Tampilkan postingan dengan label UKRAINA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label UKRAINA. Tampilkan semua postingan

Senin, 03 Desember 2018

Lavrov: Moskow Siap Gelar Pembicaraan Jika AS Bersedia


Lavrov: Moskow Siap Gelar Pembicaraan Jika AS Bersedia
Lavrov menuturkan, Rusia siap untuk menggelar pembicaraan untuk normalisasi hubungan dengan AS, jika Washington telah siap untuk melakukan pembicaraan itu. Foto/Reuters

MOSKOW - Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov menuturkan, Rusia siap untuk menggelar pembicaraan untuk normalisasi hubungan dengan Amerika Serikat (AS), jika Washington telah siap untuk melakukan pembicaraan itu.

"Penasihat Keamanan Nasional AS, John Bolton telah melakukan pendekatan dengan Asisten Presiden Rusia, Yuri Ushakov, mengenai isu-isu kebijakan luar negeri, dan menegaskan bahwa pihak AS ingin melanjutkan dan menormalkan dialog," ucap Lavrov saat melakukan wawancara dengan televisi Rusia.

"Kami siap untuk ini, segera setelah rekan-rekan kami di AS siap," sambungnya dalam wawancara tersebut, seperti dilansir Sputnik pada Minggu (2/12).

Sementara itu, ketika ditanya apakah dia telah bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo di G20, Lavrov mengatakan bahwa dia tidak melakukan pertemuan tersebut. "Sejujurnya, saya bahkan tidak tahu apakah dia ada di sana atau tidak, karena saya tidak melihat seluruh delegasi AS," ucap Lavrov.

Ditanya kapan pertemuan berikutnya antara Putin dan Trump kemungkinan akan digelar, Lavrov mengatakan dia tidak tahu, dan bahkan tidak akan berani menebak.

Dia menambahkan bahwa dia tidak bisa mengesampingkan insiden Minggu lalu di Selat Kerch, di mana Rusia menahan tiga kapal Angkatan Laut Ukraina dan dua lusin pelaut setelah mereka melanggar perbatasan maritim Rusia.
"Saya bukan pendukung teori konspirasi dan segala macam spekulasi persekongkolan. Tetapi akhir-akhir ini terlalu banyak kejadian kebetulan ketika, pada malam peristiwa penting, semacam provokasi tiba-tiba muncul, yang kemudian segera digunakan untuk mengintensifkan retorika sanksi," tukasnya 



Credit  sindonews.com




Pompeo: Trump Bertemu Putin Jika Moskow Bebaskan Perwira Ukraina


Pompeo: Trump Bertemu Putin Jika Moskow Bebaskan Perwira Ukraina
Menlu AS, Mike Pompeo menuturkan Donald Trump akan bertemu dengan Vladimir Putin jika Moskow membebaskan perwira Ukraina yang ditangkap di Crimea. Foto/Istimewa

WASHINGTON - Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo menuturkan, Presiden AS, Donald Trump akan bertemu dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin jika Moskow membebaskan perwira Ukraina yang ditangkap beberapa waktu lalu. Perwira Ukraina itu ditangkap, bersama dengan tiga kapal mereka di perairan Crimea.

Berbicara saat melakukan wawancara dengan CNN, Pompeo menuturkan, keputusan pembatalan pertemuan Trump dan Putin adalah sesuatu yang disesalkan. Namun, dia menyebut, pembatalan ini disebabkan oleh tindakan Rusia di Selat Kerch.

"Kami ingin para perwiran itu kembali, kami ingin kapal-kapal itu kembali. Kami menyesal (pembatalan pertemuan Putin-Trump), tetapi Rusia menyebabkan pertemuan ini dibatalkan oleh perilaku mereka di Selat Kerch," kata Pompeo, seperti dilansir Tass pada Minggu (2/12).

"Trump mengatakan dia ingin bertemu, dia ingin berbicara dengan Putin. Ada banyak hal yang perlu kita temukan jalan maju bersama, banyak tempat di mana orang Amerika beresiko. Selain itu, sejauh ini, AS dan Rusia menemukan diri mereka dalam situasi sulit ketika pembicaraan tidak dapat diadakan," sambungnya.

Menurut Pompeo, Trump saat ini sedang mencoba menemukan cara untuk memperbaiki hubungan dengan Rusia. Namun, papar Pompeo, situasi di Selat Kerch membuat semuanya semakin sulit.

Sementara itu, sebelumnya Kremlin menyatakan Putin dan Trump tidak mungkin mengadakan pembicaraan dalam waktu dekat, setelah AS tiba-tiba membatalkan pertemuan yang dijadwalkan di Argentina. 



Credit  sindonews.com



Putin: Kiev Pecah Belah Ukraina dengan Terapkan Darurat Militer


Putin: Kiev Pecah Belah Ukraina dengan Terapkan Darurat Militer
Putin menyatakan bahwa dengan mendeklarasikan darurat militer di sepuluh wilayah negara itu, pemerintah Ukraina telah membagi negara itu menjadi dua bagian. Foto/Reuters

MOSKOW - Presiden Rusia, Vladimir Putin menyatakan bahwa dengan mendeklarasikan darurat militer di sepuluh wilayah negara itu, pemerintah Ukraina telah membagi negara itu menjadi dua bagian.



"Mereka menyatakan darurat militer di sepuluh wilayah, di mana presiden saat ini tidak memiliki banyak dukungan. Ini berarti bahwa pemerintah Ukraina telah membagi negara menjadi dua bagian, satu yang dapat dipercaya dan satu yang tidak bisa," ucap Putin, seperti dilansir Tass pada Minggu (2/12).



Putin mencatat bahwa Ukraina tidak mengumumkan darurat militer, ketika situasi negara itu jauh lebih mengerikan, dan menyebut keputusan Presiden Ukraina Petro Poroshenko itu terkait dengan pemilihan umum di negara tersebut.



Dia kemudian mengatakan, Kiev sama sekali tidak tertarik untuk menyelesaikan konflik di Donbass, terutama dengan cara damai.



"Analisis peristiwa baru-baru ini terkait dengan insiden ini atau provokasi Laut Hitam, dan apa yang kita lihat di Donbass, menunjukkan bahwa pemerintah Ukraina saat ini tidak tertarik pada pengaturan situasi secara keseluruhan, terutama dengan cara damai. Ini adalah pesta perang, dan sementara mereka tetap berkuasa, semua tragedi semacam ini dan perang akan terus berlanjut," ungkapnya.

Seperti diketahui, pekan lalu Poroshenko menyetujui penerapan darurat militer di negaranya, yang menurutunya adalah upaya untuk menghalau agresi militer yang akan dilakukan oleh Rusia.




