Banyak hal yang membuktikan dua negara ini masih saling membutuhkan.
Dubes RI untuk Austalia, Nadjib Riphat Kesoema. ( ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo)
CB - Hari ini, Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN) akan membacakan keputusan banding yang diajukan oleh dua
gembong narkoba asal Sydney, Australia, Myuran Sukumaran dan Andrew
Chan. Hasil keputusan tersebut akan menjadi penentu apakah nyawa mereka
akan terselamatkan atau tetap berakhir di regu tembak.
Isu
pelaksanaan hukuman mati yang melibatkan keduanya sempat membuat
hubungan Australia dengan Indonesia kembali tegang. Puncaknya, terjadi
ketika Chan dan Sukumaran dipindahkan dari Lembaga Pemasyarakatan
Kerobokan menuju ke lokasi eksekusi di Pulau Nusakambangan pada awal
Maret lalu.
Publik menduga, 10 terpidana mati akan segera
dieksekusi begitu tiba di Nusakambangan. Penjagaan yang begitu ketat
mulai dari Lapas Kerobokan menuju ke Bandara Ngurah Rai hingga ke
Nusakambangan sempat menimbulkan protes keras dari Pemerintah Australia.
Belum lagi, di media muncul foto kebersamaan Kepala Polisi
Resort Denpasar, Kombes Djoko Hari Utomo ketika tengah berada di dalam
pesawat yang mengantar Chan dan Sukumaran menuju ke Semarang kian
memanaskan suasana yang sudah tegang. Tegangnya kembali hubungan
Australia dan Indonesia seolah melupakan fakta kedua negara baru saja
kembali bersahabat usai didera skandal penyadapan.
Aksi Badan
Intelijen Australia (ASIO) kala itu membuat mantan Presiden Susilo
Bambang Yudoyono geram dan menarik Duta Besar RI untuk Australia, Nadjib
Riphat Kesoema selama sembilan bulan. Kini, setelah episode itu
terlewati, muncul ujian bagi hubungan kedua negara.
Pemerintah
Indonesia telah berulang kali mengatakan pelaksanaan eksekusi mati hanya
merupakan bagian dari penegakkan hukum. Pasalnya, hukum positif
Indonesia masih mengadopsi vonis mati. Belum lagi, Indonesia kini dalam
keadaan darurat narkoba, yang memaksa Presiden Joko Widodo harus
bertindak tegas terhadap tindak kejahatan serius itu.
Setiap kali
muncul riak dalam hubungan antara Indonesia dan Australia, publik mulai
bertanya apakah isu tersebut akan mempengaruhi kerjasama kedua negara.
Dalam isu pelaksanaan hukuman mati ini, Dubes Nadjib tegas mengatakan,
masalah tersebut terlalu kecil untuk dapat menghancurkan hubungan
diplomatik kedua negara yang telah terjalin selama 65 tahun.
Dia
mengatakan, opini yang sebelumnya sempat berkembang di publik Australia
mengenai Indonesia akibat pelaksanaan hukuman mati tidak sepenuhnya
mencerminkan mayoritas suara warga Negeri Kanguru.
"Secara
keseluruhan, warga kedua negara berpikir bahwa kedua wilayah saling
dekat dan harus tetap menjalin hubungan," ujar mantan Dubes RI untuk
Kerajaan Belgia dan Uni Eropa itu yang ditemui beberapa waktu lalu.
Bahkan,
terlalu banyak kerjasama yang dipertaruhkan jika hubungan kedua negara
harus mengalami kemunduran karena isu ini. Bahkan, dia kini tengah
gencar mengkampanyekan program ekonomi bertajuk 'sister by sector',
yakni kerjasama kedua negara antar bidang yang sama. Misalnya, antar
universitas, sekolah dan pelabuhan.
Lalu kerjasama di bidang apa
lagi yang tengah dijalin Indonesia dengan Australia dan diprediksi
dapat meningkatkan kesejahteraan warga kedua negara jika terealisasi?
Kemudian isu pelaksanaan hukuman mati turut berpengaruh terhadap minat
warga Australia untuk berkunjung ke Indonesia?
