CB, Jakarta - Kepala Rabi Sephardi, Yitzak Yosef, menolak pengenaan hukuman mati oleh Israel
terhadap tahanan politik Palestina. Yosef beralasan ini bisa
menimbulkan kemarahan dunia dan membahayakan nyawa warga Yahudi di luar
negeri.
Hukuman mati ini juga bisa menimbulkan balasan hukuman sama terhadap warga Yahudi yang membunuh warga Arab.
“Apa manfaatnya? Semua pejabat keamanan mengatakan tidak banyak manfaatnya. Itu sebabnya semua orang cerdas (sage) selalu menolak hukuman mati,” kata Yosef. “Ini bukan soal politik kiri atau kanan. Ini soal pertimbangan yang hati-hati. Orang cerdas dan orang besar mempertimbangkan hal-hal ini.”
Seperti diberitakan, parlemen Israel, Knesset, meloloskan undang-undang baru yang mengatur soal hukuman mati bagi warga Palestina yang membunuh warga Israel. Sebanyak 52 anggota Knesset memberikan suara dukungan terhadap RUU itu dan 49 menolaknya.
RUU hukuman mati bagi narapidana politik Palestina diusulkan pemimpin partai politik sayap kanan Jewish Home Party, Naftali Bennet.
Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman mendukung RUU ini. Sebab, menurut dia, ini akan meningkatkan efek pencegahan bagi Israel.
Melalui siaran televisi, Lieberman, yang merupakan kelahiran Moldovan, menegaskan UU ini nantinya akan menyasar secara khusus warga Palestina yang terlibat penyerangan terhadap warga Israel dan prajurit militer Israel.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan dia mendukung undang-undang ini. “Siapa yang memegang pisau, membunuh dan tertawa—layak untuk mati. Dia tidak layak untuk hidup,” kata Netanyahu.
Saat pembahasan di Knesset, anggota parlemen Ahmad Tibi bertanya kepada Netanyahu apakah dia mendukung hukuman mati bagi warga Yahudi yang membunuh warga Arab Israel. Saat itu, Netanyahu menjawab,”Secara prinsip, ya.”
Pengacara internasional, Yasser al-Amouri, mengatakan UU yang dibuat Israel mencederai prinsip dasar hukum internasional.
"Konflik antara Palestina dan Israel bukan kriminal, melainkan nasionalisme. Ini artinya Israel tidak akan dapat menghukum mati tahanan Palestina berdasarkan peraturan Konvensi Jenewa Keempat terkait dengan pemberlakuan para tawanan perang," ujar Al-Amouri menegaskan seperti dikutip dari Middle East Monitor, 4 Januari 2018
Hukuman mati ini juga bisa menimbulkan balasan hukuman sama terhadap warga Yahudi yang membunuh warga Arab.
“Apa manfaatnya? Semua pejabat keamanan mengatakan tidak banyak manfaatnya. Itu sebabnya semua orang cerdas (sage) selalu menolak hukuman mati,” kata Yosef. “Ini bukan soal politik kiri atau kanan. Ini soal pertimbangan yang hati-hati. Orang cerdas dan orang besar mempertimbangkan hal-hal ini.”
Seperti diberitakan, parlemen Israel, Knesset, meloloskan undang-undang baru yang mengatur soal hukuman mati bagi warga Palestina yang membunuh warga Israel. Sebanyak 52 anggota Knesset memberikan suara dukungan terhadap RUU itu dan 49 menolaknya.
RUU hukuman mati bagi narapidana politik Palestina diusulkan pemimpin partai politik sayap kanan Jewish Home Party, Naftali Bennet.
Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman mendukung RUU ini. Sebab, menurut dia, ini akan meningkatkan efek pencegahan bagi Israel.
Melalui siaran televisi, Lieberman, yang merupakan kelahiran Moldovan, menegaskan UU ini nantinya akan menyasar secara khusus warga Palestina yang terlibat penyerangan terhadap warga Israel dan prajurit militer Israel.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan dia mendukung undang-undang ini. “Siapa yang memegang pisau, membunuh dan tertawa—layak untuk mati. Dia tidak layak untuk hidup,” kata Netanyahu.
Saat pembahasan di Knesset, anggota parlemen Ahmad Tibi bertanya kepada Netanyahu apakah dia mendukung hukuman mati bagi warga Yahudi yang membunuh warga Arab Israel. Saat itu, Netanyahu menjawab,”Secara prinsip, ya.”
Pengacara internasional, Yasser al-Amouri, mengatakan UU yang dibuat Israel mencederai prinsip dasar hukum internasional.
"Konflik antara Palestina dan Israel bukan kriminal, melainkan nasionalisme. Ini artinya Israel tidak akan dapat menghukum mati tahanan Palestina berdasarkan peraturan Konvensi Jenewa Keempat terkait dengan pemberlakuan para tawanan perang," ujar Al-Amouri menegaskan seperti dikutip dari Middle East Monitor, 4 Januari 2018
Credit TEMPO.CO
EU Menolak Hukuman Mati Israel terhadap Warga Palestina, Kenapa?
