Selasa, 27 November 2018

USAID akan Hentikan Operasional di Palestina


USaid
USaid
Foto: us
Trump menghentikan operasional USAID untuk menekan Palestina.



CB, WASHINGTON -- Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) telah mengumumkan akan menghentikan operasinya di Tepi Barat dan Jalur Gaza pada 2019. Hal itu dilakukan saat Presiden AS Donald Trump berusaha menekan Palestina agar bersedia merundingkan perdamaian dengan Israel.

Surat kabar Israel, Haaretz, pada Ahad (25/11), melaporkan, USAID telah mengumumkan kepada lebih dari separuh stafnya di wilayah Palestina bahwa mereka diberhentikan. Sebab, USAID akan menghentikan operasinya di sana tahun depan.

"Departemen Luar Negeri AS mempresentasikan USAID dengan daftar 60 persen dari staf agensi yang akan diberhentikan," kata Haaretz dalam laporannya.

USAID adalah lembaga kemanusiaan vital bagi masyarakat Palestina yang tinggal di wilayah yang diduduki. Sejak 1994, USAID telah berkontribusi dalam memberikan layanan kesehatan, pendidikan, termasuk pembangunan infrastruktur bagi Gaza dan Tepi Barat.

USAID telah menyediakan dana sebesar 5,5 miliar dolar AS untuk wilayah Palestina. Dana tersebut digunakan untuk membangun dan mengoperasikan sekolah, rumah sakit, serta penyelenggaraan pelatihan keterampilan atau keahilan bagi guru, pekerja medis, serta dokter.

Selain itu, USAID turut berkontribusi dalam pembangunan pabrik desalinasi air di Gaza. Wilayah yang telah diblokade Israel selama lebih dari 11 tahun itu diketahui mengalami berbagai krisis, salah satunya adalah minimnya ketersediaan air bersih.

Trump, secara bertahap, telah menarik semua bantuan dana AS untuk Palestina. AS bahkan telah memutuskan menghentikan bantuannya bagi Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).

Keputusan tersebut seketika menyebabkan UNRWA mengalami krisis pendanaan. Sebab bagaimana pun, AS merupakan penyandang dana terbesar bagi lembaga itu, yakni dengan rata-rata kontribusi 300 juta dolar AS per tahun.

Serangkaian langkah itu dilakukan agar Palestina bersedia melanjutkan perundingan perdamaian dengan Israel yang dimediasi AS. Sejak AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Palestina memutuskan mundur dari perundingan damai. Palestina menilai AS tak lagi menjadi mediator netral karena terbukti membela kepentingan politik Israel.




Credit  republika.co.id




PBB Beri Bantuan 9,2 Juta Dolar AS untuk Venezuela


Ikustrasi krisis Venezuela.
Ikustrasi krisis Venezuela.
Foto: Reuters
Ini merupakan pendanaan darurat pertama PBB untuk pemerintahan Maduro.


CB, CARACAS -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)  pada Senin (26/11) mengumumkan pemberian bantuan senilai  9,2 juta dolar AS atau sekitar Rp 131 miliar untuk Venezuela.

Ini adalah pendanaan darurat pertama PBB untuk pemerintah Presiden Nicolas Maduro. Maduro menyalahkan masalah ekonomi negara itu atas sanksi keuangan Amerika Serikat (AS) dan perang ekonomi yang dipimpin oleh musuh politik.

Dana Tanggap Darurat Pusat (CERF) PBB akan mendukung proyek-proyek pemberian nutrisi kepada anak-anak di bawah usia lima tahun, ibu hamil dan ibu menyusui yang berisiko. Ini juga akan memberikan perawatan kesehatan darurat bagi mereka yang rentan.

"Alokasi CERF dibuat untuk memastikan respon cepat terhadap keadaan darurat  atau untuk kondisi yang memburuk dalam keadaan darurat yang ada," menurut situs web CERF.



Seorang pejabat PBB mengatakan kepada Reuters bahwa CERF  mendanai proyek-proyek di negara-negara yang sedang berperang atau mengalami krisis lain seperti bencana alam. Ia menambahkan  lembaga-lembaga PBB lainnya mungkin juga telah menyediakan dana untuk Venezuela melalui program-program terpisah.

Kementerian Informasi Venezuela tidak segera menanggapi permintaan untuk komentar. Sampai sekarang, bantuan untuk krisis Venezuela  telah difokuskan pada negara-negara Amerika Selatan.


Negara-negara itu telah menerima warga Venezuela yang melakukan eksodus massal sejak  2015. Situs web CERF menunjukkan telah menyediakan  6,2 juta dolar AS untuk "Pengungsi Regional Venezuela dan Krisis Migrasi . "

Banyak negara  berhati-hati dalam memberikan bantuan langsung ke Venezuela. Para pejabat khawatir menghadapi sanksi dari AS dan Eropa atas tuduhan melakukan kesalahan termasuk korupsi, pelanggaran hak asasi manusia dan perdagangan narkoba.

"Saya merayakan mereka akhirnya menerima bantuan. Tetapi ini adalah pemerintahan  yang sangat korup, dan (dana) bisa berakhir di rekening bank pejabat publik," kata legislator oposisi yang diasingkan Jose Manuel Olivares, seorang dokter dan aktivis pada masalah kesehatan.




Credit  republika.co.id



Kapal Perang Inggris 'Dikeroyok' 17 Jet Rusia di Lepas Pantai Crimea


Kapal Perang Inggris Dikeroyok 17 Jet Rusia di Lepas Pantai Crimea
Kapal perang Inggris, HMS Duncan, dikeroyok 17 jet tempur Rusia di lepas pantai Crimea. Foto/Istimewa

LONDON - Sebuah kapal perang milik Angkatan Laut Inggris "dikeroyok" 17 jet tempur Rusia yang terbang diatasnya dalam sebuah insiden yang disebut sebagai tindakan permusuhan yang kurang ajar di lepas pantai Crimea.

Kapal perang Inggris, HMS Duncan, memimpin armada NATO melalui Laut Hitam ketikan insiden itu terjadi.

Jet-jet Rusia terbang begitu dekat sehingga peralatan elektronik mereka bisa diacak oleh sistem radar kapal Inggris, yang mungkin saja bisa menyebabkan kecelakaan.

"Sebagai kapal NATO, kapal [HMS Duncan] telah menghadapi permusuhan Rusia yang kurang ajar di Laut Hitam dengan jet berdengung di atas, telah dikuntit oleh kapal mata-mata Rusia dan memainkan peran penting melindungi sekutu NATO selama serangan Inggris, Amerika dan Prancis terhadap fasilitas senjata kimia Suriah," ujar Menteri Pertahanan Inggris Gavin Williamson.

"Melalui penempatannya, kapal terdepan di dunia ini dan awaknya melambangkan negara yang akan kita tuju ketika kita keluar dari Uni Eropa - Inggris yang benar-benar global yang melihat keluar dan terlibat di panggung dunia," imbuhnya seperti dikutip dari Sky News, Selasa (27/11/2018).

Laksamana Mike Utley, yang memimpin gugus tugas NATO, mengatakan kapal itu mungkin satu-satunya aset maritim untuk melihat "serangan" sebesar itu dalam 25 tahun terakhir.

"Saya pikir taktik mereka naif," katanya. "Apa yang mereka tidak tahu adalah seberapa mampu kapal itu," sambungnya.