Credit  sindonews.com




Jumat, 30 November 2018

Ukraina Akan Cabut 40 Perjanjian Bilateral dengan Rusia


Ukraina Akan Cabut 40 Perjanjian Bilateral dengan Rusia
Ukraina akan mencabut secara sepihak 40 perjanjian bilateral dengan Rusia. Foto/Ilustrasi/Istimewa

KIEV - Pemerintah Ukraina akan segera mengakhiri secara sepihak sekitar 40 perjanjian bilateral dengan Rusia. Hal itu diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Pavel Klimkin pada dalam saluran TV 1+1.

"Baru-baru ini, kami telah mengakhiri 48 perjanjian internasional (dengan Rusia). Namun, ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati sehingga warga Ukraina kami tidak terpengaruh. Bagian berikutnya sekitar 40 perjanjian yang diakhiri akan mengikuti cukup cepat," katanya seperti dikutip dari TASS, Jumat (30/11/2018).

Menurut diplomat top Ukraina itu, Kiev telah merombak semua perjanjian bilateral dengan Rusia. "Segala sesuatu yang ada sebelum perang (sampai 2014) menurut definisi tidak masuk akal," jelas Klimkin.

Sebelumnya, hubungan antara Rusia dan Ukraina disederhanakan oleh 375 dokumen bilateral. Beberapa dari mereka telah ditangguhkan dalam beberapa tahun terakhir karena konflik Ukraina timur antara pemerintah Kiev dan republik Donetsk dan Lugansk yang memproklamirkan wilayahnya sendiri serta Crimea yang reunifikasi dengan Rusia pada tahun 2014.

Pada 24 September, Kiev secara resmi memberitahu bahwa Perjanjian Persahabatan bilateral tidak diperpanjang. Kesepakatan itu ditandatangani pada Mei 1997 dan mulai berlaku pada bulan April 1999. Perjanjian itu berlaku untuk periode sepuluh tahun, dan diperpanjang secara otomatis setiap 10 tahun jika tidak ada pihak yang keberatan.

Hubungan Rusia dan Ukraina jatuh dalam krisis terbaru setelah insiden di Selat Kerch. Pada hari Minggu, tiga kapal angkatan laut Ukraina yang mencoba berlayar melalui Selat Kerch dari Laut Hitam ke Laut Azov diserang dan disita oleh pasukan Rusia. Rusia mengklaim kapal-kapal itu telah melanggar perbatasannya.

Angkatan Laut Ukrainia mengatakan bahwa pihaknya telah memberi tahu Rusia sebelum perjalanan kapal-kapal itu melewati selat. Namun Rusia mengatakan tidak menerima laporan semacam itu dan kapal-kapal itu mengabaikan banyak peringatan oleh penjaga perbatasan Rusia.

Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina mengatakan bahwa lebih dari 20 warga Ukraina ditahan selama ketegangan.

Ukraina menuduh Rusia melakukan "tindakan agresif" di Laut Azov setelah Rusia meresmikan jembatan di atas Selat Kerch awal tahun ini dan mulai memeriksa kapal-kapal komersial yang berlayar melalui laut dan selat.

Moskow menolak tuduhan seperti itu, mengatakan Rusia dapat menggunakan hak kedaulatannya di perairan terdekat dari Crimea dan Selat Kerch bukan merupakan bagian internasional. 





Credit  sindonews.com




AS dan Inggris Janjikan Dukungan untuk Ukraina


AS dan Inggris Janjikan Dukungan untuk Ukraina
Seorang anggota dinas keamanan FSB Rusia, pergi, mengawal seorang pelaut angkatan laut Ukraina yang ditahan ke sidang pengadilan di Simferopol, Crimea. Foto/Istimewa

KIEV - Amerika Serikat (AS) dan Inggris menjanjikan dukungan mereka untuk Ukraina di tengah ketegangan dengan Rusia di sekitar Selat Kerch. Demikian laporan yang diturunkan media Ukraina.

Menurut kantor berita Ukrinform yang dikelola pemerintah Ukraina, Duta Besar AS untuk Ukraina, Marie Yovanovitch menyerukan perlunya deeskalasi ketegangan dan mendesak Rusia agar membebaskan para pelaut Ukraina yang ditangkap.

"AS mendukung hak Ukraina untuk membela haknya dan kami akan terus berdiri di samping orang-orang Ukraina. Dan dukungan kami tidak hanya verbal," kata Yovanovitch seperti dikutip dari Xinhua, Jumat (30/11/2018).

Pernyataan itu dilontarkan Yovanovitch pada Konferensi Keamanan Maritim Internasional ke-2 di Kiev.

Duta Besar Inggris untuk Ukraina Judith Gough, yang juga berpartisipasi dalam konferensi itu, mengatakan Inggris mengutuk tindakan Rusia di Selat Kerch dan siap membantu Ukraina dalam meningkatkan kemampuan angkatan lautnya.

"Kami akan bekerja untuk pengembangan Angkatan Laut Ukraina," kata Gough pada konferensi tersebut.

Pada hari Minggu, tiga kapal angkatan laut Ukraina yang mencoba berlayar melalui Selat Kerch dari Laut Hitam ke Laut Azov diserang dan disita oleh pasukan Rusia. Rusia mengklaim kapal-kapal itu telah melanggar perbatasannya.

Angkatan Laut Ukrainia mengatakan bahwa pihaknya telah memberi tahu Rusia sebelum perjalanan kapal-kapal itu melewati selat. Namun Rusia mengatakan tidak menerima laporan semacam itu dan kapal-kapal itu mengabaikan banyak peringatan oleh penjaga perbatasan Rusia.

Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina mengatakan bahwa lebih dari 20 warga Ukraina ditahan selama ketegangan.

Ukraina menuduh Rusia melakukan "tindakan agresif" di Laut Azov setelah Rusia meresmikan jembatan di atas Selat Kerch awal tahun ini dan mulai memeriksa kapal-kapal komersial yang berlayar melalui laut dan selat.

Moskow menolak tuduhan seperti itu, mengatakan Rusia dapat menggunakan hak kedaulatannya di perairan terdekat dari Crimea dan Selat Kerch bukan merupakan bagian internasional.

Hubungan antara Rusia dan Ukraina telah memburuk sejak Crimea dimasukkan ke Rusia pada Maret 2014 setelah referendum lokal, yang ditolak oleh Ukraina dan negara-negara Barat. 




Credit  sindonews.com




Ukraina Klaim Dua Pelabuhannya di Laut Azov Diblokade Rusia


Ukraina Klaim Dua Pelabuhannya di Laut Azov Diblokade Rusia
Pesawat-pesawat jet tempur Rusia terbang di atas jembatan di Semenanjung Crimea dengan dataran Rusia. Foto/REUTERS

KIEV - Menteri Infrastruktur Ukraina, Volodymyr Omelyan, mengklaim dua pelabuhan negaranya di Laut Azov; Berdyansk dan Mariupol, diblokade oleh Rusia. Setiap kala dilarang meninggalkan dan memasuki dua pelabuhan tersebut.

