Tampilkan postingan dengan label SUDAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SUDAN. Tampilkan semua postingan

Rabu, 27 Maret 2019

Puluhan wartawan di Khartoum protes tindakan keras kebebasan pers

Puluhan wartawan di Khartoum protes tindakan keras kebebasan pers
Presiden Sudan Omar al-Bashir. (Reuters)




Khartoum, Sudan (CB) - Puluhan wartawan di Khartoum, Sudan, pada Senin (25/3) menggelar aksi protes yang menuntut dihentikannya tindakan keras terhadap kebebasan pers, kata saksi mata, di tengah tantangan yang terus menghantui Presiden Sudan Omar al-Bashir sejak berkuasa melalui kudeta pada 1989.

Aksi protes kerap mewarnai Sudan sejak 19 Desember. Pada awalnya aksi tersebut dipicu oleh kenaikan harga dan kurangnya uang tunai, namun meningkat menjadi aksi unjuk rasa terhadap al-Bashir dan Partai Kongres Nasional --yang dipimpinnya.

Para pengunjuk rasa membawa spanduk besar bertuliskan "Kebebasan pers atau tidak ada pers" saat mereka menyusuri jalan utama di ibu kota Sudan. Mereka meneriakkan "jurnalisme adalah suara rakyat" dan "revolusi adalah pilihan rakyat."

Sejak dimulainya gelombang aksi unjuk rasa, 90 wartawan ditangkap, menurut Jaringan Wartawan Sudan, kelompok wartawan anti-pemerintah yang menggelar aksi protes Senin. Sejak itu sebagian besar sudah dibebaskan, kata kelompok tersebut.

Komite Perlindungan Wartawan (CPJ) mengungkapkan jumlah penangkapan belum pernah diketahui sebelumnya, namun tidak mungkin untuk memberikan angka pastinya karena wartawan ditangkap dan kemudian dibebaskan dan itu terjadi lebih dari sekali.

CPJ juga mengatakan bahwa Pemerintah Sudan berupaya menyensor liputan berita aksi protes. Tidak hanya itu, mereka juga memblokir akses ke platform media sosial ternama.

Pimpinan Redaksi surat kabar independen At-Tayar, Othman Mirghani, dan salah satu wartawan paling terkemuka di Sudan, ditangkap pada 22 Februari di kantornya di Khartoum, bersamaan saat al-Bashir menyatakan keadaan darurat, kata keluarganya.

Menurut kerabat, ia ditahan sesaat setelah melakukan wawancara yang mengeritik deklarasi al-Bashir. Mereka mengatakan Mirghani masih dalam penahanan, namun tak kunjung didakwa.

Pemerintah Sudan tidak langsung bersedia untuk dimintai keterangan.

Bulan lalu, al-Bashir juga membubarkan pemerintah pusat, dengan menggantikan sejumlah gubernur negara bagian dengan pejabat keamanan, memperluas kekuatan polisi dan melarang perkumpulan publik tanpa izin. Namun hal tersebut tidak mengurungkan para pengunjuk rasa untuk mengelar aksinya.




Credit  antaranews.com






Rabu, 13 Maret 2019

Parlemen Sudan persingkat pemberlakuan keadaan darurat


Parlemen Sudan persingkat pemberlakuan  keadaan darurat

Presiden Sudan Omar al-Bashir (tengah) meninggalkan ruangan seusai melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Joko Widodo di lokasi KTT Luar Biasa ke-5 OKI di JCC, Jakarta, Senin (7/3). ( ANTARA FOTO/OIC-ES2016/Panca )




Khartoum (CB) - Parlemen Sudan telah menyetujui pemberlakuan keadaan darurat selama enam bulan di seluruh negeri tersebut, kata Ketua Parlemen Ibrahim Ahmed Omer pada Senin (11/3).

Tindakan tersebut dilakukan setelah Presiden Omar Al-Bashir mengumumkan pemberlakuan keadaan darurat selama satu-tahun pada Februari.

Bersama dengan keadaan darurat itu, Al-Bashir juga telah mengumumkan pembentukan "pengadilan darurat", yang bertugas menghukum demonstran anti-pemerintah, penyelundup dan spekulan mata uang asing.

Menurut Perhimpunan Pengacara Demokratik Sudan, sebanyak 870 pemrotes telah diseret ke pengadilan yang baru dibentuk tersebut dalam waktu dua pekan saja, demikian laporan Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa malam.

Saat berbicara dalam Sidang Majelis Umum pada Senin, Menteri Kehakiman Ahmed Salin menyatakan pengadilan baru itu tidak secara khusus ditujukan buat pemrotes, yang hak proses hukum mereka, katanya, tidak dilanggar.

Keadaan darurat enam-bulan tersebut ditentang oleh anggota parlemen independen dan Partai Kongres Rakyat, yang didirikan oleh mendiang pemimpin oposisi Hassan At-Turabi.

Pada Ahad, wanita anggota Parlemen dari Partai Ummah Nasional. yang beroposisi di Sudan, dijatuhi hukuman kurungan satu pekan karena memimpin demonstrasi di Ibu Kota Sudan, Khartoum.

Sudan telah diguncang oleh protes rakyat sejak Desember lalu, dan demonstran mengecam kegagalan Al-Bashir untuk menyembuhkan kondisi ekonomi kronis di negeri itu.

Sudan, negara dengan 40 juta warga, telah berjuang untuk memulihkan diri dari kehilangan tiga-perempat hasil minyaknya --sumber utama devisa negeri tersebut-- sejak pemisahan diri Sudan Selatan pada 2011.





Credit  antaranews.com




Jumat, 01 Februari 2019

Militer Sudan: Kami tidak akan Biarkan Negara Jatuh


Demonstran melakukan aksi protes di Sudan. Ilustrasi
Demonstran melakukan aksi protes di Sudan. Ilustrasi
Foto: EPA

Aktivis HAM menyebut 45 meninggal dunia selama aksi protes sejak 19 Desember 2018.



CB, KHARTOUM – Kepala Staf Angkatan Bersenjata, Kamal Abdul Maarouf mengatakan, militer Sudan tidak akan membiarkan negara runtuh akibat aksi protes yang terjadi beberapa waktu belakangan.


Aksi protes tersebut menuntut diakhirinya pemerintahan Presiden Omar al-Bashir yang telah memerintah selama 30 tahun.

"Angkatan bersenjata tidak akan membiarkan Sudan jatuh," ujar Maarouf dilansir Aljazeera, Kamis (31/1).


Maarouf mengatakan, pihak yang memimpin aksi protes tersebut telah merusak citra negara.


Sementara, beberapa aktivis telah meminta militer untuk mendukung para pengunjuk rasa dan menekan pemerintah untuk mundur. 


Sebelumnya, pasukan keamanan menahan putri pemimpin oposisi Sudan, Sadiq al-Mahdi pada Rabu (31/1). Sementara aksi-aksi unjuk rasa anti-pemerintah meluas ke universitas utama di ibu kota Sudan.


Dua kendaraan keamanan tiba di rumah Mariam Sadiq al-Mahdi di Khartoum pada Rabu pagi dan membawa dia, kata saudara perempuannya, Rabah kepada Reuters.


Penahanan itu terjadi sehari setelah kepala keamanan Sudan memerintahkan pembebasan puluhan pengunjuk rasa yang ditahan. Mariam adalah Wakil Kepala Partai Umma, oposisi pemerintah.


Partai itu dipimpin ayahnya, yang merupakan perdana menteri terpilih secara demokratis terakhir dan digulingkan Presiden Sudan Omar al-Bashir dalam kudeta pada 1989.


Mariam telah mendukung gelombang protes yang telah mengguncang seluruh Sudan sejak 19 Desember.


Para demonstran, yang frustrasi karena kekurangan roti dan bahan bakar serta kesulitan ekonomi, menyerukan diakhirinya pemerintahan Bashir yang sudah berlangsung selama tiga dekade.


