Senin, 05 Oktober 2015

Menghitung Efek Kemarahan Jepang


 
ED Jones / AFP Sebuah kereta api cepat China memasuki stasiun Provinsi Hebei.

JAKARTA, CB - Pemerintah Jepang meradang atas keputusan Indonesia menunjuk investor China sebagai pemenang proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung.
Bahkan negara ini  mengancam akan mengevaluasi seluruh kerjasama ekonominya dengan Indonesia hingga mencabut investasinya di Indonesia.
Jika ancaman ini benar, Indonesia patut waspada. Sebab menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jepang merupakan negara dengan rasio realisasi investasi paling tinggi di Indonesia, yaitu sekitar 62 persen.
Pada semester I-2015, total realisasi investasi Jepang di Indonesia ada peringkat ketiga sebesar 1,6 miliar dollar AS atau 11,3 persen dari total realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA).
Di tempat pertama Malaysia dengan 2,6 miliar dollar AS, dan posisi kedua ditempati investor Singapura dengan 2,3 miliar dollar AS.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Sofyan Djalil mengakui kekecewaan Pemerintah Jepang tersebut.
Pekan lalu, Sofyan telah diutus oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), untuk bertemu dengan Wakil Perdana Menteri Jepang Taro Aso.
Sofyan telah menjelaskan kepada Pemerintah Jepang bahwa keputusan pemerintah RI soal kereta api cepat didasari oleh pertimbangan rasional.
Pemerintah Indonesia juga menyampaikan komitmen untuk tetap melanjutkan kerjasama ekonomi dengan Jepang.
"Kepentingan Jepang di Indonesia lebih luas, lebih  dari sekadar kereta cepat," ujarnya, Jumat (2/10/2015).
Dalam kunjungan itu Indonesia juga menawarkan proyek-proyek lain kepada sejumlah lembaga keuangan Jepang. Itu untuk menjelaskan bahwa Indonesia membuka kerjasama untuk pendanaan dalam proyek lainnya.
Hanya gertak sambal
Pengamat ekonomi Internasional Center Strategic and International Studies (CSIS) Haryo Aswicahyono menilai, ancaman Jepang hanya pernyataan emosional.
Ini tak ubahnya gertak sambal. Apalagi pembatalan perjanjian bisnis tidak mudah.
Kerjasama investasi antara kedua negara juga tak hanya antar pemerintah, melainkan lebih banyak business to business.
"Saya pikir Indonesia harus tenang, jangan terlalu khawatir," ungkap Haryo kepada Kontan, Minggu (4/10/2015).
Dia melihat kejadian ini hanya bagian kecil dari pasang surut hubungan dagang kedua negara. Toh pada gilirannya, kedua negara ini akan cepat selesai.
Apalagi selama ini hubungan RI-Jepang selalu mesra, terlihat dari tingginya investasi Jepang ke Indonesia.
Hubungan kerjasama yang terjalin lama tidak akan mudah diakhiri karena banyak pihak yang terlibat. Lebih dari itu, selama ini Jepang lebih untung dari hubungan dagang dengan Indonesia.
Indonesia menjadi salah satu pasar yang sangat besar bagi produk Jepang. Bahkan lima tahun terakhir, Jepang lebih banyak menikmati surplus dari perdagangannya dengan Indonesia.
Toh, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani berharap kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi Pemerintah RI dalam membina kerjasama.
Terlepas dari alasan pemerintah lebih berorientasi ke China di banding Jepang, Haryadi berharap Pemerintah Indonesia lebih berhati-hati dalam menawarkan proyek.
Selain itu komunikasi yang baik sangat penting, agar kekecewaan Jepang tidak berlarut dan merugikan dunia usaha.

Credit  KOMPAS.com