela dan perjanjian bilateral tentang kerja sama militer," bunyi pernyataan Zakharova, yang dilansir AP, Kamis (28/3/2019).

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump meminta Rusia untuk menarik pasukannya dari Venezuela. Dia memperingatkan bahwa semua opsi untuk mengatasi krisis Venezuela masih terbuka.

"Rusia harus keluar," kata Trump kepada wartawan di Oval Office Gedung Putih, di mana dia bertemu dengan Fabiana Rosales, istri pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido. Trump menganggap Rosales sebagai "First Lady" atau Ibu Negara Venezuela.

Laporan berbagai media mengatakan dua pesawat angkatan udara Rusia mendarat di luar Caracas pada hari Sabtu dengan membawa hampir 100 tentara Rusia. Pemerintah AS meyakini pasukan tersebut termasuk pasukan khusus dan personel keamanan siber.

Ditanya bagaimana Trump akan membuat pasukan Rusia hengkang dari Venezuela, pemimpin Amerika itu menjawab; "Kita akan lihat. Semua opsi terbuka."

Selain Trump, Wakil Presiden AS Mike Pence juga bertemu dengan Rosales untuk menyatakan dukungannya kepada suaminya, Juan Guaido. Pence mengatakan terpilihnya kembali Presiden Nicolas Maduro dalam pemilu 2018 lalu adalah tidak sah.  

"Amerika Serikat memandang kehadiran pesawat militer Rusia pada akhir pekan sebagai provokasi," katanya.

"Kami menyerukan Rusia hari ini untuk menghentikan semua dukungan kepada rezim Maduro dan berdiri bersama Juan Guaido serta berdiri dengan negara-negara di belahan bumi ini dan di seluruh dunia hingga kebebasan dipulihkan," kata Pence.


Credit  sindonews.com



Venezuela dan Rusia Sepakati 20 Perjanjian Kerja Sama


Warga Venezuela memasuki Kolombia dengan menyeberangi jembatan internasional Simon Bolivar dari San Antonio del Tachira, Venezuela, Kamis (21/2). Rakyat Venezuela mengalami kelangkaan makanan dan obat-obatan.
Warga Venezuela memasuki Kolombia dengan menyeberangi jembatan internasional Simon Bolivar dari San Antonio del Tachira, Venezuela, Kamis (21/2). Rakyat Venezuela mengalami kelangkaan makanan dan obat-obatan.
Foto: AP Photo/Rodrigo Abd

Rusia telah mengirimkan bantuan untuk krisis di Venezuela.



CB, CARACAS – Pemerintah Venezuela dan Rusia berencana menandatangani 20 perjanjian kerja sama lintas bidang. Hal itu diungkapkan Presiden Venezuela Nicolas Maduro saat diwawancara Channel One Rusia.

“Pada bulan April, sesi kerja tingkat tinggi pada kerja sama antar-pemerintah antara Rusia dan Venezuela akan berlangsung. Kami akan menandatangani lebih dari 20 dokumen tentang kerja sama dalam bidang ekonomi, perdagangan, budaya, energi, dan pendidikan,” kata Maduro, dikutip lama kantor berita Rusia TASS, Rabu (27/3).

Menurut Maduro, hubungan antara Venezuela dan Rusia semakin erat dalam 20 tahun terakhir. “Kerja sama kami saling menguntungkan dan hubungan kita hanya akan membaik seiring waktu,” ujarnya.

Pada kesempatan wawancara tersebut, Maduro menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Rusia karena telah menyumbangkan bantuan kemanusiaan untuk negaranya. “Dua pekan lalu, bantuan kemanusiaan yang nyata datang kepada kami, pengiriman dalam ton. Segera kami mengharapkan pengiriman bantuan lain dengan obat-obatan,” kata Maduro.

Saat ini, Veneuela memang sedang dilanda krisis ekonomi. Krisis semakin memburuk karena ada perebutan kekuasaan di negara tersebut, yakni antara Maduro dan pemimpin oposisi Juan Guaido.

Guaido, yang telah memproklamirkan diri sebagai presiden sementara Venezuela pada Januari lalu, menghendaki Maduro lengser dari jabatannya. Sementara, Maduro masih bertekad mempertahankan kekuasaannya.

Dukungan dunia internasional terpecah kepada dua tokoh tersebut. Amerika Serikat (AS), Israel, dan mayoritas negara anggota Uni Eropa membela kepemimpinan Guaido di Venezuela. Sedangkan, Maduro memperoleh dukungan dari beberapa negara, antara lain Rusia, Cina, Turki, dan Kuba.




Credit  republika.co.id


Rabu, 27 Maret 2019

Pentagon Sangkal Opsi Militer di Venezuela



Pentagon Sangkal Opsi Militer di Venezuela
Pentagon membantah opsi militer untuk menyelesaikan krisis di Venezuela. Foto/Istimewa

WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) tidak berusaha untuk menyelesaikan krisis Venezuela secara militer. Hal itu dikatakan oleh penjabat Menteri Pertahanan AS Patrick Shanahan dalam sidang kongres pada 26 Maret.