Kelompok-kelompok HAM menyatakan sedikitnya 45 orang tewas tapi pemerintah menyebutkan 30 orang.


Sekitar 250 profesor dari Universitas Khartoum berunjuk rasa di kampus pada Rabu, menuntut pemerintahan transisi baru untuk menggantikan pemerintahan saat ini.


Sekitar 510 profesor menandatangani memo yang menyerukan pembentukan suatu "badan berdaulat" untuk membentuk pemerintahan baru dan mengawasi periode transisi empat-tahun.


Universitas itu mendidik banyak politisi terkemuka Sudan dan telah menjadi tempat protes-protes dan kerusuhan sepanjang sejarah negeri itu.


"Peran Universitas Khartoum sebagai institusi akademik ialah menemukan solusi-solusi bagi peralihan damai kekuasaan," kata Montasser al-Tayeb, salah seorang guru besar, kepada wartawan.


Sadiq al-Mahdi kembali ke Sudan bulan lalu dari tempat pengasingannnya selama hampir setahun dan menyerukan transisi demokratis di hadapan ribuan pendukungnya.


Sadiq digulingkan aliansi Islamis dan para panglima militer, dipimpin Bashir, yang masih menduduki posisi inti dari Partai Kongres Nasional yang berkuasa.  






Credit  republika.co.id








Kamis, 31 Januari 2019

Pasukan Keamanan Sudan Tangkap Putri Pemimpin Oposisi


Presiden Sudan Omar al-Bashir
Presiden Sudan Omar al-Bashir
Foto: Reuters
Gelombang protes meluas di Sudan yang menuntut Presiden Bashir mundur.




CB, KHARTOUM -- Pasukan keamanan menahan putri pemimpin oposisi Sudan, Sadiq al-Mahdi pada Rabu (31/1). Sementara aksi-aksi unjuk rasa anti-pemerintah meluas ke universitas utama di ibu kota Sudan.

Dua kendaraan keamanan tiba di rumah Mariam Sadiq al-Mahdi di Khartoum pada Rabu pagi dan membawa dia, kata saudara perempuannya Rabah kepada Reuters. Penahanan itu terjadi sehari setelah kepala keamanan Sudan memerintahkan pembebasan puluhan pengunjuk rasa yang ditahan.

Sejauh ini tidak ada komentar segera dari pemerintah.

Mariam adalah wakil kepala Partai Umma yang beroposisi. Partai itu dipimpin oleh ayahnya, yang merupakan perdana menteri terpilih secara demokratis terakhir dan digulingkan oleh Presiden Sudan Omar al-Bashir dalam kudeta pada 1989.

Ia telah mendukung gelombang protes yang telah mengguncang seluruh Sudan sejak 19 Desember. Para demonstran, yang frustrasi karena kekurangan roti dan bahan bakar serta kesulitan ekonomi, menyerukan diakhirinya pemerintahan Bashir yang sudah berlangsung selama tiga dekade.

Kelompok-kelompok HAM menyatakan sedikitnya 45 orang tewas tapi pemerintah menyebutkan 30 orang. Sekitar 250 profesor dari Universitas Khartoum berunjuk rasa di kampus pada Rabu, menuntut pemerintahan transisi baru untuk menggantikan pemerintahan saat ini.

Sekitar 510 profesor menandatangani memo yang menyerukan pembentukan suatu "badan berdaulat" untuk membentuk pemerintahan baru dan mengawasi periode transisi empat-tahun. Universitas itu mendidik banyak politisi terkemuka Sudan dan telah menjadi tempat protes-protes dan kerusuhan sepanjang sejarah negeri itu.

"Peran Universitas Khartoum sebagai institusi akademik ialah menemukan solusi-solusi bagi peralihan damai kekuasaan," kata Montasser al-Tayeb, salah seorang guru besar, kepada wartawan.

Sadiq al-Mahdi kembali ke Sudan bulan lalu dari tempat pengasingannnya selama hampir setahun dan menyerukan transisi demokratis di hadapan ribuan pendukungnya. Ia digulingkan oleh aliansi Islamis dan para panglima militer, dipimpin Bashir, yang masih membentuk inti dari Partai Kongres Nasional yang berkuasa.




Credit  republika.co.id




Minggu, 13 Januari 2019

Sudan Bergolak, Imam Masjid Dilarikan dari Amuk Massa Antipemerintah

Massa antipemerintah Sudan berunjuk rasa di jalanan kota Khartoum setelah ibadah salat Jumat, (11/01) waktu setempat. (Reuters)

Khartoum - Pemuka agama terkemuka Sudan,Abdul HaiYousuf, dilarikan keluar masjid setelah ibadah salat Jumat (11/01), waktu setempat, berakhir ricuh.

Pada kejadian di ibu kota Sudan, Khartoum, jemaah masjid Khatim al-Mursaleen memprotes Yousuf yang disebut kerap mendukung kebijakan pemerintah.

Ulama yang sempat menempuh pendidikan di Arab Saudi itu dianggap tak bersedia memimpin protes masyarakat terhadap Omar al-Bashir, presiden Sudan selama 30 tahun terakhir.


Dalam sebuah video yang tersebar di media sosial, seorang jemaah laki-laki terlihat berteriak kepada Yousuf, "Berdiri dan pimpin kami dari masjid ini."

Massa yang semakin beringas lantas terdengar meneriakkan yel, "Jatuhkan rezim ini."

Aparat kepolisian lantas menembakkan gas air mata kepada para jemaah masjid yang turun ke jalan untuk berdemonstrasi.

Selama tiga pekan terakhir, demonstrasi antipemerintah di Sudan telah menewaskan setidaknya 22 orang.

Para demonstran, yang menentang kenaikan harga bahan bakar minyak dan bahan makanan, mendesak Presiden Bashir segera mengakhiri jabatannya.

Selama tiga pekan terakhir, gelombang protes terhadap pemerintah Sudan terus terjadi. (AFP)

Apa yang terjadi di Khartoum?

Sebuah video yang muncul di Facebook memperlihatkan seorang umat di masjid Khatim al-Mursaleen menentang Yousuf.

Yousuf, yang selama ini dikenal mendorong umatnya melakukan aksi solidaritas untuk Gaza dan Suriah, kemudian dilarikan keluar masjid melalui pintu terdekat dari mimbar.

https://www.facebook.com/mohamed.mohagoub.7/videos/vb.100012722169289/690468821387184/?type=2&video_source=user_video_tab

Sebuah video lain menunjukkan jemaah yang terus-menerus menyanyikan yel di depan masjid.

Keaslian video itu belum dapat diverifikasi secara cepat. Namun sebelum ini, Yousuf diketahui meminta pemerintah Sudan mengendalikan kekisruhan yang terjadi.

Merujuk laporan kantor berita Reuters, Jumat kemarin demonstrasi di Khartoum dan Omdurman lebih besar dibandingkan hari-hari sebelumnya. Gelombang protes disebut telah membesar.

Aparat keamanan terlihat mengejar para pengunjuk rasa. Namun belum ada laporan tentang korban luka maupun tewas.

Mengapa protes terjadi di Sudan?

Unjuk rasa dimulai sejak 19 Desember lalu, tak lama setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga minyak dan roti.

Gelombang protes bereskalasi menjadi desakan agar Presiden Bashir mengundurkan diri. Bashir yang naik ke tampuk kepresidenan melalui kudeta tahun 1989 dinilai keliru mengelola perekonomian Sudan.

Presiden Sudan, Omar al-Bashir, menolak mengundurkan diri. (AFP)

Selama 2018 harga sejumlah bahan pokok di Sudan naik dua kali lipat. Di saat yang sama, nilai mata uang negara itu anjlok.

Tiga perempat pendapatan Sudan dari sektor minyak lenyap setelah masyarakat kawasan selatan negara itu memutuskan memisahkan diri dan membentuk Republik Sudan Selatan tahun 2011.

Perekonomian Sudan selama 20 tahun terakhir juga tertekan akibat sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat.

