CB, BUENOS AIRES -- Angkatan Laut Argentina sedang menyelidiki sebuah objek yang ditemukan dengan mengunakan sonar dalam pencarian kapal selam militer ARA San Juan yang hilang. Mereka sedang mengupayakan inspeksi visual pada objekbaru yang ditemukan di kedalaman 3.100 kaki di bawah permukaan air.
Juru Bicara Angkatan Laut Argentina Enrique Balbi mengatakan, objek baruitu bukan yang pertama kali dalampencarian kapal selam yang hilang tersebut. Temuan gambar sonar bawah air sebelumnya memunculkan harapan. Tapi ternyata objek tersebut adalah kapal penangkap ikan yang tenggelam.
Kapal selam Rusia dikirim untuk meninjau benda itu dan menemukannya di sekitar 1.565 kaki di bawah permukaan laut. Benda itu tampaknya menunjukkan sebuah bejana setinggi 196 kaki. Setelah diselidikilebih lanjut oleh kapal selam Rusia, harapan bahwaitu kapal selam ARA San Juan harus pupus.
"Itu dikonfirmasi bahwa itu bukan cangkang kapal selam (tapi kapal penangkap ikan yang tenggelam)," kata Balbi seperti dilansir Ibtimes.
Misi penyelamatan untuk kapal selam,yang hilang pada 15 November, secara resmi dihentikan Ahad pekan lalu. Meski mengakhiri misi penyelamatan,pencarian akan tetap berlanjut.
Delapan belas negara terlibat dalam pencarian tersebut, terdiri dari
4.000 orang, sembilan pesawat terbang dan 28 kapal.
"Terlepas dari besarnya upaya ini, kami tidak dapat menemukan kapal selam tersebut," kata Balbi.
Kapal
selam itu muncul dan melaporkan rinciannya dengan menyebutkan adanya
hubungan arus pendek di baterai kapal selam. Kapal selam diperintahkan untukmembatalkan misinya dan kembali ke pangkalan angkatan laut di Mar del Plata dengan segera.
Balbi mengatakan,
kapten ARA San Juan kembali menghubungi pangkalan angkatan setelah
melaporkan masalahnya. Kapal selam ARA San Juanhilang sejak 15 November.
Kapal tersebut dibuat di Jerman pada Tahun 1983,dengan panjang 66
meter. Pada saat tenggelam kapal membawa 44 awak di bawahkomando Pedro
Martin Fernandez.
Kerabat
anggota awak kapal di ataskapal selam melakukan demonstrasi pada hari
Minggu mengecam tanggapanpemerintah terhadap situasi tersebut. Anggota
keluarga bergerak dari pangkalanangkatan laut di Mar del Plata
melantunkan Searchand Rescue! Sambil memegang foto orang yangmereka cintai.
Ketidaksepakatankami
adalah dengan pemerintah, bukan dengan angkatan laut," kata
MarcelaMoyano, istri anggota awak Hernan Rodriguez. Siapa pun yang bertanggung jawab harus bertanggung jawab.
Tiga kapal induk Amerika Serikat tiba di pantai timur Korea Selatan.
CB, PYONGYANG -- Amerika Serikat (AS) dan Korea
Selatan (Korsel) melakukan latihaan udara bersama dengan skala besar
pada Senin (4/12). Tindakan tersebut menurut Korea Utara (Korut) akan
mendorong Semenanjung Korea berada di ambang peperangan nuklir.
Latihan
tersebut dilakukan sepekan setelah Korut mengatakan telah menguji rudal
balistik antarbenua yang paling canggih dan mampu mencapai daratan AS
sebagai bagian dari program senjata yang telah dilakukannya.
"Latihan
gabungan tersebut dirancang untuk meningkatkan kesiapan dan kemampuan
operasional dan untuk memastikan perdamaian dan keamanandi Semenanjung
Korea," kata militer AS sebelum latihan dimulai.
Latihan gabungan
antara kedua negara itu dilakukan setiap tahun yang disebut Vigilant
Ace. Latihan gabungan itu akan berlangsung hingga Jumat, dengan
menggunaakan enam pesawat tempur siluman F-22 Raptor, yang akan
ditempatkan di antara lebih dari 230 pesawat dalam latihan gabungan
tersebut.
Selain itu menurut juru bicara Angkatan Udara AS yaang
berbasis di Korsel menyebutkan pesawat tempur F-35 juga akan mengikuti
latihan tersebut.
Menurut laporan dari media Korsel mengatakan
pengebom Lancer B-1B juga mungkin akan digunakan untuk latihan gabungan
pekan ini. Meskipun juru bicara Angkatan Udara AS tidakdapat
mengkonfirmasi laporan tersebut.
Sekitar 12 ribu anggota keamanan
AS termasuk dari Marinir dan Angkatan Laut, akanbergabung dengan
pasukan Korsel. Pesawat yang mengambil bagian akan diterbangkan dari
delapan instalasi militer AS dan Korsel.
Sementara MenteriLuar
Negeri Cina Wang Yi menyesalkan tindakan kedua negara itu. Ia
mengatakan, mereka tidak menangkap jendela peluang setelah dua bulan ini
Semenanjung Korea relatif tenang sebelum uji coba terakhir oleh Korut.
Cina dan Rusiamenyarankan agar AS dan Korsel menghentikan latihan
militer besar dengan imbalan Korut menghentikan program senjatanya.
Korut: Trump 'Mengemis' untuk Wujudkan Perang Nuklir
PYONGYANG
- Kementerian Luar Negeri Korea Utara (Korut) angkat bicara mengenai
manuver pesawat Amerika Serikat (AS) dan latihan perang gabungan dengan
Korea Selatan (Korsel) di dekat Semenanjung Korea. Menurut Pyongyang,
Presiden AS Donald Trump "mengemis" demi berlangsungnya perang nuklir
dengan melakukan manuver itu.
"Pemerintahan Trump mengemis untuk
perang nuklir, dengan melakukan pertaruhan nuklir yang sangat berbahaya
di semenanjung Korea," kata Kemlu Korut mengacu pada latihan gabungan
tahunan AS-Korsel, seperti dilansir Russia Today pada Senin (4/12).
"Masyarakat
internasional menganggap langkah AS sangat mengkhawatirkan dan terus
mengamati mereka dengan perhatian, dan kecemasan yang besar saat AS
asyik melakukan provokasi militer berturut-turut, dengan memobilisasi
aset strategis nuklirnya, dengan demikian mendorong situasi semenanjung
Korea sampai ke ambang krisis," sambungnya.
Kementerian tersebut
menyebut latihan gabungan itu sebagai sesuatu yang belum pernah terjadi
sebelumnya dalam ukuran, dan sifatnya untuk mensimulasikan situasi
perang yang sebenarnya. Kemlu Korut juga menyatakan upaya Washington
untuk "mengutuk" Korut dapat dilihat sebagai awal perang nuklir.
"Pyongyang
mengambil langkah-langkah sah, dan benar untuk memperkuat kemampuan
pencegahan nuklirnya yang defensif," ungkap kementerian itu.
Seperti
diketahui, latihan gabungan AS-Korsel yang bertajuk Vigilant Ace” yang
melibatkan 230 pesawat dimulai hari ini, hingga tanggal 8 Desember
mendatang. Manuver ratusan pesawat itu akan mempraktikan serangan
pura-pura atau simulasi terhadap objek nuklir dan rudal Korut.
Kementerian
Pertahanan Korsel menyatakan, latihan tempur udara gabungan yang ke-18
ini bersifat defensif. Ratusan pesawat, lanjut kementerian itu, mengasah
keterampilan mereka dengan menyerang objek-objek nuklir dan rudal Korea
Utara dalam skenario perang yang berbeda.
Manuver besar-besaran
yang akan berlangsung hingga 8 Desember tersebut berbeda dengan latihan
periode sebelumnya. Kali ini, AS menampilkan enam jet tempur siluman
F-22 Raptors, enam jet tempur F-35 dan enam pesawat EA-18Gs secara
bersamaan.
Pesawat pembom strategis B-1B Lancer Amerika juga ikut
dilibatkan. Selain 230 pesawat kedua negara, 12.000 personel militer
gabungan juga dikerahkan dalam latihan ini.
SEOUL
- Warga Korea Utara (Korut) yang membelot tapi pernah tinggal di dekat
lokasi uji coba senjata nuklir percaya bahwa para warga di lokasi tes
senjata tersebut terpapar radiasi berbahaya. Dia menyebut warga terkena
“penyakit hantu”, sebutan untuk penyakit yang tak dikenal.
”Begitu
banyak orang meninggal, kami mulai menyebutnya 'penyakit hantu',” kata
Lee Jeong Hwa, yang pada tahun 2010 melarikan diri dari rumahnya di
Distrik Kilju, tempat situs Punggye-ri, lokasi tes senjata nuklir.
“Kami
pikir kami sekarat karena kami miskin dan kami makan dengan buruk.
Sekarang kami tahu itu adalah radiasi,” lanjut Lee kepada NBC News, pada hari Minggu.
Lee
bukan satu-satunya pembelot yang percaya bahwa radiasi nuklir tersebut
menimbullkan korban jiwa bagi orang-orang yang tinggal di sana.
Surat kabar Korea Selatan, Chosun Ilbo,
pada bulan November lalu melaporkan bahwa hampir dua lusin pembelot
mengaku daerah sekitar Punggye-ri berubah menjadi ”padang gurun” di mana
vegetasi sedang sekarat dan bayi terlahir dengan kelainan fisik.
Pembelot
mengatakan bahwa air minum di daerah tersebut berasal dari Gunung
Mantap, tempat uji coba nuklir bawah tanah dilakukan pasukan Korut.
Rhee Yeong Sil mengatakan kepada NBC News
bahwa sebelum dia membelot pada tahun 2013, seorang tetangganya
melahirkan bayi yang dengan kondisi cacat sehingga tidak ada yang bisa
ditentukan jenis kelaminnya.
”Tidak ada alat kelamin,” kata Rhee.
”Di Korea Utara, bayi yang cacat biasanya terbunuh. Jadi orang tua
membunuh bayinya,” lanjut Rhee.
Lee menambahkan, Kementerian
Unifikasi Korea Selatan telah mengujinya bersama dengan para pembelot
lainnya. Namun, tidak ditemukan tanda-tanda kontaminasi karena radiasi
dari tes nuklir di tubuh mereka.