"Ketika Anda melihat banyak aktivitas, saya pikir itu memperkuat sifat dari apa yang orang harapkan saat ini dan mengapa ada tantangan dari Rusia," tukasnya.

Rekaman kejadian, yang terjadi pada bulan Mei, telah diperoleh oleh sebuah film dokumenter Channel 5.

Rekaman ini menunjukkan jet-jet Rusia mengitari kapal Inggris sebelum kembali ke wilayah udara Rusia. Salah satu pilot mengirim pesan ke kapal, mengatakan: "Semoga berhasil, teman-teman."

Salah satu pelaut di kapal HMS Duncan mengatakan mereka merasa pesan itu bisa menjadi peringatan, sementara yang lain tetap yakin kapal mereka dengan 48 rudal bisa menangani jet-jet Rusia.

"Bagi saya itu seperti belum pernah terjadi sebelumnya," kata Komandan Eleanor Stack, kapten HMS Duncan. "Ada lebih banyak pesawat daripada yang kita lihat dalam waktu yang lama," ia menambahkan.

Insiden itu mengikuti kapal perang yang meluncurkan helikopter Merlin Mk2 untuk mencari kapal mata-mata Rusia, yang muncul di radar.

"Mereka mungkin menganggapnya (kehadiran kita di Laut Hitam) menjadi eskalasi, tentu saja tidak," kata Letnan Komandan James Smith.

"Tapi itu tergantung pada bagaimana Anda memutar narasi. Satu hal yang sangat bagus di Rusia adalah memutar narasi," katanya lagi.

"Kami harus menunjukkan dan membuat sendiri juga. Mereka dapat berteriak dan berteriak semua yang mereka inginkan, tetapi kami masih memiliki hak, seperti semua unit ini, berada di tempat kami berada," tegasnya. 




Credit  sindonews.com




Ukraina Berlakukan Status Darurat Militer


Ukraina Berlakukan Status Darurat Militer
Ilustrasi militer Ukraina (Gleb Garanich)



Jakarta, CB -- Parlemen Ukraina menyetujui pemberlakuan status 'darurat militer' di wilayah perbatasan pada Senin (26/11). Keputusan itu diketok setelah 276 anggota parlemen mendukung pemberlakuan status tersebut.

Mengutip AFP, status darurat militer itu bakal mulai digulirkan pada Rabu (28/11) hingga 30 hari setelahnya. Darurat militer akan mencakup mobilisasi parsial dan penguatan pertahanan udara Ukraina.

Langkah tersebut datang hampir 24 jam setelah Rusia menahan dua kapal angkatan laut Ukraina dan satu buah kapal tandu serta menembaki tiga awak kapal di antaranya pada Minggu (25/11).



Ide 'manyalakan' status darurat militer tercetus dari Presiden Ukraina Petro Poroshenko dalam merespons tindakan Rusia yang menyandera kapal-kapal angkatan laut negaranya. Awalnya, Poroshenko meminta untuk memberlakukan status darurat militer dalam periode 60 hari.

Mengutip Reuters, pada pidato yang disiarkan dalam televisi sebelum pemungutan suara, Poroshenko menyatakan bahwa keputusan tersebut tidak akan mencakup pembatasan hak warga negara dan mengesampingkan penundaan pemilihan umum yang dijadwalkan akan berlangsung awal tahun depan.

"Ukraina tidak merencanakan perang terhadap siapa pun," ujar Poroshenko.

Selain itu, Ukraina, sebut Poroshenko, juga akan tetap berpegang pada Perjanjian Minsk, yang ditandatanganinya dengan pemerintah Rusia dan separatis pro-Rusia.


Konflik ini dimulai setelah demonstran pro-Barat menggulingkan kepemimpinan Presiden pro-Rusia, Viktor Yanukovych pada Februari 2014 lalu. Para separatis mengklaim bahwa pemerintah baru yang sangat anti-Rusia merencakan 'genosida' etnis Rusia di wilayah timur Ukraina.

Dengan status darurat militer, pemerintah Ukraina dimungkinkan untuk menerapkan berbagai tindakan drastis, termasuk menetapkan kebijakan larangan pertemuan publik, membatasi kebebasan media, membatasi pergerakan warga negara Ukraina serta warga negara asing, dan menangguhkan pemilihan umum.

Sebelumnya, Ukraina menyebut bahwa apa yang dilakukan Rusia merupakan fase baru agresi setelah pencaplokan Semenanjung Krimea oleh Rusia pada 2014 lalu. Sementara Moskow menuduh Ukraina memprovokasi kapal Rusia dengan memasuki kawasan Semenanjung Krimea, untuk kemudian memicu kegaduhan yang berujung pada sanksi anyar untuk Rusia.




Credit  cnnindonesia.com





Rusia Abaikan Permintaan Barat Bebaskan Kapal Ukraina


Rusia Abaikan Permintaan Barat Bebaskan Kapal Ukraina
Ilustrasi Rusia (REUTERS/Gleb Garanich)



Jakarta, CB -- Rusia mengabaikan permintaan negara-negara Barat untuk melepaskan dua kapal angkatan laut Ukraina beserta awak kapalnya dan satu kapal tunda yang ditangkap di kawasan Laut Hitam, Minggu (25/11). Alih-alih beralibi, Rusia malah menuduh Ukraina sengaja menegangkan konflik tersebut bekerja sama dengan sekutu baratnya.

Peristiwa ini membuat kedua negara saling tuduh. Pada gilirannya, Ukraina menuduh Rusia melakukan agresi militer dengan menempatkan pasukan militernya dalam posisi 'siaga tempur'.

Melansir Reuters, akibat insiden ini, kedua negara berisiko untuk berhadapan dengan konflik yang lebih luas. Selain itu, ada pula gejala bahwa negara-negara Barat akan memberikan banyak sanksi untuk Rusia.



Sebagaimana diketahui, negara anggota Uni Eropa telah beramai-ramai mengutuk insiden tersebut sebagai 'agresi' Rusia. Mereka juga mendesak Rusia untuk membebaskan kapal angkatan laut Ukraina yang ditahannya.

Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Rusia menyalahkan Ukraina atas konflik tersebut. Rusia menilai bahwa apa yang terjadi merupakan hasil provokasi yang direncanakan oleh Ukraina.

"Provokasi itu sengaja dilakukan untuk memicu ketegangan dan pada akhirnya menjadi dalih untuk meningkatkan sanksi terhadap Rusia," ujar Kemenlu Rusia dalam sebuah pernyataan.

"Kami ingin memperingatkan pihak Ukraina bahwa tindakan memprovokasi konflik dengan Rusia, bekerja sama dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa, di wilayah Laut Hitam penuh dengan konsekuensi serius."


Konflik meletus setelah kapal-kapal patroli di wilayah perbatasan Rusia menyita dua kapal angkatan laut Ukraina berukuran kecil yang mengawai sebuah kapal tunda melintas di Laut Hitam, dekat Semenanjung Krimea. Rusia juga melepaskan tembakan ke arah rombongan Ukraina dan melukai tiga awak kapal di antaranya.

Kantor berita Interfax menyebutkan bahwa 24 awak kapal Ukraina telah ditahan. Sementara tiga pelaut yang terluka sedang dalam pemulihan di rumah sakit.

Bentrokan antara Rusia dan Ukraina pada akhir pekan kemarin membuat relasi kedua negara semakin tegang setelah Moskow mencaplok Semenanjung Krimea dari Kiev pada empat tahun lalu.