Sanksi yang dicabut Oktober 2017 itu muncul karena AS menuduh Sudan mendukung kelompok teror.

Meski sebagian penduduk Sudan mendesak Bashir untuk mundur, sebagian penduduk lainnya tetap mendukung kepemimpinannya. (AFP)

Bagaimanapun, pada 10 Januari lalu, Bashir menyatakan tidak akan mengundurkan diri dari jabatan presiden.

Merujuk konstitusi Sudan, masa kepemimpinan Bashir baru akan berakhir tahun 2020.

"Bagi mereka yang mendambakan kekuasaan, satu-satunya cara adalah melalui kotak suara serta pemilu yang adil dan bebas," kata Bashir dalam pidato resminya.

Rezim pemerintahan Bashir kerap dituding melanggar hak asasi manusia. Pada tahun 2009 dan 2010, Pengadilan Kriminal Internasional menuduhnya melakukan genosida, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Saat itu, surat perintah penangkapan terhadap Bashir telah diterbitkan.

Credit BBC World - detikNews



https://m.detik.com/news/bbc-world/d-4381591/sudan-bergolak-imam-masjid-dilarikan-dari-amuk-massa-antipemerintah



Sabtu, 12 Januari 2019

Sudan Cari Solusi Terbaik Atasi Aksi Demo


Suasana tempat belajar mengaji bagi anak-anak di selatan Kota Darfur, Sudan.


CB, JAKARTA -- Pemerintah Sudan tetap berusaha mencari penyelesaian terbaik dan menjamin ketersediaan bahan-bahan pokok dan bahan bakar dengan membuka keran impor, walaupun didemo besar-besaran akhir-akhir ini. Kedutaan Besar Sudan di Jakarta menyebutkan beberapa negara seperti Turki, Rusia, Qatar dan Kuwait menyatakan dukungannya kepada kebijakan pemerintah tersebut.

Pemerintah Sudan bertekad untuk menyelesaikan masalah ini dan mencegah situasi semakin memburuk dan melakukan sejumlah langkah. Langkah itu di antaranya membuka keran impor, peluang investasi dan menghindari bentrokan antara aparat keamanan dan para demonstran agar tidak dituduh menghalangi kebebasan dan hak menyatakan pendapat seperti telah dijamin dalam konstitusi Sudan.

Duta Besar Republik Sudan untuk Indonesia Dr Elsiddieg Abdulaziz Abdalla menyinggung aksi-aksi protes yang terjadi di negaranya dan pemberitaan negatif di berbagai belahan dunia dalam wawancara dengan sejumlah wartawan di kantornya di Jakarta, Jumat, terkait dengan Hari Kemerdekaan ke-63 Republik Sudan yang jatuh pada 1 Januari 2019.

"Media Barat hanya fokus pada aksi-aksi protes atau kekerasan di negara-negara Afrika seperti Sudan atau Timur Tengah," kata Dubes Elsiddieg yang menyampaikan perkembangan domestik Sudan termasuk di dalamnya masalah pengungsi yang berjumlah 9 juta, hubungan bilateral Sudan-Indonesia, dan masalah kawasan dan dunia.

"Kekuatan-kekuatan eksternal berusaha ingin membuat Sudan tak stabil, tak aman dan pecah," kata dia, seraya menambahkan pemisahan Sudan Selatan dari Sudan merupakan langkah pertama mereka.

Aksi-aksi demonstrasi mewarnai Sudan beberapa pekan belakangan ini yang dipimpin oleh mahasiswa dan masyarakat di beberapa negara bagian sebagai imbas dari krisis dan kelangkaan barang pokok di pasaran, kenaikan harga dan lemahnya perputaran uang.

Aksi yang awalnya damai berubah menjadi rusuh. Beberapa kantor pemerintah dirusak dan dibakar, kendaraan dan aset-aset lainnya juga tak luput dari pengrusakan, bahkan kantor-kantor partai pemerintah (Partai Kongres Nasional) hancur dan korban tewas mencapai 19 orang dan dua di antaranya aparat keamanan.

Pihak oposisi Partai Komunis, Partai Kebangkitan (Baath), Partai Kongres Sudan, Partai Ummah Elsadeeg Elmahdi dan Partai Pembebasan memanfaatkan situasi ini.

Partai-partai tersebut menghasut dan memobilisasi massa lewat selebaran, orasi yang mengkritik pemerintah, dan menuntut Presiden Omar El Bashir mundur dan membentuk pemerintahan transisi.

Beberapa kelompok bersenjata Sudan di luar negeri mengarahkan para anggota dan pengikutnya ikut aksi protes. Kedutaaan besar Sudan di Paris, Perancis, Australia dan London, Inggris termasuk yang didemo.

Para pegiat di Washington AS menyerukan para senator dan anggota DPR untuk mendesak pemerintah Sudan agar berhenti menggunakan kekerasan. Amnesti Internasional menuntut diadakannya penyelidikan segera dan Kongres Rakyat Arab meminta pemerintah Sudan untuk tidak menggunakan kekerasan.

Sejumlah diplomat dari kedutaan Kenya, Ethiopia, Jibouti, Nigeria dan Mesir mengkritik aksi demonstrasi dan perusakan tersebut. Partai-partai politik pemerintah yang tergabung dalam koalisi rekonsiliasi nasional kemudian membuat aksi tandingan besar-besaran yang menekankan bahwa jutaan orang akan berada di belakang pemerintah dan ini merupakan pesan kuat kepada oposisi agar tidak main-main dengan pemerintah.

Republik Sudan yang berpenduduk sekitar 42 juta jiwa adalah negara yang terletak di timur laut benua Afrika. Sebelum referendum yang memisahkan Sudan menjadi dua bagian, Sudan merupakan negara terluas di Afrika dan di daerah Arab, serta terluas ke-10 di dunia. Kini negara ini berbatasan dengan Mesir, Republik Demokratik Kongo, Sudan Selatan, Ethiopia, Afrika Tengah, Chad, dan Libya.

Credit Republika.co.id

https://m.republika.co.id/berita/internasional/afrika/19/01/12/pl71l8313-sudan-cari-solusi-terbaik-atasi-aksi-demo





Senin, 31 Desember 2018

Arab Saudi Diduga Rekrut Anak-anak Sudan Berperang di Yaman

Arab Saudi diduga kuat telah merekrut anak-anak dari Darfur, Sudan, untuk berada di garda depan perang Yaman. Sumber: Nael Shyoukhi/Reuters/aljazeera.com

CBJakarta - Arab Saudi diduga kuat telah merekrut anak-anak dari Darfur, Sudan, untuk berada di garda depan perang Yaman. Surat kabar New York Times melaporkan, Kerajaan Arab Saudi menawarkan kepada keluarga-keluarga miskin di Sudan uang sekitar US$ 10 ribu atau atau Rp 145 juta agar mau menjadikan anak-anak mereka tentara yang berperang di Yaman melawan pemberontak Houthi.


Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman, memimpin serangan militer ke Yaman bersama Uni Emirat Arab untuk mengintervensi pergolakan keamanan dan politik di negara itu. Perang Yaman meletup sejak awal 2015 dan serangan Arab Saudi ke Yaman untuk memperlihatkan dukungan negara itu kepada Presiden Yaman, Abd-Rabbu Mansour Hadi.

 

Dikutip dari aljazeera.com Minggu, 30 Desember 2018, lima warga negara Sudan yang baru kembali dari perang Yaman menceritakan sekitar 20 persen sampai 40 persen anak-anak memenuhi unit-unit tempur di Yaman. Banyak dari tentara anak-anak ini berusia 14 tahun sampai 17 tahun yang diserahkan oleh orang tua mereka ke Arab Saudi agar bisa mendapatkan uang.   



“Keluarga tahu, satu-satunya cara bagi mereka untuk bertahan hidup adalah menyerahkan anak mereka ke medan tempur dan pulang membawa uang,” kata Hager Shomo Ahmed, yang direkrut untuk ikut perang Yaman pada 2016 atau ketika usianya baru 14 tahun.