Berikut wawancara
VIVA.co.id dengan Dubes Nadjib yang ditemui secara khusus pada akhir bulan lalu di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat:
Secara
umum, hubungan Indonesia dengan Australia di taraf apa, sejak isu
pelaksanaan hukuman mati terhadap dua gembong narkoba, Myuran Sukumaran
dan Andrew Chan menghiasi berbagai pemberitaan media?Indonesia
dan Australia memiliki hubungan yang sangat spesial. Jarak kedua negara
yang terdekat itu kurang dari 200 kilometer. Jadi, Indonesia dengan
Australia memang dekat sekali. Namun, memang harus kita akui, kedua
negara juga berbeda.
Karena perbedaan itu pula, sebenarnya bisa
dijadikan pintu gerbang untuk berdialog terkait perbedaan tersebut.
Bagaimana dan apa yang sama dari kedua negara. Ternyata, pemikiran kedua
bangsa itu banyak yang sama. Sehingga, saya pikir dua bangasa ini
adalah dua bangsa yang harus bersahabat. Karena, tidak mungkin lagi bisa
mengganti posisi.
Indonesia bisa saja mengatakan kami tidak
butuh Australia dan sebaliknya. Australia bisa hidup sendiri dan begitu
pun dengan Indonesia. Tetapi, harus dipikirkan juga 'what kind of
quality' yang kita punya sebagai suatu bangsa jika Indonesia tidak
memiliki relasi yang baik sebagai suatu bangsa terhadap negara tetangga.
Mungkin
memang ada masalah di sana sini. Ada sebagian masyarakat Australia yang
mengatakan tidak suka Indonesia, pun sebaliknya juga begitu. Tetapi,
itu hanya segelintir masyarakat saja dan tidak menggambarkan opini warga
secara keseluruhan.
Secara keseluruhan, warga kedua negara berpikir bahwa kedua wilayah saling dekat.
Menurut
Anda apakah hubungan kedua negara sudah matang atau malah mengalami
kemunduran, jika dilihat dari reaksi publik dalam menyikapi isu yang
tengah hangat, salah satunya pelaksanaan hukuman mati?Saya
tidak melihat ada 'set back' (kemunduran), tetapi ada dinamika. Dalam
hubungan itu selalu ada dinamika, tetapi tolong jangan selalu dilihat
hal tersebut kemunduran. Jika itu yang dilakukan, justru sulit bagi
hubungan kedua negara untuk kembali maju.
Tetapi, ini ada
dinamika dan dia berhenti di situ. Memang ketika dilalui, ada jalan yang
terjal, justru kita harus kembali ke jalan yang licin lagi. Barang
kali, hubungan kedua negara kini tengah melalui 'bumpy road' (jalan
terjal) tadi. Tetapi, kita harus kembali lagi.
Karena, masalah
hukum, politik, dan diplomasi berbeda tempatnya. Sehingga, harus dilihat
bahwa ini adalah penegakkan hukum. Oleh sebab itu, kami meminta agar
proses penegakkan hukum tersebut dihormati. Sama seperti Indonesia
menghormati penegakkan hukum yang berlaku di Australia.
Tetapi,
apakah sebagian besar publik di Australia telah memahami, apa yang
dilakukan Pemerintah RI hanya bagian dari penegakkan hukum?Ya
ada beberapa riak juga. Ada beberapa pertanyaan, permintaan, dan
himbauan kepada saya. 'Ayo dong, ampuni [Andrew Chan dan Myuran
Sukumaran.red].' Memang ada. Tetapi, yang saya lihat secara keseluruhan,
masyarakat kedua bangsa telah bertambah dewasa. Oleh sebab itu, ada
keinginan dari keduanya untuk segera menyelesaikan permasalahan ini,
karena tidak ada hubungan kedua bangsa yang putus hubungannya dan
berperang, hanya karena isu penegakkan hukum.
RI menegakkan hukum yang berlaku supaya lebih kuat. Seharusnya, negara yang satu lagi bisa menghormati itu.
(Mobil baracuda milik Brimob Bali yang dikerahkan untuk
memindahkan Andrew Chan dan Myuran Sukumaran ke Pulau Nusakambangan.
Foto: Reuters)
Indonesia dan Australia memiliki
spektrum yang luas ya dalam berhubungan? Jadi, isu ini bisa dikatakan
sangat kecil jika dibandingkan dengan hubungan tersebut?Betul
sekali. Jadi, kedua negara memiliki sudut pandang yang sangat luas.