Credit  cnnindonesia.com




Rusia Tangkap 3 Kapal Militer Ukraina, AS Sebut Keterlaluan


Rusia Tangkap 3 Kapal Militer Ukraina, AS Sebut Keterlaluan
Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Nikki Haley. Foto/REUTERS

NEW YORK - Pemerintah Amerika Serikat membela Ukraina dalam konflik terbaru dengan Rusia di pantai Crimea, Laut Azov. Washington mengatakan penangkapan tiga kapal militer dan beberapa tentara Kiev oleh Moskow merupakan tindakan keterlaluan dan arogan.

Kecaman itu disampaikan Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley. Menurutnya, Moskow yang melakukan pelanggaran terhadap wilayah Ukraina dan mendesaknya untuk mengurangi ketegangan.

Haley mengaaku telah berbicara dengan Presiden Donald Trump dan Menteri Luar Negeri Michael Pompeo. Diplomat perempuan Amerika ini menyatakan bahwa pernyataannya mencerminkan kekhawatiran di level tertinggi.

"Seperti yang telah dikatakan Presiden Trump berkali-kali, Amerika Serikat akan menyambut hubungan normal dengan Rusia. Namun tindakan-tindakan pelarangan seperti ini terus membuat itu tidak mungkin," kata Haley yang dikutip Reuters, Selasa (27/11/2018).

Rusia menangkap tiga kapal militer Ukraina, yakni dua kapal lapis baja dan sebuah kapal tunda. Alasannya, kapal-kapal itu secara ilegal memasuki perairan teritorial Rusia di Crimea. Penangkapan itu berlangsung dramatis, di mana kapal perang Moskow menembaki kapal-kapal Kiev. Tiga tentara Angkatan Laut Kiev yang terluka oleh serangan itu juga ditangkap Moskow.

Namun, Kiev mengklaim kapal-kapalnya tidak melakukan kesalahan dan menuduh Moskow melakukan agresi militer.

"Amerika Serikat akan mempertahankan sanksi yang berkaitan dengan Crimea terhadap Rusia. Eskalasi Rusia lebih lanjut dari jenis ini hanya akan memperburuk keadaan. Ini akan semakin melemahkan posisi Rusia di dunia. Ini akan memperburuk hubungan Rusia dengan AS dan banyak negara lain," kata Haley.

Duta Besar Ukraina untuk PBB Volodymyr Yelchenko menyerukan kepada masyarakat internasional untuk menerapkan satu set sanksi baru yang ditujukan untuk mengatasi situasi di kawasan itu, termasuk terhadap pelabuhan Azov Rusia.

Dia mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa meningkatkan tekanan politik di Moskow akan membantu meredam situasi. "Ukraina siap untuk menggunakan semua cara yang tersedia dalam melaksanakan hak kami untuk membela diri," ujarnya.

Sementara itu, Deputi Duta Besar Rusia untuk PBB Dmitry Polyanskiy menuduh Ukraina merencanakan insiden itu dan menduga itu sebagai trik untuk menaikkan popularitas Presiden Petro Poroshenko di kalangan pemilih menjelang pemilu Ukraina tahun depan.

"Bagaimana dia bisa mempertahankan kekuasaan dalam keadaan seperti ini? Sudah jelas, mengatur provokasi dan sekali lagi menuduh Rusia dari segalanya, menggelembungkan peringkat (popularitas)-nya sendiri dan menempatkan dirinya sebagai penyelamat bangsa," kata Polyanskiy.

"Ini adalah tentang membatalkan pemilu meskipun semua jaminan Poroshenko sebaliknya," ujarnya. Dia memperingatkan bahwa "Rusia tidak pernah menyebabkan pukulan pertama, tetapi tahu bagaimana melindungi dirinya sendiri."

Yelchenko menolak pernyataan Polyanskiy tentang motif insiden di pantai Crimea. Dia mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa insiden itu merupakan ancaman jelas bagi perdamaian dan keamanan internasional. Menurutnya, Rusia mencampurkan kenyataan dengan fiksi dalam mencoba menjelaskan apa yang terjadi.

Kepala urusan politik PBB Rosemary DiCarlo mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa pihaknya tidak dapat secara independen memverifikasi apa yang telah terjadi di pantai Crimea pada hari Minggu. 

"Kami sangat mendesak Federasi Rusia dan Ukraina untuk menahan diri dari segala tindakan atau retorika dan mengingatkan kedua kebutuhan untuk menahan insiden ini sehingga mencegah eskalasi serius," katanya.

Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara telah bertemu puluhan kali selama krisis di Ukraina, di mana Rusia menganeksasi Crimea pada 2014. Ukraina tidak dapat mengambil tindakan apa pun karena Rusia adalah salah satu dari lima pemilik hak veto di Dewan Keamanan PBB.

Kapal-kapal Ukraina yang ditangkap oleh Rusia pada hari Minggu telah mencoba memasuki Laut Azov dari Laut Hitam melalui Selat Kerch, perairan sempit yang memisahkan Crimea dari daratan Rusia.


Credit  sindonews.com




NATO Tuntut Rusia Bebaskan Kapal Ukraina


NATO Tuntut Rusia Bebaskan Kapal Ukraina
Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg (REUTERS/Francois Lenoir)


Jakarta, CB -- Tindakan Rusia menahan kapal angkatan laut Ukraina mendapatkan kecaman dari berbagai pihak. Termasuk salah satunya NATO yang menuntut Rusia membebaskan kapal serta awak kapal yang ditahan pasca-bentrokan di Semenanjung Krimea.

"Tidak ada pembenaran untuk menggunakan kekuatan militer terhadap kapal Ukraina. Kami meminta Rusia segera membebaskan kapal Ukraina beserta awaknya," ujar Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg kepada wartawan setelah pertemuan Komisi NATO-Ukraina, Senin (26/11), melansir AFP.

Stoltenberg mengatakan bahwa 29 negara NATO memberikan dukungannya untuk kedaulatan Ukraina. NATO juga tak akan pernah mengakui klaim Rusia untuk Krimea.



Stoltenberg memperingatkan Moskow bahwa apa yang dilakukannya memiliki konsekuensi buruk. "Rusia harus memahami bahwa tindakannya memiliki konsekuensi. Itulah alasan mengapa NATO bereaksi begitu tegas terhadap tindakan Rusia pada Ukraina," ujar mantan Perdana Menteri Norwegia itu.

Kendati demikian, Stoltenberg tak memberikan rincian konsekuensi apa yang bakal diterima Rusia. Namun, diduga kuat konsekuensi itu merujuk pada sanksi ekonomi yang bakal diberikan negara-negara Barat kepada Rusia.

Konflik ini meletus setelah Rusia menahan dua kapal angkatan laut Ukraina yang mengawal sebuah kapal tunda melintas di Laut Hitam, berdekatan dengan Semenanjung Krimea. Rusia juga disebut melepaskan tembakan ke arah rombongan Ukraina dan melukai tiga awak kapal di antaranya.



Rusia menuduh Ukraina telah memasuki kawasan perairannya di Laut Azov secara ilegal.

Akibat penahanan itu, Ukraina menuduh Rusia meluncurkan 'fase baru agresi' setelah Moskow mencaplok Semenanjung Krimea dari Ukraina pada 2014 lalu. Presiden Ukraina, Petro Poroshenko telah meminta untuk memberlakukan 'darurat militer' selama 60 hari.