 

Dalam tempo empat tahun meletupnya perang Yaman, sekitar 14 ribu warga negara Sudan bertempur bersama pasukan militer Yaman yang didukung oleh Riyadh untuk mengalahkan militan kelompok Houthi. Laporan New York Times menyebut, ratusan tentara anak asal Sudan tewas di Yaman.   

Dalam foto 25 Agustus 2018 ini, bayi yang kekurangan gizi, Zahra, digendong oleh ibunya, di desa al-Mashraqah, Aslam, Haji, Yaman. Perang saudara Yaman telah menghancurkan kemampuan negara yang sudah rapuh itu untuk memberi makan penduduknya. Sekitar 2,9 juta wanita dan anak-anak mengalami kekurangan gizi akut, 400.000 anak lainnya berjuang untuk hidup dari kelaparan. (Foto AP / Hammadi Issa) 



Sebagian besar tentara anak yang direkrut Arab Saudi berasal dari kawasan Darfur, dimana di wilayah itu sekitar 300 ribu orang tewas setelah terjadi pemberontakan melawan kelompok Khartoum pada 2003 silam. 

Menanggapi laporan tersebut, Juru bicara koalisi serangan militer Arab Saudi ke Yamanmenyangkal laporan adanya perekrutan anak-anak untuk menjadi tentara. Riyadh menyebut, pemberitaan mengenai hal ini fiksi dan tak bisa dibuktikan. Sedangkan Juru bicara Kementerian Luar Negeri Sudan Babikir Elsiddig Elamin, menolak berkomentar. Dia hanya mengatakan Sudan bertempur demi kepentingan perdamaian kawasan dan stabilitas.


Credit TEMPO.CO

https://dunia.tempo.co/read/1160099/arab-saudi-diduga-rekrut-anak-anak-sudan-berperang-di-yaman




Kamis, 27 Desember 2018

Pasukan Sudan bubarkan pengunjuk rasa setelah demonstrasi sepekan


Pasukan Sudan bubarkan pengunjuk rasa setelah demonstrasi sepekan
Presiden Sudan Omar al-Bashir menyapa anggota militer di Heglig, Senin (23/4). Al-Bashir berjanji akan bernegosiasi dengan Sudan Selatan usai menduduki wilayah Heglig. Jenderal Kamal Abdul Maarouf, komandan tentara Sudan yang memimpin pertempuran di Heglig mengatakan tentaranya telah menewaskan 1200 anggota pasukan Sudan Selatan selama pertempuran, sebuah angka yang disangkal oleh Sudan Selatan. (FOTO ANTARA/REUTERS/Mohamed Nu)




Khartoum (CB) - Sedikitnya tiga pengunjuk rasa luka-luka terkena tembakan pada Selasa (25/12) ketika pasukan keamanan Sudan membubarkan demonstrasi di Khartoum, kata sejumlah saksi mata, setelah unjuk rasa menentang pemerintahan Presiden Omar al-Bashir berlangsung sepekan.

Seorang saksi mata Reuters mengatakan pasukan keamanan menghadang para pengunjuk rasa melakukan aksi mereka dekat istana presiden di Khartoum dengan melepaskan tembakan dan gas air mata ke udara.

Tiga saksi mata mengatakan kepada Reuters bahwa tiga pengunjuk rasa menderita luka-luka karena terkena tembakan, satu di antaranya di bagian kepala.

Seorang juru bicara kepolisian belum bersedia memberikan komentar. Sebelumnya, para pejabat mengatakan pasukan keamanan menahan diri dan menangani para pengunjuk rasa dengan "cara beradab".

Para pejabat dan saksi mata mengatakan bahwa sejauh ini sedikitnya 12 orang tewas dalam kerusuhan. Amnesty International melaporkan pada Selasa sedikitnya 37 orang tewas.

Kenaikan harga, kelangkaan komoditas pokok dan krisis uang tunai telah mendorong para pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan di seluruh Sudan untuk menentang Bashir, yang naik ke tampuk kekuasaan melalui kudeta militer tahun 1989.

Para pengunjuk rasa, yang telah berkumpul di berbagai lokasi di Khartoum pada Selasa berpawai menuju istana, sebelumnya menyasar kantor-kantor partai berkuasa, membakar beberapa di antara bangunan tersebut.

Bashir, salah seorang penguasa paling lama berkuasa di Afrika dan Timur Tengah, mengatakan kepada para peserta pawai di negara bagian Jazirah, Sudan tengah, Selasa, bahwa mereka yang menghancurkan institusi-institusi dan membakar properti umum adalah "pengkhianat" dan "orang-orang yang dibayar".




Credit  antaranews.com




Rabu, 26 Desember 2018

Protes terkait kesulitan ekonomi kembali meletus di Sudan


Protes terkait kesulitan ekonomi kembali meletus di Sudan
Wakil Presiden Sudan Hassabo Mohamed Abdul-Rahman. (SUNA)




Khartoum, Sudan, (CB) - Demonstrasi digelar pada Senin (24/12) di Provinsi Gezira, Sudan, sehubungan dengan kondisi ekonomi yang memburuk di negeri tersebut.

Beberapa saksi mata mengatakan kepada wartawan Kantor Berita Anadolu protes meletus di Kota Besar Al-Manaqil dan Rufaa gara-gara kenaikan harga dan kurangnya komoditas dasar.

Polisi menggunakan gas air mata dan pentungan untuk membubarkan demonstran dan menangkap sebagian dari mereka.

Kantor berita resmi Sudan, SUNA, melaporkan Presiden Omar Al-bashir direncanakan mengunjungi Gezira pada Selasa untuk mengumumkan "serangkaian proyek baru pembangunan".

Sementara itu, dokter yang bekerja di 28 rumah sakit di seluruh sembilan negara bagian Sudan, termasuk di Ibu Kotanya, Khartoum, berencana melancarkan pemogokan untuk mendukung demonstrasi yang berlangsung di negeri tersebut.

Demonstrasi rusuh meletus pada Rabu lalu di Kota Atbara dan Port Sudan.


Dalam dua hari, protes digelar di kota besar lain, termasuk Er-Rahad di Sudan Utara, Kota Kecil Berber dan El-Gadarif di Sudan Selatan serta El-Obeid di Sudang Timur.

Meskipun perkiraan resmi mengatakan jumlah korban jiwa akibat protes itu mencapai delapan orang, kelompok oposisi menyatakan sedikitnya 22 orang telah tewas dalam kerusuhan, demikian laporan Kantor Berita Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa pagi.

Pada Ahad (23/12), protes dilancarkan di Omdurman, kota kembaran Khartoum, dan di Negara Bagian Kordofan Selatan serta Utara.

Saksi mata mengatakan polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan pendukung tim sepak bola yang berpawai di pusat Kota Khartoum seelah satu pertandingan sepak bola di tengah-tengah teriakan yang menentang Al-Bashir, yang telah berkuasa sejak 1989.

Pemerintah Sudan telah mengumumkan keadaan darurat dan larangan orang keluar rumah di sejumlah provinsi sehubungan dengan protes itu, sementara para pejabat pemerintah menuduh Israel bersekongkol dengan kelompok pemberontak guna menyulut kerusuhan di negeri tersebut.

Sudan, negara dengan 40 juta warga, telah berjuang untuk pulih dari kerugian dua-pertiga hasil minyaknya, sumber utama penghasilan luar negerinya, ketika Sudan Selatan memisahkan diri pada 2011.



Credit  antaranews.com






Protes Meluas, Militer Sudan Bela Bashir


Presiden Sudan Omar al-Bashir
Presiden Sudan Omar al-Bashir
Foto: Reuters
Warga turun ke jalanan memprotes kenaikan harga barang.



CB, KHARTOUM -- Militer Sudan menyampaikan dukungan buat Presiden Omar al-Bashir,di tengah protes jalanan sehubungan dengan kenaikan harga dan kurangnya komoditas dasar. Di dalam satu pernyataan baru-baru ini, militer Sudan mengatakan, seluruh pasukan mendukung pemimpin negeri tersebut.