Omelyan mengatakan, secara keseluruhan ada 35 kapal yang telah dicegah untuk melakukan operasi normal. Menurutnya, hanya kapal yang bergerak menuju pelabuhan Rusia di Laut Azov yang diizinkan masuk.

"Tujuannya sederhana, dengan menempatkan blokade di pelabuhan Ukraina di Laut Azov, Rusia berharap akan mendorong Ukraina keluar dari wilayah kita sendiri, wilayah yang merupakan milik kita sesuai dengan semua hukum internasional yang relevan," katanya dalam sebuah pernyataan yang dirilis di Facebook, seperti dikutip Reuters, Jumat (30/11/2018).

Omelyan mengatakan 18 kapal sedang menunggu masuk ke Laut Azov, termasuk empat kapal ke Berdyansk dan 14 kapal ke Mariupol. Ada juga barisan sembilan kapal yang hendak meninggalkan Laut Azov dan delapan kapal lainnya "terdiam" di dekat dermaga pelabuhan.

Gandum dan baja adalah produk yang mendominasi pengiriman melalui pelabuhan-pelabuhan di Laut Azov.

Rusia menangkap tiga kapal Angkatan Laut Ukraina dan para awaknya pada hari Minggu di dekat semenanjung Crimea, wilayah yang dianeksasi Moskow pada 2014. Kapal-kapal dan para pelaut itu ditangkap karena dianggap memasuki perairan Rusia secara tidak sah.Tuduhan itu dibantah keras oleh Ukraina. Insiden itu juga diwarnai penembakan oleh kapal perang Moskow, di mana beberapa pelaut Kiev terluka.

Amerika Serikat dan Uni Eropa telah memberlakukan sanksi terhadap Rusia atas tindakannya terhadap Ukraina sejak 2014, yakni ketika Moskow menganeksasi Crimea setelah seorang pemimpin pro-Rusia digulingkan di Kiev.

Moskow kemudian dituding mendukung separatis pro-Rusia di timur Ukraina dalam konflik di mana lebih dari 10.000 orang telah tewas. Pertempuran besar berakhir dengan gencatan senjata pada tahun 2015, tetapi baku tembak yang mematikan masih sering terjadi. 






Credit  sindonews.com






NATO Akan Bertemu Ukraina Pekan Depan


NATO Akan Bertemu Ukraina Pekan Depan
NATO bakal melangsungkan pertemuan dengan Ukraina membahas konflik di Laut Hitam. (Ludovic Marin/Pool via REUTERS)


Jakarta, CB -- NATO dikabarkan akan melakukan pertemuan dengan Ukraina pada pekan depan. Pertemuan itu akan membahas perselisihan antara Ukraina dan Rusia di Laut Hitam.

"Pekan ini kami akan membahas perkembangan di Laut Hitam, dan pekan depan NATO akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Ukraina," ujar Juru Bicara Nato, Oana Lungescu, melansir AFP.

Rencananya, pertemuan itu akan digelar pada Senin dan Selasa di Markas NATO, Brussel. Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg akan menjadi tuan rumah yang menyambut kedatangan Ukraina.



Sebelumnya, Presiden Ukraina, Petro Poroshenko meminta NATO turun tangan dengan memberikan bantuan angkatan laut di Semenanjung Krimea. Namun, sampai saat ini NATO belum memberikan jawaban atas permintaan tersebut.

"Sejak pencaplokan Semenanjung Krimea oleh Rusia pada 2014, NATO secara substansial meningkatkan kehadirannya di Laut Hitam," ujar Lungescu.

Saat ini saja, kapal NATO secara rutin berpatroli di Laut Hitam. Pada tahun 2018, kapal NATO menghabiskan 120 hari di Laut Hitam. Angka itu, kata Lungesco, meningkat dibandingkan pada 2017 yang hanya berjumlah 80 hari.

"Jadi, sebetulnya NATO sudah hadir di Laut Hitam. NATO dan sekutunya terus memberikan dukungan yang kuat untuk Ukraina," kata Lungescu.


Diketahui sebelumnya, Presiden Ukraina telah mendesak sekutu Barat untuk mengarahkan kapal-kapal angkatan lautnya ke Laut Azov. Permintaan itu muncul setelah Rusia menembaki dan menahan tiga kapal Ukraina di perairan lepas Krimea pada Minggu (25/11).

Sejumlah pemimpin Barat juga telah mengecam tindakan Rusia. Mereka menuntut Moskow untuk membebaskan kapal beserta awak kapal, sekaligus menegaskan kembali penolakan mereka terhadap pencaplokan Semenanjung Krimea oleh Rusia.



Credit  cnnindonesia.com




Ukraina Minta Bantuan NATO Hadapi Rusia


Ukraina Minta Bantuan NATO Hadapi Rusia
Kapal Ukraina di Laut Hitam. (Foto: Reuters/Yevgeny Volokin)


CB, CNN Indonesia -- Presiden Ukraina, Petro Poroshenko meminta anggota NATO, termasuk Jerman, untuk mengirimkan kapal-kapal angkatan laut ke Laut Azov buat mendukung Ukraina menghadapi konflik dengan Rusia.

"Jerman merupakan salah satu sekutu terdekat kami, dan kami berharap negara-negara yang tergabung dalam NATO siap mengirimkan kapal-kapal angkatan laut ke Laut Azov untuk membantu Ukraina dan menyediakan keamanan," ucap Poroshenko kepada harian Jerman, Bild.

Seperti dilansir AFP pada Kamis (29/11), Presiden Rusia Vladimir Putin membenarkan bahwa Rusia telah merebut tiga kapal Ukraina akhir pekan lalu.


Poroshenko menuduh Putin "tidak menginginkan apapun selain menguasai laut."

"Kami tidak dapat menerima kebijakan agresif Rusia. Awalnya Krimea, kemudian timur Ukraina, dan sekarang dia menginginkan Laut Azov," ucap Poroshenko.

"Jerman juga harus bertanya pada negaranya sendiri, Apa yang sanggup dilakukan Putin selanjutnya jika kita tidak menghentikannya?" ucap Poroshenko pada hari di mana Perdana Menteri Ukraina Volodymyr Groysman mengunjungi Berlin.


Rusia telah menembaki dan kemudian menyita tiga kapal Ukraina pada Minggu (25/11), dan menuduh kapal itu masuk secara ilegal ke perairannya di Laut Azov. Hal ini menimbulkan ketegangan antara Rusia dan Ukraina.