Segala macam aspek ada di situ. Segala macam sektor ada di situ. Mulai
dari masalah pendidikan, kebudayaan, ekonomi, perdagangan, investasi dan
kelautan. Sangat banyak yang bisa dijalin. Tidak lupa juga masalah
keamanan dan pertahanan.
Menurut saya, terlalu banyak yang
dipertaruhkan [dalam menjalin hubungan bilateral.red] jika harus
dikorbankan hanya karena isu itu. Bayangkan, Indonesia dan Australia
merupakan dua negara penting di kawasan Asia Tenggara dan Samudera
Pasifik, kalau kerjasama keduanya bisa dioptimalkan dan tepat arah, maka
dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat kedua negara.
Kemampuan
pembelian (purchasing power parity, PPP) hampir sama, yakni Rp1,3
triliun. Tapi, jumlah tersebut dikonsumsi oleh penduduk Indonesia yang
mencapai 250 juta, sementara jumlah PPP Australia dikonsumsi oleh
penduduk yang lebih kecil yakni 23 juta.
Kalau seandainya dua
negara bekerja sama secara erat, maka bisa menghasilkan kue lebih besar
dan dikonsumsi bersama-sama. Asalkan kedua negara tahu di mana
tempat-tempat yang strategis itu.
Oleh sebab itu, saya
mengenalkan program yang disebut 'sister by sector', yakni kerjasama di
bidang-bidang tertentu. Saya sudah memulai universitas dengan
universitas dan sekolah dengan sekolah.
Kemarin, Direktur
Pelindo II, RJ Pelino berangkat ke Australia sebagai balasan kunjungan
Direktur Pelabuhan Townsville datang ke Tanjung Priok (Indonesia). Di
situ letak kerjasama nyatanya. Tetapi, yang saya sebut tadi baru
mencakup skala kecil seperti sekolah dan universitas. Masih ada banyak
bidang lainnya yang bisa dikerjasamakan.
Salah satunya kerjasama antar media. Misalnya kedua media bisa saling berbagi, caranya dengan berbagi berita dan artikel.
Kerjasama Bidang Maritim
Apakah Anda bisa menceritakan lebih detail mengenai program
'sister by sector'? Apakah ada target tertentu yang dicapai dalam waktu
dekat melalui program tersebut?Sekarang ini pelabuhan
Pelindo, Tanjung Priok akan bekerja sama dengan Ports of Townsville dan
Ports of Brisbane. Kerjasama pelabuhan Brisbane ini merupakan kelanjutan
dari kunjungan Presiden Joko Widodo di sela KTT G20 pada November lalu
di Brisbane. Yang unik dari pelabuhan Townsville ini yaitu pelabuhan
kecil tetapi komoditas yang diekspor dan impor dari Indonesia ke pantai
timur Australia, akan dikirim ke pelabuhan tersebut. Jadi kan unik.
Salah
satu program Pak Jokowi yakni tol laut, maka nanti akan ada satu
pelabuhan di Papua, yaitu di kota Sorong. Ke depan, akan dibuat
pelabuhan besar dan berskala internasional. Semua barang, nantinya, akan
melalui pelabuhan itu, kemudian akan didistribusikan ke Indonesia.
Dengan metode itu, akan menghemat hingga 70%-80% biaya dan waktu.
Sehingga,
jika semula dari Brisbane mau mengirimkan barang ke Pulau Jawa. Maka
rute yang ditempuh, mereka akan mengirim lebih dulu ke Singapura baru
diturunkan ke Jakarta. Sementara, dengan cara begitu, membutuhkan waktu
sekitar satu bulan.
Sedangkan jika Pelabuhan Sorong itu telah
selesai, maka pengiriman barang bisa dipercepat yakni hanya 10 hari
waktu pengiriman.
Lalu, bagaimana respons Pemerintah Australia terkait dengan proyek tol laut yang dicanangkan pemerintahan Presiden Jokowi?Sangat
bagus responsnya. Menteri Perdagangan, Andrew Robb, rencananya akan
datang berkunjung dan membawa rombongan 300 pengusaha.
Rencananya kapan Mendag Australia, Andrew Robb akan datang ke Jakarta, Pak?Mungkin sekitar di bulan Mei.