Korea Institute of Nuclear
Safety menyatakan, penyakit misterius yang dialami warga di sekitar
lokasi uji coba senjata nuklir Korut kemungkinan diasumsikan sebagai
kanker. Namun, penyebab penyakit itu karena uji coba senjata nuklir atau
tidak sulit untuk dikonfirmasi.
HONG KONG
- Kru pesawat Cathay Pacific yang terbang di atas wilayah udara Jepang
mengaku melihat rudal Korea Utara (Korut) yang diuji tembak pekan lalu
meledak dan hancur berantakan di atmosfer Bumi. Lokasi ledakan berada di
dekat pesawat yang sedang mengudara.
Senjata yang dites Pyongyang itu diklaim sebagai rudal balistik antarbenua (ICBM) Hwasong-15.
Perusahaan maskapai tersebut mengonfirmasi kepada BBC, Senin (4/12/2017) bahwa awak pesawatnya menyaksikan objek yang diduga kuat sebagai rudal masuk kembali ke atmosfer Bumi.
Pemandangan
itu terjadi di hari yang sama, yakni pada 29 November 2017 saat Korut
menembakkan ICBM Hwasong-15 yang diklaim mampu menjangkau daratan
Amerika Serikat (AS).
Mengutip laporan South China Morning Post, general manager operasional Cathay Pacific Mark Hoey telah mengatakan kepada staf maskapai tentang pemandangan tersebut.
”Hari
ini awak pesawat CX893 melaporkan, 'Maklum, kami menyaksikan ledakan
rudal DPRK dan berantakan di dekat lokasi kami saat ini',” kata Mark
Hoey mengutip laporan kru pesawat.
Meskipun pesawat tersebut dinyatakan aman dari tes rudal, namun risiko kecil tetap ada.
Tidak
seperti negara lain, Korea Utara biasanya tidak mengumumkan uji
misilnya. Artinya, uji tembak senjata berbahaya tersebut dilakukan tanpa
peringatan yang menimbulkan potensi risiko bagi pesawat terbang sipil.
Pyongyang
sejatinya memiliki akses ke data penerbangan sipil internasional,
sehingga bisa mempelajari wilayah udara rute pesawat sebelum peluncuran
rudal.
Sejauh ini, tak ada pesawat komersial yang jadi korban
atau terkena rudal Korut yang diuji tembak. Namun, maskapai Eropa dan
Amerika telah memperluas zona larangan terbang di sekitar wilayah udara
Korut.
Pada awal Agustus, masakapai Air France memperluas zona
larangan terbang setelah salah satu pesawatnya terbang mendekati jalur
rudal Korea Utara.
Kru Cathay Pacific Saksikan Uji Coba Rudal Korut dari Pesawat
Ilustrasi. (WikimediaImages/Pixabay)
Jakarta, CB -- Kru pesawat Cathay Pacific
dilaporkan sempat menyaksikan langsung momen uji coba rudal Korea Utara
saat sedang terbang di langit Jepang pada pekan lalu.
Hal ini
terungkap dalam pemberitaan South China Morning Post pada Senin (4/11)
yang memuat kesaksian salah satu manajer Cathay Pacific, Mark Hoey.
Dalam
berita tersebut, Hoey menuturkan bahwa semuanya bermula ketika pesawat
dengan nomor penerbangan CX893 lepas landas dari San Francisco menuju
Hong Kong pada 29 November.
Ketika pesawat melintasi langit Jepang, para kru terhenyak melihat satu
kejadian yang diduga momen ketika rudal Korut masuk kembali ke atmosfer
bumi sebelum meledak dan hancur.
“Perhatian, kita menyaksikan rudal Korut meledak dan hancur di
dekat lokasi kita sekarang ini,” ujar Hoey saat itu kepada seluruh
awaknya.
Meski demikian, Cathay Pacific memutuskan tidak mengubah
haluan penerbangannya. Namun, mereka tetap melapor ke menara pengatur
lalu lintas udara.
“Meski penerbangan kami jauh dari lokasi
kejadian, kru memberi kabar ke pengatur lalu lintas udara Jepang sesuai
dengan prosedur,” ucap Hoey, sebagaimana dikutip South China Morning Post.
Seorang mantan pilot yang kini menjadi anggota parlemen Hong Kong,
Jeremy Tam Man-ho, mengatakan bahwa insiden ini menimbulkan kekhawatiran
akan keselamatan penerbangan di sekitar kawasan Jepang dan Korea.
Jeremy
mengatakan, badan-badan keamanan penerbangan sipil dan biro keamanan
dari Hong Kong, Korea Selatan, Jepang, dan Rusia harus membentuk satu
panel untuk menyusun mekanisme berbagi informasi intelijen terkait
tanggapan militer jika insiden seperti ini terulang.
Kawasan ini
memang menjadi sorotan setelah Korut berulang kali mengancam bakal
meluncurkan rudal untuk menyerang Guam, wilayah Amerika Serikat di
Pasifik, dengan jalur melalui Jepang.
Hingga kini, Korut sudah tiga kali meluncurkan rudal yang melintasi wilayah Jepang sebelum jatuh dan hancur di samudera.
Awalnya,
para ahli sempat meragukan kemampuan senjata Korut tersebut. Namun,
rudal yang digunakan Korut dalam uji coba terakhir pada 9 November lalu
itu diakui dapat menjangkau seluruh penjuru AS.
AMMAN
- Yordania dilaporkan telah mengirimkan nota diplomatik kepada
pemerintah Israel terkait dengan situasi di al-Aqsa. Pengiriman nota
diplomatik adalah salah bentuk protes keras yang disampaikan satu negara
ke negara lain.
Nota diplomatik tersebut diketahui dikirim ke
Kementerian Luar Negeri Israel oleh Menteri Urusan Media, sekaligus juru
bicara pemerintah Yordania, Muhammad al-Momani.
Dalam nota
diplomatik itu, seperti dilansir Anadolu Agency pada Senin (4/12),
Yordania menuduh Israel mengizinkan ekstremis memasuki halaman Masjid
Al-Aqsa setiap hari di bawah perlindungan polisi Israel.
"Tindakan
provokatif dan tidak bertanggung jawab semacam itu dikutuk dan ditolak
dan melanggar kewajiban Israel sebagai penguasa pendudukan di Yerusalem
Timur di bawah hukum internasional dan hukum humaniter internasional,"
kata Al-Momani dalam nota diplomatik yang dikirim ke Tel Aviv.
Menteri
tersebut mengatakan bahwa tindakan ini melanggar semua norma dan piagam
internasional yang menekankan perlunya menghormati tempat-tempat
pemujaan bagi semua agama, dan dapat menimbulkan amarah umat Islam.
"Pemerintah
Israel telah mengizinkan para ekstrimis untuk naik ke atap Masjid
Qubbat al-Sakhrah (Dome of the Rock) pada hari Minggu, dalam upaya untuk
mengubah situasi historis dan hukum di Masjid al-Aqsa," ungkapnya.
Dia
menambahkan langkah provokatif semacam itu perlu segera dihentikan, dan
status sejarah masjid dipertahankan. Menteri tersebut juga menekankan
perlunya menghormati peran Yordania sebagai penanggung jawab
tempat-tempat suci di Yerusalem Timur, sesuai dengan sebuah perjanjian
damai antara kedua negara.
CB, AMMAN -- Pemerintah Yordania mengutuk keras
aksi kekerasan yang dilakukan Israel di kompleks Masjid al-Aqsha. Kantor
berita Petra, Ahad (3/12), melaporkan sejumlah perusuh dibiarkan aparat Israel memasuki lapangan Masjid al-Aqsha sehingga memicu keributan.
Juru
bicara menteri komunikasi Muhammad al-Momani mengatakan telah
mengirimkan surat protes kepada kementerian luar negeri Israel.
Menurutnya, tindakan aparat kepolisian Israel di sekitar Masjid al-Aqsha
begitu provokatif dan gegabah serta tidak mengindahkan norma-norma
hubungan internasional.
Hasutan Israel itu dapat menyulut kebencian besar dari kaum Muslim di
mana pun berada. Al-Momani menegaskan, para ekstremis Yahudi berupaya
mencapai Masjid Qubbat al-Sakhrah (Dome of the Rock). Upaya ini, lanjut
dia, tidak lepas dari propaganda Israel menghapus jejak sejarah umat
Islam atas Masjid al-Aqsha.
"Mereka harus segera menghentikan
cara-cara provokatif demikian. Mereka harus menjaga status historis dan
menghormati peran Yordania terhadap kompleks suci itu di Yerusalem
Timur, yang mana telah diakui melalui perjanjian damai di antara kedua
negara," demikian pernyataan Al-Momani.
Suasana Kota Yerusalem yang menjadi pusat
konflik Israel-Palestina. Presiden Donald Trump berencana mengumumkan
pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. (REUTERS/Ammar Awad)
Jakarta, CB -- Presiden Amerika Serikat
tidak akan mengumumkan keputusan untuk memindahkan Kedutaan Besar AS
dari Tel Aviv ke Yerusalem. Keputusan yang dianggap sebagai pengakuan
Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, langkah yang menuai kecaman dunia
lantaran posisi kota itu di pusaran konflik Israel-Palestina.
"Pengumuman
keputusan itu akan dibuat dalam beberapa hari mendatang," kata juru
bicara Gedung Putih Hogan Gidley kepada wartawan di atas pesawat
kepresidenan AS Air Force One, yang membawa Trump kembali dari lawatan
ke negara bagian Utah, Senin (4/12).
Trump dikejar tenggat untuk
memutuskan apakah akan menandatangani surat yang menangguhkan relokasi
Kedutaan AS dari Tel Aviv selama enam bulan ke depan, seperti yang
dilakukan para presiden AS sebelumnya sejak Kongres mengesahkan
undang-undang soal itu pada 1995.
"Presiden telah jelas dalam isu ini sejak awal. Bahwa ini
bukan masalah 'jika' melainkan masalah waktu," kata Gidley seperti
dilaporkan Reuters, Selasa (5/12)
Pejabat AS mengatakan Trump
diperkirakan bakal mengeluarkan perintah sementara, yang kedua sejak
dilantik sebagai presiden, untuk menunda pemindahan kedutaan, meski
selama kampanye, Trump berjanji akan merelokasi kedutaan AS ke
Yerusalem.
