JAKARTA
- Uni Emirat Arab (UEA) berhasil menyingkirkan Singapura dari posisi
puncak peringkat paspor terkuat di dunia pada 2018 versi The Passport
Index. Capaian itu tidak terlepas dari keberhasilan UEA meningkatkan
akses visa-free dan visa-on-arrival menjadi menuju 167 negara, unggul 1
negara dengan Singapura.
Pemeringkatan yang didukung konsultan
keuangan Arton Capital itu mengurutkan paspor berdasarkan jumlah negara
yang dapat dikunjungi tanpa memerlukan visa. Di belakang UEA terdapat
Singapura dan Jerman, dengan nilai visa-free mencapai 166 negara. Adapun
posisi tiga diduduki 11 negara, mulai Denmark hingga AS.
Selandia
Baru bergandengan dengan Malta dan Islandia di posisi keenam dengan
nilai 162 negara. Disusul Australia dan enam negara lainnya dengan nilai
161 negara. Sementara itu, Afghanistan berada di urutan terakhir dengan
nilai 29 negara. Irak, Pakistan, Suriah, Somalia, dan Yaman juga
memiliki nilai di bawah 40.
"Predikat ini merupakan refleksi dari
warisan Syekh Zayed, pendiri UEA. Hal ini juga menunjukkan upaya keras
kami dalam menggencarkan diplomasi positif sekaligus memperlihatkan UEA
sebagai negara yang percaya diri dan kekuatan di tingkat global,” kata
Menlu UEA Abdullah bin Zayed Al Nahyan, dilansir
stuff.co.nz.Menurut
The Passport Index, UEA berhasil naik ke posisi teratas dari posisi
keempat hanya dalam kurun waktu sebulan. Beberapa daftar negara baru
yang dapat diakses UEA tanpa visa ialah Belgia, Austria, Jepang, Yunani,
Portugal, Swiss, Inggris, Irlandia, dan Kanada. Mereka dinilai sangat
gencar melakukan diplomasi.
“Determinasi, fokus, dan diplomasi
positif yang dicanangkan UEA membantu meningkatkan kekuatan paspor.
Mereka dapat bergerak bebas di dunia,” ungkap The Passport Index,
dilansir
Khaleejtimes.com. Namun, The Passport Index
bukanlah satu-satunya lembaga yang mengeluarkan peringkat paspor terkuat
di dunia. Pesaingnya, Henley Passport Index yang bermarkas di Inggris,
memberikan hasil yang berbeda. Pada Oktober lalu, Henley Passport Index
menempatkan Jepang sebagai negara dengan paspor terkuat di dunia.
Sama
seperti di The Passport Index, Singapura juga tersingkir dari posisi
puncak di Henley Passport Index setelah Jepang membuat kesepakatan
istimewa dengan Myanmar. Peringkat ini bersifat cair dan dapat berubah
sewaktu-waktu, bahkan terkadang dirilis setiap bulan. Jerman juga
memuncaki peringkat pada Januari.
Henley Passport Index lebih
sering dijadikan acuan para pemangku kepentingan karena didasarkan pada
data eksklusif dari Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA)
yang memiliki basis data informasi traveling terbesar dan terakurat di
dunia. Meski demikian, keduanya berupaya memberikan gambaran secara
utuh.
Tahun lalu setelah Paraguay memberlakukan bebas visa bagi
Singapura, paspor negara kota itu jadi yang paling kuat di dunia dengan
nilai bebas visa mencapai 159. Adapun Indonesia berada di peringkat
ke-64 dengan nilai bebas visa 63. Hal ini membuktikan Indonesia masih
kurang dikenal dan kurang dipercaya.
Saat itu prestasi Singapura
menandai sejarah baru. Mereka menjadi negara pertama Asia yang memiliki
paspor paling kuat di dunia. “Ini merupakan hasil dari relasi diplomatik
inklusif dan kebijakan luar negeri efektif Singapura,” ujar pemimpin
tertinggi eksekutif Arton Singapura, Philippe May, dikutip
The Straits Times.Singapura
juga untuk pertama kalinya menggeser Jerman dari posisi puncak, meski
tipis. Di sepanjang sejarah, peringkat sepuluh besar selalu didominasi
negara-negara Eropa. Jerman bahkan memimpin dalam dua tahun terakhir.
Namun, Jerman harus turun ke posisi kedua dengan nilai bebas visa
mencapai 158.
Berdasarkan pengamatan Arton yang memantau paspor
seluruh negara di enam benua secara real time, Singapura merangkak naik
secara konstan sejak merdeka pada 1965.
Capaian itu belum mampu
diikuti Indonesia yang berada di peringkat ke-5 di antara 10 negara
anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Kendati begitu,
tren Indonesia dalam peringkat paspor terkuat di dunia terus membaik.
Tanah Air dilaporkan selalu naik tiga peringkat dalam dua tahun
terakhir.
Namun, pengamat hubungan internasional Guspiabri
Sumowigeno dari Par Indonesia Strategic Research menyimpulkan indeks ini
menunjukkan Indonesia kurang dikenal dan dipercaya oleh negara-negara
luar. Begitu pun sebaliknya, Indonesia juga tidak ingin memberikan bebas
visa kepada negara yang belum stabil.
Dalam pandangan Guspiabri,
penyebab utama kalahnya Indonesia dari Singapura dan Malaysia dalam
peringkat paspor Arton ialah akibat sistem pencatatan kependudukan yang
masih kurang kredibel. Di Indonesia, kasus pemalsuan dokumen masih marak
sehingga banyak negara besar yang menjadi kurang percaya.
“Negara luar juga ingin mengantisipasi hal yang tidak diinginkan,” ujar Guspiabri.