"Bukan itu pemahaman saya", kata Shanahan ketika ditanya apakah pemerintahan Trump bermaksud untuk mencapai resolusi militer dari krisis di Venezuela seperti dikutip dari Sputnik, Rabu (27/3/2019).

Sebelumnya Presiden AS Donald Trump menegaskan bahwa ia belum mengesampingkan potensi penggunaan kekuatan militer untuk melengserkan Presiden Venezuela Nicolas Maduro dari kekuasaan jika perlu.

"Semua opsi ada di atas meja," katanya saat berbicara pada konferensi pers bersama dengan Presiden Brasil Jair Bolsonaro di Rose Garden Gedung Putih.

Trump juga mengancam akan menjatuhkan sanksi lebih berat kepada Venezuela jika Maduro bersikukuh menolak untuk melepaskan kekuasaanya. 


Gejolak politik di negara Amerika Latin telah berlangsung sejak Januari, ketika pemimpin oposisi Juan Guaido, yang didukung oleh Amerika Serikat, menyatakan dirinya sebagai presiden sementara Venezuela setelah membantah terpilihnya kembali Presiden Nicolas Maduro Mei lalu. Washington segera mengakui Guaido, meminta Maduro untuk mundur, dan menyita aset minyak Venezuela bernilai miliaran dolar. 



Credit  sindonews.com




AS Kecam Kehadiran Pasukan Rusia di Venezuela


AS Kecam Kehadiran Pasukan Rusia di Venezuela
Ilustrasi demonstrasi di Venezuela. (REUTERS/Carlos Garcia Rawlins)



Jakarta, CB -- Pemerintah Amerika Serikat mencurigai niat Rusia yang mengirim dua pesawat dan sejumlah orang yang diduga adalah tentara serta beberapa perangkat ke Venezuela. Mereka menuduh Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, justru mengingkari janji dengan melibatkan pihak luar dalam menangani krisis politik di negara itu.

"AS mengecam pengerahan pesawat dan prajurit Rusia ke Caracas, yang merupakan kontradiksi Nicolas Maduro dan Rusia untuk tidak mencampuri urusan Venezuela dan ini malah meningkatkan ketegangan situasi," demikian pernyataan seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, seperti dilansir Reuters, Selasa (26/3).

Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, menyatakan sudah mengontak Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, dan menyatakan mereka tidak akan tinggal diam melihat situasi di Venezuela.


Lavrov menuduh AS merencanakan kudeta untuk menggulingkan Maduro. Pernyataan Lavrov itu disampaikan sehari setelah Rusia dilaporkan menurunkan sedikitnya seratus personel militernya ke Venezuela, termasuk Kepala Staf Pasukan Lapangan, Vasily Tonkoshkurov. Rusia juga mengerahkan 35 ton peralatan menggunakan pesawat kargo Antonov AN-124 ke Caracas.

Menurut seorang juru bicara Komando Selatan Angkatan Bersenjata AS, Armando Hernandez, keberadaan tentara Rusia di Venezuela sama saja menghambat aspirasi warga setempat yang mengharapkan demokrasi.

"Rezim saat ini dibantu dan didukung oleh negara-negara seperti Kuba dan Rusia, untuk terus menekan pelaku demokrasi di Venezuela," kata Hernandez.

Menurut sumber di Kementerian Penerangan Venezuela, kehadiran sejumlah prajurit Rusia hanya untuk membantu perawatan alat utama sistem persenjataan yang dibeli dari negara itu.

Sedangkan Menteri Luar Negeri Venezuela, Jorge Arreaza, menyatakan negara asing tidak bisa mengatur dengan siapa mereka harus bekerja sama.

"Sinisme memang bagian dari Amerika Serikat. Dengan anggaran pertahanan ratusan miliar dolar, mereka mencoba ikut campur terkait kerja sama teknis antara Rusia dan Venezuela," cuit Arreaza melalui akun Twitter.

Sejak Venezuela masuk dalam pusaran krisis, Maduro mencari bantuan kepada China, Kuba, dan Rusia.

Krisis Venezuela terus memburuk terutama setelah pemimpin oposisi, Juan Guaido, mendeklarasikan diri sebagai presiden interim pada Januari lalu. Deklarasi itu dilakukan Guaido selaku Ketua Majelis Nasional Venezuela, sebagai bentuk penentangan terhadap kepemimpinan Maduro.

Langkah Guaido itu langsung didukung sedikitnya 50 negara, termasuk Amerika Serikat dan Uni Eropa. 



Credit  cnnindonesia.com


AS: Rusia kerahkan ahli siber ke Venezuela

AS: Rusia kerahkan ahli siber ke Venezuela

Presiden Venezuela Nicolas Maduro berpartisipasi dalam sebuah konferensi video dengan anggota pemerintahan dan anggota komando tinggi militer di Karakas, Venezuela, Jumat (15/3/2019). ANTARA FOTO/Miraflores Palace/Handout via REUTERS/cfo (REUTERS/HANDOUT)



Washington (CB) - Kontingen militer Rusia yang tiba di Venezuela selama akhir pekan menuai kecaman Amerika Serikat.

Pengerahan tersebut diyakini menyelundupkan pasukan khusus, termasuk "personel keamanan siber", kata pejabat AS kepada Reuters, Selasa.