Para pejabat AS telah mengungkapkan bahwa Trump akan
mengumumkan pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel dalam sebuah
pidato, Rabu (6/12). Langkah terobosan dalam kebijakan luar negeri AS
dan dipastikan bakal memicu kekerasan di Timur Tengah. Namun, para
pejabat itu mengakui belum ada keputusan yang diambil.
Duta Besar
AS untuk Indonesia Josep R. Donovan pun menyatakan bahwa Trump belum
mengambil keputusan soal pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Hal itu dilakukan saat dipanggil Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk
menjelaskan perihal tersebut. Menlu RI menyampaikan keprihatinan atas
rencana Trump itu.
Palestina menginginkan Yerusalem Timur menjadi
Ibu Kota jika mereka merdeka nanti. Komunitas Internasional juga tidak
mengakui klaim Israel atas seluruh kota Yerusalem. Di kota itu terdapat
tempat suci tiga agama, Islam, Kristen dan Yahudi.
CB, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR RI Fraksi
PAN Hanafi Rais menanggapi kabar niatan Presiden AS Donald Trump
mengakui Yerussalem sebagai ibu kota Israel. Tentu menurutnya ini akan
membahayakan dan merusak segala proses perdamaian antara Israel dan
Palestina.
"Sebaiknya Trump membatalkan niat ini, kalau mau membawa perdamaian antara Palestina dan Israel," kata dia kepada Republika.co.id, Senin (4/12).
Dia
mengatakan, dalam setiap proses perdamaian dari berbagi macam putaran,
isu Yerussalem yang paling dihindari karena memang sangat sensitif. Maka
kalau tiba-tiba Trump hendak mengumumkan pengakuan ini, jelas akan
menyulut konflik baru. Bahkan tidal hanya konflik, tetapi juga perang
dengan dunia Arab dan Islam.
Menurutnya, pengakuan itu bisa
membahayakan dan makin memperparah ketidakstabilan politik global,
karena ini meyangkut tempat suci umat Islam. "Saya kira kita tunggu
saja, telah muncul protes dari berbagai pihak, bahkan yang ada di
Amerika," ujarnya.
Sebelumnya Trump dikabarkan akan mengumumkan
pengakuan tersebut pada Rabu (6/12) mendatang. Dalam pidato di sebuah
lembaga pada Ahad kemarin, Jared Kushner, penasihat utama sekaligus
menantu Trump menyatakan keleluasaan presiden untuk mengumumkan
niatannya pada waktu yang tepat.
Turki: Pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel Akan Sebabkan Bencana
ANKARA
- Turki menuturkan, jika Amerika Serikat (AS) akhirnya mengakui
Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, maka hal ini akan menimbulkan bencana
di kawasan. Menurut Ankara, konflik baru akan muncul di kawasan yang
sudah subur akan konflik tersebut.
Wakil Perdana Menteri Turki,
Bekir Bozdag menyatakan, status Yerusalem telah ditentukan oleh
kesepakatan internasional, dan bahwa pelestarian akan hal itu penting
untuk perdamaian di wilayah tersebut.
"Status Yerusalem dan Bukit
Bait Suci telah ditentukan oleh kesepakatan internasional. Penting
untuk mempertahankan status Yerusalem demi melindungi perdamaian di
wilayah ini," kata Bozdag.
"Jika langkah lain diambil, dan
kesepakatan ini dicabut, maka hal tersebut akan menjadi malapetaka
besar," sambungnya dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Reuters
pada Senin (4/12).
Sebelumnya, Yordania telah menyatakan hal
serupa. Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi kepada Menteri Luar
Negeri AS Rex Tillerson, saat keduanya berbicara melalui telepon
menegaskan bahwa sangat penting untuk mempertahankan status Yerusalem
untuk menghindari terjadinya ketegangan lebih lanjut.
Safadi
kemudian memperingatkan konsekuensi serius dari keputusan apapun untuk
mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel, mengingat status khusus
keagamaan, sejarah, dan nasional kota ini, tidak hanya penting bagi
orang Yordania dan Palestina, tapi juga di seluruh dunia Arab dan
Muslim.
Langkah tersebut, lanjut Safadi juga akan merusak upaya
Amerika untuk menghidupkan kembali perundingan perdamaian antara Israel
dan Palestina, dengan memperingatkan bahwa hal itu akan mengobarkan
kekerasan.
Palestina peringatkan AS agar tak pindahkan kedutaan besar ke Jerusalem
Mesjid Al Aqsa dilihat dari udara. Dia terletak di kota tua Jerusalem. (wikipedia.org)
Ramallah, Palestina (CB) - Seorang pejabat senior Palestina
pada Senin (4/12) menyeru Amerika Serikat (AS) agar menghindari setiap
tindakan yang akan mempengaruhi status quo atas Jerusalem.
Memindahkan Kedutaan Besar AS ke Jerusalem dan pengakuan AS atas
Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel takkan diterima dan akan membawa
resiko, kata Wakil Perdana Menteri Palestina Ziad Bu Amr selama
pertemuannya dengan Konsul Jenderal AS di Jerusalem.
Tindakan itu akan "menjadi pelanggaran dan bertolak-belakang dengan
peran Pemerintah AS sebagai penengah dan penjaga proses perdamaian",
kata pejabat Palestina tersebut.
"Itu akan membatalkan Amerika Serikat dari memainkan peran dalam
proses perdamaian dan akan menutup semua pintu bagi perundingan serius,
serta akan mendorong seluruh wilayah ini ke dalam ketidak-stabilan dan
ketegangan lebih besar," ia menambahkan.
Pemimpin Palestina akan terpaksa menghancurkan setiap kesepahaman
yang telah dicapainya dengan Amerika Serikat, kalau Pemerintah AS
memutuskan untuk mengubah pendiriannya mengenai Jerusalem, demikian
peringatan Amr, sebagaimana dilaporkan Xinhua --yang dipantau Antara di
Jakarta, Selasa pagi.
Pemerintah AS juga akan dianggap bertanggung-jawab bagi setiap
konsekuensi yang muncul akibat tindakannya mengenai Jerusalem, katanya.
Ia juga mendesak Amerika Serikat agar mempertimbangkan kembali
posisinya dan memelihara "sisa peluang" untuk mewujudkan perdamaian
antara Palestina dan Israel.
Media AS menyatakan Presiden AS Donald Trump sedang mempertimbangkan
untuk mengakui Jerusalem sebagai Ibu Kota Isrel dan mungkin
mengumumkannya pada Rabu.
Penasehat Trump, Jared Kushner, pada Ahad mengatakan presiden AS tersebut belum membuat keputusan mengenai pengakuan itu.
Trump pada Juni mengeluarkan keputusan untuk mempertahankan Kedutaan
Besar AS di Tel Aviv, tapi tidak jelas apakah ia akan mengulangi
keputusannya atau tidak.
Memindahkan Kedutaan Besar ke Jerusalem dipandang oleh Palestina sebagai provokasi dan penghancuran proses perdamaian.
Pembicaraan perdamaian antara Palestina dan Israel telah macet sejak
April 2014. Pembicaraan yang ditaja AS tersebut yang berlangsung selama
sembilan bulan saat itu tak memberi hasil nyata.
Yordania Wanti-wanti AS Soal Pengakuan Yerusalem Ibu Kota Israel
AMMAN
- Yordania mewanti-wanti Amerika Serikat (AS) mengenai rencana
pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Menurut Amman, pengakuan
tersebut akan menimbulkan konsekuensi yang amat serius.
Menteri
Luar Negeri Yordania Ayman Safadi kepada Menteri Luar Negeri AS Rex
Tillerson, saat keduanya berbicara melalui telepon menegaskan bahwa
sangat penting untuk mempertahankan status Yerusalem untuk menghindari
terjadinya ketegangan lebih lanjut.
"Perlu untuk menjaga status
historis dan legal Yerusalem dan menahan diri dari keputusan apapun yang
bertujuan untuk mengubah status tersebut," kata Safadi kepada
Tillerson, seperti dilansir Channel News Asia pada Senin (4/12).
Safadi
kemudian memperingatkan konsekuensi serius dari keputusan apapun untuk
mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel, mengingat status khusus
keagamaan, sejarah, dan nasional kota ini, tidak hanya penting bagi
orang Yordania dan Palestina, tapi juga di seluruh dunia Arab dan
Muslim.
Langkah tersebut, lanjut Safadi juga akan merusak upaya
Amerika untuk menghidupkan kembali perundingan perdamaian antara Israel
dan Palestina, dengan memperingatkan bahwa hal itu akan mengobarkan
kekerasan.
Sementara itu, Liga Arab dikabarkan akan menggelar
pertemuan luar biasa untuk membahas rencana AS tersebut. Asisten
Sekretaris Jenderal Liga Arab, Hossam Zaki, mengatakan bahwa perwakilan
Liga Arab akan segera mengadakan pertemuan mengenai Yerusalem pada hari
Selasa. Pertemuan ini digelar berdasarkan permintaan Palestina.
Akui Yerusalem Milik Israel, AS akan Picu Kemarahan Besar
Yerusalem
CB, WASHINGTON -- Menteri luar negeri Yordania
Ayman Safadi memperingatkan Amerika Serikat (AS)mengenai konsekuensi
berbahaya jika mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Safadi
mengaku telah memberi tahu Menlu AS Rex Tillerson bahwa deklarasi besar
itu dapat memicu kemarahan besar dari dunia Arab dan Muslim.
"Keputusan
semacam itu akan memicu kemarahan di dunia Arab, menjadi bahan bakar
ketegangan dan membahayakan usahaperdamaian," kata Safadi di Twitter
seperti dikutip BBC, Senin (4/12).
Tidak ada tanggapan langsung dari Departemen Luar Negeri AS.
Spekulasi Presiden AS Donald Trump akan memenuhi janji kampanyenya untuk
mengakui Yerusalem milik Israel itu semakin menguat. Namun menantu
Trump, Jared Kushner,mengatakan tidak ada keputusan yang dibuat.
Selama kampanye pemilihannya, Trump berjanji akan memindahkan
kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Sementara Presiden Palestina
Mahmoud Abbas sedang menggalang dukungan internasional untuk meyakinkan
Trump agar tidak membuat pengumumanseperti itu.
