Menteri Pertahanan Israel mundur karena gencatan senjata dengan Hamas. (REUTERS/ Ronen Zvulun)
Jakarta, CB -- Menteri Petahanan Israel Avigdor Lieberman mengundurkan diri dan menyerukan agar pemilihan umum di negaranya segera dilakukan.
Keputusan ini diambil Lieberman setelah berselisih dengan pemerintahan Benyamin Netanyahu soal kesepakatan gencatan senjata yang dilakukan Israel di Gaza, Palestina.
"Gencatan
senjata dengan Gaza itu menyerah pada teror. Ini menimbulkan efek
kerusakan jangka panjang terhadap keamanan nasional Israel," kata
Lieberman seperti dilaporkan AFP, Rabu (14/11).
Atas
dasar itu, Liebermen menegaskan koalisi partai sayap kanan Israel
Beitenu telah meninggalkan koalisi konservatif pimpinan Perdana Menteri
Netanyahu. Sikap ini membuat Netanyahu hanya bisa mengedalikan 61 dari
120 kursi di parlemen, tepatnya setahun sebelum pemilu Israel.
"Kalau
saya tetap jadi menteri, saya tidak akan bisa melihat warga selatan,"
kata Lieberman yang merujuk pada warga Israel di wilayah Selatan diklaim
menjadi sasaran roket Hamas sebelum gencatan senjata.
Hamas Suarakan KemenanganPengunduran diri Lieberman membuat warga Palestina khususnya Hamas 'gembira'.
"Ini kemenangan politik bagi Gaza," seru Hamas, serperti dikutip
AFP, Rabu (14/11).
Sementara itu Netanyahu menegaskan tetap akan melakuan gencatan senjata walaupun Menteri Pertahanan Israel mundur.
"Pada
saat darurat, ketika membuat keputusan penting untuk keamanan, publik
tidak dapat selalu mengetahui pertimbangan yang harus disembunyikan dari
musuh," kata Netanyahu.
"Musuh-musuh kami memohon gencatan senjata," imbuhnya.
Setelah terlibat saling serang selama dua hari, Hamas dan
militer Israel menyatakan gencatan senjata. Kedua belah pihak mau
menahan diri setelah dibujuk oleh Mesir pada Selasa (13/11) kemarin
untuk menghindari jatuhnya korban yang lebih banyak di Jalur Gaza,
Palestina dan Israel.
"Upaya Mesir berhasil membuat para pejuang
dan Zionis melakukan gencatan senjata. Kami akan menghormati kesepakatan
ini selama musuh Zionis kami juga melakukan hal yang sama," demikian
pernyataan Hamas, yang dilansir
AFP, Rabu (14/11).
Dalam
pertempuran digelar sejak Minggu pekan lalu, sudah tujuh pejuang Hamas
di Jalur Gaza gugur akibat serangan Israel. Sekitar 160 bangunan yang
dianggap sebagai target, termasuk kantor polisi Hamas dan stasiun
televisi Al Aqsa TV hancur akibat serangan udara Israel. Seluruh sekolah
di selatan Israel dan Jalur Gaza ditutup.
Di Israel, satu orang
tewas akibat serangan roket Hamas. Kemudian 28 orang lainnya, termasuk
seorang prajurit, terluka akibat serangan roket, mortir, dan rudal anti
tank. Diperkirakan Hamas meluncurkan 460 roket ke Israel.
Meski
Hamas dan Israel menyatakan gencatan senjata, situasi di Jalur Gaza
masih tegang. Perang pun bisa pecah kembali sewaktu-waktu.
Hamas menyatakan pertempuran terjadi setelah serdadu Israel
menembaki pasukan Brigade Izzudin Al Qassam yang sedang berjaga di Khan
Yunis dari dalam mobil biasa. Mereka lantas kabur kemudian dikejar oleh
pasukan Hamas.
Israel mengklaim operasi militer yang digelar pada
Minggu pekan lalu bersifat intelijen untuk mengumpulkan informasi, dan
bukan bertujuan membunuh atau menculik. Mereka juga mengakui kalau
operasi itu tidak berjalan sesuai rencana.
Ternyata jet tempur
Israel yang mengawal lantas menyerang pasukan Hamas yang sedang mengejar
target dengan dalih melindungi rekan mereka. Hamas kemudian membalasnya
dengan serangan roket ke selatan Israel.
Hamas sudah menggelar
pemakaman untuk tujuh pejuang mereka yang gugur pada Senin kemarin.
Dikhawatirkan hal ini bisa memicu perang baru. Sebab, sudah
berbulan-bulan situasi di Jalur Gaza memanas akibat sikap represif
Israel yang membunuh warga sipil, saat unjuk rasa besar-besaran di
kawasan perbatasan sejak 30 Maret lalu. Sekitar 231 warga Palestina
meninggal karena dibunuh pasukan Israel dengan ditembak ketika
demonstrasi, lainnya akibat serangan udara dan tank.
Credit
cnnindonesia.com