Pejabat, yang meminta namanya dirahasiakan, mengatakan Amerika Serikat masih mengevaluasi pengerahan pasukan Rusia, yang Washington sebut sebagai "eskalasi sembrono" dalam situasi di Venezuela.

Dua pesawat angkatan udara Rusia yang mengangkut hampir 100 pasukan mendarat di luar Karakas pada Sabtu, menurut laporan media setempat. Mereka datang dua bulan setelah pemerintahan Trump mencabut dukungan bagi Presiden Nicolas Maduro.

Pemerintahan Trump mengakui pemimpin oposisi Juan Guaido sebagai presiden Venezuela yang sah dan meminta Maduro untuk mundur dari kursi kepresidenan. Rusia melihat sikap tersebut sebagai kudeta  dukungan AS terhadap pemerintah sosialis Venezuela.

Penafsiran AS, bahwa kontingen Rusia beranggotakan ahli keamanan siber dan ahli-ahli "bidang terkait", menunjukkan bahwa kontingen tersebut kemungkinan bermaksud membantu loyalis Maduro melakukan pengawasan serta perlindungan infrastruktur siber pemerintah.




Credit  antaranews.com



Listrik padam di Venezuela membuat jalanan lengang

Listrik padam di Venezuela membuat jalanan lengang

Presiden Venezuela Nicolas Maduro berpartisipasi dalam sebuah konferensi video dengan anggota pemerintahan dan anggota komando tinggi militer di Caracas, Venezuela, Jumat (15/3/2019). (REUTERS/HANDOUT)


"Bagaimana saya bisa tahu, jika tak ada listrik dan tak ada Internet?" demikian pertanyaan seorang asisten dokter gigi Yolanda Gonzalez (50). Ia sedang menunggu bus di dekat plaza Caracas. "Pasokan listrik akan bertambah parah, lihat saja!"


Caracas (CB) - Venezuela membatalkan pekerjaan dan kegiatan belajar-mengajar pada Selasa, saat pemadaman listrik kedua secara luas bulan ini membuat jalanan nyaris kosong di Caracas dan warga Ibu Kota Venezuela bertanya-tanya berapa lama listrik padam.

Venezuela telah dirundung krisis politik dan ekonomi yang makin dalam. Pemerintah Sosialis di bawah Presiden Nicolas Maduro, yang menyalahkan Amerika Serikat dan oposisi sebagai penyebab listrik padam sebelumnya, sekarang menuduh "serangan" terhadap sistem kelistrikan sebagai penyebab pemadaman yang pertama terjadi pada Senin (25/3).

Pemadaman listrik tersebut mengguncang kegiatan usaha, menjerumuskan bandar udara utama di Caracas ke dalam kegelapan dan membuat pelaju terdampar di Caracas.

Listrik padam itu terjadi di tengah ketegangan dengan Amerika Serikat sehubungan dengan kedatangan pesawat militer Rusia pada akhir pekan, yang membuat Washington menuduh Moskow "meningkatkan ketegangan" di Venezuela.

Rusia, yang memiliki penanaman modal besar di sektor energi di Venezuela, negara anggota OPEC, tetap menjadi sekutu kuat Presiden Maduro, kata Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa malam. Sementara itu Amerika Serikat dan kebanyakan negara lain Barat telah mengesahkan pemimpin oposisi Juan Guaido.

Dengan mengutip undang-undang dasar, Guaido pada Januari mengumumkan diri sebagai presiden sementara. Ia mengatakan terpilihnya kembali Maduro tahun lalu adalah kecurangan. Sementara itu Maduro mengatakan Guaido adalah boneka AS yang berusaha memimpin kudeta terhadap dia dan telah menuding sanksi yang diberlakukan oleh Washington sebagai penyebab memburuknya kesulitan ekonomi.

Pasokan listrik pulih untuk sebagian besar wilayah negeri itu pada Senin malam, tapi padam lagi selama malam hari.

Banyak orang di jalanan Caracas pergi ke tempat kerja karena mereka tidak mengetahui pemerintah meliburkan kerja, yang diumumkan oleh kantor pers presiden di dalam cuitan pada pukul 04.00 waktu setempat (15.00 WIB).

"Bagaimana saya bisa tahu, jika tak ada listrik dan tak ada Internet?" demikian pertanyaan seorang asisten dokter gigi Yolanda Gonzalez (50). Ia sedang menunggu bus di dekat plaza Caracas. "Pasokan listrik akan bertambah parah, lihat saja!"

Menteri Penerangan Jorge Rodriguez pada Senin mengatakan pemadaman yang mulai terjadi pada siang hari adalah akibat dari serangan terhadap pembangkit listrik tenaga air utama Venezuela di Bendungan Guri, sehingga mempengaruhi tiga saluran utama.

Rodriguez tak secara terbuka menuduh pemadaman listrik pada Senin pada kelompok atau individu tertentu. Tapi ia mengatakan, "Keinginan kelompok sayap-kanan Venezuela ialah menyerang, menyebarkan kecemasan dan penderitaan, untuk merebut kekuasaan dan mencuri semua sumber daya kita."