CB, Brussel - Uni Eropa menolak penerapan hukuman mati dalam kasus apapun terkait keputusan Knesset Israel untuk meloloskan undang-undang yang membolehkan hukuman mati bagi tahapan politik Palestina.
“Seperti Anda ketahui, Uni Eropa menolak hukuman mati dalam kasus apapun. Kami bekerja untuk menghapus hukuman ini secara universal,” kata Carlos Martin Ruiz De Gordejuela, juru bicara UE, kepada pers, Kamis, 4 Januari 2018.
Undang-undang hukuman mati Israel ini baru berlaku setelah menjalani tiga kali pembahasan lagi. Saat ini, aturan mengenai hukuman mati yang ada membolehkan hukuman itu jika tiga hakim bersepakat semua. Pada undang-undang yang baru ini, keputusan itu bisa diambil cukup oleh dua hakim saja.
Selama ini, pengadilan militer Israel memiliki kewenangan ini namun tidak pernah menggunakannya.
Kepala Rabi Sephardi, Yitzak Yosef, juga menolak pengenaan hukuman mati terhadap tahanan politik Palestina. Yosef beralasan ini bisa menimbulkan kemarahan dunia dan membahayakan nyawa warga Yahudi di luar negeri.
Hukuman mati ini juga bisa menimbulkan balasan hukuman sama terhadap warga Yahudi yang membunuh warga Arab.
“Apa manfaatnya? Semua pejabat keamanan mengatakan tidak banyak manfaatnya. Itu sebabnya semua orang cerdas (sage) selalu menolak hukuman mati,” kata Yosef. “Ini bukan soal politik kiri atau kanan. Ini soal pertimbangan yang hati-hati. Orang cerdas dan orang besar mempertimbangkan hal-hal ini.”
Ketua Palestinian Prisoner Club, Qadura Fares, mengatakan keputusan Knesset itu sebagai bentuk kebingungan dan kebutaan negara. “Kebijakan dari rezim fasis ini adalah partai ekstrimis berlomba mengesahkan undang-undang yang rasis.”
Seperti diberitakan, parlemen Israel, Knesset, meloloskan undang-undang baru yang mengatur soal hukuman mati bagi warga Palestina yang membunuh warga Israel. Sebanyak 52 anggota Knesset memberikan suara dukungan terhadap RUU itu dan 49 menolaknya.
RUU hukuman mati bagi narapidana politik Palestina diusulkan pemimpin partai politik sayap kanan Jewish Home Party, Naftali Bennet.
Hanya ada satu kasus hukuman mati di Israel terhadap penjahat Nazi yaitu Adolf Eichmann pada 1962.
“Seperti Anda ketahui, Uni Eropa menolak hukuman mati dalam kasus apapun. Kami bekerja untuk menghapus hukuman ini secara universal,” kata Carlos Martin Ruiz De Gordejuela, juru bicara UE, kepada pers, Kamis, 4 Januari 2018.
Undang-undang hukuman mati Israel ini baru berlaku setelah menjalani tiga kali pembahasan lagi. Saat ini, aturan mengenai hukuman mati yang ada membolehkan hukuman itu jika tiga hakim bersepakat semua. Pada undang-undang yang baru ini, keputusan itu bisa diambil cukup oleh dua hakim saja.
Selama ini, pengadilan militer Israel memiliki kewenangan ini namun tidak pernah menggunakannya.
Kepala Rabi Sephardi, Yitzak Yosef, juga menolak pengenaan hukuman mati terhadap tahanan politik Palestina. Yosef beralasan ini bisa menimbulkan kemarahan dunia dan membahayakan nyawa warga Yahudi di luar negeri.
Hukuman mati ini juga bisa menimbulkan balasan hukuman sama terhadap warga Yahudi yang membunuh warga Arab.
“Apa manfaatnya? Semua pejabat keamanan mengatakan tidak banyak manfaatnya. Itu sebabnya semua orang cerdas (sage) selalu menolak hukuman mati,” kata Yosef. “Ini bukan soal politik kiri atau kanan. Ini soal pertimbangan yang hati-hati. Orang cerdas dan orang besar mempertimbangkan hal-hal ini.”
Ketua Palestinian Prisoner Club, Qadura Fares, mengatakan keputusan Knesset itu sebagai bentuk kebingungan dan kebutaan negara. “Kebijakan dari rezim fasis ini adalah partai ekstrimis berlomba mengesahkan undang-undang yang rasis.”
Seperti diberitakan, parlemen Israel, Knesset, meloloskan undang-undang baru yang mengatur soal hukuman mati bagi warga Palestina yang membunuh warga Israel. Sebanyak 52 anggota Knesset memberikan suara dukungan terhadap RUU itu dan 49 menolaknya.
RUU hukuman mati bagi narapidana politik Palestina diusulkan pemimpin partai politik sayap kanan Jewish Home Party, Naftali Bennet.
Hanya ada satu kasus hukuman mati di Israel terhadap penjahat Nazi yaitu Adolf Eichmann pada 1962.
Credit TEMPO.CO