Ukraina juga mendesak negara-negara Barat untuk memberikan sanksi terhadap Rusia. Kendati desakan-desakan itu bermunculan, namun Rusia keukeuh untuk tidak akan membebaskan kapal Ukraina.                





Credit  cnnindonesia.com




Ukraina Desak Pulangkan 3 Kapal dan Tentara yang Ditangkap Rusia


Ukraina Desak Pulangkan 3 Kapal dan Tentara yang Ditangkap Rusia
Kawasan pantai Crimea di Kerch, Laut Hitam, tempat bentrok kapal-kapal militer Rusia dan Ukraina. Foto/REUTERS/Pavel Rebrov

KIEV - Kiev menuntut agar Moskow memulangkan tiga kapal Angkatan Laut dan para tentara Ukraina yang ditangkap atas tuduhan melanggar perbatasan wilayah Rusia di pantai Crimea. Desakan disampaikan Kementerian Luar Negeri Ukraina, Senin (26/11/2018).

Penangkapan itu terjadi setelah kapal perang Moskow menembaki kapal-kapal militer Kiev yang menerobos pantai Crimea di Kerch, Laut Hitam, pada hari Minggu.

Tiga pelaut Kiev yang ditangkap terluka. Menurut Moskow, ketiganya telah dirawat dan kondisinya tidak mengancam kehidupan mereka.

"Ukraina menuntut pemberian bantuan medis yang mendesak kepada mereka yang terluka dan untuk memastikan mereka kembali ke rumahnya dengan segera dan aman. Ukraina juga menuntut untuk pemulangan kapal-kapal angkatan laut yang tertangkap dan untuk mengompensasi kerusakan yang ditimbulkan," kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan, yang dilansir Sputnik.

Kiev minta sekutu-sekutunya untuk memberikan bantuan militer. "Ukraina mendesak sekutu dan mitra untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk mencegah agresor, yaitu dengan menerapkan sanksi baru dan memperkuat (sanksi) yang ada, serta memberi Ukraina bantuan militer untuk melindungi integritas teritorial dan kedaulatannya dalam batas-batas yang diakui secara internasional," imbuh kementerian tersebut.

Sementara itu, seorang juru bicara untuk Direktorat Perbatasan Dinas Keamanan Federal (FSB) Rusia untuk Crimea, Anton Lozovoy, mengatakan bahwa kapal-kapal militer Kiev yang disita awalnya sedang konvoi ke pelabuhan Kerch. 

FSB melaporkan tiga kapal yang disita; Berdyansk, Nikopol dan Yana Kapu, adalah kapal-kapal yang melanggar perbatasan negara Rusia. Menurut FSB, kapal-kapal itu mengabaikan seruan untuk menghentikan operasi dan justru membuat manuver berbahaya. 





Credit  sindonews.com





Polandia Kecam Serangan Rusia ke Kapal Ukraina


Jet tempur Rusia di perbatasan Ukraina
Jet tempur Rusia di perbatasan Ukraina
Foto: CNN
Rusia dinilai melanggar peraturan internasional.




CB, WARSAWA -- Pemerintah Polandia mengecam aksi penyerangan militer Rusia terhadap kapal angkatan laut Ukraina di Laut Azov. Menurut Polandia, Rusia telah melanggar peraturan internasional.

"Dengan kekuatan penuh kami mengutuk perilaku agresif Rusia dan kami menyerukan kepada para pemimpin (negara) untuk menghormati hukum internasional," kata Kementerian Luar Negeri Polandia dalam sebuah pernyataan pada Senin (26/11).

Rusia menembaki dan akhirnya menawan tiga kapal angkatan laut Ukraina di lepas pantai Krimea yang dianeksasi pada Ahad (25/11). Serangan Rusia mengakibatkan beberapa awak kapal terluka.

Menurut Kementerian Luar Negeri Rusia, ketiga kapal angkatan laut Ukraina itu sengaja melakukan provokasi di Selat Kerch, dekat Krimea. Serangan dan penyitaan dilakukan karena Moskow menganggap ketiga kapal itu telah secara ilegal memasuki perairan teritorial Rusia.

Ukraina memiliki versi sendiri. Menurut Kiev, pihaknya telah memberitahu Rusia tentang rute yang akan dilintasi ketiga kapal miliknya. Ukraina mengatakan, kapal-kapal tersebut, yang hendak menuju Laut Azov, memang harus melewati Selat Kerch.

Pemerintah Ukraina segera memberlakukan darurat militer setelah insiden serangan di Selat Kerch. "Kemungkinan besar Rusia berencana melakukan tindakan agresif lebih lanjut di lautan maupun daratan," kata Menteri Luar Negeri Ukraina Pavlo Klimkin.

Hubungan Ukraina dengan Rusia telah memanas sejak 2014, yakni ketika massa antipemerintah berhasil melengserkan mantan presiden Ukraina yang pro-Rusia Viktor Yanukovych. Kerusuhan pun terjadi karena terdapat pula kelompok separatis pro-Rusia di sana.

Belakangan kelompok pro-Rusia itu terlibat konfrontasi bersenjata dengan tentara Ukraina. Pada 2015, Rusia dan Ukraina, bersama Prancis serta Jerman, menyepakati Perjanjian Minsk.

Salah satu poin dalam perjanjian itu adalah dilaksanakannya gencatan senjata total di wilayah timur Ukraina. Namun, Moskow dianggap tak mematuhi dan memenuhi sepenuhnya perjanjian tersebut. Hal itu menyebabkan Rusia dijatuhi sanksi ekonomi oleh Uni Eropa.



Credit  republika.co.id




Tentara Ukraina Siaga Tempur Penuh usai Bentrok dengan Rusia


Tentara Ukraina Siaga Tempur Penuh usai Bentrok dengan Rusia
Pasukan Angkatan Bersenjata Ukraina. Foto/REUTERS

KIEV - Ukraina menempatkan tentaranya pada siaga tempur penuh setelah kapal Angkatan Laut-nya bentrok dengan kapal perang Rusia di pantai Crimea, Laut Hitam. Usai insiden, pemerintah Kiev bersiap mengumumkan darurat militer.

Darurat militer selama 60 hari yang diusulkan Presiden Petro Poroshenko saat ini sedang menunggu persetujuan akhir parlemen Ukraina. Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional (NSDC) Ukraina telah mendukung penuh usulan tersebut.

"Berdasarkan keputusan NSDC untuk memberlakukan darurat militer, kepala Staf Umum—Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Ukraina—telah memerintahkan untuk menempatkan semua unit Angkatan Bersenjata Ukraina pada siaga tempur penuh," bunyi pernyataan Kementerian Pertahanan Ukraina pada hari Senin (26/11/2018).

Seperti diberitakan sebelumnya, kapal perang Rusia menembaki kapal-kapal Angkatan Laut Ukraina setelah dianggap menerobos wilayah Crimea yang dinyatakan sebagai wilayah kedaulatannya. Selama ketegangan berlangsung hari Minggu petang, tiga kapal militer Ukraina ditangkap.

Angkatan Laut Ukraina mengatakan tiga pelautnya terluka dan dua kapal artileri mereka terkena tembakan Rusia di pantai Crimea. Angkatan Laut Ukraina bersikeras Rusia telah diberitahu sebelumnya tentang perjalanan kapal-kapalnya yang direncanakan.