Negara tersebut mengalami pemadaman listrik paling buruk mulai 7 Maret. Selama hampir satu pekan, kondisi itu membuat jutaan orang berjuang untuk memperoleh makanan dan air dan rumah sakit tak memiliki listrik untuk merawat orang sakit. Penjarahan di Negara Bagian Zulia di Venezuela Barat menghancurkan ratusan tempat usaha.

Banyak ahli listrik mengatakan pemadaman tersebut adalah akibat dari pemeliharaan yang tidak memadai dan ketiakmampuan penanganan pembangkit listrik sejak mendiang presiden Hugo Chavez menasionalkan sektor listrik pada 2007.

Rusia, yang telah memperingatkan Washington agar tidak melakukan campur tangan militer di Venezuela, pada Selasa tak bersedia mengomentari kedatangan pesawatnya atau menanggapi tuduhan dari Departemen Luar Negeri AS.

Wakil Presiden Partai Sosialis Venezuela Diaodado Cabello menegaskan dua pesawat telah terbang ke negeri itu dari Rusia selama akhir pekan, tapi ia tidak menjelaskan alasan atau mengatakan apakah pesawat tersebut membawa tentara.

Pada 2017, Presiden AS Donald Trump mengatakan "pilihan militer" tersedia berkaitan dengan Venezuela, sehingga memicu reaksi keras dari para pemimpin regional --yang khawatir tentara AS akan dikerahkan ke negara Amerika Latin tersebut.





Credit  antaranews.com






Senin, 25 Maret 2019

Dua Jet Rusia Dilaporkan Bawa Tentara Mendarat di Venezuela


Dua Jet Rusia Dilaporkan Bawa Tentara Mendarat di Venezuela
Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Yusran Uccang)





Jakarta, CB -- Dua pesawat angkatan udara Rusia yang membawa sekitar 100 personel tentara dilaporkan mendarat di Venezuela pada akhir pekan lalu.

Sebagaimana dilansir Reuters, satu situs pemantau penerbangan, Flifghtradar24, mendeteksi satu pesawat Ilyushin-62 dan satu pesawat kargo Antonov AN-124 meninggalkan bandara militer Rusia menuju Caracas pada Jumat lalu.


Seorang wartawan, Javier Mayorca, mengatakan bahwa pesawat pertama dari Rusia itu membawa Vasily Tonkoshkurov, kepala staf pasukan lapangan.

Sementara itu, kargo kedua mengangkut 35 ton material pertahanan. Menurut situs pemantau penerbangan Adsbexchange, kargo itu meninggalkan Caracas pada Minggu (24/3).


Sejumlah media lokal melaporkan bahwa kedua pesawat itu juga membawa sekitar 100 personel tentara, menunjukkan penguatan hubungan antara Caracas dan Moskow.


Setelah spekulasi meluas, sumber dari Kedutaan Besar Rusia di Venezuela mengatakan kepada Sputnik bahwa pesawat itu membawah pejabat "untuk pertukaran konsultasi."

"Ada sejumlah kontrak yang sedang dalam proses, kontrak militer teknis," demikian laporan Sputnik, mengutip seorang sumber dari kedubes.

Kementerian Informasi Venezuela, juga Kementerian Pertahanan Rusia dan Kementerian Luar Negeri Rusia belum memberikan konfirmasi kepada Reuters terkait laporan tersebut.

Kabar ini datang di tengah peningkatan ketegangan di Venezuela setelah pemimpin oposisi Venezuela, Juan Guaido, mendeklarasikan diri sebagai presiden interim menggantikan Nicolas Maduro pada Januari lalu.

Guaido langsung mendapatkan dukungan dari 50 negara, termasuk Amerika Serikat. Sementara itu, Maduro tetap didukung oleh sekutunya, seperti Rusia dan China.




Credit  cnnindonesia.com





Jumat, 22 Maret 2019

Badan Intelijen Venezuela culik kepala staf Juan Guaido


Badan Intelijen Venezuela culik kepala staf Juan Guaido

Pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido, yang oleh banyak negara dikenal sebagai pemimpin sementara yang sah, meninggalkan reli protes terhadap pemerintahan Presiden Venezuela Nicolas Maduro di Caracas, Venezuela, Kamis (14/3/2019). (REUTERS/CARLOS JASSO)





Jakarta (CB) - Badan Intelijen Venezuela menculik kepala staf pemimpin oposisi Juan Guaido, Roberto Marrero, kata sejumlah legislator pada Kamis, kemungkinan menjadi sinyal tindakan keras oleh pemerintah Presiden Nicolas Maduro.

Januari lalu, Guadio mengajukan diri untuk mengambil kursi kepresidenan sementara, setelah menyatakan terpilihnya kembali Maduro dalam pemilu 2018 dipenuhi kecurangan. Sejak itulah, Guaido diakui oleh puluhan negara Barat sebagai pemimpin Venezuela yang sah.

"Hari ini, Roberto Marrero diculik oleh SEBIN," ungkap legislator oposisi Sergio Vergara, merujuk pada Badan Intelijen Venezuela. Vergara, yang kediamannya digerebek pada Kamis dini hari, berbicara dalam komentar yang disiarkan via Instagram.