"Angkatan Bersenjata menyatakan bahwa Angkatan Bersenjata mendukung pemimpinnya dan keinginannya dalam memelihara prestasi bangsa serta keamanan bangsa, keselamatan dengan darah, kehormatan dan asetnya," kata pernyataan militer yang dikutip oleh kantor berita Sudan, SUNA.

Pernyataan itu dikeluarkan di tengah laporan bahwa sebagian perwira senior militer telah bergabung dengan pemrotes di Kota Besar Atbara, Gadaref dan Port Sudan.


Beberapa negara bagian Sudan telah diguncang oleh protes sehubungan dengan kenaikan harga, inflasi dan berlipatnya harga roti.

Meskipun perkiraan resmi menyebutkan jumlah korban jiwa akibat protes sebanyak delapan orang, kelompok oposisi mengatakan sedikitnya 22 orang telah tewas dalam kerusuhan itu.

Pada Ahad (23/12), protes meletus di Omdurman, kota kembar Ibu Kota Sudan, Khartoum, dan Negara Bagian Kordofan Selatan serta Utara.

Beberapa saksi mata mengatakan polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan penggemar klub sepak bola yang berpawai di pusat kota Khartoum setelah pertandingan sepak bola. Mereka meneriakkan slogan yang menentang Presiden Omar Al-Bashir yang telah memangku jabatan sejak 1989.

Pemerintah Sudan telah mengumumkan keadaan darurat dan larangan orang keluar rumah di sejumlah provinsi sehubungan dengan protes tersebut. Sementara para pejabat pemerintah menuduh Israel bersekongkol dengan kelompok gerilyawan untuk menyulut kerusuhan di Sudan.

Sudan, negara dengan 40 juta warga, telah berjuang memulihkan pendapatannya setelah kehilangan tiga-perempat hasil minyaknya. Sudah kehilangan penghasilan minyak usai Sudan Selatan memisahkan diri pada 2011.





Credit  republika.co.id




Minggu, 23 Desember 2018

Emir Qatar Tawarkan Dukungan kepada Presiden Sudan

Peta wilayah Sudan.

CB, KHARTOUM -- Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani menelepon Presiden Sudan Omar al-Bashir pada Sabtu (22/12) untuk menyatakan dukungannya bagi Sudan. Dukungan tersebut disampaikan setelah protes-protes antipemerintah berlangsung beberapa hari, kata kantor Bashir dalam satu pernyataan.

Qatar dan para saingannya di kawasan semakin berebut pengaruh di Sudan dan negara-negara lain di Laut Merah dan Teluk Aden. Negara-negara Teluk juga telah menjadi sumber pendanaan bagi Sudan setelah negara itu kehilangan tiga perempat dari keluaran minyaknya ketika wilayah selatan memisahkan diri tahun 2011.

Sejak Rabu (19/12), kota-kota di seluruh Sudan diguncang aksi-aksi protes, yang dipicu kemuduran ekonomi. Para pengunjuk rasa juga menyerukan agar kekuasaan Bashir, yang sudah berlangsung 29 tahun, diakhiri.

"Dalam pembicaraan lewat telepon, Sheikh Tamim menyatakan negaranya berdiri bersama Qatar dan siap menawarkan semua hal yang perlu untuk membantu Sudan mengatasi cobaan berat ini, dengan menegaskan keinginannya bagi stabilitas dan keamanan Sudan," demikian bunyi pernyataan tersebut.

Kantor berita negara Qatar QNA membenarkan pembicaraan lewat telepon itu.

Reuters melaporkan seorang juru bicara pemerintah Sudan mengatakan pada Jumat (21/12) bahwa aksi-aksi unjuk rasa di negara itu, sebagai protes terhadap kenaikan harga, yang menewaskan sedikitnya delapan orang dalam dua hari belakangan ini telah "keluar rel dan dialihkan oleh para penyusup".

"Demonstrasi damai telah diselewengkan dan dialihkan oleh para penyusup menjadi kegiatan subversif yang menyasar lembaga-lembaga publik dan properti, pembakaran, penghancuran dan pembakaran beberapa markas kepolisian," kata Bishara Jumaa dalam pernyataan yang disiarkan oleh kantor berita resmi Sudan News Agency.

Dia tidak menyebut siapa yang dimaksud penyusup itu tetapi dia juga mengatakan para pengunjuk rasa, beberapa telah menyerukan penggulingan Presiden Omar al-Bashir, dimanfaatkan oleh partai-partai oposisi.

"Beberapa partai politik muncul dalam usaha mengeksploitasi kondisi ini untuk mengguncang keamanan dan stabilitas demi mencapai agenda politik mereka," kata Jumaa. Dia tidak mengidentifikasi partai-partai tersebut. Ditambahkan, aksi-aksi protes itu "telah ditangani oleh polisi dan pasukan keamanan dengan cara beradab tanpa kekerasan atau perlawanan."

Warga masyarakat di Sudan marah karena kenaikan harga dan kesulitan hidup yang mereka alami, termasuk kenaikan harga roti dua kali lipat tahun ini serta pembatasan penarikan uang di bank. Tingkat inflasi Sudan yang mencapai 69 persen termasuk yang paling tinggi di dunia.

Tokoh terkemuka oposisi Sudan Sadiq al-Mahdi kembali ke Sudan pada Rabu (19/12), setelah mengasingkan diri selama hampir setahun, dan menyerukan peralihan demokratis di Sudan.

"Rezim yang berkuasa telah gagal dan terjadi kemunduranan ekonomi dan erosi nilai mata uang nasional," kata Mahdi, yang merupakan perdana menteri Sudan terakhir yang terpilih secara demokratis dan sekarang memimpin partai Umma, kepada ribuan pendukungnya.

Demonstrasi-demonstrasi pada Rabu dan Kamis termasuk di antara yang terbesar sejak kerumunan massa bangkit memprotes pemotongan subsidi negara tahun 2013.

Para pejabat mengatakan kepada Sudania 24 TV bahwa enam orang tewas dalam protes-protes di al-Qadarif, kota di bagian timur negara itu, dan dua lagi di negara bagian Sungai Nil di bagian utara. Mereka tidak memberikan rincian mengenai bagaimana orang-orang tersebut tewas.

Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan sekitar 500 orang di Khartoum, Ibu Kota Sudan, dan kemudian mengejar serta menangkap sejumlah pengunjuk rasa, kata seorang saksi mata.

Credit REPUBLIKA.CO.ID



https://m.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/18/12/23/pk6vse383-emir-qatar-tawarkan-dukungan-kepada-presiden-sudan







Jumat, 21 Desember 2018

Negara bagian Sudan umumkan keadaan darurat akibat protes



Negara bagian Sudan umumkan keadaan darurat akibat protes
Presiden Sudan Omar Hassan al-Bashir melambai kepada pendukungnya dalam reli kampanye damai di Zalingei di Darfur, Minggu (3/4/2016). (REUTERS/Mohamed Nureldin Abdal)



Khartoum (CB) - Negara Bagian Nile River di bagian timur-laut Sudan, pada Rabu (19/12) mengumumkan keadaan darurat di Kota Atbara setelah protes mengenai kenaikan harga.

"Komite keamanan di negara bagian tersebut menyelenggarakan pertemuan mengenai peristiwa itu dan mengumumkan keadaan darurat serta memberlakukan larangan orang keluar rumah di Kota Atbara sampai pemberitahuan lebih lanjut," kata Juru Bicara Pemerintah Negara Bagian Ibrahim Mukhtar, kepada stasiun televisi Ashorooq.

Ia menambahkan bahwa kegiatan belajar-mengajar di semua sekolah dasar dan sekolah menengah di kota tersebut akan ditiadakan, demikian laporan Kantor Berita Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis pagi.

Keputusan itu diambil setelah demonstrasi digelar sehubungan dengan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok di Sudan, termasuk harga roti dan bahan bakar.