"Kapal penjaga pantai Rusia melakukan tindakan agresif secara terbuka terhadap kapal angkatan laut Ukraina," katanya.

Dinas Keamanan Federal (FSB) Rusia mengatakan, pihaknya menggunakan senjata setelah kapal-kapal Ukraina mengabaikan desakan untuk menghentikan operasinya. FSB membenarkan bahwa tiga kapal Kiev disita karena menerobos perbatasan secara ilegal.

Menurut FSB, tiga pelaut yang terluka menerima perawatan medis dan hidup mereka tidak dalam bahaya.

"Peristiwa berbahaya hari ini di Laut Azov menunjukkan bahwa sebuah front baru agresi Rusia secara terbuka," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina, Mariana Betsa, seperti dikutip Sky News.

"Ukraina kini menyerukan pertemuan darurat Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)," ujar Betsa.

Sebaliknya, FSB mengklaim apa yang terjadi di pantai Crimea itu adalah hasil provokasi Kiev. "FSB memiliki bukti tak terbantahkan bahwa Kiev mempersiapkan dan mengatur provokasi di Laut Hitam," kata FSB dalam sebuah pernyataan.

"Bahan-bahan (bukti) ini akan segera dipublikasikan," imbuh FSB.

Uni Eropa menyerukan Rusia dan Ukraina untuk menahan diri untuk mengurangi ketegangan di Laut Hitam. "Mendesak Rusia untuk mengembalikan kebebasan navigasi melalui Selat Kerch setelah Moskow memblokadenya," kata pihak Uni Eropa.

Sekedar diketahui, Crimea melalui referendum melepaskan diri dari Ukraina tahun 2014 saat negara itu dilanda krisis ekonomi dan politik. Setelah melepaskan diri, Crimea menyatakan bergabung dengan Rusia.

Namun, Ukraina dan negara-negara Barat tak mengakui referendum dan menuduh Moskow menganeksasi wilayah tersebut. Setelah Crimea bergabung dengan Rusia, Presiden Vladimir Putin menerbitkan peta yang menyatakan Crimea bagian dari wilayah Rusia. 





Credit  sindonews.com




Rusia Sebut Manuver Ukraina di Laut Hitam Berbahaya


Rusia Sebut Manuver Ukraina di Laut Hitam Berbahaya
Menlu Rusia, Sergei Lavrov, menuding Ukraina melakukan manuver 'berbahaya' di Laut Hitam setelah Moskow menahan tiga kapal angkatan laut negara tetangganya itu. (Reuters/Sergio Perez)



Jakarta, CB -- Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, menuding Ukraina melakukan manuver "berbahaya" di Laut Hitam setelah Moskow menahan tiga kapal angkatan laut negara tetangganya itu di perairan tersebut pada Minggu (25/11).

"Ukraina melanggar norma-norma internasional dengan melakukan metode-metode yang mengancam dan berisiko untuk pergerakan kapal biasa di wilayah itu," ucap Lavrov seperti dikutip AFP.

Penahanan tersebut bermula ketika dua kapal AL Ukraina berukuran kecil dilengkapi meriam yang mengawal sebuah kapal tunda melintas di Laut Hitam dekat Semenanjung Krimea.


Angkatan Laut Rusia lantas siaga dan memblokir perairan dengan menempatkan kapal tanker dan kapal penjaga pantai di perairan itu.


Rusia menyatakan kapal Ukraina berkeras melintasi perairan itu dan mengabaikan peringatan dari pihaknya.

Penjaga pantai Rusia melepaskan tembakan ke arah kapal Ukraina dan melukai sejumlah pelaut.


Angkatan Udara Rusia juga mengirim sebuah helikopter dan dua jet tempur untuk berpatroli di Laut Hitam. Mereka menyatakan kapal perang Ukraina dan helikopter tempur itu bahkan sudah dalam keadaan saling kunci dan siap melepaskan tembakan.

Lavrov mengatakan insiden itu sebagai "provokasi jelas" Kiev dan menuding Uni Eropa mendukung Ukraina "secara buta."

"Kami meminta pendukung Kiev dari Barat untuk menenangkan mereka yang mencoba mendapat keuntungan politik dari histeria militer ini," tutur Lavrov yang menyiratkan bahwa insiden ini sengaja dilakukan Ukraina menjelang pemilihan presiden tahun depan.


Bentrokan angkatan laut Rusia dan Ukraina akhir pekan kemarin membuat relasi kedua negara bertetangga itu kembali tegang selepas Moskow mencaplok Semenanjung Krimea dari Kiev empat tahun lalu.

Insiden militer ini bahkan dinilai membuka peluang konflik baru terjadi antara kedua negara.

Tak lama setelah insiden tersebut, Presiden Ukraina, Petro Poroshenko, langsung menggelar rapat darurat dengan petinggi militer dan penasihat keamanannya. Dia juga mendesak parlemen supaya menetapkan status darurat militer atas sikap Rusia.

Sementara itu, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan akan menggelar rapat darurat pada pukul 11.00 waktu New York, Amerika Serikat, untuk membahas masalah ini. Kabarnya, permintaan itu disampaikan langsung oleh Ukraina dan Rusia.




Credit  cnnindonesia.com



Rusia Siap Respons Rencana AS Sebar Sistem Rudal MK41 di Eropa



Rusia Siap Respons Rencana AS Sebar Sistem Rudal MK41 di Eropa
Sistem Aegis Ashore MK41 Amerika Serikat yang diaktifkan di Hawaii. Foto/REUTERS
MOSKOW - Rusia akan dipaksa untuk mempertimbangkan dan menanggapi rencana Amerika Serikat (AS) yang akan menyebarkan sistem rudal Aegis Ashore MK41 di Eropa. Hal itu disampaikan  Wakil Menteri Luar Negeri Sergei Ryabkov pada hari Senin (26/11/2018).

Ryabkov mengatakan Rusia akan melihat penempatan sistem rudal semacam itu sebagai pelanggaran perjanjian kontrol senjata nuklir yang bernama resmi Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) Treaty 1987.

Menurutnya, Moskow ingin menyelamatkan perjanjian INF jika Amerika Serikat mematuhinya.

"Berlawanan dengan perjanjian itu, peluncur yang disebutkan itu memungkinkan penggunaan tempur rudal jelajah jarak menengah Tomahawk dan senjata penyeran lainnya dari darat. Kami menganggap ini sebagai pelanggaran langsung dan mencolok dari Perjanjian INF," kata Ryabkov kepada wartawan, yang dikutip Reuters.

Diplomat Moskow itu tak merinci respons apa yang akan dilakukan negaranya jika Washington benar-benar mengerahkan sistem rudal canggih itu di Eropa. Namun, Kremlin sudah jauh hari memperingatkan bahwa Eropa akan menjadi target jika dijadikan tuan rumah persenjataan nuklir Washington.

Presiden AS Donald Trump telah menegaskan Washington akan keluar dari traktat era Perang Dingin yang mewajibkan AS dan Rusia menghancurkan senjata nuklir kelas menengah tersebut. Menurut Trump, Moskow tidak mematuhi traktat itu.

Perjanjian INF ditandatangani Presiden Ronald Reagan dan pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev pada 1987. Dengan traktat itu, kedua negara harus menghancurkan senjata nuklir jarak pendek dan menengah serta misil konvensional.