Pemimpin NATO, Jens Stotlenberg, pada Senin menuntut Rusia membebaskan kapal dan pelaut Ukraina, dengan memperingatkan bahwa tindakan yang sudah dilakukan memunculkan konsekuensi besar.

Poroshenko juga menyampaikan kepada surat kabar Jerman bahwa Kanselir Jerman, Angela Merkel merupakan teman baik Ukraina.


"Pada 2015, dia sudah menyelamatkan negara kami melalui negosiasinya di Minsk, kami berharap dia akan mendukung kami sekali lagi bersama sekutu kami lainnya," ucap Poroshenko.

"Putin ingin membawa kembali Kekaisaran Rusia Lama. Krimea, Donbas, dia menginginkan seluruh negeri," kata Poroshenko lagi.

"Sebagai seorang kaisar Rusia, ketika dia melihat dirinya sendiri, kekaisarannnya tidak dapat berfungsi tanpa Ukraina. Dia melihat kita sebagai koloni," ucap Poroshenko yang menjabat sejak 2014.




Credit  cnnindonesia.com




Poroshenko: Putin Ingin Caplok Ukraina



Vladimir Putin
Vladimir Putin
Foto: EPA/Alexey Nikolsky
Rusia tembaki Kapal Angkatan Laut Ukraina.




CB, KIEV -- Presiden Ukraina Poroshenko pada Kamis menuduh Presiden Rusia Vladimir Putin ingin mencaplok seluruh wilayah negaranya. Ia menyeru NATO untuk mengerahkan kapal-kapal perang ke laut dua negara itu berbagi.

Komentar Poroshenko kepada media Jerman merupakan bagian dari upaya Kiev untuk memperoleh dukungan Barat guna memberlakukan lebih banyak sanksi terhadap Moskow.


Ukraina juga ingin menjamin bantuan militer Barat yang nyata, dan menggalang penentangan atas jalur pipa gas Rusia. Para sekutu Barat-nya sejauh ini belum memberikan apapun, kendati peringatan kemungkinan invasi oleh Rusia setelah Moskow menyita tiga kapal Angkatan Laut Ukraina dan para awak mereka pada Ahad.



Moskow dan Kiev saling menyalahkan atas insiden Laut Hitam, yang terjadi di lepas pantai wilayah Krimea yang dicaplok Rusia. Saat itu, kapal Rusia menembaki kapal Angkatan Laut Ukraina.

"Jangan percaya kebohongan Putin," kata Poroshenko kepada Bild, harian bertiras terbesar di Jerman, merujuk pada pernyataan tak bersalah Moskow dalam peristiwa tahun 2014 saat negara itu mencaplok Krimea.

Putin, kata ia, menginginkan kekaisaran lama Rusia kembali. "Krimea, Donbass, seluruh nagara. Sebagai Tsar Rusia, dia melihat dirinya, kekaisarannya tak dapat berfungsi tanpa Ukraina. Dia melihat kami sebagai koloninya."




Credit  republika.co.id





Rusia Berencama Kirim S-400 ke Crimea, Ukraina Murka



Rusia Berencama Kirim S-400 ke Crimea, Ukraina Murka
Kementerian Luar Negeri Ukraina mengutuk rencana Rusia untuk menyebarkan sebuah batalion sistem pertaahanan udara S-400 ke semenanjung Crimea. Foto/Istimewa

KIEV - Kementerian Luar Negeri Ukraina mengutuk rencana Rusia untuk menyebarkan sebuah batalion sistem pertaahanan udara S-400 ke semenanjung Crimea. Kiev menyebut langkah ini hanya akan memperburuk situasi.

Direktur Politik Kemlu Ukraina, Olexiy Makeyev mengatakan bahwa pengiriman sistem pertahanan udara itu sangat berbahaya tidak hanya untuk Ukraina, tetapi seluruh wilayah Laut Hitam.

"Jangkauan operasional sistem itu mencapai 400km sehingga menempatkan semua negara di wilayah Laut Hitam, termasuk anggota NATO di bawah ancaman serangan. Kami tahu bahwa rudal itu dapat digunakan juga untuk target darat," ucap Makeyev.

Makeyev mengatakan bahwa Moskow telah militerisasi Crimea sejak 2014, dengan membawa sistem senjata baru termasuk pesawat dan rudal yang mampu membawa hulu ledak nuklir serta personil militer.

"Pendudukan dan militerisasi berikutnya di Crimea adalah perluasan area penggunaan kapal perang Rusia dan pesawat militer di Laut Hitam dan mungkin jauh melampauinya, bahkan di wilayah Mediterania," ungkapnya.

"Militerisasi semacam itu memiliki konsekuensi luas untuk keamanan tidak hanya di wilayah Laut Hitam tetapi di seluruh Eropa selatan, serta Afrika Utara dan Timur Tengah," tukasnya. 



Credit  sindonews.com



Kamis, 29 November 2018

Darurat Militer Pertama Ukraina Sejak Merdeka, Seperti Apa?



Presiden Ukraina Petro Poroshenko, memberikan pidato saat menghadiri upacara untuk penyerahan senjata dan kendaraan militer untuk tentara  Ukraina yang berperang di timur Ukraina, di Chuhui,  23 Agustus 2016. Mikhail Palinchak/Ukraina Presiden Press Service
Presiden Ukraina Petro Poroshenko, memberikan pidato saat menghadiri upacara untuk penyerahan senjata dan kendaraan militer untuk tentara Ukraina yang berperang di timur Ukraina, di Chuhui, 23 Agustus 2016. Mikhail Palinchak/Ukraina Presiden Press Service

CB, Jakarta - Ukraina memberlakukan darurat militer pada Senin 26 November setelah Rusia menyita dua kapal perang dan satu kapal tunda Ukraina yang dituduh Rusia melanggar kedaulatan maritim di Selat Kerch, Crimea.
Presiden Ukraina Petro Poroshenko, mengatakan dalam pidatonya kepada Parlemen bahwa darurat militer akan dimulai pada Rabu, tetapi situs resminya mengatakan telah berlaku Senin.

Selain itu, surat kabar milik pemerintah menerbitkan versi yang lebih lama dan lebih ketat dari undang-undang yang mengatakan bahwa darurat militer akan berlangsung 60 hari, bukan 30 hari seperti yang disetujui oleh anggota parlemen, seperti dilaporkan dari New York Times, 28 November 2018.

Presiden Ukraina Petro Poroshenko, menghadiri upacara untuk penyerahan senjata dan kendaraan militer untuk tentara Ukraina yang berperang di timur Ukraina, di Chuhui, 23 Agustus 2016. Mikhail Palinchak/Ukraina Presiden Press Service
Poroshenko berusaha untuk meyakinkan publik melalui wawancara televisi dan unggahan Facebook bahwa hukum darurat militer hanya akan diberlakukan jika terjadi invasi dan bahwa darurat militer tidak akan membatasi kebebasan.
Namun para pengacara, diplomat, dan ahli lainnya mengatakan bahwa pemberlakuan darurat militer terkesan samar.