Otoritas Palestina mengungkapkan bahwa Abbas menelepon para pemimpin
dunia pada Ahad (3/12), termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron dan
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
"Dia ingin menjelaskan
bahaya dari keputusan apapun untuk memindahkan kedutaan AS ke
Yerusalematau menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota Israel," kata
penasihat Abbas, Majdial-Khalidi.
Sebelumnya para pemimpin
Palestina telah memperingatkan langkah tersebut akan mengancam solusi
dua negara. Israel telah menduduki Yerusalem Timur sejak perang
TimurTengah pada 1967.
Israel mencaplok area tersebut pada 1980. Di bawah hukum
internasional, daerah ni dianggap sebagai wilayah yang diduduki. Israel
juga menetapkan bahwa Yerusalem adalah ibu kota abadi dan tak dapat
dibagi. Tapi Palestina ingin Yerusalem Timur menjadi ibu kota negara di
masa depan.
Menlu Retno Marsudi bersama Menlu Palestina
Riyad al-Maliki saat KTT Asia-Afrika ke-60 pada April 2015 lalu. Menlu
RI memanggil Dubes AS di Jakarta terkait kabar bahwa Presiden Donald
Trump akan mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. (CNN
indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CB -- Menteri Luar Negeri Retno
Lestari Priansari Marsudi memanggil Duta Besar Amerika Serikat (AS)
untuk Indonesia, Joseph R. Donovan Jr ke kantornya di Gedung Utama
Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Senin (3/12).
Pemanggilan Dubes
AS tersebut terkait kabar soal rencana Presiden Donald Trump untuk
mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Pengakuan itu rencananya
bakal terwujud dengan pemindahan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke
Yerusalem.
Menurut kabar yang dilansir CNN, Sabtu (2/12)
lalu, Trump berencana melaksanakan janjinya saat kampanye pemilihan
presiden 2016 tersebut secepatnya pada Selasa (5/12).
"Menlu Retno sampaikan keprihatinan Indonesia terkait berita
rencana pengumuman pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel," tulis
Kementerian Luar Negeri lewat akun Twitter resminya, @Portal_Kemlu RI,
Senin (3/12).
Disebutkan pula bahwa kepada Dubes AS, Menlu Retno
menyatakan rencana pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel tersebut
akan mengancam proses perdamaian Israel-Palestina.
Menanggapi
pernyataan Menlu RI, Dubes AS menyampaikan bahwa Presiden Trump belum
mengambil keputusan final mengenai hal tersebut.
Rencana Trump memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem
dianggap sebagai pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Padahal
Yerusalem Timur diharapkan Palestina sebagai Ibu Kota-nya jika mereka
merdeka dari Israel.
Liga Arab berencana menggelar pertemuan
darurat yang khusus membahas rencana Trump mengakui Yerusalem sebagai
Ibu Kota Israel pada Selasa (5/12). Kementerian Luar Negeri Palestina
mengimbau Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga menggelar sidang
serupa.
Menlu RI Prihatin Rencana AS Akui Yerusalem Ibu Kota Israel
Menlu Retno Marsudi.
CB, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri RI Retno
Marsudi memanggil Duta besar Amerika Serikat (AS) Joseph R. Donovan Jr.
ke kantor Kementerian Luar Negeri RI pada Senin (4/12). Ia menyampaikan
keprihatinan Indonesia terkait rencana pengumuman pengakuan Yerusalem
sebagai ibu kota Israel.
"Menlu Retno menyatakan keprihatinan
Indonesia terkait rencana pengumuman pengakuan Yerusalem sebagai ibu
kota Israel," demikian menurut informasi dari Kemlu melalui Twitter, Senin (4/12). Ia juga menyampaikan bahwa rencana tersebut akan mengancam proses perdamaian antara Israel dan Palestina.
Menanggapi
pernyataan dari Retno tersebut, Joseph mengatakan, Presiden Amerika
Serikat (AS)Donald Trump belum mengambil keputusan final mengenai
masalah tersebut. Pernyataan ini juga disampaikan oleh juru bicara
Kementerian Luar Negeri Heather Nauertbahwa belum ada keputusan mengenai
hal itu.
Sebelumnya dikabarkan setelah berbulan-bulan mengadakan perundingan
yang intensif, Trump kemungkinan akan membaaut pengumuman pengakuan
tersebut pada pekandepan. Hal itu untuk menyeimbangkan antara tuntutan
politik domestik dantekanan geopolitik mengenai status Yerusalem yang
merupakan rumah bagi situssuci untuk Yahudi, Muslim dan Kristen.
CB, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri Republik
Indonesia Retno Lestari Priansari Marsudi memanggil Duta Besar Amerika
Serikat untuk RI Joseph R Donovan Jr ke kantor Kemenlu RI, Jakarta,
Senin (4/12). Dalam pertemuan itu, Menlu RI menyampaikan keprihatinan RI
terkait rencana pengumuman pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel
oleh Presiden AS Donald Trump.
"3. #MenluRetno sampaikan rencana
tersebut akan mengancam proses perdamaian Israel-Palestina," tulis akun
Twitter resmi Kemenlu RI @Portal_Kemlu_RI seperti dikutip Republika,
Senin (4/12) sore. Menanggapi pandangan Menlu RI, Dubes AS
menyampaikan, Presiden AS belum mengambil keputusan final mengenai
masalah ini.
Pernyataan Menlu RI konsisten dengan sikap Indonesia
terhadap situasi yang membelit Israel dan Palestina. Indonesia, dalam
berbagai kesempatan, selalu mendorong terciptanya solusi dua negara (two state solution).
"Indonesia adalah pendukung kuat bagi solusi dua negara dan negara
Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya,
tinggal berdampingan dengan Israel," katanya ketika menghadiri pertemuan
Hari Internasional untuk Solidaritas Bersama Masyarakat Palestina di
Jakarta, Kamis (30/11).
Menlu RI juga menyambut baik perjanjian
damai antara dua partai Palestina, yaitu Hamas dan Fatah, pada Oktober
lalu. Sebab, hal tersebut merupakan suatu kemajuan yang positif dalam
upaya mengatasi konflik di Palestina.
Kabar pengakuan Yerusalem
sebagai ibu kota Israel oleh Trump mengemuka sejak akhir pekan lalu.
Selain itu, presiden dari Partai Republik itu juga berencana memindahkan
Kedutaan Besar AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Batas
waktu bagi Trump untuk menandatangani pemindahan ini jatuh pada Senin
(4/12) waktu setempat atau Selasa (5/12) WIB. Namun, menantu sekaligus
Penasihat Trump Jared Kushner pada Ahad (3/12) waktu AS mengungkapkan
sang mertua mengambil keputusan.
"Presiden akan mengambil keputusan dan dia masih mengkaji berbagai
fakta yang berbeda. Ketika dia membuat keputusan, dialah yang akan
menjadi memberi tahu Anda, bukan saya," katanya seperti dikutip BBC.
Pekan
lalu, Gedung Putih telah mendapat peringatan dari pejabat kebijakan
luar negeri dan pejabat keamanan AS mengenai risiko terhadap diplomasi
dan keamanan Negeri Paman Sam jika Kedubes AS dipindahkan. Berbicara
kepada Fox News pada Ahad (3/12) waktu AS, Penasihat Keamanan Nasional Trump HR McMaster mengaku telah menyampaikan presentasi kepada Trump.
"Ada beberapa opsi terkait perpindahan kedutaan pada masa depan, yang
menurut saya, bisa Anda gunakan untuk mendapatkan momentum menuju
kesepakatan damai, dan sebuah solusi yang sesuai untuk Israel dan
Palestina," ujar McMaster.
Terkait perkembangan terkini perihal
rencana pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel sekaligus pemindahan
Kedubes AS dari Tel Aviv, Presiden Palestina Mahmoud Abbas berusaha
mengumpulkan dukungan diplomatik pada menit-menit akhir agar Trump
mengurungkan niatnya.
Abbas melakukan serangkaian panggilan telepon pada Ahad (3/12) waktu
Palestina dengan para pemimpin dunia. Ia menjelaskan, bahaya dari
keputusan Trump untuk memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke
Yerusalem dan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
"Langkah
Amerika Serikat terkait dengan pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota
Israel atau memindahkan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem, merupakan
ancaman bagi masa depan proses perdamaian dan tidak dapat diterima oleh
orang-orang Palestina, Arab, dan internasional," ujar Abbas seperti
dikutip Guardian, Senin (4/12).
Sejauh ini, seruan Abbas telah disampaikan ke sejumlah pemimpin
negara-negara Arab, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan Presiden Turki
Recep Tayyip Erdogan. Abbas khawatir seruan Palestina tidak akan
dipertimbangkan Gedung Putih.
Kantor berita negara Turki, Anadolu,
melaporkan Erdogan mengatakan kepada Abbas, negara Palestina yang
merdeka harus memiliki Yerusalem Timur sebagai ibu kota. Abbas juga
mengatakan, akan mengupayakan pertemuan dengan Organisasi Kerja Sama
Islam (OKI) dan Liga Arab untuk membahas masalah tersebut.
Yordania,
Presiden Liga Arab saat ini, akan mengundang anggota OKI dan Liga Arab
untuk bersidang jika pengakuan AS terhadap Yerusalem diperpanjang.
Mereka akan membahas langkah-langkah menghadapi konsekuensi dari
keputusan tersebut.
"Hal ini pada akhirnya dapat menghambat semua upaya perdamaian dan
memiliki risiko yang sangat tinggi untuk memprovokasi negara-negara Arab
dan Muslim serta komunitas Muslim di Barat," kata seorang diplomat
Yordania.
Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi mengaku telah
berbicara dengan Menlu AS Rex Tillerson terkait rencana Trump.
"Keputusan semacam itu akan memicu kemarahan di dunia Arab, menjadi
pemicu ketegangan, dan membahayakan usaha perdamaian," kata Safadi.
Kementerian Luar Negeri AS belum menanggapi pembicaraan antara Safadi
dan Tillerson.
Kontraproduktif Wakil Ketua
Badan Kerja Sama Antarparlemen (BKSAP) Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR RI) Rofi Munawar menilai, rencana Presiden Amerika
Serikat (AS) Donald Trump yang mendukung pemindahan ibu kota Israel dari
Tel Aviv ke Yerusalem sangat kontrproduktif dalam penyelesaian konflik
Palestina.