”Rusia tidak (menghancurkan senjata nuklir), untuk itu kita menghentikan kesepakatan tersebut dan kita akan keluar dari kesepakatan tersebut,” ujar Trump Oktober lalu.

”Rusia telah melakukan pelanggaran selama bertahun-tahun,” katanya.

”Saya tidak tahu kenapa Presiden (Barack) Obama tidak melakukan negosiasi atau menarik diri (dari INF),” tuturnya. Pada 2014, Presiden Obama menuding Rusia melanggar INF setelah Moskow melakukan uji coba peluncuran misil. Dia dilaporkan tidak menarik AS keluar dari Perjanjian INF karena ditekan para pemimpin Eropa.

Para pemimpin Eropa takut jika AS keluar dari Perjanjian INF, maka perlombaan senjata akan kembali dimulai. Penasihat Keamanan Nasional Trump, John Bolton, dalam kunjungannya ke Moskow beberapa waktu lalu mengonfirmasi rencana pemerintah Trump untuk keluar dari Perjanjian INF. 




Credit  sindonews.com



Demo di Prancis Rusuh, Trump Kritik Perlakuan Eropa ke Amerika

Presiden AS Donald Trump berbincang dengan Presiden Perancis Emmanuel Macron dalam KTT G7 di Charlevoix, Quebec, Kanada, 8 Juni 2018. REUTERS/Leah Millis
Presiden AS Donald Trump berbincang dengan Presiden Perancis Emmanuel Macron dalam KTT G7 di Charlevoix, Quebec, Kanada, 8 Juni 2018. REUTERS/Leah Millis

CBWashington – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengeluh sehari pasca demonstrasi rusuh menolak harga bahan bakar minyak di Paris, Prancis. Menurut Trump, AS telah mengalami perlakuan buruk dari Uni Eropa selama ini.

 
“Protes yang besar dan rusuh di Prancis tidak mempertimbangkan betapa buruknya AS telah diperlakukan secara perdagangan oleh Uni Eropa atau dalam pembayaran iuran yang adil dan masuk akal untuk perlindungan besar militer kam. Dua topik ini harus segera ditangani,” kata Trump sebelum pergi ke lapangan golf pada Ahad, 25 November 2018 waktu setempat.
Selama ini, Trump berulang kali mendesak negara-negara Eropa seperti Prancis, yang merupakan anggota NATO, untuk membayar iuran.

 
Trump juga mengeluhkan praktek perdagangan dengan EU, yang nyaris berujung perang dagang skala besar.
Menjelang peringatan 100 tahun berakhirnya PD I, Presiden Prancis Macron sempat melontarkan pembuatan pasukan Eropa untuk melindungi kawasan ini dari Cina, Rusia, dan AS.
Pernyataan Macron ini membuat Trump sempat meradang dan meminta Prancis fokus membayar iuran dana pertahanan NATO.

Demonstran yang mengenakan rompi kuning membakar ban bekas saat memprotes atas kenaikan harga bahan bakar minyak dengan memblokir akses ke depot bahan bakar di Fos-sur-Mer, Prancis, 19 November 2018. Dikabarkan bahwan unjuk rasa tersebut berlangsung di 2000 titik dari ibu kota Paris hingga kota-kota lain. REUTERS/Jean-Paul Pelissier


Para pengunjuk rasa di Prancis, yang mengenakan jaket bergaris kuning menyala, memprotes kebijakan Macron, yang menaikkan pajak BBM pada akhir 2017. Ini membuat harga BBM terkerek naik. Mereka meminta Macron mencabut keputusannya itu.

 
Pada unjuk rasa Sabtu kemarin, sekitar 130 orang pengunjuk rasa ditangkap polisi dan 42 orang ditahan. 2 orang pengunjuk rasa, sejauh ini, telah tewas dari beberapa aksi unjuk rasa menolak harga BBM, yang telah digelar sejak 3 pekan terakhir.


 
Aksi unjuk rasa ini juga memprotes standar hidup yang dinilai turun se antero Prancis. Pendemo beralasan kenaikan harga BBM hanya memperparah kondisi ini. Saat ini, tingkat pengangguran menjadi 9.1 persen atau sekitar dua kali dari Inggris dan Jerman. Menurut polling, tingkat kepuasan publik atas kinerja pemerintahan Macron turun menjadi 26 persen.




Credit  tempo.co



UEA Ampuni 'Agen MI6' Inggris yang Dihukum Penjara Seumur Hidup



UEA Ampuni Agen MI6 Inggris yang Dihukum Penjara Seumur Hidup
Matthew Hedges, 31, akademisi Inggris yang diampuni pemerintah Uni Emirat Arab setelah dihukum penjara seumur hidup atas tuduhan spionase untuk MI6. Foto/REUTERS


DUBAI - Pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) memberikan pengampunan atau amnesti kepada seorang akademisi Inggris yang dihukum penjara seumur hidup. Akademisi bernama Matthew Hedges, 31, itu dituduh menjadi agen intelijen MI6.

Hedges ditangkap saat melakukan perjalanan ke Dubai pada awal Mei. Dia dianggap membahayakan militer, ekonomi dan keamanan politik UEA.

Kantor berita negara UEA, WAM, pada hari Senin (26/11/2018) merilis pernyataan pemberian amnesti untuk pria Inggris tersebut. Pengampunan diberikan oleh Presiden UEA Khalifa bin Zayed Al Nahyan dalam peringatan Hari Nasional EA yang jatuh pada hari Minggu kemarin.

"Hedges akan diizinkan untuk meninggalkan UAE setelah formalitas selesai," bunyi pernyataan pemimpin UEA tersebut.

Pada konferensi pers hari Senin, para pejabat Uni Emirat Arab mengklaim ada video berisi pengakuan Hedges bahwa dia merupakan kapten di MI6. Pengakuan ini janggal karena Hedges sebelumnya membantah bahwa dia adalah seorang mata-mata.

Wartawan tidak diizinkan untuk merekam video pengakuan itu.

"Keluarga dan saya menyambut berita pengampunan presiden dan tidak sabar menunggu Matt pulang ke rumah," kata istri Hedges, Daniela Tejada, yang dikutip Reuters.

Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt menyambut pemberian amnesti itu. Dia mengatakan London berterima kasih kepada UEA.

"Berita fantastis tentang Matthew Hedges. Meskipun kami tidak setuju dengan tuduhan, kami berterima kasih kepada pemerintah UEA untuk menyelesaikan masalah dengan cepat," katanya.

Hedges, seorang mahasiswa doktoral 31 tahun yang sedang dalam studi di Universitas Durham, dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atas tuduhan memata-matai UEA.

Dia ditahan pada 5 Mei di Bandara Dubai saat dia bersiap untuk meninggalkan negara itu. Namun atas tuduhan spionase, dia ditangkap. 




Credit  sindonews.com





Warga Tunisia Kecam Kedatangan Putra Mahkota Saudi


Warga Tunisia Kecam Kedatangan Putra Mahkota Saudi
Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (Bandar Algaloud/Courtesy of Saudi Royal Court/Handout via REUTERS)


Jakarta, CB -- Warga Tunisia memprotes rencana kedatangan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman ke negaranya. Protes itu dilancarkan sebagai buntut dari kasus pembunuhan jurnalis Jamal Kashoggi.

"Tidak untuk menodai Tunisia, negara revolusi!" Begitu bunyi tulisan dalam spanduk besar yang dibeberkan oleh National Union of Tunisian Journalist. Spanduk itu menggambarkan seorang pria berpakaian tradisional Arab Saudi tengah menenteng gergaji seraya berdiri membelakangi kamera.