"Tidak ada yang diketahui tentang pembatasan itu sendiri," kata Eugene Krapyvin, seorang pengacara yang bekerja pada reformasi pemerintah.
Surat kabar resmi, Uryadovyi Kuryer, menerbitkan versi lawas dari undang-undang darurat militer Ukraina yang diminta oleh Poroshenko untuk mengantisipasi invasi darat Rusia.



Sebuah kapal perang bersenjata artileri miliki Ukraina dan kapal tunda terlihat berlabuh di pelabuhan Kerch, Crimea, Rusia pada 26 November 2018. Reuters



Kantor Poroshenko tidak menanggapi permintaan klarifikasi tentang UU darurat militer, yang terbatas pada 10 provinsi yang berbatasan dengan wilayah tempat pasukan Rusia dikerahkan serta di sepanjang Laut Hitam dan Laut Azov.
Roman Marchenko, seorang pengacara swasta di Ukraina, mengatakan garis besar mencakup kemampuan komandan militer di masing-masing dari 10 wilayah untuk meminta properti dan kendaraan pribadi, untuk memobilisasi warga sebagai tentara, untuk mengevakuasi pusat-pusat populasi dan memberlakukan jam malam.

"Pertanyaannya adalah apakah para pejabat militer akan menggunakan kekuatan ini dalam kenyataan," kata Marchenko, mencatat bahwa tidak ada yang tahu bagaimana pelaksanaannya akan berhasil karena darurat militer tidak pernah diberlakukan sejak Ukraina menyatakan kemerdekaan dari Uni Soviet pada tahun 1991.




Credit  tempo.co





Bela Ukraina, Bos Pentagon Sebut Rusia Tak Bisa Dipercaya


Bela Ukraina, Bos Pentagon Sebut Rusia Tak Bisa Dipercaya
Menteri Pertahanan Amerika Serikat James Norman Mattis. Foto/REUTERS

WASHINGTON - Kepala Pentagon atau Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) James Norman Mattis mengecam penyitaan tiga kapal militer Ukraina oleh Rusia di Selat Kerch, pantai Crimea. Dia mengatakan tindakan itu sebagai melanggar perjanjian antara kedua negara dan menunjukkan bahwa Moskow tidak dapat dipercaya.

"Ketika Anda berpikir bahwa ada perjanjian antara kedua negara itu hanya menunjukkan bahwa Rusia tidak dapat diandalkan sekarang untuk menepati janji," kata Mattis kepada wartawan hari Rabu waktu Washington, yang dilansir Reuters, Kamis (29/11/2018).

"Itu jelas pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional. Itu, saya pikir, penggunaan kekuatan yang melelahkan, yang melukai para pelaut Ukraina," imbuh bos Pentagon tersebut.

Pihak Gedung Putih telah memberi tahu Presiden Donald Trump telah tentang situasi tersebut. Trump sedang mempertimbangkan apakah akan membatalkan pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin atau tidak.

Sebelumnya, Putin menyalahkan Ukraina atas bentrok kapal militer kedua negara di pantai Crimea pada hari Minggu. Menurutnya, insiden itu adalah "permainan kotor" yang dimainkan Presiden Petro Poroshenko untuk menaikkan popularitas menjelang pemilu di negara tersebut.

Pada hari Minggu kapal perang Moskow menembaki kapal-kapal militer Kiev yang dianggap melanggar wilayah Rusia di Selat Kerch, pantai Crimea di Laut Hitam. Dalam insiden itu, tiga kapal militer dan para tentara Ukraina ditangkap pasukan Rusia.

"Ini adalah permainan kotor di dalam negeri (Ukraina)," kata Putin. "Ini adalah provokasi yang diprakarsai oleh otoritas saat ini, dan saya pikir oleh presiden (Ukraina), sehubungan dengan pemilu mendatang yang akan diadakan tahun depan," katanya lagi.

"Insiden di Laut Hitam, itu adalah insiden perbatasan, tidak lebih," lanjut Putin.

Komentar Putin muncul setelah pemerintah Ukraina memberlakukan undang-undang darurat militer pertama di negara itu dengan alasan mengantisipasi aksi militer dari Rusia. Presiden Poroshenko mengatakan ada ancaman "sangat serius" dari invasi darat musuh.

Negara-negara Barat kompak mendukung Ukraina dan menuduh Rusia melanggar hukum internasional. Awal pekan ini, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan kepada presiden Ukraina bahwa aliansi mendukung integritas dan kedaulatan wilayah Ukraina, meskipun Kiev bukan bagian dari aliansi militer NATO.

Kremlin menanggapi undang-undang darurat militer di Ukraina dengan berencana menambah sistem rudal S-400 di Crimea. Sistem pertahanan tambahan itu akan beroperasi akhir tahun ini. 






Credit  sindonews.com




Ukraina Terapkan Darurat Militer, Rusia Pasang Sistem S-400


Sistem rudal S-400. Sumber : Sputnik/RT.com
Sistem rudal S-400. Sumber : Sputnik/RT.com

CB, Jakarta - Rusia akan mengerahkan sistem rudal pertahanan udara terbarunya, S-400, di semenanjung Crimea, setelah insiden penyitaan kapal perang Ukraina di Selat Kerch, Crimea yang berujung pada darurat militer Ukraina.
Kantor berita Interfax, seperti dikutip dari Reuters, 28 November 2018, melaporkan pengerahan S-400 terjadi setelah Ukraina memberlakukan darurat militer selama 30 hari di beberapa bagian negara menyusul penyitaan tiga kapal perang Ukraina oleh RFusia di lepas pantai Crimea pada Minggu 25 November.

Kantor berita RIA mengatakan sistem S-400 akan beroperasi pada akhir tahun ini.

Sebuah kapal perang bersenjata artileri miliki Ukraina dan kapal tunda terlihat berlabuh di pelabuhan Kerch, Crimea, Rusia pada 26 November 2018. Reuters
Sementara media Rusia Sputniknews melaporkan aktivitas pesawat pengintai asing dan pesawat tanpa awak meningkat di dekat perbatasan Rusia, terutama di wilayah Crimea dan Krasnodar.
Boeing P-8 Poseidon, sebuah pesawat militer yang dikembangkan untuk Angkatan Laut Amerika Serikat melakukan penerbangan pengintaian di Selat Kerch dan Krimea pada 27 November, berdasarkan pemantauan situs PlaneRadar.