Menurut dia, langkah tersebut akan semakin meningkatkan konflik dan
ketegangan yang berkepanjangan di Timur Tengah. "Hal ini karena
Yerusalem merupakan salah satu episentrum perjuangan utama bagi bangsa
Palestina, karena adanya Al Quds," ujar Rofi di Jakarta, Senin (4/12).
Ia
mengatakan, relokasi kedutaan besar AS bersamaan dengan rencana
penetapan Yerusalem sebagai ibu kota Israel merupakan salah satu janji
kampanye Trump saat pemilihan presiden. Tapi, ironisnya, kebijakan luar
negeri AS ini secara faktual sangat merugikan dan tidak mempertimbangkan
kepentingan Palestina.
"Komunitas internasional dan PBB harus bersikap tegas terhadap
rencana Donald Trump ini. Adapun OKI harus mengambil inisiatif yang
lebih proaktif dalam menanggapi isu ini," ujar Rofi.
Mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.
Saleh dipastikan tewas dibunuh pemberontak Houthi di Sanaa, Senin (3/12)
(REUTERS/Khaled Abdullah/File Photo)
Jakarta, CB -- Mendiang mantan Presiden
Yaman Ali Abdullah Saleh, yang tewas dibunuh pemberontak Houthi, Senin
(3/12 pernah memerintah negeri di Semenanjung Arab itu selama lebih dari
tiga dekade. Saleh tetap berpengaruh dan berperan penting di Yaman
meski telah mengundurkan diri pada 2012.
Dia telah akrab dengan
politik Yaman yang rumit. Selamat dari perang saudara, pemberontakan di
wilayah utara, gempuran Al-Qaeda di selatan, serta lolos dari maut meski
sempat luka parah dalam serangan bom di Istana Kepresidenan pada Juni
2011.
Pada 2014, Saleh beraliansi dengan bekas musuhnya,
pemberontak Houthi yang beraliran Syiah dari wilayah utara Yaman.
Tujuannya membalas dendam terhadap orang-orang yang mendepaknya dari
kekuasaan.
Runtuhnya aliansi Saleh dengan Houthi berakibat fatal, Senin (3/12).
Bermata tajam dengan kumis yang khas, Saleh telah bertahun-tahun menjadi orang terkuat di Yaman.
Pada
2015, panel Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menuding Saleh melakukan
korupsi. Dia diduga mengumpulkan US$ 60 miliar selama berkuasa hingga
rakyat Yaman terpuruk dalam kemiskinan selama 33 tahun pemerintahannya.
Berasal
dari suku minoritas Zaidi, Saleh bergabung ke militer sejak berusia 20
tahun. Dia ikut dalam kudeta terhadap Imam Zaidi Yaman pada 1962.
Perang
sipil yang menyertainya enam tahun kemudian berakhir dengan kemenangan
kaum nasionalis yang didukung Mesir pada 1968. Mereka membentuk Republik
Arab Yaman, yang dikenal sebagai Yaman Utara.
Beberapa bulan
sebelumnya, penarikan pasukan Inggris di Yaman Selatan telah membentuk
Republik Demokratik Rakyat Yaman yang beraliran komunis.
Reunifikasi
Saleh menunjukkan kepemimpinannya sejak dini. Kariernya sebagai pemimpin militer dan politik di Yaman Utara terus menanjak.
Pasca
pembunuhan Presiden Ahmad al-Shashmi pada Juni 1978, Majelis Konstituen
memilih Saleh, saat itu berpangkat Kolonel, menjadi Presiden Yaman
Utara.
Dia memilih orang-orang terdekatnya, terutama
saudara-saudaranya untuk menempati pos-pos militer dan keamanan yang
penting. Saleh pun berhasil menyatukan Yaman Utara dan Selatan pada
1994.
Pada pemilu 1999, Saleh berhasil menjadi presiden terpilih
pertama Yaman dengan memenangkan lebih dari 96 persen suara. Namun masa
pemerintahannya mendapat kecaman luas. Saleh dituduh membungkam para
pemberontak dan kalangan oposisi yang mengkritik pemerintahannya.
Dalam
perang melawan Al-Qaeda, Saleh bersekutu dengan Amerika Serikat. Atas
restu Saleh, Amerika Serikat menggelar serangan drone pertama yang
membunuh pemimpin Al-Qaeda Yaman, Qaed Salim Sinan Al-Harithi.
Kekuasaannya
goyah oleh aksi menyusul gerakan Arab Spring dari Tunisia yang menular
ke Yaman pada 2011. Saleh dilarikan ke Arab Saudi setela menderita luka
bakar yang parah dalam serangan bom di Istana Kepresidenan, Juni 2011.
Dia mundur pada Februari 2012 di bawah kesepakatan yang membebaskannya
dari segala tuntutan hukum.
Sementara lawan-lawannya menyebut dia
sebagai tiran, Saleh menggambarkan dirinya sebagai 'penyelamat' tak
lama setelah dia mengundurkan diri pada Februari 2012. Saleh juga pernah
menggambarkan bahwa memerintah Yaman seperti "menari di atas kepala
ular-ular."
CB, SANAA-- Kematian mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh menimbulkan keraguan tentang masa depan negara yang dilanda perang tersebut. Menurut
beberapa analisis, sebuah perang koalisi pimpinan Saudi melawan
pemberontak Houthi kemungkinan akan meningkat dengan kematian Saleh.
Seorang analis politik King's College London, Andreas Krieg
mengatakan situasi di Yaman untuk jangka pendek akan menjadi tidak aman
dan bahkan lebih buruk dari sebelumnya.
Meski masih belum jelas
apakah aliansi di lapangan akan bergeser, Krieg yakin hal tersebut
pasti akan terjadi. "Pengeboman koalisi sudah cukup buruk, sekarang akan
ada tingkat perang sipil yang baru," katanya.
Dilansir di Aljazirah,
Selasa (5/12), Saleh terbunuh pada Senin oleh pemberontak Houthi yang
merupakan mantan sekutunya. Kematiannya dianggap sebagai pukulan yang
sangat besar bagi pasukannya.
"Rumahnya dikepung selama dua hari
terakhir dan hari ini mereka menyerang rumah tersebut. Dia lolos tapi
dia ditemukan di sebuah kendaraan yang bentrok dengan pasukan
pemeriksaan Houthi," kata pemimpin redaksi Yaman Post.Hakim al-Masmari
dari ibukota Yaman, Sanaa.
Masmari mencatat kematian Saleh dapat menyebabkan koalisi pimpinan Saudi untuk lebih meningkatkan operasi militernya.
Saleh,
yang memerintah Yaman selama lebih dari tiga dekade memainkan peran
penting dalam perang sipil yang sedang berlangsung di negara tersebut.
Ia telah meminta koalisi pimpinan Saudi untuk membuka blokadenya dalam
sebuah pidato di televisi pada Sabtu.
Dia juga secara resmi
memutuskan hubungan dengan Houthi. Ia mengatakan akan sangat terbuka
untuk berdialog dengan koalisi militer yang telah berperang dengan
aliansi pemberontaknya selama lebih dari dua tahun.
Arab Saudi memuji keputusan Saleh ini..
Pada
2015, Arab Saudi, bersama dengan negara-negara Muslim Sunni lainnya,
secara militer melakukan intervensi di Yaman untuk mengembalikan
pemerintahan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang digulingkan oleh
kelompok Houthi tahun sebelumnya.
Aliansi Saleh yang rapuh dengan
kepemimpinan Houthi sebagian besar dipandang sebagai sesuatu yang
integratif, menyatukan partai Kongres Rakyat (GPC) dan fraksi Houthi
Ansar Allah, yang saling bertentangan satu sama lain di masa lalu.
Sejak
perpecahan baru-baru ini, koalisi tersebut telah mengintensifkan
serangan udara di daerah-daerah yang dikuasai Houthi di Sanaa, yang
menargetkan bandara dan kementerian dalam negeri.
Sementara itu, Direktur program Timur Tengah untuk Kelompok Krisis
Internasional, Joost Hiltermann mengatakan perputaran aliansi
Houthi-Saleh akan meningkatkan fragmentasi dan konflik dengan adanya
unsur balas dendam.
"GPC Saleh, partai penting di pusat, dapat
mengalami fraktur lebih jauh, dengan banyak orang bergabung dengan
pejuang anti-Houthi. Dan tidak ada yang menang," kata Hiltermann.
Ia
mengatakan perkembangan terakhir yakni kemunduran besar bagi koalisi
pimpinan-Saudi, yang mencakup Uni Emirat Arab (UEA) sebagai pemain
kunci.
"Mereka mempertaruhkan harapan mereka pada Saleh
menundukkan Houthi, tapi keadaan tampaknya berubah secara berbeda. Ini
menunjukkan kekalahan pendekatan militer mereka terhadap perang," kata
Hiltermann.
Awal tahun ini, serangkaian email yang bocor
mengungkapkan keinginan Arab Saudi untuk mengakhiri perang di Yaman
selama pembicaraan dengan mantan pejabat AS.
Meskipun tidak ada
langkah-langkah resmi untuk menarik diri dari konflik tersebut,
Hiltermann mengatakan Riyadh saat ini memiliki lebih sedikit pilihan
untuk keluar dari perang tersebut..
"Jika mereka memutuskan untuk
melipatgandakan pemboman udara, warga sipillah yang akan menderita - di
atas malapetaka kemanusiaan yang telah kita lihat di Yaman," katanya.
Koalisi
yang dipimpin Saudi memberlakukan blokade pada Oktober di negara
Semenanjung Arab, di mana hampir 80 persen penduduk membutuhkan bantuan
kemanusiaan untuk bertahan hidup.
Pekan lalu, di tengah
meningkatnya tekanan internasional atas penderitaan jutaan orang Yaman,
beberapa bantuan kemanusiaan diizinkan memasuki Yaman.
CB, JEDDAH - Presiden Yaman Abed Rabbo Mansour
Hadi mengajak warganya untuk bangkit melawan milisi Houthi yang didukung
Iran. Seruan ini dikeluarkan setelah Houthi baru saja membunuh mantan
sekutu mereka, yaitu mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.
Dalam sebuah pidato televisi, Hadi mengatakan tentara
Yaman yang telah mengepung Sanaa. Mereka siap mendukung semua upaya yang
bertujuan untuk memberantas Houthi.