"Sudah jelas bahwa kediktatoran terus menculik warga," kata legislator oposisi lain , Franklyn Duarte, dalam sebuah video yang disebarkan tim pers Guaido. Kediamannya pun turut digerebek oleh badan intelijen.

Kementerian Informasi Venezuela tidak langsung menanggapi permintaan untuk mengomentari hal tersebut.





Credit  antaranews.com



Maduro Sebut Rusia Akan Pasok Obat-obatan ke Venezuela



Maduro Sebut Rusia Akan Pasok Obat-obatan ke Venezuela
Presiden Venezuela Nicolas Maduro. Foto/Istimewa


CARACAS - Rusia minggu depan akan mulai mengirimkan pasokan medis dan membawa beberapa ton produk farmasi ke Venezuela. Hal itu dikatakan oleh Presiden Venezuela Nicolas Maduro.

"Pihak berwenang Rusia telah mengumumkan bahwa minggu depan, beberapa ton berbagai obat-obatan dan zat-zat farmasi akan dikirimkan. Ini akan diadakan secara rutin. Minggu demi minggu," kata Maduro seperti dilansir dari Sputnik, Kamis (21/3/2019).

Hal itu diungkapkan Maduro dalam sebuah acara yang ditujukan untuk peluncuran kembali program nasional Venezuela bagi mengembangkan industri farmasi.

Maduro mencatat bahwa Venezuela memenuhi 70 persen dari permintaannya sendiri akan obat-obatan, dengan catatan bahwa ia mengharapkan mitra kunci Venezuela macam Belarus, China, Iran, Rusia dan Turki, membantu negara dengan memasok obat-obatan yang diperlukan.

"Kami terhubung oleh hubungan aliansi yang kuat," ujar Maduro yang pidatonya disiarkan melalui saluran Periscope-nya.

Rusia sendiri sebelumnya telah mengirimkan obat-obatan ke Venezuela pada awal tahun ini di tengah krisis politik dan ekonomi yang melanda negara itu.

Maduro mengatakan bahwa pengiriman semacam itu membantu mengembangkan sistem impor Venezuela, mencatat bahwa negara Amerika Selatan itu hidup di bawah kondisi blokade dan penganiayaan oleh pemerintah imperialistik Amerika Serikat dalam hal keuangan dan ekonomi.

Venezuela terjerembab ke dalam krisis politik setelah sebelumnya dihantam krisis ekonomi berkepanjangan. Situasi semakin meruncing setelah ketua Majelis Nasional, parlemen Venezuela, sekaligus pemimpin opisisi Juan Guaido memproklamirkan dirinya sebagai presiden sementara.

Guaido pun lantas mendapat pengakuan dari Amerika Serikat (AS), mayoritas negara Uni Eropa dan lusinan negara lainnya sebagai pemimpin negara itu yang sah.


Namun Presiden Venezuela, Nicolas Maduro dengan gigih menolak seruan dari Guaido dan para pendukungnya untuk menyerahkan kekuasaan, bersikeras dia adalah korban dari kudeta yang diatur oleh AS.

Rusia, China, Turki, Kuba, dan negara-negara lain berpihak pada Presiden Nicolas Maduro yang terpilih dalam pemilu yang diboikot oposisi. Mereka memperingatkan AS dan sekutunya untuk tidak "campur tangan" dalam urusan dalam negeri negara Amerika Selatan itu.

Maduro mengatakan bahwa pengiriman semacam itu membantu mengembangkan sistem impor Venezuela, mencatat bahwa negara Amerika Selatan itu hidup di bawah kondisi blokade dan penganiayaan oleh pemerintah imperialistik Amerika Serikat dalam hal keuangan dan ekonomi.

Venezuela terjerembab ke dalam krisis politik setelah sebelumnya dihantam krisis ekonomi berkepanjangan. Situasi semakin meruncing setelah ketua Majelis Nasional, parlemen Venezuela, sekaligus pemimpin opisisi Juan Guaido memproklamirkan dirinya sebagai presiden sementara.

Guaido pun lantas mendapat pengakuan dari Amerika Serikat (AS), mayoritas negara Uni Eropa dan lusinan negara lainnya sebagai pemimpin negara itu yang sah.

Namun Presiden Venezuela, Nicolas Maduro dengan gigih menolak seruan dari Guaido dan para pendukungnya untuk menyerahkan kekuasaan, bersikeras dia adalah korban dari kudeta yang diatur oleh AS. 

Rusia, China, Turki, Kuba, dan negara-negara lain berpihak pada Presiden Nicolas Maduro yang terpilih dalam pemilu yang diboikot oposisi. Mereka memperingatkan AS dan sekutunya untuk tidak "campur tangan" dalam urusan dalam negeri negara Amerika Selatan itu. 






Credit  sindonews.com

Rabu, 20 Maret 2019

Trump Tegaskan Opsi Militer untuk Venezuela Belum Dihapus




Trump Tegaskan Opsi Militer untuk Venezuela Belum Dihapus
Presiden AS Donald Trump menegaskan opsi militer untuk melengserkan Presiden Venezuela Nicolas Maduro belum dikesampingkan. Foto/Ilustrasi/SINDOnews/Ian


WASHINGTON - Presiden Donald Trump menegaskan Amerika Serikat (AS) belum mengesampingkan potensi penggunaan kekuatan militer untuk melengserkan Presiden Venezuela Nicolas Maduro dari kekuasaan jika perlu.