Pesawat dengan nomor ekor 168848 adalah bagian dari VP-26 Tridents dan merupakan skuadron pesawat Angkatan Laut Amerika Serikat. Pesawat mendekati garis pantai semenanjung pada jarak 31 kilometer.


Boeing P-8 Poseidon.[www.militaryaerospace.com]

Boeing P-8 Poseidon adalah pesawat patroli anti-kapal selam yang dirancang untuk mendeteksi dan menghancurkan kapal selam musuh di area patroli, pengintaian, partisipasi dalam operasi anti-kapal dan misi penyelamatan.

Insiden terjadi hanya beberapa hari setelah tiga kapal Ukraina melintasi perbatasan maritim Rusia. Dinas Keamanan Federal Rusia (FSB) melaporkan bahwa kapal-kapal perang Ukraina berlayar menuju Selat Kerch, sebuah pintu masuk ke Laut Azov, yang kemudian disita oleh Rusia.





Credit  tempo.co





Putin: Presiden Ukraina Dalangi Provokasi untuk Pemilu



Vladimir Putin
Vladimir Putin
Foto: EPA/Sergei Chirikov
Rusia menahan tiga kapal AL Ukraina.




CB, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin pada Rabu menuduh Presiden Ukraina Petro Poroshenko mendalangi provokasi angkatan laut Ukrania di Laut Hitam pada akhir pekan lalu. Hal itu dilakukan Poroshenko supaya menaikkan peringkat popularitasnya yang goyah sebelum pemilihan tahun depan.

Rusia menahan tiga kapal AL Ukraina dan awaknya pada Ahad karena memasuki perairan Rusia secara ilegal. Ukraina membantah tuduhan itu.

Insiden tersebut telah menaikkan ketakutan di Barat akan konflik yang lebih luas antara kedua negara sejak itu Kiev memberlakukan darurat militer di beberapa bagian negara tersebut. Beberapa sekutu Barat Ukraina telah mempertimbangkan kemungkinan untuk memberlakukan sanksi baru atas Rusia terkait insiden tersebut.

Dalam komentar publik pertamanya mengenai insiden itu, Putin mengatakan kapal-kapal Ukraina jelas salah.

"Tanpa keraguan itu provokasi," kata Putin kepada forum keuangan di Moskow. "Itu diatur presiden menjelang pemilihan. Presiden itu berada di peringkat kelima dan karena itu harus melakukan sesuatu. Hal itu digunakan sebagai dalih untuk memberlakukan hukum darurat."




Ukraina berhasil menggunakan episode itu untuk menjual sentimen anti-Rusia. Barat kemudian siap untuk memaafkan para politisi Ukraina atas narasi tersebut.


Pemimpin Rusia itu berbicara setelah Moskow mengatakan akan mengerahkan sistem peluru kendali permukaan-ke-udara S-400 yang canggih ke Krimea, kawasan Ukraina yang dicaplok Rusia pada tahun 2014.  Seorang wartawan Reuters melihat sebuah kapal perang Rusia yang dikerahkan berada dekat, sementara ketegangan dengan Ukraina meningkat.

Episode itu membawa risiko terhadap pertemuan antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Putin di konferensi tingkat tinggi G20 di Argentina akhir pekan ini. Trump mengatakan pada Selasa ia mungkin membatalkan pertemuan tersebut karena insiden itu, tapi Putin mengatakan pada Rabu ia masih berharap bertemu Trump.




Credit  republika.co.id




Rabu, 28 November 2018

Ukraina Terancam Perang Terbuka Dengan Rusia


Ukraina Terancam Perang Terbuka Dengan Rusia
Presiden Ukrania Petro Poroshenko. (REUTERS/Ukrainian Presidential Press)


Jakarta, CB -- Ketegangan antara Rusia dan Ukraina semakin meningkat, selepas insiden yang terjadi di Selat Kirch, Laut Hitam, Semenanjung Krimea pada Minggu pekan lalu. Karena Rusia dikabarkan mengerahkan pasukan ke wilayah perbatasan, Presiden Ukraina Petro Poroshenko menyatakan kemungkinan mereka akan terlibat perang terbuka.

"Negara ini dalam ancaman akan terlibat perang terbuka dengan Rusia," kata Petro, seperti dilansir CNN, Rabu (28/11).

Poroshenko sudah meminta bantuan kepada sekutunya, Amerika Serikat. Dia bahkan mengontak Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, yang berharap dibantu dari sisi militer.


"Kami juga akan membatasi gerak-gerik orang Rusia di perbatasan untuk keluar masuk Ukraina," ujar Poroshenko.


Badan Intelijen (FSB) dan penjaga pantai Rusia menahan 2 buah kapal Angkatan Laut dan sebuah kapal tunda Ukraina pada Minggu pekan lalu.

Menurut Badan Intelijen Rusia (FSB), insiden itu terjadi ketika dua kapal AL Ukraina berukuran kecil dilengkapi meriam yang mengawal sebuah kapal tunda melintas di Laut Hitam dekat Semenanjung Krimea. Mereka hendak menuju pelabuhan di Mariupol.

Rusia beralasan kapal AL Ukraina tetap melintas dan mengabaikan peringatan. Mereka lantas terlibat duel dengan masing-masing melancarkan manuver. Alhasil, penjaga pantai Rusia melepaskan tembakan ke arah kapal AL Ukraina dan melukai sejumlah pelaut.

Menurut versi Ukraina, Rusia justru menyerang dan menyita kapal setelah mereka menjauh dan hendak kembali pelabuhan di Odessa. Mereka mengaku Rusia bertindak agresif dengan menabrak dan menembaki kapal itu.

Poroshenko menyatakan jumlah pasukan Rusia di perbatasan meningkat tiga kali lipat, termasuk pengerahan kendaraan lapis baja. Namun, dia tidak membeberkan secara detail jumlahnya. Menurut dua informasi tersebut didapatkan berdasarkan laporan intelijen.

Sembilan anggota Angkatan Laut Ukraina pun divonis hukuman kurungan selama 2 bulan di Simferopol, Krimea.


Poroshenko mengatakan kehadiran militer Rusia di wilayah perbatasan kali ini adalah yang terbesar sejak negara itu mencaplok Semenanjung Krimea pada tahun 2014 lalu.

Ukraina saat ini memberlakukan status darurat militer selama 30 hari di kawasan yang berbatasan dengan Rusia. Jika sikap kedua negara terus seperti ini, kemungkinan besar perang tinggal menunggu waktu.




Credit  cnnindonesia.com





Ukraina-Rusia Bentrok, Trump Ancam Batalkan Pertemuan dengan Putin


Ukraina-Rusia Bentrok, Trump Ancam Batalkan Pertemuan dengan Putin
Buntut bentrokan di Laut Crimea, Presiden AS Donald Trump kemungkinan akan membatalkan pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Foto/Istimewa

WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengatakan ia mungkin akan membatalkan pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin menyusul bentrokan antara Rusia dan Ukraina di Laut Crimea.