Jadi,
Australia rupanya berminat untuk berinvestasi terhadap proyek
pembangunan tol laut? Apakah mereka juga berminat juga dalam pembangunan
pelabuhan di Sorong, Pak Nadjib?Mereka terlihat
berminat dengan proyek tol laut itu. Tetapi, saya tidak tahu di proyek
yang mana mereka akan berinvestasi, karena saat itu tidak mengikuti
rapatnya.
Namun, saya tahu, banyak pengusaha yang telah melirik gagasan poros maritim ini.
(Perdana Menteri Australia, Tony Abbott ketika menyambut Presiden Joko Widodo di KTT G20, Brisbane, Australia. Foto: Reuters)Apa saja yang bisa dimanfaatkan dari Australia untuk mewujudkan konsep tol laut di Indonesia?Banyak
sekali. Salah satunya adalah teknologi distribusi kontainer. Saat saya
mendampingi Presiden Jokowi untuk mengunjungi pelabuhan di Brisbane,
mereka tidak lagi menggunakan sumber daya manusia. Semuanya dikendalikan
menggunakan mesin sehingga berfungsi secara otomatis.
Sementara,
di Indonesia untuk menggerakkan crane masih menggunakan tenaga manusia.
Jadi, setiap kontainer terdapat barcode, sehingga cranenya itu langsung
mencari posisinya dan segera dipindahkan. Itu yang disebut manajemen
pelabuhan.
Belum lagi, jika dilihat jalur-jalur kereta api dan
tol, digabung dengan pelabuhan. Jadi, begitu barang turun dari kapal,
langsung diangkut dengan menggunakan kereta api.
Semua pelabuhan
di Australia memiliki jalur kereta api dan langsung terkoneksi dengan
jalan tol. Itu yang harus dipelajari dari Australia oleh Indonesia.
Kemudian,
manajemen kapal pesiar. Saat ini target pemerintah sudah jelas untuk
meningkatkan turis. Tetapi, jumlah kapal pesiar yang berlabuh di
Indonesia masih sedikit, sebab masih sedikit pelabuhan yang sesuai untuk
menampung kapal pesiar.
Tapi di Australia manajemennya sudah
luar biasa. Di Negeri Kanguru, dermaga sangat panjang, sehingga
memungkinkan bagi kapal pesiar untuk bersandar.
Kemudian, manajemen marina di Australia sangat luar biasa. Banyak sekali yang bisa diambil untuk kepentingan maritim ini.
Program sister by sector di kota mana saja yang telah dilibatkan?Saya sudah bicara di beberapa kota, seperti Australia Selatan, Queensland, dan yang cukup lama di Australia Barat, Perth.
Apakah konsep program sister by sector ini akan direalisasikan menyerupai sister by city?Bisa
juga dengan konsep sister vcity. Tetapi, di dua kota itu bisa memiliki
permasalahan minat dan isu yang berbeda. Seperti misalnya antara Jakarta
dengan Sydney, sebenarnya mereka sister city. Tetapi, bisa dilihat
perbedaan yang begitu besar di antara kedua kota itu.
Salah satu
perbedaannya di Jakarta masih terdapat kemiskinan, area kumuh, banjir
dan lain-lain. Sementara, itu tersebut telah diatasi oleh mereka.
Jadi, apa perbedaan konsep sister by sector dengan sister city?Jadi
lebih fokus. Jadi, misalnya yang difokuskan cara pengembangan kota dan
pengadaan air minum. Yang dicari adalah kesamaan bukan perbedaan. Saya
telah mengenalkan program ini di tahun 2014 dan berharap bisa
diluncurkan di tahun ini.
Tahun lalu, kami telah memulai dengan program Pelindo II dengan Pelabuhan Townsville.
Bagaimana
dengan kerjasama terkait pembelian sapi? Sebab, hingga saat ini
Indonesia masih dianggap pangsa pasar besar bagi Australia. Kerjasama
yang dibentuk itu adalah kerjasama yang saling menguntungkan. Oleh
sebab itu, Indonesia menggalang kemitraan di bidang keamanan pangan,
tetapi khusus untuk daging merah dan industri sapi.
Saya
berharap ketika kemitraan itu dibuat tahun 2013 dulu, program tersebut
bisa menjadi satu proyek percobaan untuk program yang lain. Sebab, dalam
program ini dilibatkan 'global value change'. Misalnya, di mana
dilahirkan yang paling cocok sapi-sapi itu, karena padangnya tidak
punya, maka dilahirkan di Australia. Jadi, kali pertama mereka hidup itu
di padang penggembalaan di Australia.