Pemerintah Yaman yang sah telah memperluas jangkauannya
ke semua warga Yaman, yang tulus berjuang demi memulai halaman baru di
masa depan negara tersebut. Mereka akan membangun Yaman baru berdasarkan
pluralisme, demokrasi, dan kebebasan.
"Yaman sedang melewati titik balik yang menentukan, yang
membutuhkan persatuan dan keteguhan kita dalam menghadapi milisi
sektarian ini. Ayo bantu kami untuk mengakhiri mimpi buruk ini," kata
Hadi, Senin (4/12), dikutip Arab News.
Saleh dibunuh pada Senin (4/12) oleh milisi Houthi, dua
hari setelah dia berselisih pendapat dengan sekutu-sekutunya. Milisi
menyerbu rumah Saleh di ibu kota Sanaa, dan mantan pemimpin tersebut
melarikan diri ke selatan menuju kampung halamannya di Sanhan.
Orang-orang bersenjata Houthi berhasil menghentikan
konvoi empat kendaraan Saleh, 40 km dari ibu kota, dan melepaskan
tembakan. Saleh (75 tahun) tewas bersama Sekretaris Jenderal Partai
Kongres Rakyat Umum Arif Al-Zouka dan wakilnya, Yasir Al-Awadi.
Rekaman video yang diunggah ke media sosial menunjukkan
tubuh Saleh tidak bergerak dengan luka kepala yang menganga, matanya
terbuka, dan darah menodai kemejanya. Rekaman itu menunjukkan Houthi
membawa mayat Saleh dengan selimut dan membuangnya ke dalam truk pickup.
Saleh memerintah Yaman selama lebih dari 30 tahun,
kemudian membangun aliansi dan memainkan satu suku dengan yang lain. Dia
pernah menggambarkan pemerintahan di negara itu seperti menari dengan
ular di kepala.
Saleh digantikan oleh wakilnya, Hadi, pada 2012. Namun
Saleh kemudian bergabung dengan Houthi untuk melakukan kudeta terhadap
pemerintahan Hadi.
Arab Saudi membentuk koalisi militer pada 2015 untuk
memulihkan pemerintahan Hadi yang telah diakui secara internasional. Tak
disangka, pada Sabtu (2/12), Saleh justru memunggungi Houthi dan
menawarkan perundingan dengan koalisi pimpinan Arab Saudi.
Juru bicara pemerintahan Hadi, Rajeh Badi, mengatakan
hari terbunuhnya Saleh adalah hari yang paling menyedihkan dalam sejarah
Yaman. Dia mengatakan pembunuhan tersebut merupakan kejahatan lain yang
dilakukan milisi Houthi yang didukung Iran.
Pembunuhan tak manusiawi Saleh memaksa semua warga Yaman
untuk berdiri di belakang pemerintahan yang sah, untuk melawan milisi.
Milisi hanya membawa kekacauan dan kehancuran di Yaman dan bertujuan
untuk melaksanakan agenda Iran di wilayah tersebut.
"Tindakan ini adalah bukti, milisi ini mengadopsi
ideologi pengucilan. Kami menyerukan kepada orang-orang Yaman untuk
membuat pembunuhan Ali Abdullah Saleh menjadi titik balik dalam sejarah
Yaman dan mendorong semua orang untuk bergabung dalam barisan dengan
pemerintah yang sah untuk melawan para teroris yang jahat," kata Hadi.
Para pendukung mantan Presiden Yaman Ali
Abdullah Saleh. Saleh dipastikan tewas dibunuh oleh pemberontak Houthi.
(REUTERS/Khaled Abdullah)
Jakarta, CB -- Pemimpin partai dan orang
kuat mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh memastikan Saleh telah
tewas.
"Dia menjadi martir dalam mempertahankan republik," kata
Faiqa al-Sayyid, pemimpin Kongres Rakyat Umum (General People's
Congress/GPC). Dia menyalahkan pemberontak Houthi atas pembunuhan Saleh
di selatan Ibu Kota Sanaa.
Sayyid mengatakan Saleh dan pejabat
penting partai lainnya ditembaki pemberontak Houthi saat berusaha
menyelamatkan diri dari Ibu Kota Sanaa yang dikuasai pemberontak menuju
wilayah yang dikuasai loyalis Saleh.
Sumber
militer mengatakan milisi pemberontak Houthi menghentikan konvoi empat
kendaraan rombongan Saleh sekitar 40 kilometer selatan Sanaa. Mereka
menembak mati Saleh, Sekjen GPC Arif al-Zouka dan wakilnya Yasir
Al-Awadi
Pembunuhan Saleh terjadi setelah mantan presiden Yaman
itu memutuskan aliansi dengan Houthi yang telah berlangsung selama tiga
tahun terakhir, Sabtu (2/12) lalu.
Saleh menyatakan siap bernegosiasi dengan Arab Saudi untuk membuka
blokade yang telah melumpuhkan Yaman dan mengakhiri krisis kemanusiaan
di negeri itu.
Langkah mantan Presiden Yaman untuk menghentikan
aliansinya dengan Houthi terbukti fatal. Saat pertempuran sengit masih
berlangsung di Sanaa, Senin (3/12), pemberontak Houthi mengumumkan
tewasnya Saleh.
Aksi Horor Houthi, Kepala Eks Presiden Yaman Diberondong Tembakan
SANAA
- Sumber dari Kongres Rakyat Umum Yaman mengonfirmasi bahwa pemimpin
mereka yang juga mantan presiden Ali Abdullah Saleh tewas pada hari
Senin dalam bentrokan sengit dengan pemberontak Houthi di Ibu Kota
Sanaa. Saleh dilaporkan dibunuh dengan puluhan tembakan di kepala dan
perut.
Sebuah video menunjukkan Saleh terbaring di atas selimut
yang dikelilingi oleh milisi Houthi yang merayakan kematiannya. Video
klip pendek yang ditayangkan di saluran televisi pro-Houthi juga
mengonfirmasi laporan bahwa Saleh tewas akibat ditembaki di bagian
kepala.
Sebelum mantan presiden Yaman tersebut dibunuh, pada hari
yang sama milisi pemberontak Houthi meledakkan rumah Saleh di pusat Ibu
Kota Sanaa.
Malam
sebelum pembunuhan, Saleh secara resmi mengumumkan pembubaran
kemitraannya dengan milisi Houthi. Kedua pihak sebelumnya bersekutu
melawan pemerintah Presiden Yaman Abd Rabbo Mansour Hadi yang dibela
koalisi Teluk pimpinan Arab Saudi.
”Nol jam akan datang ke medan
perang di Sanaa. Negara itu harus diselamatkan dari kegilaan kelompok
Houthi,” kata Saleh dalam sebuah pernyataan pada hari Senin pagi atau
beberapa jam sebelum dia dibunuh, seperti dikutip Al Arabiya, Selasa (5/12/2017).
Foto terbaru yang tersebar di media-media Yaman juga menunjukkan kelompok bersenjata Houthi menyerang mobil Saleh saat konvoi.
Seorang sumber mengatakan kepada Al Arabiya bahwa
Saleh meninggalkan rumahnya di Sanaa dengan satu mobil bersama dengan
putranya dan dua anggota terkemuka partai Kongres Rakyat Umum Yaman.
Mobil
Saleh, lanjut sumber tersebut, tiba di daerah Sayan, beberapa kilometer
dari Desa Beit al-Ahmar di Sanhan. Rombongan Saleh kemudian dikepung
tujuh mobil yang penuh dengan militan Houthi.
”Mobil yang membawa Saleh tidak bisa lepas karena tujuh mobil Houthi benar-benar menghalanginya,” kata sumber tersebut.
Menurut
laporan media lokal, militan Houthi memaksa mantan presiden Saleh dan
teman-temannya keluar dari mobil. Sejenak kemudian, perut dan kepala
Saleh diberondong tembakan. Beberapa sumber mengatakan setidaknya 35
peluru amunisi ditembakkan.
Khaled, putra Saleh, dilaporkan terluka dan ditangkap oleh milisi
Houthi. Sedangkan nasib Tariq Saleh, keponakan Saleh, dan Arif Zuka,
Sekretaris Jenderal Partai Kongres, masih tetap menjadi misteri.
Abdullah Saleh Dibunuh Saat Melarikan Diri ke Arab Saudi
Konflik Yaman
CB,SANAA -- Pemberontak Houthi di Yaman
mengklaim mereka telah membunuh mantan sekutu mereka, Ali Abdullah
Saleh. Mantan presiden Yaman tersebut dilaporkan ditembak mati oleh
penyerang Houthi pada Senin (4/12) setelah konvoi lapis bajanya
melarikan diri dari ibu kota yang dikuasai pemberontak yaitu Sanaa ke
Marib.
Pertarungan antara Houthi dan pasukan yang setia kepada Saleh pecah
di Sanaa terjadi pekan lalu setelah berbulan-bulan
meningkatnya ketegangan dan tuduhan Saleh berusaha untuk beralih dalam
perang sipil. Houthi dan Partai Kongres Rakyat Umum (General
People's Congress/GPC) dulunya bersekutu melawan Presiden Abdrabbuh
Mansour Hadi yang diasingkan.
Dalam sebuah pidato panjang yang disiarkan di televisi Houthi,
pejabat tinggi Abdul-Malek al-Houthi mengatakan bahwa kematian Saleh
adalah hasil dari pengkhianatannya.
Juru bicara Houthi Abdel-Rahman al Ahnomi juga mengkonfirmasi
pada hari Senin bahwa sebuah video mengerikan yang beredar luas di
media sosial menunjukkan mayat Saleh.
Dalam cuplikan tersebut, mengingatkan pada kematian pemimpin
Libya Muammar Gaddafi di tangan bangsanya sendiri pada 2011. Tubuh
Saleh terbawa dalam selimut, darah terlihat di kemejanya. Matanya
terbuka dan berkaca-kaca serta mengalami luka kepala serius. Kemudian
pria bersorak dan mengikat tubuhnya ke sebuah truk.
Sebelumnya, Stasiun TV yang dikendalikan Houthi melaporkan
mantan presiden Yaman telah terbunuhLaporan awal Saleh telah terbunuh
datang setelah rumahnya di ibukota diledakkan oleh mortir Houthi.