Mereka juga mengangkat spanduk bertuliskan, 'Bin Salman, penjahat perang' dan 'anak algojo'.


Demonstrasi itu digelar oleh sekitar 100 warga dari perkumpulan wartawan, LSM, dan organisasi masyarakat sipil di pusat Kota Tunis, Senin (26/11).



Melansir AFP, dalam sebuah surat terbuka untuk Kepresidenan Tunisia, para demonstran mengecam rencana kunjungan Pangeran Salman. Kunjungan itu dinilai berbahaya bagi keamanan dan perdamaian dunia, sekaligus juga sebagai ancaman nyata kebebasan berekspresi.

Rencana kedatangan Pangeran Salman, ujar mereka, menjadi sebuah pelanggaran yang mencolok atas prinsip-prinsip revolusi Tunisia.

Rencana kunjungan Pangeran Salman ini memang menimbulkan banyak kecaman warga Tunisia. Selain kumpulan wartawan, protes lainnya juga bakal dilakukan oleh kumpulan mahasiswa Tunisia di Tunis dan Safax pada Selasa (27/11).


Sebagaimana diketahui, Arab Saudi tengah menghadapi kecaman global yang kuat atas pembunuhan Kashoggi di Istanbul, Turki, pada 2 Oktober lalu. Kashoggi dilaporkan tewas dalam kondisi mengenaskan.

Kecaman global semakin menjadi setelah Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) menarik simpulan bahwa Pangeran Salman memerintahkan pembunuhan jurnalis pengkritik rezim Raja Salman tersebut.

Pangeran Salman dikabarkan bakal mengunjungi beberapa negara di Afrika Utara pada Selasa (27/11) sebagai bagian dari tur regionalnya.




Credit  cnnindonesia.com


Polisi geledah vila di Turki dalam kasus Khashoggi


Polisi geledah vila di Turki dalam kasus Khashoggi
Jurnalis melakukan aksi solidaritas bagi wartawan Arab Saudi Jamal Khashoggi di depan Kedutaan Besar Arab Saudi, Jakarta, Jumat (19/10/2018). Aksi tersebut sebagai bentuk keprihatinan atas hilangnya Jamal Khashoggi yang diduga tewas saat berada di konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki pada 2 Oktober lalu. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp.




Yalova, Turki (CB) - Polisi Turki menggeledah dua vila di Provinsi Yalova dalam penyelidikan yang berkaitan dengan pembunuhan wartawan Arab Saudi Jamal Khashoggi.

Polisi dan pasukan polisi bersenjata mengambil posisi di sekeliling kedua vila tersebut di Desa Damanli, Kabupaten Termal, kata beberapa sumber polisi.

Penggeledahan juga dilakukan di dalam satu sumur di taman salah satu vila itu, demikian dilaporkan Kantor Berita Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Senin malam.

Dua truk kebakaran dan tim penyelidikan lokasi kejahatan juga telah sampai di lokasi, kata Anadolu.

Gubernur Yalova Muammer Erol mengatakan Kantor Kepala Jaksa Penuntut Umum Istanbul akan mengeluarkan pernyataan akhir mengenai operasi penggeledahan.

Anjing pelacak dan pesawat tanpa awak mendukung operasi tersebut.

Khashoggi, wartawan dan kolumnis The Washington Post, hilang setelah ia memasuki Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki, pada 2 Oktober.

Setelah mulanya mengatakan Khashoggi "telah meninggalkan gedung Konsulat dalam keadaan hidup", beberapa pekan kemudian Pemerintah Arab Saudi mengakui wartawan tersebut tewas di dalam gedung Konsulat, dan menuduh sekelompok intelijen curang Saudi sebagai pihak yang berada di belakang pembunuhan itu.  




Credit  antaranews.com



Senator Republik: Sikap Trump Seperti Humas Saudi



white house
white house
Foto: ap
Para senator akan mendorong penghentian senjata AS ke Saudi.



CB, WASHINGTON –  Beberapa senator AS dari Partai Republik pada Ahad (25/11) menentang sikap Presiden AS Donald Trump terhadap Arab Saudi dalam kasus pembunuhan wartawan Saudi, Jamal Khashoggi. Beberapa anggota parlemen dari partai itu mengatakan Kongres harus segera mengambil tindakan.


Pekan lalu, Trump berjanji akan tetap menjadi mitra setia Arab Saudi. Ia juga mengatakan, belum jelas apakah putra mahkota Saudi Mohammad bin Salman tahu tentang rencana pembunuhan Khashoggi bulan lalu di Konsulat Saudi di Istanbul.

Trump meragukan penilaian CIA yang menyebutkan Pangeran Mohammed telah memerintahkan pembunuhan Khashoggi. Meski demikian, kepada wartawan agensi itu mengatakan belum memiliki kesimpulan yang pasti.


"Saya tidak setuju dengan pernyataan presiden. Ini tidak konsisten dengan kecerdasan (Pangeran Mohammad) yang saya lihat," ujar Senator Republik  Mike Lee, dalam acara "Meet the Press" di NBC.


Dia mengutip pembunuhan Khashoggi sebagai alasan lain mengapa dia mendorong AS untuk tidak membantu Saudi dalam perang Yaman.


AS pada 15 November lalu telah memberlakukan sanksi ekonomi terhadap 17 pejabat Saudi karena peran mereka dalam pembunuhan Khashoggi.


Para senator dari dua partai besar AS juga memperkenalkan undang-undang yang akan menangguhkan penjualan senjata ke Arab Saudi.


Senator Partai Demokrat, Adam Schiff, yang akan menjadi ketua Komite Intelijen House ketika Partai Demokrat mengambil kembali kendali atas kamar itu pada Januari mendatang, telah berjanji akan membuka penyelidikan atas kasus Khashoggi.


Dia juga akan mencari tahu apakah kepentingan pribadi Trump telah mempengaruhi kebijakannya terhadap Saudi.


"Dengar, presiden tidak jujur dengan negara tentang pembunuhan Jamal Khashoggi. Apa yang mendorong ini?" kata Schiff dalam program "State of the Union" di CNN.


Khashoggi, kolumnis Washington Post dan kritikus Pangeran Mohammed, terbunuh pada 2 Oktober lalu. Riyadh awalnya menolak mengetahui tentang hilangnya Khashoggi dan kemudian memberikan penjelasan yang kontradiktif.


"Saya pikir kita perlu melihat lebih jauh. Namun, kami juga merupakan bangsa yang sangat kuat ketika menyangkut hak asasi manusia, ketika menyangkut aturan hukum," kata Senator Republik, Joni Ernst.


Meski demikian, Ernst mengakui pentingnya Arab Saudi sebagai mitra strategis AS. "Dan jika ada indikator bahwa pangeran terlibat dalam pembunuhan ini, maka kita perlu benar-benar mempertimbangkan tindakan lebih lanjut," tambah dia.


Senator-senator Partai Republik lainnya, termasuk Lindsey Graham, Rand Paul, dan Bob Corker, juga tidak tanggung-tanggung memberikan penilaian mereka tentang keterlibatan Arab Saudi dalam pembunuhan Khashoggi.


"Saya tidak pernah berpikir Gedung Putih akan bekerja sebagai humas untuk Putra Mahkota Arab Saudi," ucap Corker, Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat.