"Semua opsi ada di atas meja," katanya saat berbicara pada konferensi pers bersama dengan Presiden Brasil Jair Bolsonaro di Rose Garden Gedung Putih.

Trump juga mengancam akan menjatuhkan sanksi lebih berat kepada Venezuela jika Maduro bersikukuh menolak untuk melepaskan kekuasaanya. 

"Kami benar-benar belum melakukan sanksi yang sangat berat," ujar Trump.

“Kita bisa melakukan sanksi berat dan semua opsi terbuka, jadi kita mungkin melakukan itu. Tapi kami belum melakukan sanksi terberat, seperti yang Anda tahu. Saya sudah katakan, saya sudah melakukannya, tapi kita bisa lebih keras jika kita perlu melakukan itu,” imbuhnya seperti disitir dari Washington Examiner, Rabu (20/3/2019).

AS dan beberapa negara lainnya telah berulang kali meminta Maduro untuk mundur, tetapi sejauh ini Maduro menolak, meskipun ada tekanan besar.

Departemen Keuangan AS memberikan sanksi baru pada Selasa pagi terhadap Minerven, perusahaan tambang emas Venezuela, yang diandalkan Maduro untuk mendapatkan dukungan finansial.

Sebagai akibat dari kebijakan Maduro yang gagal, Venezuela mengalami kekurangan pangan besar-besaran serta pemadaman listrik di seluruh negara pekan lalu. Trump mengatakan dia ingin membantu orang-orang yang terkena dampak krisis kemanusiaan di negara yang kaya minyak itu.

"Kami tidak mencari apa pun selain merawat banyak orang yang kelaparan dan sekarat di jalanan," ucap Trump. 

“Apa yang terjadi adalah aib. Ini adalah salah satu negara terkaya di dunia dan tiba-tiba, sangat menderita, dilanda kemiskinan, tidak ada makanan, tidak ada air, tidak ada AC, tidak ada apa-apa, tidak ada listrik untuk waktu yang lama minggu lalu, tidak ada listrik. Dan itu akan rusak lagi karena disatukan oleh benang. Jadi itu sangat menyedihkan," tukasnya.



Credit  sindonews.com




Seribu Aparat Venezuela Desersi dan Kabur ke Kolombia


Seribu Aparat Venezuela Desersi dan Kabur ke Kolombia
Ilustrasi anggota kepolisian Venezuela. (REUTERS/Manaure Quintero)




Jakarta, CB -- Sekitar seribu aparat Venezuela dilaporkan desersi dan kabur ke Kolombia. Para polisi dan tentara itu menyatakan tidak tahan dengan situasi krisis serta keluarga semakin terhimpit karena gaji yang kecil.

Seperti dilansir Associated Press, Rabu (20/3), seribuan aparat Venezuela itu memilih menyerahkan senjata dan seragam kepada pasukan Kolombia. Kebanyakan dari mereka lari pada 23 Februari lalu, ketika pemimpin oposisi Juan Guaido mencoba membawa masuk bantuan yang tertahan dari Kolombia.

Aparat Venezuela desertir itu saat ini justru mendapat bantuan kesehatan dan hukum, serta diberi kebutuhan pokok. Bahkan mereka juga lari membawa serta keluarga, yang saat ini jumlahnya diperkirakan mencapai 400 orang.


Seorang bekas tentara Venezuela yang terakhir berpangkat kapten, Jean Marchena Castillo, menyatakan sebagian sejawatnya masih khawatir dengan nasib kerabat mereka yang tidak bisa kabur. Sebab, pasukan yang setia kepada Maduro dilaporkan kerap mengancam sanak saudara para serdadu yang membelot.


Di sisi lain, Castillo mengatakan sejumlah rekannya yang memilih kabur dari dinas juga khawatir dengan nasib keluarga masing-masing. Sebab, mereka menjadi tulang punggung untuk menghidupi keluarga.

Menurut perwakilan oposisi Venezuela di Kolombia, Humberto Calderon Berti, mereka saat ini bekerja sama dengan pemerintah setempat memberikan pelatihan supaya para desertir itu bisa bertahan hidup dan tidak menjadi pengangguran yang malah membebani negara lain.

Sedangkan politikus pro Maduro, Diosdado Cabello, menuduh aparat Venezuela yang desersi sudah disogok. Namun, tuduhan itu dibantah para aparat yang membelot.

Sekitar tiga juta warga Venezuela memilih lari dari negara itu karena krisis berkepanjangan. Sepertiganya mengungsi ke Kolombia.

Meski sejumlah aparatnya membelot, sejumlah pejabat serta petinggi militer dan kepolisian menyatakan masih setia terhadap Maduro. Mereka adalah mantan menteri luar negeri yang kini menjadi Wakil Presiden Delcy Rodriguez, Menteri Penerangan Jorge Rodriguez, dan Menteri Pertahanan Jenderal Vladimir Padrino Lopez.