Tetapi, untuk penggemukan
lebih sesuai dilakukan di Indonesia. Sebab, banyak sumber daya manusia
yang bisa memberikan perhatian lebih. Kemudian, di mana bisa
dipotongnya. Kalau untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka ada dua
pilihannya, bisa di Indonesia dan Australia. Di Australia, sudah berlaku
sistem pemotongan yang halal.
Tetapi, jika untuk kepentingan
ekspor ke negara-negara di Timur Tengah atau Malaysia, maka mereka akan
lebih mempercayai sistem pemotongan di Indonesia. Jadi, sistem global
value change ini menguntungkan untuk semua. Sehingga apa yang kita
kerjakan secara bersama, keuntungannya juga bisa dinikmati bersama.
Di
sistem tersebut diharuskan kedua pihak untung. Tidak boleh ada yang
rugi. Harus sifatnya 'win-win solution'. Jika sistem ini bisa dikerjakan
secara betul, maka bisa diperoleh apa diinginkan Indonesia.
Perang Lawan ISIS
Bagaimana perkembangan kerjasama kedua negara dalam menangkal
ancaman yang kian serius penyebaran paham kelompok Islamic State of
Iraq and al Sham (ISIS)?Saya melihat kerjasama antar
kepolisian dan tentara pertahanan (TNI dengan Pasukan Pertahanan
Australia), sama sekali tidak terganggu dengan isu pelaksanaan hukuman
mati. Jadi, dialog terus terjadi, kemudian kerjasama kedua institusi dan
pelatihan tetap berjalan.
Ini bagus sekali, karena jika
misalnya, kedua institusi pertahanan dan keamanan merupakan institusi
yang paling penting untuk menangani masalah-masalah strategis. Kembali
ke soal ISIS, kedua negara sama-sama memiliki kepentingan yang besar
dalam mengatasi masalah tersebut.
Para pemuda Indonesia banyak
yang tertarik untuk berangkat ke Irak dan Suriah. Begitu juga Negeri
Kanguru, mereka memiliki para pemuda yang terpengaruh berangkat ke sana.
Mereka kan terpengaruh menjadi radikal karena berbagai sebab,
entah dari pendidikan dan pergaulan. Australia bisa belajar mengenai
deradikalisasi dari Indonesia. Sementara, Indonesia bisa mempelajari
metode yang lain dari Australia. Sehingga, compare notes untuk penting.
Selama ini, apa yang diandalkan oleh Australia dari Indonesia terkait memerangi ISIS? Saya
tidak secara spesifik menyebutkan ke ISIS ya, tetapi bagaimana
penangkalan terorisme dan ekstrimisme. Indonesia menjadi salah satu
pendiri dari Pusat Kerjasama untuk Penegakkan Hukum Jakarta (JCLEC) yang
berada di Semarang. Walaupun namanya Jakarta, namun berlokasi di sana.
Itu
tempat pembelajaran yang efektif dari JCLEC. Australia belajar dan
melihat dari institusi itu. Kemudian bagaimana berbagi pengalaman dalam
menghadapi terorisme dengan Negeri Kanguru. Hal tersebut merupakan
kerjasama yang baik untuk saling mengisi.
Pemerintah
Australia akhirnya memperketat pengamanan di dalam negeri, khususnya
usai terjadi penyanderaan di Kafe Lindt, Sydney. Apakah itu turut
berpengaruh terhadap Muslim Indonesia di Negeri Kanguru?Di
sana ada komunitasnya. Tetapi, Muslim Indonesia sangat toleran. Sampai
saat ini, saya belum pernah mendengar tidak ada satu pun keturunan
Indonesia yang terlibat gerakan itu.
Saya pikir ketahanan warga Indonesia untuk menghadapi isu-isu seperti itu lebih kuat. Saya tidak melihat ada masalah.
Daya Tarik Bali
Terkait mengenai isu pembebasan visa bagi beberapa negara
yang dianggap sebagai cara yang ampuh untuk menggenjot kedatangan turis,
mengapa justru Australia tidak termasuk dalam daftar tersebut?Semua
itu pasti telah dihitung oleh Dirjen Imigrasi, Kementerian Luar Negeri,
dan Kementerian Pariwisata. Tapi, pasti sudah ada hitung-hitungannya.