Media lokal memberitakan ratusan mahasiswa universitas dan pelajar sekolah menengah mendukung protes tersebut untuk menentang kebijakan pemerintah.



Markas lokal Partai Kongres Nasional (NCP), yang memerintah, juga dilaporkan telah dibakar, meskipun sejauh ini tak ada pernyataan resmi mengenai peristiwa itu.

Demonstrasi dilaporkan telah digelar di Kota Port Sudan di bagian timur negeri tersebut, tempat polisi menggunakan gas air mata terhadap pemrotes.

Kota Omdurman dan North Kordofan juga menyaksikan demonstrasi sehubungan dengan situasi ekonomi di negeri itu.

"Setiap warga memiliki hak untuk menyampaikan pendapatnya secara damai, tapi apa yang terjadi di Atbara tidak sejalan dengan konsep kedamaian," kata Ibrahim As-Siddiq, Juru Bicara NCP.

As-Siddiq mengatakan protes di Atbara adalah "upaya untuk mengganggu keamanan dan kestabilan". Ditambahkannya, "Hak menyampaikan sikap dan pendapat dijamin oleh undang-undang, tapi sabotase tak bisa diterima baik."



Credit  antaranews.com



Selasa, 18 Desember 2018

Bashir, Pemimpin Arab Pertama yang Kunjungi Suriah sejak Perang Pecah


Bashir, Pemimpin Arab Pertama yang Kunjungi Suriah sejak Perang Pecah
Presiden Suriah Bashar al-Assad menyambut kunjungan Presiden Sudan Omar al-Bashir di bandara Damaskus, Minggu (16/12/2018). Al-Bashir jadi pemimpin Arab pertama yang kunjungi Suriah sejak perang sipil pecah. Foto/SANA

DAMASKUS - Presiden Sudan Omar al-Bashir menjadi pemimpin Liga Arab pertama yang mengunjungi Suriah sejak perang dimulai hampir delapan tahun lalu.

Kantor berita pemerintah Damaskus, SANA, melaporkan al-Bashir disambut Presiden Suriah Bashar al-Assad saat tiba di bandara Damaskus hari Minggu. Mereka kemudian menuju ke istana presiden.

"Kedua pemimpin membahas hubungan bilateral serta situasi dan krisis yang dihadapi oleh banyak negara Arab," kata kepresidenan Suriah, dalam sebuah pernyataan, yang dilansir Senin (17/12/2018).

Foto-foto yang dirilis SANA menunjukkan kedua pemimpin berjabat tangan di bandara, tepatnya di depan jet Rusia yang membawa presiden Sudan ke Suriah. Rusia, sekutu penting Assad, mengoperasikan sebuah pangkalan di Latakia.

Al-Bashir dalam pertemuannya dengan Assad berharap Suriah akan memulihkan peran pentingnya di kawasan Arab sesegera mungkin. Dia juga menegaskan kesiapan Sudan untuk menyediakan semua yang dapat mendukung integritas teritorial Suriah.

Sedangkan Assad berterima kasih kepada al-Bashir atas kunjungannya. Menurut Assad, kunjungan tersebut akan memberikan momentum yang kuat untuk memulihkan hubungan antara kedua negara.

Suriah diusir dari Liga Arab yang beranggotakan 22 negara setelah perang sipil pecah pada 2011. Negara-negara Arab telah mengutuk Assad atas tuduhan menggunakan kekuatan militer yang luar biasa dan gagal bernegosiasi dengan kubu oposisi.

Rezim Assad sempat kerepotan saat menghadapi perang sipil yang diperparah dengan munculnya kelompok ekstremis ISIS. Namun, dengan bantuan Rusia, Iran serta milisi pro-Assad lainnya, pasukan Suriah meraih banyak kemenangan.

Pada bulan Oktober, Assad mengatakan kepada surat kabar Kuwait bahwa Suriah telah mencapai "pemahaman utama" dengan negara-negara Arab setelah bertahun-tahun terlibat permusuhan. Dia tidak menyebutkan negara-negara Arab tersebut dalam wawancara. Namun, dia mengatakan bahwa para delegasi Arab dan Barat telah mulai mengunjungi Suriah untuk mempersiapkan pembukaan kembali diplomatik dan misi lainnya.

Hanya seminggu sebelum itu, menteri luar negeri Bahrain mengejutkan para pengamat karena merangkul menteri luar negeri Suriah di sela-sela pertemuan Majelis Umum PBB di New York. Pertemuan hangat itu menimbulkan pertanyaan tentang apakah beberapa negara Teluk—sebagian besar dari mereka adalah musuh sekutu Assad, Iran—sedang mempertimbangkan kembali hubungan mereka dengan Suriah.

Yordania juga membuka kembali penyeberangan Nassib ke Suriah pada bulan Oktober. Sedangkan Israel telah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan hubungan dengan pemerintah Assad, termasuk membuka persimpangan di dekat Quneitra di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel. Persimpangan itu dibuka kembali pada bulan Oktober  di bawah pengawasan militer Rusia.

Sementara itu, Turki yang merupakan pendukung utama oposisi Suriah mengatakan siap untuk berhubungan dengan Damaskus jika pemerintah Assad mengadakan dan memenangkan pemilu yang bebas dan adil.

"Jika itu adalah pemilihan demokratis, dan jika itu adalah yang kredibel maka setiap orang harus mempertimbangkan (bekerja dengan dia)," kata Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu di Forum Doha, ketika ditanya apakah Turki akan bekerja dengan Assad atau tidak.

"Pada akhirnya, rakyat Suriah harus memutuskan siapa yang akan memerintah negara itu setelah pemilu tersebut," ujar Cavusoglu.

Nader Hashemi, direktur Pusat Studi Timur Tengah di University of Denver, mengatakan negara-negara Arab berusaha untuk memainkan peran dalam rekonstruksi Suriah. 

"Saya pikir mereka mencoba, mungkin, mengusir Assad dari aliansinya dengan Iran," katanya kepada Al Jazeera.

"Prioritas nomor satu untuk rezim Assad hari ini, setelah menghancurkan semua penentangan terhadap pemerintahannya adalah rekonstruksi ekonomi. Barat tidak akan berinvestasi dalam rekonstruksi ekonomi tetapi ada negara Arab yang sangat kaya yang memang memiliki sumber daya keuangan, jadi saya menduga bagian dari agenda di sini adalah untuk melihat apakah Bashar al-Assad dapat dipengaruhi secara finansial dengan bantuan rekonstruksi sebagai ganti melemahnya aliansinya dengan Iran," imbuh dia.

Perang jangka panjang Suriah telah menewaskan ratusan ribu orang dan memaksa jutaan orang melarikan diri dari rumah mereka.

Sekadar diketahui, Presiden Sudan Omar al-Bashir telah menjadi pemimpin di negaranya sejak 1989 dan dicari oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Belanda untuk menghadapi tuduhan kejahatan perang yang berasal dari konflik di negaranya sendiri.



Credit  sindonews.com



Diduga Terlibat di Konflik Sudan Selatan, AS Sanksi Jenderal Israel


AS menjatuhkan sanksi kepada seorang pensiunan jenderal Angkatan Darat Israel bernama Israel Ziv atas dugaan keterlibatanya dalam konflik di Sudan Selatan. Foto/Reuters

WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) dilaporkan menjatuhkan sanksi kepada seorang pensiunan jenderal Angkatan Darat Israel. Pria yang diketahui bernama Israel Ziv itu disanksi atas dugaan keterlibatanya dalam konflik di Sudan Selatan.

Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi kepada Ziv dan tiga perusahaan yang dia kontrol. AS juga menuduhnya menggunakan konsultan pertanian sebagai penutup untuk penjualan senjata senilai USD 150 juta kepada pemerintah Sudan Selatan dan sisi lain dia juga menjual senjata kepada kelompok oposisi.