Mereka dijatuhi sanksi oleh Amerika Serikat karena dugaan korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia.

Maduro menuduh Guaido adalah antek Amerika Serikat yang hendak menggulingkan pemerintahannya.

Krisis ekonomi yang berlanjut menjadi krisis politik melanda Venezuela sejak 2013. Saat ini krisis diperburuk dengan jaringan listrik yang padam berhari-hari, sehingga memicu kelangkaan air. 




Credit  cnnindonesia.com





Oposisi Rebut Pos Diplomatik Venezuela di AS


Oposisi Rebut Pos Diplomatik Venezuela di AS
Pemimpin oposisi Venezuela, Juan Guaido. (Reuters/Andres Martinez Casares)



Jakarta, CB -- Kelompok oposisi Venezuela mengambil alih tiga aset diplomatik di Amerika Serikat. Ini adalah bentuk krisis politik yang berlanjut antara Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, dan Ketua Majelis Nasional, Juan Guaido.

Seperti dilansir AFP, Rabu (20/3), tiga bangunan pos diplomatik Venezuela yang diambil alih kelompok oposisi adalah dua fasilitas militer di Washington dan sebuah konsulat setinggi enam lantai di New York, tidak jauh dari Gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Duta Besar Venezuela yang pro oposisi, Carlos Vecchio, menyatakan langkah itu diambil untuk melindunginya dari kekuasaan Maduro.

"Pejabat rezim Nicolas Maduro secara tidak sah menduduki konsulat ini. Mereka tidak punya status hukum di sini," kata diplomat pro Guaido, Gustavo Marcano.


Gedung konsulat Venezuela saat ini tidak berfungsi dan tidak ada kegiatan. Namun, di dalam gedung itu terdapat sejumlah benda-benda seni dan lukisan mendiang mantan presiden Hugo Chavez serta peta Venezuela.

Di satu ruangan terdapat tumpukan paspor, beberapa lemari, dan kaos-kaos yang masih tergantung. Sedangkan sejumlah perangkat elektronik seperti komputer sudah raib. Tidak diketahui diapa yang membawanya.

Pemerintah Venezuela mengecam pengambilalihan pos diplomatik mereka di AS oleh kelompok oposisi. Mereka mengancam memberlakukan hal yang sama terhadap AS.

"Ini adalah pelanggaran serius pemerintah AS terhadap perwakilan pemerintah Venezuela di luar negeri," demikian pernyataan pemerintah Venezuela melalui akun Twitter mereka.

Krisis ekonomi akibat inflasi tak terkendali sejak Maduro mengambil kendali pemerintahan sejak Hugo Chavez meninggal enam tahun silam membuat Venezuela masuk ke dalam pusaran masalah. Hal itu memicu krisis kemanusiaan hingga politik sampai saat ini.






Credit  cnnindonesia.com







Selasa, 19 Maret 2019

Oposisi Venezuela Kuasai Properti Diplomatik di AS



Oposisi Venezuela Kuasai Properti Diplomatik di AS
Utusan oposisi untuk AS, Carlos Vecchio, memasang foto Juan Guaido setelah sebelumnya menurunkan foto Presiden Nicolas Maduro. Foto/Istimewa


WASHINGTON - Perwakilan pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido telah mengambil kendali atas tiga properti diplomatik negara itu di Amerika Serikat (AS). Hal itu dikatakan oleh utusan Guaido untuk AS ketika oposisi mendesak upaya untuk menggulingkan Presiden sosialis Nicolas Maduro.

Utusan Guaido, Carlos Vecchio, mengatakan oposisi telah menguasai dua gedung milik kementerian pertahanan Venezuela di Washington dan satu gedung konsuler di New York. Dia menambahkan bahwa kelompok itu mengharapkan untuk mengambil kendali kedutaan besar Venezuela di Washington "di hari-hari yang akan datang."

Langkah itu diambil setelah Guaido, presiden Majelis Nasional yang dikuasai oposisi, meminta konstitusi untuk menjadi presiden sementara pada Januari. Ia beralasan bahwa terpilihnya kembali Maduro pada pemilu bulan Mei 2018 lalu tidak sah.

"Kami mengambil langkah-langkah ini untuk melestarikan aset Venezuela di negara ini," kata Vecchio dari salah satu bangunan, kantor atase militer Venezuela ke Washington, setelah melepas potret Maduro dari tembok dan menggantinya dengan foto Guaido seperti dikutip dari TRT World, Selasa (19/3/2019).

AS dan puluhan negara lain mengakui pemimpin oposisi Juan Guaido sebagai pemimpin sementara negara kaya minyak itu ketimbang Presiden Nicolas Maduro, yang menolak untuk mundur dan menuduh Guaido sebagai boneka AS.

Sementara itu, Rusia, China, Turki, Kuba, dan negara-negara lain berpihak pada Presiden Nicolas Maduro yang terpilih dalam pemilu yang diboikot oposisi. Mereka memperingatkan AS dan sekutunya untuk tidak "campur tangan" dalam urusan dalam negeri negara Amerika Selatan itu. 