Kepada Washington Post, Trump mengatakan tengah menunggu laporan lengkap setelah kapal Rusia menembaki dan menyita tiga kapal Ukraina pada hari Minggu lalu. Laporan yang berasal dari tim keamanan nasional itu akan "sangat menentukan".

"Mungkin saya tidak akan mengadakan pertemuan (dengan Pak Putin). Mungkin saya bahkan tidak akan mengadakan pertemuan. Saya tidak suka agresi itu. Saya sama sekali tidak menginginkan agresi itu," katanya seperti dikutip dari BBC, Rabu (28/11/2018).

Trump dan Putin direncanakan akan bertemu di sela-sela KTT G20 di Buenor Aires, Argentina, akhir pekan ini. Keduanya dijadwalkan membahas keamanan, pengawasan senjata, dan masalah di Ukraina serta Timur Tengah. Hal itu diungkapkan oleh penasihat keamanan nasional John Bolton.

Kapal penjaga pantai Rusia melepaskan tembakan pada hari Minggu saat dua kapal perang Ukraina dan sebuah kapal kecil berlayar melalui Selat Kerch di lepas pantai Crimea, yang dianeksasi oleh Rusia pada tahun 2014. Dua puluh empat orang Ukraina ditahan dan setidaknya tiga orang terluka dalam insiden itu.

Ukraina menggambarkan insiden itu sebagai "tindakan agresi" tetapi Rusia mengatakan kapal negara tetangganya itu telah secara ilegal memasuki perairannya.

Pengadilan Crimea kemudian memerintahkan 12 orang Ukraina ditahan selama 60 hari. Pengadilan diperkirakan akan mengeluarkan putusan untuk prajurit lainnya pada hari Rabu.

Pasca insiden itu, Ukraina memberlakukan darurat militer selama 30 hari dari 26 November di 10 wilayah perbatasan. 



Credit  sindonews.com



Tiga Kapal Ukraina Disita, Eropa Ingin Jatuhkan Sanksi ke Rusia


Rusia menahan tiga kapal Ukraina di pelabuhan Kerch karena kapal itu diduga memasuki kawasan laut secara ilegal. Ada dua kapal kecil bersenjata artileri dan sebuah kapal tunda yang ditangkap. FSB - TASS
Rusia menahan tiga kapal Ukraina di pelabuhan Kerch karena kapal itu diduga memasuki kawasan laut secara ilegal. Ada dua kapal kecil bersenjata artileri dan sebuah kapal tunda yang ditangkap. FSB - TASS

CB, Jakarta - Para politisi senior negara-negara Eropa mencetuskan kemungkinan menjatuhkan sanksi-sanksi baru terhadap Rusia. Langkah itu terkait sikap Moskow yang menyita tiga kapal berbendera Ukraina di laut dekat Krimea.
Insiden penahanan tiga kapal ini, dikhawatirkan bisa memperluas konflik.
Menurut politisi konservatif dan sekutu dekat Kanselir Jerman Angela Merkel, Norbert Roettgen, Uni Eropa harus memperketat sanksi kepada Rusia setelah sebelumnya menjatuhkan embargo karena menganeksasi Krimea dari Ukraina.

Seruan sama disampaikan Menteri Luar Negeri Austria, Karin Kneissl. Dia mengatakan Uni Eropa akan mempertimbangkan pengetatan sanksi-sanksi terkait fakta-fakta yang ditemukan.
Polandia dan Estonia juga mengekspresikan dukungan agar Rusia kembali dijatuhkan sanksi-sanksi. Wakil Menteri Luar Negeri Polandia, Bartosz Cichocki, mengatakan insiden penahanan tiga kapal milik Ukraina telah mendesak Warsawa menyerukan kepada negara-negara barat agar bersatu menghadapi Rusia.

Menanggapi hal ini, seorang menteri di Rusia mengatakan sanksi-sanksi yang dijatuhkan tidak akan menyelesaikan apa pun.
Dikutip Reuters, Rabu, 28 November 2018, Aset-aset Rusia saat ini telah berada dalam tekanan terkait kemungkinan penjatuhan sanksi-sanksi baru yang bisa menciderai ekonomi negara itu meskipun Rubel pada Selasa, 27 November 2018, menguat setelah para investor menyebut setiap sanksi yang dijatuhkan tidak tepat.

Reaksi negara-negara Eropa itu, dipicu sikap Rusia yang pada Minggu, 25 November 2018, melepaskan tembakan ke sejumlah kapal milik Ukraina di dekat Krimea dan melakukan penyitaan, termasuk pada para awak kapal. Moskow dan Kiev saling menyalahkan atas insiden itu.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, telah berkomunikasi melalui telepon dengan Kanselir Merkel pada Senin, 26 November 2018, mengenai hal ini. Putin mengatakan pihaknya siap menjelaskan secara rinci untuk mendukung cerita versi mereka. Moskow menegaskan Kiev sengaja melakukan provokasi untuk memicu krisis. 



Credit  tempo.co





Jumlah Militer Rusia di Wilayah Perbatasan Meningkat Drastis


Jumlah Militer Rusia di Wilayah Perbatasan Meningkat Drastis
Ilustrasi militer Rusia (REUTERS/Maxim Shemetov)


Jakarta, CB -- Pasca-konfrontasi laut di Semenanjung Krimea, Rusia meningkatkan kehadiran pasukan militernya di wilayah perbatasan dengan Ukraina secara drastis. Presiden Ukraina, Petro Poroshenko menganggap peningkatan kehadiran pasukan militer bak ancaman perang yang dilontarkan Rusia.

"Jumlah tank Rusia di wilayah perbatasan telah meningkat tiga kali lipat," ujar Poroshenko dalam sebuah wawancara, melansir AFP.

Namun, Poroshenko tidak membeberkan secara detail jumlah pasukan militer Rusia yang ada di wilayah perbatasan. Namun, informasi tersebut didapatkan berdasarkan laporan intelijen.


Poroshenko mengatakan bahwa kehadiran militer Rusia di wilayah perbatasan kali ini adalah yang terbesar sejak Moskow mencaplok Semenanjung Krimea pada tahun 2014 lalu.



Sebagaimana diketahui sebelumnya, Rusia menangkap dan menahan dua kapal angkatan laut Ukraina yang mengawal satu kapal tunda beserta awak kapalnya pada Minggu (25/11) lalu. Pasukan militer Rusia di perbatasan juga menembaki tiga orang awak kapal Ukraina.