Mungkin ada yang masih menjadi pertimbangan bagi pihak imigrasi. Kan
semua itu semua sistem pemerintahan yang menentukan. Kalau mereka semua
mengatakan untuk dibuka dan bebas visa, maka mereka akan memberikan itu.
Tetapi, jika sebaliknya ya tidak ada fasilitas itu.
Lagipula,
warga Australia sudah memperoleh fasilitas visa on arrival (VOA) dan
mereka sudah cukup puas. Untuk bisa memperoleh VOA, mereka tinggal
membayar USD$35 atau setara Rp360 ribu.
Tetapi apakah cukup mudah bagi warga Indonesia untuk memperoleh visa ke Australia?Dari
jumlah statistik, warga Australia yang berkunjung ke Indonesia sudah
mencapai 1,1 juta. Walaupun 78%-79% pergi ke Bali. Walau sebelumnya
sudah pernah mencoba pergi ke tempat lain, tetapi tetap home base nya
adalah di Bali.
Jadi, walaupun mereka mendarat di Jakarta, tetapi, mereka akan tetap terbang ke Pulau Bali.
Apakah
itu berarti Pemerintah Indonesia kurang mempromosikan tempat pariwisata
lain untuk dijadikan alternatif selain Pulau Bali?Sebenarnya
pembelajaran seperti itu bisa diambil dari daerah-daerah yang lain.
Bali itu kan sederhana penyajiannya. Semua orang di Bali sudah seperti
terdidik untuk bersikap ramah ke turis asing. Untuk menyambut tamu itu
sangat mudah.
Sementara di daerah-daerah lain jika ada wisatawan
berkulit putih langsung dikerubungi anak-anak. Di Bali kan udah tidak
ada, sehingga mereka merasa lebih nyaman dan merasa lebih di rumah
sendiri.
Jadi, lebih kepada pembangunan manusianya ketimbang pembangunan fasilitas?
Saya pikir dua-duanya ya, baik itu infrastruktur maupun sumber daya
manusianya. Jadi, misalnya di Pulau Bali, turis tidak perlu pergi jauh
sekali untuk bisa memperoleh panorama, gunung, hutan pantai dan budaya.
Daerah
wisata tidak boleh terlalu besar. Jadi, misalnya ada satu teori, kalau
misalnya mau kompak, dia tidak boleh lebih dari 50 kilometer.
Apakah isu pelaksanaan hukuman mati ini tidak berpengaruh terhadap kunjungan turis ke Pulau Bali?Saya
pikir tidak ada penurunan kunjungan penumpang dari Australia menuju ke
Bali. Sebelumnya, saya telah bertanya ke Wakil Presiden Garuda di
Australia dan di kawasan Pasifik. Mereka menjawab tidak ada penurunan
kunjungan.
Memang, ada satu atau dua orang yang membatalkan
kunjungan, tetapi itu bukan karena alasan itu [pelaksanaan hukuman
mati.red]. Statistiknya tetap tinggi.
Kemarin, saya naik Garuda dari Australia, baik kelas ekonomi maupun bisnisnya tetap penuh.
Apa yang dicari warga Australia sehingga selalu berbondong-bondong berkunjung ke Pulau Bali?Mereka
kan memang sudah lama mengenal Pulau Bali. Dengan anggaran yang
terbatas, mereka bisa mendapatkan banyak hal di Pulau Bali.
Ada
seorang petugas di bandara Sydney yang cerita ke saya, sejak dulu dia
masih lajang hingga memiliki dua anak perempuan, pasti rutin berkunjung
ke Bali setiap tahun.
Apakah betul biaya untuk ke Pulau Bali jauh lebih murah jika dibandingkan warga Australia harus ke Gold Coast?Iya.
Sebagai contoh lama perjalanan dari Perth ke Goldcoast dibutuhkan waktu
5,5 jam. Sementara, ke Pulau Bali hanya membutuhkan waktu 2 jam 50
menit dengan zona waktu yang sama, lebih nyaman dan lebih murah.
Bahkan,
kadang-kadang kalau pemesanan dilakukan dari jauh-jauh hari, tiket PP
Australia-Bali bisa dibeli hanya dengan AUD300 atau setara Rp2,9 juta.