Credit  sindonews.com



Senin, 18 Maret 2019

Maduro Berencana Rombak Kabinet


Presiden Venezuela, Nicolas Maduro saat peringatan Angostura Discour Bicentennial di Ciudad Bolivar, Venezuela (15/2).
Presiden Venezuela, Nicolas Maduro saat peringatan Angostura Discour Bicentennial di Ciudad Bolivar, Venezuela (15/2).
Foto: EPA

Perombakan terjadi setelah pemadaman berlangsung hampir selama sepekan.




CB, CARACAS -- Wakil Presiden Venezuela Delcy Rodriguez mengatakan Presiden Nicolas Maduro sedang merencanakan perombakan mendalam pemerintahannya, Ahad (17/3).

"Presiden Nicolas Maduro telah meminta seluruh kabinet eksekutif meninjau ulang peran mereka dalam restrukturisasi mendalam metode dan fungsi pemerintah Bolivarian, untuk melindungi tanah air Bolivar dan Chavez dari ancaman apa pun," tulis Rodriguez di Twitter, merujuk kepada pemimpin kemerdekaan Simon Bolivar, dan mantan presiden Hugo Chavez.

Perombakan terjadi setelah pemadaman berlangsung hampir selama sepekan. Venezuela telah mengalami hiperinflasi ekonomi, kekurangan makanan, obat-obatan dan emigrasi jutaan warga.

Maduro menyalahkan pemadaman listrik atas serangan yang dilakukan oleh Amerika Serikat. Selain itu, juga bagian dari sabotase oleh oposisi.

Akan tetapi para insinyur kelistrikan setempat mengatakan kepada Reuters, penyebab pemadaman disebabkan kurangnya investasi selama bertahun-tahun. Kemudian, karena kurangnya pemeliharaan pembangkit listrik, dan jaringan listrik negara.

Maduro menghadapi tantangan kepresidenannya dari pemimpin oposisi, Juan Guaido. Ia mendeklarasikan diri sebagai pemimpin oposisi pada Januari untuk menjadi presiden sementara.


photo
Pemimpin Majelis Nasional Juan Guaido memproklamirkan diri sebagai presiden sementara Venezuela di Central University of Venezuela di Caracas.

Alasan Guaido menjadi pemimpin oposisi yakni karena, pemilihan kembali Maduro pada Mei 2018 dianggap tidak sah. Sebagian besar negara Barat telah mengakui Guaido sebagai pemimpin negara yang sah.

Maduro telah berulang kali mengubah anggota Kabinet sejak menjabat pada 2013. Dengan anggota militer naik ke jabatan yang memimpin kementerian minyak, interior dan listrik.

Dalam kunjungan ke pekerja listrik di negara bagian Bolivar selatan pada Sabtu, Maduro berjanji melakukan restrukturisasi perusahaan listrik negara Corpoelec. Ia juga berjanji untuk membuat unit di angkatan bersenjata, fokus melindungi infrastruktur utama dari serangan.




Credit  republika.co.id



Tak Pedulikan Tekanan AS, Rusia Lanjutkan Kerjasama dengan Venezuela



Tak Pedulikan Tekanan AS, Rusia Lanjutkan Kerjasama dengan Venezuela
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov menuturkan Moskow tidak akan memperdulikan tekanan AS dan akan melanjutkan kerjasama dengan Venezuela. Foto/Istimewa


MOSKOW - Rusia menuturkan, mereka tidak akan memperdulikan tekanan Amerika Serikat (AS) dan akan terus melanjutkan kerjasama dengan Venezuela. Sebelumnya, AS telah menjatuhkan sejumlah pembatasan terhadap perusahaan Rusia yang menjalin kerjasama dengan Venezuela.

Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov menuturkan dia akan melakukan pertemuan dengan Perwakilan Khusus AS untuk Venezuela, Elliott Abrams. Dalam pertemuan itu, Ryabkov menuturkan, dia akan memperingatkan AS untuk tidak campur tangan dalam urusan dalam negeri Venezuela.

Ryabkov kemudian menuturkan, masalah tekanan pada perusahaan Rusia untuk melakukan kegiatan ekonomi dengan mitra Venezuela akan dimunculkan dalam pertemuan tersebut.

"Kami akan memperingatkan AS terhadap intervensi paksa dan bentuk-bentuk lain dari pengaruh tidak sah terhadap otoritas yang sah di Caracas. Tentu saja, kami akan menjelaskan mengapa upaya harus dilakukan agar dialog intra-Venezuela masih dimulai," ucap Ryabkov.

"Tentu saja, kami akan menekankan bahwa kerja sama di semua bidang, yang dilakukan oleh Moskow dan Caracas, benar-benar legal dan memiliki sejarah yang pasti dan ruang lingkup yang signifikan," sambungnya, seperti dilansir Sputnik pada Minggu (17/3).

Terkait dengan pertemuan dengan Abrams, Ryabkov mengatakan pertemuan tersebut akan digelar di Roma pada Selasa mendatang. "Posisi Moskow dan Washington mengenai masalah ini sangat bertentangan, tetapi ini bukan alasan untuk tidak berbicara. Kami akan melakukan diskusi yang relevan," tukasnya. 




Credit  sindonews.com