"Dia (Ziv) juga dilaporkan merencanakan untuk mengatur serangan oleh tentara bayaran di ladang minyak dan infrastruktur Sudan Selatan, dalam upaya untuk menciptakan masalah yang hanya dapat diselesaikan oleh perusahaan dan afiliasinya," kata Departemen Keuangan AS.

Melansir Arab News pada Senin (17/12), Ziv membantah tudingan AS tersebut. Dia mengatakan tidak pernah memperdagangkan senjata dan menyebut tuduhan terhadapnya menggelikan, tidak berdasar dan sepenuhnya tidak sesuai dengan kenyataan.

“Kami memiliki proyek pertanian yang luar biasa di sana. banyak komunitas yang bergantung padanya. Puluhan ribu orang dipekerjakan melalui proyek ini dan memberi makan pasar Sudan Selatan. Jadi siapa pun yang mengklaim proyek ini adalah penutup harus datang melihatnya," ucap Ziv.

"Ini bukan pertama kalinya pemerintah (AS) telah menggunakan sanksi untuk menegakkan kebijakan luar negerinya. Saya mudah didekati. Saya ingin percaya pada kesopanan administrasi dan mereka dipersilakan datang, untuk memeriksa, untuk menyelidikinya. Kami akan membuka semuanya untuk mereka," sambungnya.

ADVERTISEMENT


Konflik di Sudan Selatan meletus pada tahun 2013, yang diawali keputusan Presiden Sudan Selatan, Salva Kiir Mayardit memecat Riek Machar sebagai wakilnya. Konflik bermuatan etnis kemudian menyebar, menutup ladang minyak dan memaksa jutaan orang melarikan diri.

Setidaknya 383 ribu orang Sudan Selatan telah meninggal akibat perang, baik itu tewas dalam pertempuran, atau disebabkan oleh kelaparan, penyakit atau faktor lainnya.





Credit Sindonews.com

Rabu, 28 November 2018

Sudan Bantah Buka Hubungan dengan Israel



Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu.
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu.
Foto: Ronen Zvulun/Pool Photo via AP
Sudan menyatakan PM Israel tidak bisa mengunjungi negaranya.



CB, KHARTOUM -- Sudan membantah berusaha menormalisasi hubungan dengan Israel. Sudah pun menyatakan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak bisa mengunjungi negara tersebut.

"(Netanyahu) tidak dapat mengunjungi Sudan. Belum ada diskusi tentang kunjungan itu di kalangan pejabat-pejabat Sudan," ujar Abdel Sakhi Abbas, pemimpin National Congress Party, partai yang berkuasa di Sudan, dikutip laman Al Araby pada Senin (26/11).

Menurutnya, posisi Sudan terkait normalisasi hubungan dengan Israel jelas. Sebab negara itu mendukung perjuangan Palestina.

Sebelumnya Israel Broadcasting Corporation melaporkan bahwa Netanyahu berencana mengunjungi Sudan. Disebutkan pula bahwa para pejabat Israel berusaha membangun hubungan dengan negara tersebut.

"Para pejabat Israel sedang bekerja untuk membangun hubungan dengan republik Afrika ini, salah satu tujuannya adalah mengurangi jarak penerbangan antara Israel dan Amerika Selatan dengan mendapatkan akses ke wilayah udara Sudan dan Chad," kata Israel Broadcasting Corporation dalam laporannya.

Laporan itu muncul setelah Netanyahu bertemu Presiden Chad Idriss Deby di Yerusalem pada Ahad (25/11). Israel's Channel 10 melaporkan, pertemuan Netanyahu dan Deby akan membuka jalan untuk menjalin hubungan dengan Mali dan Niger, dua negara yang berpenduduk mayoritas Muslim.

Dalam konferensi pers bersama Deby, Netanyahu menyatakan akan melakukan serangkaian kunjungan ke negara-negara Arab. Bulan lalu Netanyahu telah melakukan kunjungan ke Oman dan bertemu Sultan Sayyid Qabbos. Setelah Oman, Netanyahu berencana mengunjungi Bahrain.

Kunjungan itu rencananya akan dimanfaatkan Netanyahu untuk menormalisasi hubungan Israel dengan negara-negara Arab. Saat ini Israel hanya memiliki hubungan diplomatik penuh dengan Yordania dan Mesir. 




Credit  republika.co.id




Selasa, 06 November 2018

Sudan terima penengahan Sudan Selatan di wilayah perbatasan


Sudan terima penengahan Sudan Selatan di wilayah perbatasan
Wakil Presiden Sudan Hassabo Mohamed Abdul-Rahman. (SUNA)



Khartoum (CB) - Sudan untuk pertama kali menerima penengahan pemimpin Sudan Selatan dalam pembicaraan perdamaian atas daerah perbatasan begolak Sudan di Kordofan Selatan dan Nil Biru, kata pejabat Sudan pada Minggu.

Sudan sebelumnya menuduh tetangga selatannya memicu kerusuhan di dua wilayah itu, tempat pemberontak terus melawan pemerintahan Khartoum bahkan sesudah sebagian besar wilayah tempat mereka berjuang beberapa dasawarsa menjadi Sudan Selatan merdeka pada 2011.

Pemerintah Sudan mengumumkan gencatan senjata sepihak di kedua wilayah itu serta di wilayah Darfur, Sudan barat, yang bermasalah sejak 2015 dan pertempuran telah surut. demikian Reuters melaporkan.

Ibrahim al-Sadiq, juru bicara partai berkuasa di Sudan, menyatakan Presiden Sudan Selatan, Salva Kiir, memulai pembicaraan dengan unsur dari Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan (SPLM) di Kordofan Selatan dan Nil Biru untuk penyelesaian secara damai.


Pembicaraan perdamaian di bawah perlindungan Afrika Bersatu diperkirakan berlangsung di ibukota Ethiopia, Addis Ababa, pada pertengahan Desember, katanya.

"Perdamaian adalah pilihan strategis bagi pemerintah Sudan dan karena itu, pemerintah menyetujui penengahan Presiden Sudan Selatan Salva Kiir," kata Sadiq.

Ribuan orang tewas dalam perang saudara di Sudan, termasuk di Darfur, tempat pemberontak berperang melawan pemerintahan Presiden Omar Hassan al-Bashir sejak 2003.

Pemerintah Kiir dan kelompok utama pemberontak Sudan Selatan menandatangani kesepakatan perdamaian pada September di Khartoum untuk mengakhiri perang saudara di negara itu sesudah 2013.



Credit  antaranews.com

Selasa, 07 Agustus 2018

Pemerintah Sudan Selatan dan pemberontak capai perjanjian perdamaian


Pemerintah Sudan Selatan dan pemberontak capai perjanjian perdamaian
Dokumen foto rakyat Sudan Selatan mencari ikan di sungai. Organisasi Pangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) mencatat negara kaya minyak di Afrika itu selama enam tahun ini rawan pangan akibat konflik elit politik berkepanjangan. (fao.org/south-sudan)




Kairo (CB) - Presiden Sudan Selatan dan kepala kelompok pemberontak utama negara itu menandatangani perjanjian gencatan senjata akhir dan pembagian kekuasaan pada Minggu serta memuji masa perdamaian baru, yang dirindukan di negara tersebut.

"Saya mengimbau siapa saja, sebagai pemimpin Sudan Selatan, bahwa persetujuan yang kita tandatangani hari ini hendaknya akhir dari perang dan pertikaian di negara kita," kata Presiden Salva Kiir.

Mantan Wakil Presiden Sudan Selatan dan pemimpin pemberontak Riek Machar mengatakan setelah penandatangan itu, "Hari ini kita rayakan, bukan hanya di Sudan Selatan, tetapi di seluruh dunia."

Sudan Selatan merdeka dari Sudan pada 2011, tetapi perang saudara pecah dua tahun kemudian antara pemerintah, yang dipimpin Kiir, dan gerakan pemberontak pimpinan Machar.