Orang Australia Barat lebih dekat ke Jakarta daripada ke ibukotanya di
Canberra. Seharusnya, itu bisa dijadikan nilai plus.
Apa tujuan pariwisata alternatif yang dikunjungi oleh warga Australia selain Pulau Bali?Masih
Pulau Bali dan area sekitarnya seperti Pulau Lombok. Kemudian mereka
mulai bergeser ke Jawa Timur dan Barat. Kami juga kerap mengatakan
Yogyakarta adalah tempat bertemunya budaya dari wilayah lain. Oleh sebab
itu, mereka mulai menyukai Yogyakarta.
1,1 juta warga Australia
tetap datang ke Pulau Bali dan tidak ada penurunan. Maka, diprediksi
jika kunjungan ini stabil, maka Pulau Bali akan mengambil tempat
Selandia Baru, sebagai tujuan pariwisata warga Australia. Saat ini,
jumlah kunjungan turis ke Selandia Baru mencapai 1,3 juta. Perbedaannya
tipis.
Diprediksi kita bisa mengambil alih dalam kurun waktu
tiga tahun, sebab di Selandia Baru, pariwisatanya hanya bisa dilakukan
saat musim panas. Sementara, saat musim dingin suhu udaranya tidak
memadai.
Apakah dalam membina hubungan bilateral, diperlukan strategi baru usai pelaksanaan eksekusi mati nanti?Kedua
negara sudah memiliki mekanisme. Mekanisme itulah yang harus lebih
diintensifkan. Kedua negara memiliki dialog antar warga yang disebut
Indonesia Australia Dialog.
Kemudian kedua negara juga memiliki
pertemuan tingkat Menteri seperti 2+2 di mana Menteri Luar Negeri dan
Menteri Pertahanan kedua negara saling bertemu dan menggelar dialog, ada
pertemuan tingkat Menteri Perdagangan dan lain-lain.
(Warga Australia yang berkunjung ke Paviliun Indonesia di
Festival Multikultur Nasional di Canberra pertengahan Februari 2015.
Foto: KBRI Canberra)
Tetapi forum tersebut tidak akan terganggu dengan isu pelaksanaan hukuman mati?
Tidak terganggu. Namun, waktu penyelenggaraannya kami geser.
Puncaknya, pertemuan tingkat tahunan pemimpin negara (ALM). Saat ini
sedang ditunggu waktu yang tepat. Namun, saya harapkan bisa diwujudkan
dalam waktu dekat.
Mekanisme itu sudah ada, tinggal
diintensifkan. Kemudian ditambah lagi dengan program tadi sister by
sector dan kerjasama lainnya.
Dari sekian banyak negara tempat penempatan Anda, apakah Australia termasuk negara yang paling dinamis?Betul
dan semua hal ada di sini. Jika diibaratkan, hubungan Indonesia dengan
Australia ini menyerupai supermarket yang sangat besar. Jadi, di
dalamnya, kedua negara memiliki apa pun, termasuk permasalahannya,
ketertarikan, dan pembelajaran.
Jadi menurut saya, kaya sekali.
Banyak sekali dinamikanya, kadang-kadang naik, kadang turun. Tetapi, itu
semua demi membangun kedewasaan [hubungan kedua negara.red]. Jika
banyak terdapat riak, maka itu hal yang wajar.
Adakah
peranan media online dan sosial terhadap pembentukan opini publik
sehingga bisa terlihat hubungan kedua negara kian matang?Saya rasa iya. Termasuk
VIVA.co.id
itu juga dijadikan rujukan oleh pemerintah di sana. Salah satunya,
ketika tahun 2013 lalu saya dipanggil pulang dan memberikan pernyataan,
banyak kolega saya yang membaca dan mengatakan pernyataan saya ketika
itu cukup baik.
Banyak juga media Australia yang mengambil
kutipan wawancara saat itu. Saya pikir media itu selain memberikan
wawasan yang luas, juga bisa mendinginkan atau memanaskan isu. Itu
realita dari media.
Kita bisa lihat lah, orang-orang mengetahui
masalah ini dari media. Di bulan Februari merupakan titik paling tinggi
pemberitaan mengenai isu tersebut. Kapan pun saya menyalakan radio di
mobil, televisi di rumah dan di kantor, semuanya membahas itu.
Saya pikir hal yang sama juga terjadi di Indonesia.
Credit
VIVA.co.id