Dengan kendali para tokoh militer era rezim Saddam Hussein, ISIS dikhawatirkan memiliki keterampilan militer yang lebih berbahaya. Laporan soal tokoh-tokoh anak buah Saddam Hussein di tubuh kepemimpinan ISIS diulas Washington Post dalam pemberitaannya tertanggal 4 April 2015.
Laporan itu mengutip mantan komandan ISIS, Abu Hamza. Pria yang semula seorang pemberontak Suriah ini terpikat bergabung dengan ISIS karena dijanjikan utopia kehidupan “kekhalifahan”. Janji itu pula yang memikat banyak militan asing dari seluruh dunia.
Suatu ketika Hamza tidak setuju dengan sesama komandan ISIS pada sebuah pertemuan tahun lalu. Gara-gara itu, dia ditahan atas perintah para pria Irak bertopeng yang duduk tenang dan selalu mencatat apa yang dia dengarkan.
Para pria petinggi ISIS yang misterius itu hanya menggunakan nama kode. Menurut Hamza, semua petinggi laki-laki itu adalah mantan perwira Irak yang dulunya anak buah Saddam Hussein. Salah satu petinggi ISIS yang mengenakan topeng itu, pernah bekerja sebagai intelijen Irak.
Mantan intelijen Irak itu, lanjut Hamza, memiliki keahlian dalam layanan keamanan ISIS. Sosok misterius itu juga menciptakan jaringan penyelundupan yang pernah dikembangkan tahun 1990-an. Jaringan itu kini digunakan ISIS, terutama dalam penyelundupan perdagangan minyak.
”Semua pembuat keputusan di Irak (yang dikuasai ISIS), dan sebagian besar dari mereka adalah mantan perwira Irak. Mereka membuat perintah, dan mereka membuat taktik dan rencana pertempuran,” ujar Hamza.
”Tapi orang Irak (di kelompok ISIS) sendiri tidak berperang. Mereka menempatkan para militan asing di lini depan,” ujarnya.
Dugaan hidupnya sel-sel rezim Saddam di tubuh ISIS patut dicurigai. Sejak Amerika Serikat (AS) menginvasi Irak tahun 2003, sebanyak 400 ribu tentara Saddam sejatinya dipecat pemerintah baru Irak. Tapi mereka menolak pemecatan atau pensiun. Parahnya, mereka tetap dizinkan menyimpan senjata.
Credit SINDOnews