Credit  republika.co.id



Pangeran Saudi Sebut CIA Tak Bisa Dipercaya soal Khashoggi


Pangeran Saudi Sebut CIA Tak Bisa Dipercaya soal Khashoggi
Pangeran Turki al-Faisal, pejabat senior kerajaan Arab Saudi, menganggap laporan CIA soal pembunuhan Jamal Khashoggi tidak dapat dipercaya. (Alex Wong/Getty Images/AFP)


Jakarta, CB -- Pangeran Turki al-Faisal, pejabat senior kerajaan Arab Saudi, menganggap laporan Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) soal pembunuhan Jamal Khashoggi tidak dapat dipercaya.

Turki bahkan mengaku bingung CIA tak diadili karena simpulan mereka mengenai pembunuhan jurnalis pengkritik pemerintah yang terjadi di konsulat Saudi di Istanbul, Turki, tersebut.

"Saya tidak mengerti mengapa CIA tidak diadili di Amerika Serikat. Ini adalah pernyataan saya melihat penilaian mereka tentang siapa yang bersalah dan siapa yang tidak, dan siapa yang melakukan apa di konsulat Saudi di Istanbul," ucap Turki, Minggu (25/11).


Pernyataan itu diutarakan Turki menanggapi laporan CIA yang bocor ke media beberapa waktu lalu terkait penyelidikan pembunuhan Khashoggi.


Dalam laporannya, badan intelijen itu menyimpulkan bahwa Putra Mahkota Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman (MbS), memerintahkan pembunuhan tersebut.

CIA menarik simpulan ini setelah menggali berbagai sumber intelijen, termasuk panggilan telepon antara Khashoggi dengan saudara Putra Mahkota yang juga menjabat sebagai Duta Besar Saudi untuk AS, Khalid bin Salman.


Dalam percakapan tersebut, Khalid mengatakan kepada Khashoggi wartawan itu harus pergi ke konsulat Saudi di Istanbul untuk mengambil dokumen yang dibutuhkan. Khalid menjamin segalanya akan aman ketika Khashoggi datang ke konsulat.

CIA juga disebut memiliki rekaman suara MbS ketika dia memerintahkan bawahannya untuk "membungkam" Khashoggi.

Dilansir Reuters, Turki menganggap laporan CIA tersebut belum tentu valid. Menurutnya, lembaga itu pernah mengeluarkan laporan intelijen yang tidak akurat, termasuk kesimpulan CIA bahwa Irak memiliki senjata kimia pada 2003 lalu.

Kesimpulan itu ditetapkan CIA sebelum Amerika Serikat menginvasi Irak.

"Itu adalah (kesalahan) yang paling mencolok dari penilaian yang tidak akurat dan salah, yang menyebabkan perang skala penuh dengan dampak ribuan orang terbunuh," ucap Turki yang merupakan mantan kepala intelijen Saudi sekaligus eks duta besar di Washington DC.

MbS terus disebut-sebut terlibat dalam konspirasi pembunuhan Khashoggi di dalam konsulat Saudi di Istanbul, Turki, pada 2 Oktober lalu.

Meski sempat menampik, Saudi akhirnya mengakui bahwa koresponden The Washington Post itu tewas di dalam gedung konsulatnya. Namun, Riyadh menegaskan kerajaan tidak terlibat konspirasi pembunuhan tersebut.

Saudi menuturkan "operasi kasar" itu dilakukan oleh sejumlah pejabat intelijen di luar kewenangan mereka. Negara kerajaan itu sejauh ini telah menahan 21 tersangka.





Credit  cnnindonesia.com



Empat tentara Turki tewas akibat kecelakaan helikopter di Istanbul


Empat tentara Turki tewas akibat kecelakaan helikopter di Istanbul
Helikopter Mil Mi-28 (www.youtube.com)




Ankara (CB) - Empat tentara Turki tewas satu lainnya terluka pada Senin akibat helikopter mereka jatuh di daerah tengah Istanbul, kata gubernur Istanbul.

Helikopter itu sedang melakukan penerbangan pelatihan di pangkalan udara Samandira di Istanbul ketika kecelakaan terjadi. Penyebab kecelakaan belum diketahui, kata kantor berita negara Anadolu, yang mengutip keterangan gubernur Ali Yerlikaya.

"Perawatan untuk yang terluka dan pemeriksaan atas penyebab kejadian itu sudah dimulai. Upaya di tempat kecelakaan tersebut sedang berlangsung," kata Yerlikaya.

Rekaman menunjukkan helikopter itu jatuh di tengah daerah perumahan di Kabupaten Sancaktepe di Istanbul, sisi Asia kota tersebut. Gambar menunjukkan puing kecelakaan itu tersebar di jalan.

Kelompok kesehatan dan darurat dikirim ke daerah itu, kata Anadolu.

Kantor berita tersebut melaporkan bahwa Menteri Pertahanan Hulusi Akar akan pergi ke tempat kecelakaan tersebut untuk memeriksa.





Credit  antaranews.com




Al-Shabaab Bunuh Ulama dan Pengikutnya karena Dianggap Sesat


Gerilyawan Ash-Shabaab, yang menguasai Somalia.
Gerilyawan Ash-Shabaab, yang menguasai Somalia.
Foto: Reuters
Setidaknya 10 orang tewas akibat serangan al-Shabaab.



CB, MOGADISHU -- Pemberontak Al-Shabaab  menyerang pusat keagamaan di Somalia tengah pada Senin (26/11). Serangan ini menewaskan ulama dan sedikit-dikitnya sembilan pengikutnya.
"Pegaris keras itu menewaskan 10 orang, termasuk ulama, remaja dan wanita, yang tinggal di sana," kata Mayor Polisi Abdirahman Abdullahi kepada Reuters melalui telepon dari pusat kota Galkayo.

"Pertempuran pasukan keamanan dengan Al-Shabaab masih berlangsung di pusat itu, jumlah korban tewas mungkin bisa bertambah," ujarnya menambahkan.

Shabaab yang berjuang untuk menggulingkan pemerintah Somalia mengaku bertanggung jawab atas serangan itu. Gerakan itu menyebut sang ulama sebagai penghina Nabi.  "Bom mobil melabrak pusat penghina Nabi. Gerilyawan kami sekarang berada di dalam dan pertempuran berlanjut," kata juru bicara Ash-Shabaab Abdiasis Abu Musab kepada Reuters.



Warga Galkayo dan pejabat daerah itu menyatakan, Abdiweli mungkin jadi sasaran karena sebagai tuan rumah kebanyakan pemuda memainkan musik dan menari.

Al-Shabaab pada tahun lalu menyatakan ulama itu mengaku dirinya sebagai Nabi. Namun hal tersebut telah dibantah Abdiweli. "Kami tidak tahu jumlah korban sekarang. Ash-Shabaab mengancamnya berkali-kali," kata Abdirashid Hashi, gubernur wilayah Mudug, kepada Reuters.

Ash-Shabaab berjuang menetapkan aturannya berdasarkan tafsir keras atas hukum Islam. Kelompok itu menguasai bagian kecil wilayah Mudug, tapi tidak termasuk Galkayo. "Galkayo utara sangat damai dan pertanyaannya adalah bagaimana petempur bersenjata dengan bom mobil jibaku memasuki kota itu," kata Kapten Polisi Nur Mohamed kepada Reuters dari Galkayo





Credit  republika.co.id