Perang itu, yang disulut persaingan pribadi dan suku, membunuh puluhan ribu orang, mengakibatkan sekitar seperempat penduduk Sudan Selatan, yang berjumlah 12 juta jiwa, mengungsi dan menghancurkan ekonominya, yang sangat bergantung pada produksi minyak mentah.

"Sebuah perjanjian mengenai isu-isu menonjol telah ditandatangani dan perjanjian ini menunjukkan komitmen dari semua pihak kepada gencatan senjata," kata Menteri Luar Negeri Sudan Al-Dirdiri Mohamed di televisi negara Sudan.

Sudan membantu menjadi penengah bagi kedua pihak untuk mencapai perjanjian tersebut.

Presiden Sudan Omar al-Bashir mengatakan pada Minggu, minyak akan dipompa dari kawasan Wahda di Sudan Selatan ke Sudan mulai 1 September.

"Akan ada keuntungan saudara Salva ... salah satu tujuan kita ialah kebutuhan menyelamatkan ekonomi Sudan Selatan karena telah mencapai level keruntuhan," kata dia di TV negara Sudan.

Perjanjian-perjanjian perdamaian yang diadakan sebelumnya hanya berlangsung selama beberapa bulan sebelum pertempuran para pihak yang konflik mulai kembali. Kiir telah menyalahkan pengaruh asing di balik konflik tersebut.

"Pemerintah saya dan saya tahu konflik di Sudan Selatan telah mengakibatkan beban keuangan dan politik," ujar Kiir yang dikutip Reuters.

"Kita harus menerima bahwa perang di dalam negeri tak punya arti apa-apa dan mengakibatkan penderitaan atas kita dan keluarga kita serta telah membunuh ratusan anak-anak muda, menghancurkan ekonomi kami dan membuat kita terpecah-pecah."

Machar mengatakan, "Tidak ada pilihan selain perdamaian. Kita harus fokus setelah tahap ini mengenai pelaksanaan perjanjian, bahwa jika kita semua tidak melaksanakan, kita akan mengalami kegagalan."




Credit  antaranews.com





Jumat, 20 Juli 2018

Presiden Sudan Selatan berjanji akan akhiri perang


Presiden Sudan Selatan berjanji akan akhiri perang
Presiden Sudan Selatan, Salva Kiir. (REUTERS/James Akena)



Juba, Sudan Selatan (CB) - Presiden Sudan Selatan, Salva Kiir, Kamis, berjanji akan mengakhiri perang yang memporak-porandakan di negerinya saat faksi yang berperang melanjutkan pembicaraan perdamaian di negara tetangganya, Sudan.

Ketika berbicara selama upacara pengambilan sumpah Menteri Luar Negeri baru Sudan, Nhial Deng Nhial, di Ibu Kota Sudan Selatan, Juba, Kiir mengatakan, ia siap menandatangani kesepakatan untuk mewujudkan perdamaian di Sudan Selatan.

"Rakyat Sudan Selatan sedang mencari perdamaian dan jika pengaturan itu dapat membawa perdamaian buat rakyat Sudan Selatan, saya siap menerimanya," kata Kiir.

Sudan melanjutkan upaya penengahan yang dipelopori blok regional Afrika Timur Lembaga Antar-Pemerintah mengenai Pembangunan (IGAD) dalam upaya menemukan penyelesaian politik bagi konflik Sudan Selatan, yang sekarang sudah berada pada tahun kelimanya.

Tim penengah Sudan, Selasa, memperpanjang perundingan sampai Kamis, setelah satu bagian oposisi menolak rumus pembagian kekuasaan yang menyerukan pembentukan jabatan lima wakil presiden di pemerintah persatuan.

Para perunding mengatakan pihak yang berperang diduga menandatangani kesepakatan yang diubah pada 26 Juli.

Meskipun Kiir menyampaikan keprihatinan mengenai beberapa ketentuan dalam kesepakatan pembagian kekuasaan yang diusulkan, ia berjanji akan menyetujui pemerintah persatuan yang melibatkan banyak pihak.

"Sudan Selatan telah menjadi ajang percobaan. Semua hal yang tak pernah dilakukan pada pemerintah mana pun dan di negara mana pun sedang dicoba di Sudan Selatan, apakah semuanya berhasil atau semuanya takkan berhasil," kata Kiir.

"Rakyat berbicara mengenai keterlibatan. Tak seorang pun akan ditinggalkan di luar pemerintah," kata pemimpin Sudan Selatan itu.

Sudan Selatan terperosok ke dalam perang saudara pada penghujung 2013, dan konflik tersebut telah menciptakan salah satu krisis pengungsi yang berkembang paling cepat di dunia.

PBB memperkirakan sebanyak empat juta warga Sudan Selatan telah menjadi pengungsi baik di dalam maupun di luar negeri.




Credit  antaranews.com



Senin, 16 Juli 2018

Anggota Pasukan Penjaga Perdamaian PBB asal Indonesia Tewas di Sudan



Anggota Pasukan Penjaga Perdamaian PBB asal Indonesia Tewas di Sudan
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi menyatakan, jenazah Praka Nasri telah diterbangkan ke Indonesia dan tiba di Indonesia pada hari Jumat lalu. Foto/Victor Maulana/Sindonews

JAKARTA - Seorang anggota pasukan penjaga perdamaian PBB asal Indonesia bernama Praka Nasri bin Bahri dilaporkan tewas saat bertugas di Sudan. Praka diketahui tewas saat mobil yang dia kendarai mengalami kecelakaan di Ibu Kota Sudan, Darfour.

Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi melaluin akun Twitternya menyatakan, jenazah Praka Nasri telah diterbangkan ke Indonesia dan tiba di Indonesia pada hari Jumat lalu, untuk selanjutnya dikebumikan di kampung halamannya.

"Duka cita saya yang mendalam atas meninggalnya Praka Nasri bin Bahri yang gugur dalam kecelakaan saat menjalankan tugas sebagai Pasukan Penjaga Perdamaian (Peacekeepers) PBB asal Indonesia di UNAMID," kata Retno melalui akun Twitternya, seperti dikutip Sindonews pada Minggu (15/7).

"Semoga keluarga diberi kekuatan dalam menjalani masa duka ini. Jasa almarhum akan terus dikenang dan menjadi kebanggaan Indonesia," sambungnya.

Indonesia sendiri sudah terlibat dalam pasukan penjaga perdamaian sejak tahun 1955 lalu. Menurut pihak Kementerian Luar Negeri Indonesia, sejak awal Indonesia terlibat dalam operasi penjaga perdamaian PBB, setidaknya sudah ada 60 orang pasukan Indonesia yang gugur.

Namun, Kemlu RI menyebut, dari ke-60 orang tersebut, tidak ada satupun yang tewas akibat pertempuran. Kebanyakan dari mereka yang tewas akibat mengalami kecelakaan.





Credit  sindonews.com




Jumat, 13 Juli 2018

Sudan perpanjang masa gencatan senjata dengan pemberontak

Sudan perpanjang masa gencatan senjata dengan pemberontak
Darfur, Kordofan Selatan, dan Blue Nile. (ist)



Khartoum (CB) - Sudan memperpanjang gencatan senjata sepihak dengan pemberontak, yang bertempur di tiga negara bagian untuk menggulingkan pemerintahan, kata istana kepresidenan melalui pernyataan pada Kamis.

Pemerintah memerangi pemberontak di negara bagian Darfur di Sudan timur sejak 2003 namun tingkat kekerasan di sana menurun selama tiga tahun.

Di Kordofan Selatan dan Nil Biru, anggota kelompok pemberontak Tentara Pembebasan Rakyat Sudan (SPLA) tetap berperang untuk menentang pemerintahan.

SPLA masih berada di negara itu setelah Sudah Selatan mendapatkan kemerdekaan dari Sudan pada 2011.

"Presiden Omar Hassan al-Bashir mengeluarkan keputusan presiden untuk memperpanjang masa gencatan senjata di semua tempat operasi hingga 31 Desember 2018," kata pernyataan istana kepresidenan, seperti dilansir Reuters.




Credit  antaranews.com