Bentrokan di kota tersebut dalam beberapa hari terakhir
telah menewaskan setidaknya 125 orang dan melukai lebih dari 200
orang. Sementara pada Senin malam pertempuran tersebut tampaknya
mereda, kematian Saleh membuka sebuah babak baru dalam konflik
berdarah tersebut.
"Yaman saat ini bukan Yaman kemarin," kata Adam Baron, mantan
penduduk Sanaa dan rekannya di Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa,
mengatakan kepada The Independent seperti dikutip, Selasa (5/12).
"Yang jelas adalah bahwa permainan telah berubah. Satu hal
yang tampaknya pasti adalah konflik dan penderitaan bagi orang-orang
Yaman. Beberapa hari sebelumnya pada hari Sabtu, Saleh mengatakan bahwa
dia ingin "membalik halaman" dalam hubungan dengan koalisi
pimpinan-Arab Saudi, yang menghasilkan harapan baru untuk kesepakatan
damai setelah perang yang telah menemui jalan buntu selama hampir tiga
tahun.
Namun, ucapan tersebut pada akhirnya menyebabkan pertempuran intra-pemberontak di Sanaa, dan kematiannya sendiri.
Presiden Hadi dan sekutu-sekutunya di Arab Saudi mengatakan pada
Senin (4/12) bahwa pemerintah yang diasingkan akan meluncurkan serangan
baru untuk merebut kembali ibu kota tersebut. Inggris mengecam blokade
di Suriah tapi tidak di Yaman. Lebih dari 20 juta orang Yaman - dua
pertiga penduduk telahbergantung pada bantuan kemanusiaan sejak perang
sipil meletus pada Maret 2015.
Lebih dari 10.000 orang telah meninggal dalam konflik sampai saat
ini akibat kekerasan, epidemi kolera terbesar di dunia, kelaparan
dan penyakit lainnya. Badan-badan bantuan memperingatkan statistik
angka sebenarnya cenderung jauh lebih tinggi.
Sementara beberapa bantuan telah diizinkan masuk ke Sanaa dan
pelabuhan utama Hodeida,. Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) dan
badan-badan bantuan memperingatkan bahwa tanpa akses yang tidak terbatas
terhadap barang-barang seperti bahan bakar, untuk generator yang
memberi wewenang rumah sakit dan merawat air minum, negara ini masih
berada di jalur kelaparan berskala besar.
Yaman yang merupakan negara termiskin di dunia Arab sebelum
perang pecah telah mengalami kerusuhan sejak demonstrasi Musim Semi Arab
2011 yang menggulingkan Saleh.
Mantan presiden tersebut memerintah Yaman selama 30 tahun sampai
akhirnya dipaksakan lengser dari jabatannya pada 2012,
menyerahkan kendali kepada wakilnya, Presiden Hadi.
Ilustrasi pertempuran di Sanaa, Yaman. (AFP Photo/Mohammed Huwais)
Jakarta, CB -- Stasiun radio yang
dikelola Kementerian Dalam Negeri pemerintahan pemberontak Houthi
melaporkan mantan Presiden Ali Abdullah Saleh, mantan sekutu yang kini
menjadi musuh mereka, tewas dalam pertempuran yang berkecamuk di Ibu
Kota Sanaa. Walau demikian, kabar ini masih belum bisa dikonfirmasi
secara resmi.
Rekaman tak terverifikasi yang disebarkan melalui
media sosial menunjukkan jenazah yang mirip dengan Saleh. Kelompok
bersenjata di sekitarnya membuka selimut jenazah dan berteriak
"Alhamdulillah!" dan "hey Ali Affash!", nama lain Saleh.
Stasiun radio itu menyatakan televisi resmi Houthi akan segera menyiarkan rekaman yang menunjukkan jenazah Saleh.
Partai Saleh ketika dikonfirmasi Reuters menampik bahwa
pemimpinnya tewas dan menyatakan Saleh masih memimpin pasukan dalam
pertempuran hebat di Sanaa. Pertempuran selama enam hari itu telah
menewaskan setidaknya 125 orang dan melukai 238 lainnya, menurut Komisi
Palang Merah Internasional.
Keberadaannya hingga kini masih belum diketahui dan ia belum tampil di muka publik sejak dilaporkan tewas.
Sebelumnya,
pasukan Houthi meledakkan rumah Saleh di Sanaa dan menerima serangan
udara dari koalisi pimpinan Arab Saudi untuk hari kedua, kata sejumlah
warga.
Operasi udara Saudi, didukung oleh Amerika Serikat dan senjata serta
intelijen negara Barat lainnya, telah menewaskan ribuan warga sipil tapi
belum bisa memberikan hasil positif untuk koalisi dalam kampanye selama
tiga tahun untuk mengembalikan pemerintahan yang diakui internasional.
Saudi kehilangan sekutu, mantan Presiden Yaman dikabarkan tewas
Arsip: Warga membawa jasad seorang pria
yang mereka temukan di lokasi serangan udara di kota Saada, barat laut
Yaman, Rabu (1/11/2017). (REUTERS/Naif Rahma)
Sanaa (CB) - Mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh tewas
dalam perang melawan petempur sekutu Iran, Houthi, di kota Sanaa, kata
stasiun televisi milik Arab Saudi, Al-Arabiya.
Al-Arabiya mengutip keterangan sejumlah sumber dari Kongres Rakyat
Umum, yang dipimpin Saleh. Sumber itu mengatakan bahwa mantan presiden
itu, yang baru saja memutuskan memihak sekutu pimpinan Arab Saudi dalam
perang Yaman, tewas oleh tembakan jarak jauh.
Sementara itu, video dari kelompok Houthi menunjukkan sesosok mayat, yang diduga jenazah Saleh.
Stasiun radio dikuasai pemerintahan Houthi adalah yang pertama
melaporkan kematian Salah. Namun, pada saat itu, Kongres Rakyat Umum
membantah kabar tersebut, dengan menyatakan bahwa ia masih memimpin
pasukan di Sanaa.
Pada Senin pagi, pasukan Houthi menghancurkan rumah Saleh di Sanaa, kata warga setempat.
Sementara itu, serangan dari udara dari koalisi internasional
pimpinan Saudi, yang juga didukung oleh Amerika Serikat dan persenjataan
negara-negara Barat, telah menewaskan ratusan warga sipil namun gagal
mendapatkan kemajuan berarti dalam perang untuk mengembalikan kekuasaan
Presiden Abdurrabbu Mansour Hadi.
Pasukan Saleh, yang pada awalnya merupakan sekutu Houthi, terus
terdesak oleh kelompok milisi tersebut pada hari keenam perang dalam
kota yang menewaskan sedikitnya 125 orang dan meluakai 238 lainnya,
demikian data dari Komite Internasional Palang Merah.
"Kami tengah membantu sejumlah rumah sakit utama di Sanaa yang saat
ini sangat membutuhkan peralatan pertolongan untuk korban perang," kata
juru bicara Palang Merah, Iolanda Jaquemet di Jenewa.
"Kami juga tengah meminta bantuan kantong jenazah untuk rumah sakit
setempat dan berharap bisa menyuplai mereka dengan bahan bakar karena
mereka bergantung pada generator," kata dia.
PBB sendiri mendesak agar perang dihentikan sementara demi tujuan
kemanusiaan pada jam 10.00 sampai 16.00 waktu setempat, agar para warga
sipil bisa mencari perlindungan.
Koordinator humaniter PBB di Yaman, Jamie McGoldrick, mengatakan
bahwa jalanan di Sanaa telah menjadi "medan pertempuran" dan para
pekerja kemanusiaan "masih terkepung".
Penggabungan pasukan Saleh ke kubu Saudi sebenarnya diharapkan
segera menyelesaikan perang "wayang" berkepanjangan Arab Saudi dengan
Iran, yang memakan korban lebih dari 10.000 warga Yaman.
Pada Minggu lalu, Saleh secara resmi memutus hubungan dengan Houthi dan berjanji untuk memerangi mantan sekutunya itu.
Saleh, yang menguasai masyarakat suku bersenjata di Yaman selama 33
tahun sebelum mundur dalam gelombang Kebangkitan Arab pada 2011,
sebelumnya adalah sekutu Houthi dalam memerangi pengikut presiden Hadi.
Namun, mereka berebut kekuasaan di atas wilayah yang mereka rebut
bersama, termasuk Sanaa, yang direbut oleh Houthi pada 2014 lalu.
Perebutan kekuasaan itu berkembang menjadi perang terbuka mulai Rabu
pekan lalu.
Di PBB, Sekretaris Jenderal Antonio Guterres mendesak semua pihak
berperang menghentikan serangan, baik udara maupun darat. Dia juga
meminta penghentian impor ke negara tersebut dibuka karena jutaan
anak-anak, perempuan, dan warga terancam kelaparan, penyakit, dan
kematian, demikian Reuters.
SANAA
- Kelompok milisi Houthi mengklaim telah menewaskan mantan Presiden
Yaman Ali Abdullah Saleh dalam sebuah serangan terhadap kediamannya di
Sanaa. Saleh pada awalnya adalah sekutu dari Houthi.
Melansir
Reuters pada Senin (4/12), Houthi diketahui telah berhasil meledakkan
kediaman Saleh. Melalui sebuah pernyataan yang diumumkan melalui radio
Kementerian Luar Negeri Yaman yang dikontrol Houthi, disebutkan bahwa
Saleh tewas dalam serangan itu.
Namun, pihak Saleh
membantah bahwa pemimpin mereka telah terbunuh, dan mengatakan bahwa dia
terus memimpin dalam bentrokan melawan Houthi di ibukota Sanaa.
Sayangnya, mereka enggan merinci lebih lanjut mengenai kondisi dan
lokasi Saleh saat ini.
Di awal konflik Yaman, Saleh memutuskan
untuk berkoalisi dengan pasukan Houthi. Tentara Yaman yang setiap pada
Saleh dan Houthi bersama-sama menggempur pasukan pro-pemerintah Yaman.
Pekan
lalu Saleh membuat langkah yang mengejutkan. Saleh mengatakan ia siap
untuk membuka "halaman baru" dalam hubungan dengan koalisi pimpinan Arab
Saudi, jika koalisi Arab menghentikan serangan terhadap negaranya.
Akibat
pernyataan ini, hubungan Saleh, dan Houthi yang memang tengah memburuk,
langsung meledak. Bentrokan hebat antara pasukan Saleh, dan Houthi
pecah di Sanaa tidak lama setelah Saleh menyampaikan pernyataan
tersebut.