Rusia menuduh bahwa kapal Ukraina memasuki wilayah perairannya secara ilegal.

Buntut dari peristiwa tersebut, kini tensi ketegangan antara kedua negara kian melonjak. Ukraina memberlakukan status darurat militer di wilayah perbatasan dan menyulut emosi Rusia yang menuduh bahwa negara-negara Barat ada di balik provokasi tersebut.

Ukraina mendesak negara-negara sekutu Barat untuk memberikan sanksi terhadap Rusia. Sementara Rusia bersikeras tak akan membebaskan kapal beserta awak kapal Ukraina yang ditangkapnya.



Credit  cnnindonesia.com



Akibat Konfrontasi Rusia, Seorang Perwira Ukraina Terluka


Kepala Dinas Keamanan Ukraina  Vasyl Hrytsak
Kepala Dinas Keamanan Ukraina Vasyl Hrytsak
Foto: Reuters
Akibat konfrontasi Rusia, Ukraina berlakukan darurat militer.



CB, KIEV–  Seorang perwira kontra-intelijen militer Ukraina menderita luka berat setelah pesawat Rusia menembakkan peluru kendali ke arah kapal Ukraina pada Ahad.


Ukraina dan Rusia terlibat saling tuduh setelah Rusia menembak tiga kapal Ukraina kemudian menguasai kapal-kapal tersebut. Konfrontasi itu mendorong Ukraina memberlakukan darurat militer di beberapa kawasan, dengan mengutip ancaman serbuan darat oleh Rusia.

"Menurut informasi SBU, yang sudah terkonfirmasi, salah satu pesawat tempur Rusia menggunakan dua peluru kendali terhadap kapal-kapal Ukraina. Akibatnya, salah seorang perwira SBU menderita cedera parah," kata Kepala Dinas Keamanan Negara (SBU) Ukraina, Vasyl Hrytsak dalam pernyataan pada Selasa (27/11).


Rusia mengatakan perwira SBU termasuk di antara yang ditangkap. Hrytsak membenarkan hal tersebut dan mengatakan bahwa perwira keamanan tersebut mendukung militer di sana.


"Yang mengagetkan ialah terhadap dua kapal dan kapal tunda kecil Ukraina itu, pihak Rusia menggunakan enam "FSB" (Dinas Keamanan Federal Rusia) dan empat kapal angkatan laut, dan juga helikopter-helikopter serbu serta pesawat-pesawat tempur Angkatan Udara Federasi Rusia," kata dia.


Dia menambahkan Dewan Keamanan Ukraina mengambil semua langkah yang perlu untuk menjamin pembebasan mereka yang ditangkap.


Konfrontasi tersebut menimbulkan ketegangan lagi setelah Rusia mencaplok Krimea pada 2014 dan mendukung pemberontakan pro-Moskow di Ukraina timur.




Credit  republika.co.id



Memanas, Presiden Ukraina Tuding Pasukan Rusia Siap Invasi


Rusia menahan tiga kapal Ukraina di pelabuhan Kerch karena kapal itu diduga memasuki kawasan laut secara ilegal. Ada dua kapal kecil bersenjata artileri dan sebuah kapal tunda yang ditangkap. FSB - TASS
Rusia menahan tiga kapal Ukraina di pelabuhan Kerch karena kapal itu diduga memasuki kawasan laut secara ilegal. Ada dua kapal kecil bersenjata artileri dan sebuah kapal tunda yang ditangkap. FSB - TASS

CB, Kiev – Presiden Ukraina, Petro Poroshenko, mengatakan memiliki data intelijen yang menunjukkan pasukan Rusia siap menginvasi negara itu.

 
“Saya punya dokumen intelijen yang berisi beberapa halaman mengenai informasi detil pasukan musuh yang terletak beberapa puluh kilometer dari perbatasan kita. Siap setiap saat untuk segera melakukan invasi terhadap Ukraina,” kata Poroshenko pasca insiden penangkapan kapal negara itu oleh pasukan penjaga pantai Rusia di Selat Kerch pada Ahad, 25 November 2018 seperti dilansir Reuters.
Poroshenko menuding Rusia telah menggelar perang hibrida terhadap Ukraina selama lima tahun terakhir. “Tapi serangan terhadap kapal militer Ukraina maka ini menigkat ke level agresi,” kata Poroshenko.
Poroshenko mengatakan ini kepada parlemen Ukraina agar menyetujui usulannya untuk pemberlakuan UU Darurat Militer selama 60 hari. Dia mengusulkan itu menyusul penembakan dan penangkapan tiga kapal Ukraina, termasuk dua kapal dengan senjata artileri di Selat Kerch, Laut Azov, yang terletak di lepas pantai Crimea.

Namun, parlemen Ukraina hanya sepakat menerapkan UU Darurat Militer selama 30 hari. Parlemen menyetujui ini dengan syarat Presiden Poroshenko tidak menggunakan kondisi darurat militer sebagai alasan untuk menunda pelaksanaan pemilu pada Maret 2019 dan mengekang kebebasan sipil.
Rusia, seperti dilansir Moscow Times, menganeksasi Crimea pada 2014 dari Ukraina. Dan saat ini, Rusia juga dituding mensponsori kelompok separatis pro-Moskow di kawasan timur Ukraina. Ini membuat konflik kedua negara beresiko menjadi konflik terbuka atau perang.

 
Menanggapi insiden ini, kementerian Luar Negeri Rusia mengecam pemerintah Ukraina. “Jelas semua provokasi terencana dan dipikirkan secara rumit ini ditujukan untuk memicu ketegangan baru di kawasan ini dengan tujuan menciptakan kondisi permulaan untuk meningkatkan sanksi kepada Rusia,” begitu pernyataan dari kemenlu Rusia.
Menurut Rusia, kebijakan seperti itu memiliki konsekuensi serius. Rusia juga menuding Kiev bekerja sama dengan AS dan Uni Eropa dalam insiden ini.

Rusia telah memanggil pejabat diplomat Ukraina dari kedubes di Moskow terkait insiden ini. Namun, tiga kapal milik Ukraina belum dilepas meskipun ada permintaan dari sejumlah negara Barat.
Sedangkan blokade Selat Kerch, yang sempat diberlakukan pasca insiden itu oleh Rusia telah dibuka. Ini membuat arus lalu lintas kapal di selat itu berlangsung normal. Selat Kerch menghubungkan Laut Azov dan Laut Hitam.


 
Dalam pembicaraan telepon, Sekjen NATO, Jens Stoltenberg, mengatakan aliansi pertahanan itu mendukung penuh integritas wilayah Ukraina dan kedaulatannya. Saat ini, Ukraina belum menjadi anggota NATO tapi telah menyampaikan keinginan untuk bergabung.




Credit  tempo.co