LONDON
- Gerakan masyarakat Inggris siap turun ke jalan untuk melakukan
demonstrasi terbesar dalam sejarah negara tersebut untuk memprotes
kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Februari 2018.
Gerakan
demo besar-besaran bertajuk “The Stop Trump” ini digagas wartawan dan
penulis Owen Jones. Hanya dalam tempo satu jam setelah gerakan itu
diumumkan di Facebook, ribuan orang menyatakan tertarik untuk bergabung.
Presiden
AS itu dilaporkan berencana mengunjungi Inggris pada pekan terakhir
Februari 2018 setelah jadawal kunjungan sebelumnya dibatalkan karena
tindakan kontroversial Trump yang memicu kecaman pemerintah Perdana
Menteri Theresa May. Tindakan Trump itu adalah me-retweet video
anti-Muslim yang diunggah kelompok First Britain.
Sunday Times dalam laporannya mengatakan bahwa Trump akan membuka kedutaan AS yang baru di London pada tanggal 26 dan 27 Februari.
Pemimpin
kampanye “The Stop Trump” mengatakan bahwa pihaknya berharap unjuk rasa
nanti akan menjadi “demonstrasi terbesar dalam sejarah Inggris” untuk
memprotes kunjungan Trump.
Kampanye ini juga akan menyerukan penangkapan pemimpin AS tersebut oleh warga Inggris karena hasutan terhadap kebencian rasial.
”Jika
Donald Trump mencoba menyelinap masuk ke Inggris untuk membuka Kedutaan
Besar AS pada tanggal 26/27 Februari 2018 dan juga bertemu dengan
Theresa May di Downing Street, dia akan disambut oleh satu juta dari
kita yang mencoba menangkapnya karena hasutan untuk kebencian rasial,”
bunyi kampanye yang didirikan Owen Jones, yang dikutip Senin
(4/12/2017).
Penyelenggara kampanye “The Stop Trump” mengatakan
lebih dari satu juta orang akan turun ke jalan untuk memprotes kunjungan
Trump tersebut. Demo itu akan menjadi demo terbesar setelah aksi
jalanan menentang perang Irak pada tahun 2003.
WASHINGTON
- Perwakilan Amerika Serikat (AS) di PBB memutuskan untuk menarik diri
dari kesepakatan yang ditujukan untuk memperbaiki kebijakan migran dan
pengungsi. Menurut pewakilan AS, kesepakatan itu tidak sesuai dengan
kepentingan Washington.
"Misi AS untuk PBB telah menginformasikan
kepada Sekretaris Jenderal PBB, bahwa AS telah mengakhiri
keikutsertaannya dalam Global Compact on Migration," kata perwakilan AS
di PBB dalam sebuah pernyataan.
Hal ini ditegaskan oleh Duta
Besar AS untuk PBB, Nikki Hailey. Dia menuturkan, masalah kebijakan
imigrasi dan pengungsi akan diselesaikan AS secara mandiri, dan tidak
perlu campur tangan internasional.
"AS bangga dengan warisan
imigran, dan kepemimpinan moral lama kami dalam memberikan dukungan
kepada penduduk migran, dan pengungsi di seluruh dunia, dan berjanji
bahwa AS akan tetap bermurah hati terhadap migran," ucap Hailey, seperti
dilansir Sputnik pada Minggu (3/12).
"Tapi, keputusan kami
mengenai kebijakan imigrasi harus selalu dilakukan oleh orang Amerika
dan Amerika saja. Pendekatan global dalam Deklarasi New York sama sekali
tidak sesuai dengan kedaulatan AS," sambungnya, menggunakan nama lain
dari Global Compact on Migration.
Deklarasi New York untuk
Pengungsi dan Migran, yang menetapkan kerangka kerja untuk tindakan
lebih lanjut mengenai perbaikan situasi migran dan pengungsi, diadopsi
pada bulan September 2016.
Di bawah deklarasi tersebut,
negara-negara peserta kesepatan berkomitmen untuk mendorong tanggapan
darurat terhadap arus masuk pengungsi, memasok dana kemanusiaan tambahan
ke negara tuan rumah, dan mempertimbangkan opsi tambahan untuk
pengungsi yang akan diselenggarakan oleh negara-negara ketiga.
CB, DOHA -- Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al
Thani akan menghadiri pertemuan penting Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) di
Kuwait pekan ini.
Dilansir di Aljazirah, Senin (4/12), Menteri Luar Negeri
Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani mengatakan pemimpin
Qatar telah menerima undangan menghadiri acara tersebut. KTT ini
diadakan enam bulan setelah sebuah kelompok negara yang dipimpin oleh
Saudi memberlakukan blokade melawan Qatar.
"Saya akan menghadiri
dewan menteri besok dan emir akan menghadiri pertemuan puncak," ujar
Sheikh Mohammed mengatakan dalam sebuah forum di ibu kota Qatar, Doha.
Ia
mengatakan, sistem GCC harus tetap hidup. Pekan lalu, Kuwait mengirim
undangan ke enam negara anggota GCC, namun tidak jelas apakah semua
pemimpin lainnya akan hadir.
GCC adalah aliansi politik dan
ekonomi negara-negara di Jazirah Arab, termasuk Bahrain, Kuwait, Oman,
Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA).
Sejak awal blokade
oleh Arab Saudi, UEA dan Bahrain serta Mesir pada 5 Juni, Emir Kuwait
Sheikh Sabah Al Ahmad Al Sabah telah bertindak sebagai mediator untuk
mengakhiri perselisihan tersebut.
Pada Oktober, dia
memperingatkan potensi keruntuhan GCC jika krisis terus berlanjut.
"Bertentangan dengan harapan kami, krisis Teluk berpotensi meningkat,
oleh karena itu, kita semua harus sepenuhnya menyadari konsekuensi
potensialnya," kata Sheikh Sabah saat itu.
Ia mengatakan setiap
eskalasi akan membawa serta sebuah intervensi regional dan internasional
yang akan menghancurkan keamanan Teluk dan rakyatnya. Pada akhir
Oktober, Raja Bahrain mengatakan negaranya tidak akan ambil bagian dalam
pertemuan puncak atau pertemuan yang dihadiri Qatar kecuali jika Qatar
memperbaiki pendekatannya.
Direktur analisis kebijakan di Institut Doha, Marwan Kabalan mengatakan bahaya keruntuhan GCC adalah nyata.
"Emir
Kuwait tahu betul jika krisis berlangsung lama, kita akan melihat dua
blok di dalam GCC. Yang satu dipimpin oleh Arab Saudi, Emirat dan
Bahrain, dan yang lainnya berisi Qatar, Oman dan sedikit banyak, mungkin
Kuwait. Jadi kita akan memiliki dua GCC, bukan satu," katanya
Kabalan
mengatakan Arab Saudi dan UEA, khususnya, masih menginginkan Qatar
menyerah sepenuhnya pada tuntutan mereka. Ini adalah sesuatu yang tidak
akan dilakukan Qatar.
"Qatar telah memperbaikinya berkali-kali,
oleh emir Qatar dan pejabat Qatar lainnya, mereka tidak dapat menerima
penyerahan sepenuhnya. Mereka menginginkan negosiasi, mereka ingin
konsesi bersama dari semua pihak untuk menyelesaikan krisis," tambahnya.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani
CB, DHAKA - Menteri Luar Negeri (Menlu) Qatar
Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani mengatakan permainan kekuasaan
di Timur Tengah dan Mediterania telah menyebabkan serangkaian perang
regional. Menurutnya, perang di Yaman, Libya, dan Irak didorong oleh
permainan kekuasaan yang dimainkan oleh negara-negara seperti Arab
Saudi.
"Keadaan polarisasi ini didorong oleh para pemimpin yang
menggunakan stabilitas sebagai pembenaran dan hambatan terhadap
perubahan," kata Sheikh Mohammed, di Roma, pada Sabtu (2/12), dikutip Aljazirah.
"Penolakan terhadap perubahan bisa berarti orang-orang
mulai kehilangan harapan, mengubah kawasan ini menjadi tempat berkembang
biak terorisme, kemudian bisa meluas dari wilayah ini ke Eropa atau
tempat lain di dunia ini," paparnya.
Sheikh Mohammed mengatakan, kepemimpinan regional yang
impulsif berada di jantung permainan ini. Terlebih lagi, terdapat
kurangnya mekanisme formal untuk negara-negara kecil untuk mengajukan
keluhan terhadap negara-negara yang lebih besar.
"Untuk menghentikan para pemain agar tidak melanjutkan
permainan dan petualangan mereka, [kita perlu] sebuah dialog yang
diikuti oleh semua negara, terkait keamanan regional," ujar Sheikh
Mohammed.
"Peningkatan dan pembangunan terkait kesepakatan
politik, keamanan, dan ekonomi juga diperlukan, yang tidak akan pernah
terganggu oleh perselisihan politik," tambah dia.
Komentar Menlu Qatar tersebut disampaikan setelah
blokade terhadap Qatar telah memasuki bulan keenam. Arab Saudi, Bahrain,
dan Uni Emirat Arab (UEA), bersama dengan Mesir, melakukan blokade
terhadap Qatar pada Juni, setelah menuduh Doha mendukung terorisme.
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman Al Saud,
pewaris takhta kerajaan berusia 32 tahun, telah membuat sejumlah
keputusan kontroversial dalam beberapa tahun terakhir. Ia membawa Arab
Saudi ke dalam perang bencana di Yaman, melakukan pembersihan politik
dalam negeri, dan diduga memaksa Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri
untuk mengumumkan pengunduran dirinya dari Riyadh.
Pada saat yang sama, penolakan blok negara-negara yang
dipimpin Arab Saudi untuk melakukan dialog dengan Qatar telah mengancam
keruntuhan Dewan Kerja Sama Teluk (GCC).
"Semua pihak yang terlibat harus mencapai tingkat
pemahaman dan panduan prinsip keamanan yang setiap orang harus patuhi,
daripada meminta negara-negara yang lebih besar untuk menggertak yang
lebih kecil," ungkap Sheikh Mohammed
Dia juga mengutip perlunya melakukan dialog terbuka
dengan Iran, saingan regional Arab Saudi. Ia mencatat, setelah semua
perbatasan Qatar ditutup oleh negara-negara yang memblokade, hubungan
dengan Iran sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat.