Rabu, 13 Juli 2016

Indonesia dorong penghormatan hukum internasional terkait LCS

 
Indonesia dorong penghormatan hukum internasional terkait LCS
Ilustrasi peta kawasan Laut China Selatan. China mengklaim secara sepihak hampir semua Laur China Selatan, dan menerapkan area udara pertahanan di atas wilayah itu. Sampai kini China tidak menetapkan koordinat pasti Sembilan Garis Putus-putus yang dijadikan dasar klaim sepihak mereka. (www,beforeitnews.com)
... semua pihak di Laut China Selatan diminta agar tetap berperilaku sesuai dengan prinsip yang telah disepakati bersama...
Jakarta (CB) - Pemerintah Indonesia mendorong semua pihak menghormati hukum internasional, Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, dalam menyikapi hasil putusan Tribunal Arbitrase PBB, di Den Haag, terkait sengketa Laut China Selatan.

Sikap Indonesia itu disampaikan Kementerian Luar Negeri, di Jakarta, Selasa, setelah Tribunal Arbitrase PBB, di Den Haag, mengeluarkan keputusan akhir dalam menyelesaikan kasus Filipina-China di Laut China Selatan.

Indonesia sekali lagi menyerukan agar semua pihak dapat menahan diri dan tidak melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan ketegangan di kawasan terkait sengketa Laut China Selatan.

Selain itu, Indonesia juga mendorong semua pihak tetap berupaya memelihara suasana kondusif di kawasan Asia Tenggara, khususnya dengan menghindari aktivitas militer yang dapat mengancam stabilitas dan perdamaian.

Selain itu, Indonesia juga meminta semua pihak, khususnya yang terlibat dalam sengketa LCS, yaitu China, Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, menghormati hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982.

Selanjutnya, Indonesia juga menyerukan semua pihak terus melanjutkan komitmen bersama menegakkan perdamaian, serta menunjukkan persahabatan dan kerja sama, sebagaimana telah diupayakan dan dibina dengan baik selama ini.

"Untuk itu semua pihak di Laut China Selatan diminta agar tetap berperilaku sesuai dengan prinsip yang telah disepakati bersama," kata pernyataan Kementerian Luar Negeri.

Indonesia akan terus mendorong terciptanya zona damai, bebas dan netral di kawasan Asia Tenggara dalam rangka memperkokoh komunitas politik dan keamanan ASEAN.

Selain itu, Indonesia mendorong semua negara pengklaim untuk melanjutkan perundingan secara damai atas sengketa tumpang tindih klaim kedaulatan di Laut China Selatan sesuai dengan hukum internasional.

Sementara itu, China --yang secara agresif dan sepihak mengklaim kepemilikan hampir seluruh Laut Cina Selatan-- menyatakan tidak mengakui hasil Tribunal Arbitrase PBB dan menolak ikut ambil bagian.




Credit  ANTARA News






Keputusan Arbitrase Laut China Selatan Untungkan Indonesia


Keputusan Arbitrase Laut China Selatan Untungkan Indonesia
Ilustrasi (Reuters/Nguyen Minh/File Photo)
 
Jakarta, CB -- Keputusan pengadilan arbitrase internasional yang menolak klaim China atas Laut China Selatan dalam nine-dash line bentukan Beijing merupakan keuntungan tersendiri bagi Indonesia.

Menurut Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana kini Indonesia bisa lebih percaya diri dalam melakukan penegakan hukum atas kapal-kapal nelayan berbendera China yang masuk wilayah Indonesia.

Pasalnya, keputusan pengadilan arbitrase atas aduan Filipina pada 2013 itu sesuai dengan posisi Indonesia saat ini.

"Putusan majelis terkait Sembilan Garis Putus sangat sesuai dengan posisi pemerintah Indonesia yang tidak mengakui klaim China atas Traditional Fishing Ground," ujar Hikmahanto dalam pernyataannya yang diterima CNN Indonesia (12/7).

"Oleh karenanya otoritas Indonesia bisa lebih percaya diri melakukan penegakan hukum atas kapal-kapal nelayan berbendera China yang beroperasi di ZEE [Zona Ekonomi Eksklusif] Indonesia," lanjut dia.

Pengadilan arbitrase mengeluarkan keputusan setebal 497 halaman yang menyatakan klaim China dalam sembilan garis putus atau nine-dash line tidak berdasar dan tidak sesuai dengan hak berdaulat ZEE yang didasarkan pada UNCLOS.

China berdalih, wilayah itu merupakan lahan memancing ikan tradisional mereka sejak lampau. Namun pengadilan arbitrase menyatakan secara historis China tidak pernah menjalankan hak eksklusifnya di wilayah itu.

Dengan klaim ini, China merasa bisa menangkap ikan di wilayah tersebut, yang di antaranya bersinggungan dengan perbatasan Indonesia. Klaim China juga tumpang tindih dengan Filipina, Taiwan, Malaysia, Brunei dan Vietnam.

Saat ini dunia tengah menanti reaksi konkret China terkait keputusan arbitrase tersebut, apakah mengorbankan perdamaian di kawasan atau melancarkan kebijakan yang menguntungkan kedua belah pihak.

Menurut Hikmahanto, dunia harus bersiap atas tindakan apa pun yang akan dilakukan China nanti.

"Mulai dari mengundurkan diri dari UNCLOS hingga meningkatkan kehadirannya baik militer maupun non-militer dengan mengirim para nelayannya di Laut China Selatan," ujar Hikmahanto.

"Apapun tindakan yang diambil oleh China, dunia dan negara-negara harus siap menghadapinya. Dunia dan China harus dapat mengelola dinamika pasca putusan Arbitrase. Perdamaian kawasan harus dapat dijaga," lanjut dia.



Credit  CNN Indonesia




China Tolak Putusan Arbitrase, Giliran Filipina Ambil Sikap


China Tolak Putusan Arbitrase, Giliran Filipina Ambil Sikap
Ilustrasi Laut China Selatan. (REUTERS/CSIS Asia Maritime Transparency Initiative).
 
Jakarta, CB -- Presiden China Xi Jinping mengaku menolak keputusan Pengadilan Tetap Arbitrase (PCA) yang memutuskan mendukung Filipina dalam sengketa Laut China Selatan (LCS). Pengadilan internasional di Den Haag tersebut menyimpulkan, China tidak memiliki dasar hukum mengklaim hak bersejarah untuk sebagian besar LCS.

"China tidak akan pernah menerima klaim atau tindakan berdasarkan atas penghargaan tersebut," ujar Xi seperti dilansir CNN, Selasa (12/7).

Pengadilan menyebutkan China tidak berhak untuk sumber daya yang membentang ratusan mil ke selatan dan timur pulau dari Hainan dan mencakup sekitar 90 persen dari perairan yang disengketakan.


Keputusan ini dipandang sebagai kemenangan yang menentukan bagi Filipina. Kendati demikian, keputusan itu bisa meningkatkan gesekan antara kedua belah pihak. Amerika Serikat (AS) sendiri yang berselisih dengan China atas kebebasan navigasi di LCS mendesak semua pihak untuk menghindari pernyataan provokatif.

Keputusan ini tidak hanya memengaruhi China dan Filipina, namun juga negara-negara lain yang memiliki klaim bersaing. Kini Malaysia, Vietnam, dan Indonesia boleh mengambil tindakan lebih lanjut atas klaim China.

Jepang, sekutu AS yang notabene tetangga China mengeluarkan pernyataan resmi yang berbunyi, "Sangat mengharapkan kepatuhan para pihak dengan putusan ini. Pada akhirnya, akan mengarah pada penyelesaian damai sengketa di LCS."


Sebetulnya, AS merupakan pemain utama di wilayah tersebut. AS mengirimkan kapal perang dan pesawat militer di sekitar LCS, termasuk di dekat wilayah sengketa. Ini yang kemudian memicu peringatan keras dari China.

Sebelumnya, Presiden AS Barack Obama telah mendesak resolusi damai untuk sengketa dan saat mengunjungi Vietnam pada Mei lalu. Ia mengatakan, negara-negara besar sebaiknya tidak mengganggu yang kecil.

"Keputusan ini dapat dan harus menjadi kesempatan baru untuk memperbaharui upaya untuk mengatasi sengketa maritim dengan damai," kata Departemen Luar Negeri AS dalam pernyataan resminya.

Pengadilan Arbitrase juga menemukan fakta bahwa tidak ada fitur laut yang diklaim oleh China yang mampu menghasilkan apa yang disebut zona ekonomi eksklusif yang memberikan negara hak maritim untuk sumber daya, seperti ikan dan minyak, dan gas dalam 200 mil laut dari massa tanah.

Karena China tidak punya hak zona ekonomi eksklusif, pengadilan menyebutkan, beberapa kegiatan di wilayah itu melanggar hak-hak kedaulatan Filipina. China melanggar hak-hak tersebut dengan memancing eksplorasi minyak, membangun pulau buatan dan gagal menghentikan kegiatan nelayan China.

Bahkan, panel pengadilan menemukan China bertanggungjawab atas kerusakan terumbu karang di sekitar lokasi pulau buatannya. Itu berarti, melanggar kewajiban untuk melestarikan dan melindungi ekosistem yang rapuh.

Bukan cuma itu, pengadilan mengungkapkan, nelayan China juga telah membunuh penyu yang terancam punah dan kerang raksasa.

Filipina dan China telah lama berselisih atas klaim LCS. Filipina sendiri mengambil langkah perjuangannya ke pengadilan sejak tahun 2013 silam. Ketegangan makin menjadi setelah China melakukan reklamasi dalam operasi pengerukan besar-besaran, membuat pulau buatan, landasan terbang dan mercusuar.

Di Filipina, tagar #Chexit menjadi trending di Twitter, menyerukan China untuk meninggalkan LCS. Topik ini juga paling banyak dibicarakan di jejaring sosial China, Weibo (sejenis Twitter buatan China).

Sayangnya, meskipun putusan PCA merupakan putusan kuat terhadap China, namun tidak ada petunjuk pelaksanaan untuk apa yang terjadi selanjutnya. Pengadilan tidak memiliki yurisdiksi untuk mempertimbangkan implikasi antara militer China dengan Filipina.

Pengadilan tidak memerintahkan China untuk mengambil langkah-langkah tertentu untuk memperbaiki situasi. Misalnya, dengan membongkar konstruksi di pulau atau memberikan reparasi ke Filipina. Sementara, putusan itu dianggap sebagai hukum yang mengikat.

"Dalam hal penegakan hukum, banyak bergantung pada Filipina, apa sekarang siap untuk tegas terhadap China didasarkan pada tanggapan China yang menolak hasil putusan PCA," pungkas Natalie Klein, profesor hukum internasional di Macquarie Law School di Australia.






Credit  CNN Indonesia





China Tolak Hasil Arbitrase Laut China Selatan


China Tolak Hasil Arbitrase Laut China Selatan
Pengadilan arbitrase juga memutuskan bahwa pulau buatan China tidak memberikan hak zona ekonomi eksklusif bagi Beijing. (Reuters/CSIS Asia Maritime Transparency Initiative/Handout)
 
Jakarta, CB -- China menolak hasil keputusan Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA) atas tuntutan Filipina mengenai sengketa Laut China Selatan.

"Menanggapi hasil Pengadilan Arbitrase mengenai Laut China Selatan atas permintaan Filipina, Kementerian Luar Negeri China mendeklarasikan bahwa hasil ini tidak sah dan tak mengikat. China juga tak menerima dan mengakuinya," demikian bunyi pernyataan Kemlu China melalui siaran persnya, Selasa (12/7).

Salah satu hasil keputusan itu menyebutkan bahwa pengadilan menolak klaim China atas hak ekonomi di wilayah yang selama ini ditandai dengan sembilan garis putus-putus atau nine-dash line.

Selain itu, pengadilan juga memutuskan bahwa pulau buatan China tidak memberikan hak zona ekonomi eksklusif bagi Beijing.

Selama ini, China membangun pulau buatan di wilayah Kepulauan Spratly, wilayah ZEE yang tumpang tindih dengan sejumlah negara, termasuk Filipina. Melalui tuntutan ini, Filipina meminta pengadilan memutuskan sejauh mana sebuah negara dapat mengeksploitasi sumber daya di perairan.

Dalam hasil keputusan tersebut, para hakim di pengadilan merujuk pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hukum Laut (UNCLOS). Dalam konvensi tersebut dijelaskan bahwa setiap pulau memiliki zona ekonomi eksklusif sejauh 200 mil laut dan landas kontinen.

Namun, "Bebatuan yang tidak memiliki habitat manusia atau kehidupan ekonomi sendiri tidak memiliki zona ekonomi eksklusif atau landas kontinen."

Atas dasar tersebut, pengadilan menyimpulkan bahwa, "semua yang ada di Kepulauan Spratly (termasuk, contohnya, Itu Aba, Thitu, West York Island, Spratly Island, North-East Cay, South-West Cay, merupakan 'bebatuan' yang tidak memberikan zona ekonomi eksklusif atau landas kontinen."

Namun, China kembali menampik keputusan ini dan mengatakan bahwa Beijing memiliki hak zona ekonomi eksklusif atas di wilayah Spratly.

Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, pun mengatakan bahwa hasil pengadilan ini justru memperburuk tensi dan konfrontasi.


Credit  CNN Indonesia













Pengadilan Arbitrase Tolak Klaim China di Laut China Selatan


Pengadilan Arbitrase Tolak Klaim China di Laut China Selatan Nine-dash line, garis imajiner yang digunakan China untuk mengklaim wilayah di Laut China Selatan yang dipersengketakan sejumlah negara Asia, menjorok hingga teritori Indonesia di perairan Natuna. (CNN Indonesia/Fajrian)
 
Jakarta, CB -- Hasil keputusan pengadilan arbitrase atas sengketa Laut China Selatan akhirnya dirilis pada Selasa (12/7). Salah satu hasil keputusan itu menyebutkan bahwa pengadilan menolak klaim China atas hak ekonomi di wilayah yang selama ini ditandai dengan sembilan garis putus-putus atau nine-dash line.

"Tak ada dasar hukum bagi China untuk mengklaim hak berdasarkan sejarah terhadap sumber daya di wilayah perairan yang termasuk di dalam 'nine-dash line,'" demikian bunyi keputusan pengadilan tersebut seperti dikutip Reuters.

Klaim China ditandai dengan sembilan garis putus-putus, atau nine-dash line, meliputi ratusan pulau, terumbu karang dan wilayah perairan yang tumpang-tindih dengan Filipina, Taiwan, Malaysia, Brunei, dan Vietnam.

China kerap menangkap ikan di wilayah yang masuk dalam garis imajiner itu atas dasar historis, meskipun daerah tersebut masuk dalam zona ekonomi eksklusif negara lain.

Dalam siaran pers berisi rangkuman hasil keputusan tersebut, para hakim mengatakan bahwa klaim China atas sumber daya berdasarkan sejarah itu tidak sesuai dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa atas Hukum Laut (UNCLOS).

Dilansir Reuters, keputusan ini dapat dianggap sebagai kemenangan bagi Filipina yang mengajukan tuntutan ini ke Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA) di Den Haag pada 2013 lalu.

Dalam keputusan setebal 497 halaman tersebut, para hakim juga menyebutkan bahwa patroli aparat penegak hukum di sekitar wilayah sengketa Laut China Selatan juga dapat berisiko kecelakaan dengan kapal penangkap ikan Filipina.

Akibatnya, terjadi kerusakan terhadap terumbu karang. Kerusakan ini tidak dapat diperbaiki dengan konstruksi.

China sebagai pihak yang sejak awal sudah memboikot kasus ini, mengatakan tidak akan mematuhi keputusan pengadilan tersebut.

Menteri Luar Negeri Filipina, Perfecto Yasay, pun meminta semua pihak untuk menahan diri dan tenang dalam menanggapi keputusan ini.

"Para ahli kami mempelajari keputusan ini dengan hati-hati dan teliti. Kami meminta semua pihak untuk menahan diri dan tenang. Filipina menekankan penghormatan kami terhadap keputusan penting ini," ujar Yasay dalam jumpa pers.



Credit  CNN Indonesia




PCA: China tak miliki hak sejarah atas Laut China Selatan

PCA: China tak miliki hak sejarah atas Laut China Selatan
Peta konflik klaim wilayah antar-negara di Laut Tiongkok Selatan (inquirer.net)
 
Amsterdam/Beijing (CB) - Pengadilan Tetap Arbitrase (PCA) pada Selasa mengeluarkan keputusan bahwa China tak memiliki hak sejarah atas perairan Laut China Selatan dan bahwa negara itu telah melanggar hak-hak kedaulatan Filipina dengan aksi-aksinya yang dilakukannya.

Keputusan itu membuat marah Beijing yang menolak kasus tersebut dan menyebutnya sebuah lelucon, lapor Reuters.

China yang memboikot dengar pendapat di PCA di Den Haag berjanji lagi tidak akan mematuhi keputusan tersebut dan menyatakan angkatan bersenjatanya akan pertahankan kedaulatan dan kepentingan maritimnya.

Kantor berita China Xinhua melaporkan beberapa saat sebelum keputusan itu diumumkan bahwa sebuah pesawat sipil China sukses melakukan pengujian kalibrasi di dua bandar udara baru di Kepulauan Spratly yang disengketakan.

Dan Kementerian Pertahanan China mengumumkan bahwa sebuah kapal penghancur baru yang dilengkapi peluru kendali diresmikan di sebuah pakalan di Provinsi Hainan, pulau di bagian selatan China, yang mempunyai tanggung jawab atas wilayah LCS.

"Putusan ini merupakan sebuah tamparan hukum yang menghancurkan atas klaim-klaim yurisdiksi China di Laut China Selatan," kata Ian Storey, dari ISEAS Yusof Ishak Institute, Singapura, kepada kantor berita Reuters.

"China akan menanggapi dengan amarah, tentu dengan retorika dan barangkali melalui aksi-aksi agresif di laut."

China mengklaim sebagian besar perairan yang kaya minyak itu. Perdagangan sekitar 5 trilun dolar AS yang diangkut dengan kapal-kapal melintasi perairan tersebut tiap tahun. Tetangga-tetangga China, Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam juga merupakan para pihak yang turut mengklaim.

Panel di PCA mengatakan tak ada basis hukum bagi China untuk mengklaim hak sejarah atas sumber daya di dalam apa yang disebut garis putus-putus sebanyak sembilan yang mencakup banyak wilayah LCS.

Dikatakan, China telah mencampuri hak-hak mencari ikan tradisional Filipina di Scarborough Shoal, salah satu dari ratusan pulau karang di laut itu, dan telah melanggar hak-hak kedaulatan Filipina dengan melakukan eksplorasi minyak dan gas dekat Reed Bank, tempat lain di kawasan tersebut.

Tak satu pun dari pulau karang China di Kepulauan Spratly masuk dalam kategori zona ekonomi ekslusif 200 mil, tambahnya.

Kementerian Luar Negeri China menolak dengan tegas keputusan itu, dengan menyatakan rakyatnya telah memiliki sejarah lebih 2.000 tahun di LCS, bahwa pulau-pulaunya mempunyai zona ekonomi eksklusif dan pihaknya telah mengumukan ke dunia peta garis bintik-bintiknya pada tahun 1948.

"Kedaulatan teritorial dan hak-hak maritim dan kepentingan China di Laut China Selatan tak akan terpengaruh oleh putusan-putusan itu. China menentang dan tak akan pernah menerima setiap klaim atau aksi atas dasar keputusan-keputusan tersebut," katanya.

Namun, kementerian itu juga mengulangi bahwa China menghormati dan menjunjung tinggi kebebasan navigasi dan terbang dan China siap menyelesaikan perselisihan secara damai melalui pembicaraan dengan negara-negara yang terkait langsung.

Kementerian Pertahanan China menyatakan dalam sebuah pernyataan berbahasa Inggris dan China beberapa saat sebelum keputusan PCA diumumkan bahwa angkatan bersenjata China akan "mempertahankan kedaulatan nasional, keamanan dan kepentingan dan hak-hak maritim, menjunjung tinggi perdamaian dan stabilitas regional, dan siap menghadapi segala bentuk ancaman dan tantangan".

Menteri Luar Negeri China Wang Yi menyatakan kasus itu telah menjadi lelucon sejak awal hingga akhir dan membuat perselisihan itu ke dalam wilayah bahaya, memperburuk ketegangan dan konfrontasi.

Tetapi Wang dalam komentar yang disiarkan media mengeluarkan suara yang tak memicu konflik, dengan menyatakan bahwa sudah waktunya untuk menempatkan segala sesuatu di lintasan yang tepat dan menggarisbwahi ketulusan pemerintah baru Filipina dalam mangambil langkah-langkah untuk memperlihatkan kesediaan memperbaiki hubungan.

Putusan itu juga menyatakan China telah menyebabkan kerusakan permanen atas ekosistem terumbu karang di Spratlys, tuduhan-tuduhan yang ditolak China.

Panel itu mengakui penolakan China untuk berperan serta, tetapi mengatakan mereka berusaha untuk mempertimbangkan posisi China atas dasar pernyataan-pernyataan dan korespondensi diplomatiknya.

Credit  ANTARA News


Jumat, 01 Juli 2016

Jenderal Badrodin Haiti Pamit di Upacara Hari Bhayangkara

 Jenderal Badrodin Haiti Pamit di Upacara Hari Bhayangkara
Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti melakukan pengecekan pasukan saat upacara hari Bhayangkara ke-70 di lapangan Bhayangkara,Jakarta, 1 Juli 2016. Peringatan tahun ini mengambil tema Memperkuat Soliditas Profesionalisme dan Revolusi Mental. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
 
CB, Jakarta - Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti menjadi inspektur upacara peringatan Hari Bhayangkara ke-70 di Lapangan Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 1 Juli 2016. Hari Kepolisian Nasional ini diperingati setiap 1 Juli.

"Saya sebagai Kapolri menyampaikan permohonan maaf atas pelayanan dan perlindungan yang tidak optimal atau mengecewakan," kata Badrodin saat memberikan sambutan. Ia mengatakan dirinya juga adalah manusia biasa yang lemah.

"Saya mohon diri dan mohon maaf sebesar-besarnya," kata Badrodin. Badrodin akan pensiun pada akhir Juli, saat usianya memasuki 58 tahun. Komisaris Jenderal Tito Karnavian akan dilantik dalam waktu dekat menggantikan dia.

Selain memberi sambutan, Badrodin menyampaikan pidato Presiden Joko Widodo. Dalam pidato itu, Jokowi meminta Kepolisian RI membangun sistem yang terintegrasi dalam menangani karakter kejahatan yang semakin canggih.

Ia juga meminta polisi tak melakukan praktek pungutan liar dan menjadi mafia kasus. "Intensifkan komunikasi dan jalin kedekatan dengan masyarakat. Perbaiki mutu dan kualitas pelayanan dengan masyarakat," kata Badrodin menyampaikan pesan-pesan Jokowi. Ia berharap para polisi memberikan pelayanan mudah, sederhana, dan prosedur yang jelas.

"Hindari pungutan tidak jelas maupun percaloan," ucap Badrodin. Ia juga berharap polisi memberi pelayanan publik yang baik kepada kelompok rentan, penyandang disabilitas, dan anak-anak.

"Saya berharap Polri mampu menjaga toleransi dan memperkuat persatuan Indonesia," tutur Badrodin. "Saya berharap dengan tangan Polri negara dapat hadir di masyarakat dengan memberikan rasa aman, menjadi teladan kepatuhan hukum, dan tidak melakukan perbuatan tercela."

Menurut Jokowi, tugas polisi tidaklah ringan dan mudah. Namun ia berharap setiap anggota Polri akan mampu profesional dan berintegritas.

"Semoga dapat dijadikan momentum untuk memberi yang terbaik, menuju Indonesia berdaulat, mandiri, dan berkepribadian," ujar Badrodin. "Dirgahayu Kepolisian Negara Republik Indonesia."




Credit  TEMPO.CO





Indonesia Pimpin Sidang PBB soal Perdamaian Israel-Palestina


 Indonesia Pimpin Sidang PBB soal Perdamaian Israel-Palestina
Wakil Tetap RI untuk PBB di New York, Dian Triansyah Djani, memimpin pertemuan soal prospek perdamaian Palestina-Israel di Markas PBB Jenewa, Swiss, 30 Juli 2016. Foto: PTRI New York 

CB, Jenewa - Wakil Tetap RI untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Dian Triansyah Djani, memimpin sesi pertemuan soal prospek perdamaian Palestina-Israel di Markas PBB Jenewa, Swiss, Kamis, 30 Juni 2016.

Pertemuan yang berlangsung dua hari sejak 29 Juni 2016 itu digelar dalam kerangka United Nations International Conference in Support of Israeli-Palestinian Peace (Konferensi Internasional PBB Dalam Mendukung Perdamaian Israel dan Palestina), yang diselenggarakan United Nations Committee on the Exercise of the Inalienable Rights of the Palestinian People (Komite Palestina).

“Sesi pertemuan ini penting karena mendiskusikan berbagai peluang dan tantangan dalam mendorong perdamaian antara Palestina dan Israel, termasuk berbagai contoh dalam penyelesaian konflik internasional lainnya serta langkah selanjutnya,” kata Dubes Djani dalam rilis yang diterima Tempo, Jumat 1 Juli 2016.

Ditegaskan bahwa konflik Palestina dan Israel, yang berawal dari pendudukan wilayah Palestina oleh Israel, telah berlangsung terlalu lama. “Walaupun tantangannya tidak ringan, dunia internasional harus bersatu dalam mengupayakan perdamaian, dan kreatif mencari berbagai model penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak,” tambah Dubes Djani yang menjabat sebagai Wakil Ketua Komite Palestina PBB.

Konferensi Internasional tersebut merupakan salah satu kegiatan Komite Palestina dalam menggalang dukungan internasional terhadap rakyat Palestina, dan dihadiri delegasi negara-negara anggota PBB di Jenewa, wakil pemerintah Palestina, akademisi, LSM, dan media, dari Palestina, Israel, dan negara-negara Timur Tengah.

Pertemuan dihadiri pula oleh sejumlah tokoh-tokoh pelaku perundingan Madrid, Oslo, dan Arab Peace Initiative, yang menjadi tonggak penting dalam sejarah panjang perundingan damai Palestina dan Israel.

Salah satu isu yang dibahas dalam sesi pertemuan soal Palestina-Israel yang dipimpin Indonesia adalah peran organisasi non-pemerintah (track II) dalam mendukung upaya diplomasi yang dilakukan pemerintah dan organisasi internasional antar-pemerintah.

 “Semua pihak harus memainkan peran dalam penyelesaian konflik Palestina-Israel, sesuai kapasitas masing-masing, antara lain melalui penyaluran bantuan kemanusiaan atau pendidikan.

 “Banyak organisasi non-pemerintah kita yang memiliki hubungan baik dengan berbagai kalangan dunia, dan dapat menyebarkan pesan perdamaian antara Palestina dan Israel.” tutur Dubes Djani.

Dubes Djani memandang organisasi non-pemerintah dari Indonesia memiliki kapasitas untuk memainkan peran kunci.

Hal ini juga dapat memperkuat serangkaian kegiatan Pemerintah RI dalam mendukung Palestina, yang momentumnya terus diperkuat melalui Konferensi Luar Biasa OKI mengenai Palestina di Jakarta, Maret 2016, dan partisipasi Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, pada Paris Conference, di Paris, Juni 2016.


Credit  TEMPO.CO


Rusia Mendadak Pecat Puluhan Perwira Militernya di Baltik


 
Rusia Mendadak Pecat Puluhan Perwira Militernya di Baltik
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Menteri Pertahanan Sergey Shoigu. | (Reuters)
 
MOSKOW - Puluhan perwira militer Rusia yang bertugas di Armada Baltik tibat-tiba dipecat. Pemecatan massal perwira militer Rusia ini merupakan yang pertama kalinya dalam sejarah Rusia modern.

Pemecatan diumumkan oleh Menteri Pertahanan Rusia, Sergey Shoigu. Alasannya, belum jelas namun departemen pertahanan Rusia menyebut mereka yang dipecat karena lalai menjalankan tugas.

Komando Armada Baltik menjadi komando penting karena jadi andalan Rusia untuk patroli di wilayah “perseteruan” utama antara Rusia dan Barat.

“Komandan armada; Laksamana Viktor Kravchuk; kepala staf, Laksamana Madya Sergei Popov; dan petugas lainnya dipecat karena melalaikan tugas dan distorsi dari keadaan sesungguhnya,” bunyi pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia, seperti dikutip New York Times, semalam.

“Komandan bertanggung jawab atas kelemahan serius dalam organisasi pelatihan militer dan aktivitas sehari-hari serta kurangnya perawatan yang tepat untuk personel,” lanjut Kementerian Pertahanan Rusia.

Analis militer Valentin Selivanov yang merupakan mantan Wakil Kepala Angkatan Laut Rusia menduga ada kesalahan serius yang dilakukan sehingga terjadi pemecatan massal.

”Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah modern Rusia di mana komandan telah diberhentikan sedemikian rupa,” kata Selivanov. ”Komandan ini telah membuat serangkaian kesalahan yang serius.”

Media Rusia Fontanka.ru melansir laporan terkait dugaan kesalahan serius yang dilakukan komandan Armada Baltik Rusia sehingga terjadi pemecatan massal. Salah satunya, insiden pada bulan April, ketika sebuah kapal selam Rusia rusak parah dan hampir tenggelam setelah bertabrakan dengan sebuah kapal perang Polandia.

Media yang berbasis di St. Petersburg ini menyebut sekitar 50 petugas dipecat.



Credit  Sindonews



Putin: Rusia Tak Tertarik Tanggapi Perlombaan Senjata NATO

 
Putin Rusia Tak Tertarik Tanggapi Perlombaan Senjata NATO
Presiden Vladimir Putin menyatakan Rusia siap bereaksi atas penumpukan militer NATO | (Istimewa)
 
MOSKOW - Presiden Rusia, Vladimir Putin mengatakan, Rusia akan menanggapi penumpukan militer NATO di dekat perbatasannya. Tetapi, Rusia tidak akan menceburkan diri ke dalam sebuah perlombaan senjata.

Putin mengatakan, NATO menggarisbawahi bantuan anti Rusia dengan mengerahkan pasukan di Polandia dan Baltik, serta membangun situs pertahanan rudal, seperti dikutip dari New York Times, Kamis (30/6/2016).

Di hadapan diplomat Rusia, Putin mengatakan, tindakan NATO merusak paritas militer. Ia mengatakan, Rusia akan mempertahankan diri tanpa memasuki kancah perlombaan senjata yang mahal.

Rusia telah berulangkali mengungkapkan keberatannya atas keberadaan perisai rudal NATO yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS). Moskow menilai, keberadaan perisai rudal mengancam kedaulatan Rusia.

Rusia menolak jika keberadaan perisai rudal tersebut dikatakan untuk menangkis ancaman dari Iran. Putin mengatakan, AS sedang mengembangkan pertahanan rudal, meskipun perjanjian rudal tahun lalu antara Iran dan kekuatan dunia telah ditandatangani.




Credit  Sindonews


Rusia Kerahkan 2.000 Alat Tempur Baru untuk Lawan NATO

 
Rusia Kerahkan 2 000 Alat Tempur Baru untuk Lawan NATO
Sistem rudal pertahanan S-300, salah satu unit tempur andalan Rusia. | (Reuters)
 
MOSKOW - Menteri Pertahanan Rusia, Sergey Shoigu, mengatakan bahwa lebih dari 2.000 unit alat tempur baru dan modern akan dikerahkan di distrik militer barat Rusia tahun ini. Langkah itu dilakukan untuk melawan NATO yang telah menumpuk kekuatan militer di depan “pintu” Rusia.

Shoigu telah bersumpah mengambil tindakan pembalasan atas langkah penumpukan militer NATO secara besar-besaran di perbatasan Rusia di Eropa Timur.

“AS dan anggota NATO lainnya terus membangun potensi militer mereka, pertama dan terutama di negara-negara tetangga Rusia,” kata Shoigu dalam sebuah pernyataan yang dirilis Departemen Pertahanan Rusia.

“Lebih dari 2.000 unit alat baru dan modern akan dikerahkan di distrik militer barat Rusia tahun ini,” lanjut pernyataan Shoigu, seperti dikutip AFP, Kamis (30/6/2016).

 

Menhan Rusia menyebut bahwa saat ini NATO dan Amerika Serikat (AS) telah mengerahkan sekitar 1.200 buah peralatan militer, termasuk 30 jet tempur, serta lebih dari 1.000 tentara di wilayah negara-negara Eropa Timur secara rotasi.

”Kapal-kapal Angkatan Laut AS serta kapal militer dari anggota NATO lainnya secara teratur memasuki Baltik dan Laut Hitam,” lanjut Shoigu.

Dia menambahkan bahwa NATO juga terus memodernisasi dan meningkatkan berbagai fasilitas militer di Polandia, Rumania, Bulgaria dan Baltik untuk membawa negara-negara itu ke standar NATO.

Menurut Shoigu, penyebaran sistem pertahanan anti-rudal (ABM) AS di Eropa Timur merupakan sumber perhatian khusus bagi militer Rusia.

”Pada tanggal 12 Mei, sistem anti-rudal Aegis di kompleks pertahanan darat mulai beroperasi di Rumania,” ujarnya. Dengan sistem itu, kompleks pertahanan darat Rumania dapat digunakan untuk meluncurkan rudal Tomahawk. AS juga bersiap membangun sistem serupa di Polandia.






Credit  Sindonews




Tjahjo: Pangkalan Militer Akan Ubah Wajah Indonesia di 2017

 
Tjahjo: Pangkalan Militer Akan Ubah Wajah Indonesia di 2017 Pangkalan militer di Natuna mulai dibangun. Kawasan di barat daya Kalimantan itu jadi basis pertahanan RI di tepi wilayah sengketa Laut China Selatan. (ANTARA/M Risyal Hidayat)
 
Jakarta, CB -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan, pembangunan pangkalan militer di Natuna penting untuk menjaga sumber daya alam di kawasan itu. Tak cuma di Natuna, pangkalan militer akan dibangun di wilayah-wilayah lain yang berada di garis terluar perbatasan Indonesia.

“Targetnya, mudah-mudahan (pembangunan pangkalan militer) 2017 sudah selesai. Wajah Indonesia nanti akan berubah total,” kata Tjahjo di Kantor Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan, Jakarta, Kamis (30/6).

Natuna sebagai salah satu wilayah yang bakal berubah wajah, belakangan menjadi titik panas setelah Indonesia dan China terlibat tiga kali insiden di perairannya. China menyebut perairan Natuna yang berdasarkan laut internasional merupakan zona eksklusif Indonesia, sebagai zona perikanan tradisionalnya.

“Natuna punya potensi jual pariwisata yang tinggi. Harus ada pasukan, radar canggih, satu skuadron pesawat, kapal selam, dan armada-armada pendukung seperti tank di sana,” kata Tjahjo.

Tahun ini pembangunan pangkalan militer di Natuna mulai berjalan. Daerah di barat daya Kalimantan ini akan menjadi basis pertahanan Republik Indonesia di tepi wilayah sengketa Laut China Selatan.

“Natuna kebetulan berbatasan dengan beberapa negara, maka dikembangkan radar monitoring di situ,” ujar Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Kantor Presiden, Jakarta, sehari sebelumnya.

Sebagai rangkaian dari pembangunan pangkalan militer itu, landasan pacu di Natuna akan diperbaiki dan dikembangkan hingga bisa didarati pesawat berbadan besar.

“Untuk menjaga kedaulatan Natuna sebagai pulau terdepan RI, saya perintahkan TNI khususnya Angkatan Laut dan Bakamla (Badan Keamanan Laut) meningkatkan patroli penjagaan di kawasan itu,” kata Presiden Jokowi.

Jokowi juga menginstruksikan pengembangan industri perikanan. Berdasarkan laporan yang ia terima, hasil laut Natuna baru 8,9 persen dari potensi yang dimiliki. Oleh sebab itu pemerintah akan membangun gudang penyimpanan ikan awal Agustus di Natuna.

Potensi minyak-gas di Natuna juga jadi perhatian. Dari 16 blok migas di Natuna, hanya lima yang berproduksi, sedangkan tujuh blok dalam tahap eksplorasi dan empat blok sisanya dalam proses terminasi.

“Ini perlu didorong lagi, dipercepat sehingga mendatangkan manfaat bagi kita,” kata Jokowi.

Selain itu, Presiden memerintahkan perbaikan dan pembangunan infrastruktur di Natuna untuk mempercepat akses masyarakat dan meningkatkan konektivitas mereka.

Soal pangkalan militer, selain di Natuna, Saumlaki di Tanimbar Maluku Tenggara Barat dan Morotai di Halmahera Maluku yang berbatasan dengan Australia dan Papua Nugini, juga akan memilikinya.

“Semua wilayah perbatasan akan diperkuat,” kata Tjahjo.

Terlebih, daerah-daerah perbatasan selama ini marak dengan kasus penyelundupan, mulai rokok, narkotik, sampai manusia.

Kasus penyelundupan narkotik dan barang ilegal yang tinggi di perbatasan, menurut Sekretaris BNPP Triyono Budi Sasonko, merupakan tantangan terbesar lembaganya.

Ia mencontohkan perbatasan Kalimantan Utara yang rawan penyelundupan narkotik. “Kaltara itu meski provinsi baru, ancaman narkobanya nomor dua setelah DKI Jakarta.”

Perkuat peran BNPP

Untuk menunjang pengamanan di perbatasan, pemerintah akan memperkuat peran Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan. Petugas BNPP nantinya lebih banyak turun ke lapangan untuk memonitor. Mereka juga akan merancang perencanaan dan menyusun anggaran terkait fasilitas infrastruktur yang masih kurang dan mesti diperbaiki.

“Kami akan membangun gapura-gapura perbatasan, kantor-kantor imigrasi, bea cukai dan sebagainya. Mudah-mudahan 2017 selesai, sehingga 2018 tinggal melengkapi jika perlu dibangun terminal, rumah sakit, pasar tradisional, dan lain-lain,” ucap Tjahjo selaku pengarah sekaligus anggota BNPP.

Sejak 2015, BNPP telah membangun pelabuhan, jalan, bandara dan menara base transceiver station (BTS) di 187 kecamatan di perbatasan. Pada 2017, Tjahjo yakin pembangunan infrastruktur akan rampung.

“Pada 2017, satuan-satuan TNI harus sudah siap semua. Radar siap, pasukan siap, asrama siap,” kata Tjahjo.

Meski mengakui pemangkasan anggaran untuk kementerian dan lembaga menghambat pembangunan infrastrukur dan fasilitas penunjang di daerah perbatasan, Tjahjo optimistis Kementerian Keuangan akan meningkatkan anggaran untuk BNPP.

“Pada 2015, anggaran kami hampir Rp14 triliun. Tahun 2016 Rp9,2 triliun. Pada 2017 kami minta Rp17 triliun. Namun kami tak mau egois, ikut apa perintah Presiden. Sekarang dipotong, siapa tahu tahun depan naik,” ujar Tjahjo.




Credit  CNN Indonesia





Nelayan, Pasukan Garda Depan China di Laut China Selatan

 
Nelayan, Pasukan Garda Depan China di Laut China Selatan  
Indonesia kini hendak menggunakan pola China: tangkap ikan di Laut Natuna, maka terbukti perairan tersebut berada di bawah kuasa dan kendali Indonesia. (REUTERS/Tim Wimborne)
 
Jakarta, CB -- Nelayan-nelayan China berperan penting sebagai perpanjangan tangan pemerintah Negeri Tirai Bambu di Laut China Selatan. Berlayar menyebar cukup jauh dari negaranya, mereka menebar jala di perairan-perairan yang disebut China sebagai zona perikanan tradisionalnya.

Zona perikanan tradisional yang diklaim China itu kerap lebih dekat dengan negara-negara Asia Tenggara ketimbang China sendiri, termasuk zona ekonomi eksklusif Indonesia di Laut Natuna yang amat jauh dari China. Perairan di barat daya Kalimantan tersebut jadi titik panas hubungan kedua negara beberapa bulan belakangan.

Staf Ahli Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia, Laksda Surya Wiranto, meyakini kehadiran kapal-kapal China di Natuna bukan sekadar soal menangkap ikan. Pun penangkapan ikan tanpa izin di ZEE Indonesia melanggar hukum laut internasional, yakni United Nations Convention on the Law of the Sea Tahun 1982.

“Itu bagian dari upaya state practice untuk menunjukkan kepada dunia positive occupation China terhadap wilayah maritim di Laut China Selatan. Tiongkok berupaya melakukan ekspansi ke wilayah berdaulat Indonesia. Jadi jika dibiarkan, status quo, dan Indonesia diam, China akan mengokupasi (menguasai) perairan Natuna,” kata Surya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (28/6).

Kecurigaan Surya itu persis dengan yang pernah dikemukakan Zhang Hongzhou, pakar di S. Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapura. Menurutnya, seperti dikutip dari The Washington Post, Selasa (12/4), nelayan-nelayan digunakan pemerintah China untuk misi politik.

“Nelayan-nelayan dan kapal mereka menjadi alat penting otoritas China untuk memperluas kehadiran mereka, serta memperkuat klaim China atas perairan yang dipersengketakan. Nelayan berperan kian penting, berada di garis depan sengketa Laut China Selatan, dan karenanya insiden perikanan bisa memicu ketegangan diplomatik lebih besar di antara China dan negara-negara kawasan itu,” kata Zhang.

Armada nelayan China yang bergentayangan hingga mendekati pantai negara-negara tetangganya, membuat Negeri Tirai Bambu lebih sering terlibat konflik. Insiden di Natuna yang membuat berang Indonesia misalnya, terjadi hanya beberapa mil laut dari garis pantai Natuna, namun berjarak 900 mil laut dari Hainan –wilayah paling selatan China.

 
Nine-dashed line, peta yang dibuat China untuk mengklaim wilayah di Laut China Selatan. Perairan Natuna di Indonesia yang bahkan berjarak 900 mil laut dari China, ikut dimasukkan dalam peta itu, memicu ketegangan antara kedua negara. (CNN Indonesia/Fajrian)
Krisis meletup rutin di Laut China Selatan dan perairan sekitarnya yang dimasukkan China ke dalam peta nine-dashed line buatannya, serta disebut sebagai zona perairan tradisionalnya. Tak tanggung-tanggung, China mengklaim 90 persen wilayah Laut China Selatan sebagai miliknya.

Selain dengan Indonesia, ketegangan juga berkobar antara China dengan Malaysia dan Vietnam. Nelayan-nelayan China yang mengembara jauh kerap dikawal oleh kapal penjaga pantai negaranya. Ini termasuk salah satu hal yang dikeluhkan Indonesia pasca-insiden terakhirnya dengan China di Natuna pada 17 Juni, saat kapal Han Tan Cou ditangkap TNI Angkatan Laut karena menurunkan jaring di ZEE Indonesia.

“Kapal ikan China berbeda dengan negara lain karena di-back up sama coast guard-nya. Kapal Vietnam misal tidak ada yang dikawal, dan kalau diperiksa tidak melawan karena sadar salah (telah mengambil ikan di ZEE Indonesia). Kapal China tidak begitu,” kata Asisten Operasi Panglima Komando Armada Republik Indonesia Kawasan Barat, Kolonel Laut I Gusti Kompiang Aribawa.

Tak pelak, China dituding sedang bersiasat untuk mengukuhkan dominasinya di Laut China Selatan, termasuk dengan berekspansi atau memperluas wilayah maritimnya.

Sebelum insiden ketiga dengan Indonesia pada 17 Juni, China juga punya perkara nyaris serupa dengan Malaysia. Kantor berita Malaysia, Bernama, melaporkan 100 kapal China terdeteksi melanggar wilayah perairan Malaysia di Laut China Selatan pada 25 Maret, di titik yang berjarak kurang dari 100 mil laut dari Serawak di utara Kalimantan, dan 800 mil laut dari Hainan.

Seperti di perairan Natuna, kapal-kapal ikan di perairan Malaysia itu dikawal oleh kapal penjaga pantai China. Soal kapal penjaga pantai China itu, Indonesia melalui Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat Laksamana Muda A Taufiq R, menyatakan curiga kapal penjaga itu merupakan perpanjangan tangan resmi pemerintah China.

Enam hari sebelumnya, 19 Maret, China baru terlibat insiden –yang kedua– dengan Indonesia. Kala itu Kapal Pengawas Hiu 11 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan RI yang hendak menangkap kapal Kway Fey yang diduga mencuri ikan, diintervensi kapal penjaga pantai China dengan menabrak Kway Fey.

Kecurigaan terhadap China memuncak karena awal Maret itu, Vietnam menangkap kapal China yang disebut memasok bahan bakar untuk kapal-kapal nelayan China di perairan Vietnam.

Tangkap ikan, kuasai laut

The Washington Post yang menemui seorang nelayan China di pelabuhan perikanan Tanmen, selatan Hainan, melaporkan betapa sisi ekonomi dan politik dari misi Negeri Tirai Bambu di Laut China Selatan saling berkelindan.

“Itu air kami. Tapi jika kami tidak menangkap ikan di sana, bagaimana kami bisa mengklaim itu wilayah kami?” kata Chen Yuguo, kapten kapal nelayan berusia 50 tahun yang baru kembali dari pelayarannya ke Kepulauan Spratly, salah satu wilayah sengketa di Laut China Selatan.

Hasil tangkapan ikan di Spratly, kata Chen, jauh lebih baik ketimbang di perairan lepas pantai China. Kapal Chen dilengkapi sistem navigasi satelit canggih yang menurutnya disediakan oleh pemerintah China.

Sistem navigasi satelit yang diberikan cuma-cuma untuk sekitar 50 ribu kapal itu membuat nelayan-nelayan China yang mengalami kesulitan di laut, dapat dengan segera mengirim sinyal darurat ke kapal penjaga pantai China. Sinyal itu menunjukkan lokasi persis keberadaan mereka.

Pemerintah China memang murah hati kepada melayan-nelayan mereka. Selain menyediakan sistem navigasi satelit, subsidi bahan bakar minyak diberikan. Pun subsidi untuk membuat kapal pukat baja dengan ukuran lebih besar.

Nelayan-nelayan di Hainan bahkan berkata, kala ketegangan di Laut China Selatan sedang meningkat, pemerintah sering mengirim mereka berlayar ke Spratly dengan pengawasan kapal penjaga pantai China.

“Ketika negara membutuhkan kami, kami akan pergi tanpa berpikir dua kali untuk membela hak-hak kami,” ujar Chen.

Alan Dupont, profesor keamanan internasional di University of New South Wales, Sydney, Australia, menyebut strategi China di Laut China Selatan itu terbagi dalam empat tahap: menangkap (ikan), melindungi (kapal nelayan), menguasai (wilayah), dan mengendalikan (wilayah yang telah dikuasai).

Strategi tersebut belakangan membuat Indonesia, yang sesungguhnya netral dan tak memiliki klaim sengketa di Laut China Selatan, gerah karena ZEE-nya di Natuna ikut diklaim China. Indonesia dan China pun berbalas melayangkan nota protes.

Untuk mencegah upaya ekspansi China lebih dalam ke perairan Natuna, Indonesia segera membangun “benteng.” Pangkalan militer akan dibangun di Natuna sebagai salah satu basis pertahanan terluar negeri itu.

Industri minyak-gas dan perikanan di Natuna pun bakal dibangun besar-besaran. Pemerintah RI bahkan berencana mengirim nelayan-nelayan di pantai utara Jawa ke Natuna untuk memancing di perairan kaya ikan itu.

Guna mematahkan klaim China atas perairan Natuna, Indonesia kini menggunakan pola China: menangkap ikan di Laut Natuna akan jadi bukti bahwa perairan itu berada di bawah kuasa dan kendali Indonesia.


Credit  CNN Indonesia






PM Kamboja copot Jenderal karena menolak ditilang Polantas

 
Phnom Penh (CB) - Perdana Menteri Kamboja Samdech Techo Hun Sen pada Kamis mencopot jabatan Letnan Jenderal Mam Srim Vanna karena menghina seorang polisi lalu lintas (polantas) dan menolak ditilang oleh polisi tersebut.

Namun pada hari yang sama, Hun Sen kemudian mengembalikan Mam Srim Vanna ke jabatannya semula, yaitu wakil direktur jenderal Departemen Imigrasi.

Hun Sen pada Kamis pagi sudah menandatangani perintah untuk mencopot Vanna dari posisinya setelah pejabat tersebut menghina seorang polisi lalu lintas ketika keduanya berdebat soal pelanggaran hukum.

"Untuk memberikan kesempatan kepada pejabat tersebut (Letjen Vanna, red), yang telah melayani negara dengan penuh pengabdian dan telah mengakui kesalahannya, saya memutuskan untuk membatalkan perintah yang saya tandatangani pagi ini menyangkut kasus Jenderal Mam Srim Vanna," kata perdana menteri di laman Facebooknya.

Jabatan Letjen Vanna dikembalikan lagi setelah ia pada Kamis bertemu dengan polisi lalu lintas yang dihinanya dan menyampaikan permohonan maaf kepada petugas kepolisian tersebut.

Vanna terlibat argumentasi dengan sang polantas ketika ia melanggar lampu merah saat menyetir mobil di Phnom Penh pada Senin dan menolak ditilang oleh polisi tersebut, demikian menurut cuplikan video yang diunggah di media sosial.

Sang jenderal menghina dengan menyebut polantas tersebut sebagai "Polisi lalu lintas Ar". Ar adalah kata hinaan untuk menyebut anak-anak atau anak muda.

Hun Sen menegaskan bahwa pemakaian kata itu tidak hanya menghina bawahan tapi juga berarti memandang rendah keseluruhan unit polisi lalu lintas. Demikian Xinhua.


Credit  ANTARA News




Singapura segera putuskan pembelian helikopter militer satu miliar dolar

 
Singapura segera putuskan pembelian helikopter militer satu miliar dolar
Bendera Singapura (istimewa)
 
Singapura (CB) - Singapura segera memutuskan pembelian sejumlah helikopter militer baru dengan perkiraan anggaran satu miliar dolar AS, setelah penundaan akibat kecelakaan pesawat sipil oleh salah satu perusahaan penawar, kata Menteri Pertahanan Ng Eng Hen, Kamis.

Negara kota kecil itu mempunyai anggaran militer terbesar di Asia Tenggara pada saat China meningkatkan tindakan angkuh dalam sengketa di Laut China Selatan, sehingga negara di kawasan tersebut meningkatkan belanja pertahanan.

Singapura membekukan rencana untuk mengganti 32 helikopter super puma yang sudah menua setelah pada 29 April terjadi kecelakaan pesawat sipil super puma dari Airbus, sementara jenis militer pesawat itu adalah helikopter terdepan yang akan memenangkan pembelian.

Negara kota itu merupakan nasabah incaran, ketika diketahui bakal mengumumkan rencana akhir pembelian pada paruh pertama tahun ini, setelah mempelajarinya selama 18 bulan.

"Kami sedang melakukan tahap akhir evaluasi untuk penggantian," kata Ng kepada wartawan, "Kami akan segera mengumumkannya."

Namun, menteri itu tidak memberikan ancer-ancer waktunya.

Persaingan untuk memenangkan kontrak terjadi antara helikopter Airbus dan perusahaan Italia Leonardo Finmeccanica.

Itu ujian penting pertama untuk memulihkan kepercayaan diri setelah kecelakaan menewaskan 13 warga Norwegia.

"Manakala ada perkembangan, komite evaluasi akan melihatnya," kata Ng, "Anda tidak bisa mengabaikannya dan itu bisa terjadi pada semua program."

Armada jet tempur F15 dan F16 Singapura yang ada saat ini sudah memenuhi kebutuhan, kata Ng, meskipun para ahli mengharapkan negara itu untuk memesan jenis pesawat tempur penyerang gabungan, Lockheed F-35 pada akhir dasawarsa ini.

"Kami menyaksikannya, tetapi tidak terburu-buru, dan belum ada kepastian waktu yang kita perlukan untuk suatu penilaian," kata Ng.

Negara kecil itu juga mempelajari helikopter pengangkat taktis untuk menggantikan jenis Chinooks dari Boeing.

Singapura dapat meningkatkan kemampuan pertahanan udara selain pembelian helikopter dengan memperluas pangkalan udara di Tengah dan Changi menjadi "pangkalan udara pintar" yang berpotensi disiapkan untuk meluncurkan pesawat udara dan memulihkannya dengan sistem otomatis.

Dua kapal selam baru jenis 218SG produksi dari perusahaan Jerman ThyssenKrupp akan melengkapi armada negeri itu pada 2020.

Untuk perlindungan dari serangan teror, Singapura akan membentuk satu Pasukan Tentara Penyebar terlatih dengan kekuatan setara satu batalyon militer yang dapat menanggapi keadaan dalam hitungan menit.

Ng mengatakan, adalah tidak menguntungkan bahwa para pemuka negara ASEAN mencabut pernyataan bersama mengenai wilayah sengketa di Laut China Selatan, dimana Singapura bukan negara yang mengajukan pengakuan atas wilayah tersebut, dalam pertemuan tingkat menteri luar negeri pada Juni.

"Kami berharap bahwa masalah itu akan segera membaik, tetapi semua masih seperti itu," katanya.



Credit  ANTARA News






China sudah lama tidak jelas soal klaim Laut China Selatan


China sudah lama tidak jelas soal klaim Laut China Selatan
Peta konflik klaim wilayah antar-negara di Laut Tiongkok Selatan. (inquirer.net)
Jakarta (CB) - Pakar hukum laut internasional Hasyim Djalal mengingatkan bahwa klaim yang tidak jelas dari Republik Rakyat China terkait dengan persoalan Laut China Selatan sudah lama terjadi.

"Sesungguhnya isu 9 dash line (garis putus-putus di Laut China Selatan yang diklaim China) sudah lama muncul. Yang pertama muncul tahun 1947, tapi tidak jelas maksudnya apa," kata Hasyim Djalal dalam diskusi dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal di Jakarta, Kamis.

Semenjak itu, ujar Hasyim Djalal, sudah banyak peristiwa berkembang dan salah satu insiden yang terbesar adalah konflik antara China dan Vietnam pada tahun 1988, sehingga puluhan serdadu Vietnam menjadi korban.

Dia juga mengingatkan bahwa setelah diberlakukan Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1982, China juga menggunakan prinsip negara-negara kepulauan dengan menggunakan gugus-gugus kepulauan Paracel yang direbut China dari Vietnam pada tahun 1974.

"Tahun 1974 China mengambil Paracel dari Vietnam Selatan, tetapi karena saat itu Vietnam Utara melawan Vietnam Selatan yang didukung Amerika Serikat (AS), tidak kedengaran reaksi yang keras dari Vietnam Utara," paparnya.

Dia mengemukakan, pada tahun 1994 pihak Indonesia sudah mengirimkan nota diplomatik untuk menanyakan apa yang diklaim China di Laut China Selatan, dan di mana saja koordinatnya.

Namun terhadap nota diplomatik tersebut ternyata tidak ada jawaban dari pemerintahan China.

Hasyim mengungkapkan bahwa saat Menlu Ali Alatas pada tahun 1995 ke China, dijawab bahwa Indonesia tidak perlu khawatir karena lautan Natuna telah diakui merupakan milik Republik Indonesia.



Credit  ANTARA News






China tak berhak atas "traditonal fishing ground" di ZEE Indonesia

 
China tak berhak atas
Presiden Tinjau KRI Imam Bonjol Presiden Joko Widodo meninjau KRI Imam Bonjol 383 usai memimpin rapat rapat terbatas tentang Natuna di atas kapal perang tersebut saat berlayar di perairan Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (23/6/2016). (ANTARA FOTO/Setpres-Krishadiyanto) 
 
Jakarta (CB) - Traditional fishing ground yang diklaim China di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah hal yang tidak benar, kata pakar hukum laut internasional Profesor Hasyim Djalal.

"Zona Ekonomi Ekskusif Indonesia (ZEEI) sesuai dengan ketentuan hukum laut internasional. Di dalam ZEEI tidak ada traditional fishing ground China," kata Hasyim Djalal dalam diskusi dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal di Jakarta, Kamis.

Hasyim Djalal juga mengingatkan bahwa dalam Konvensi PBB tentang hukum laut tidak muncul istilah "traditional fishing ground", namun yang ada adalah "traditional fishing rights".

Masih sesuai dalam konvensi hukum laut, ujar dia, "traditional fishing rights" juga harus dirumuskan dengan negara terkait yang memiliki zona ekonomi sehingga memiliki kedaulatan akan sumber daya di sana.

"Makanya konvensi hukum laut mengatur hak-hak atas zona ekonomi itu," katanya.

Sementara itu, pengajar hukum internasional Fakultas Hukum UI Prof Melda Kamil Ariadno mengingatkan Indonesia adalah negara yang perbatasannya sangat terbuka dan dapat dimasuki dari mana saja sehingga sangat rentan dilanggar oleh kapal-kapal asing.

Apalagi, ujar Melda Kamil, ditengarai penegakan hukum di kawasan perairan masih lemah dan tidak terintegrasi sehingga ada daerah yang tidak bisa diawasi secara terus menerus sehingga wajar bila pemerintah membentuk Satgas 115 Anti-IUUF.

Melda mengapresiasi kinerja penegak hukum selama ini yang telah memberantas kapal ikan asing serta diberikan efek jera dengan ditenggelamkannya sejumlah kapal ikan asing, tetapi langkah-langkah ini juga masih belum cukup dan harus terus dioptimalkan ke depannya.

Untuk itu, ujar dia, sudah selayaknya ada kejelasan di seluruh wilayah perairan Indonesia mengenai siapa yang bisa melakuan penegakan hukum terhadap pihak yang melanggar sehingga SOP-nya juga harus lebih jelas.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan pernyataan Tiongkok bahwa perairan Natuna termasuk dalam wilayah penangkapan ikan tradisional mereka adalah klaim yang tidak berdasar.

"Dari sejak awal ketika insiden pertama terjadi, saat muncul kalimat traditional fishing ground (wilayah penangkapan ikan tradisional), yang kita perlukan adalah dasar yang dijadikan pertimbangan atas klaim tersebut," kata Menlu Retno usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (20/6).

Pernyataan tersebut disampaikan Menlu RI tersebut untuk menanggapi pernyataan juru bicara kementerian luar negeri Tiongkok yang menyatakan kapal Tiongkok berhak menangkap ikan di perairan Natuna karena termasuk wilayah penangkapan ikan tradisional mereka.

Pada Sabtu (18/6), jubir Kemlu Tiongkok menyampaikan protes melalui laman resmi mereka yang kemudian dimuat di media Tiongkok dan internasional, atas penangkapan satu kapal dan tujuh ABK Tiongkok oleh TNI AL karena melakukan penangkapan ikan ilegal di Natuna pada Jumat (17/6) lalu.

Penangkapan kapal ikan Tiongkok di wilayah ZEE pada 17 Juni tersebut merupakan kejadian yang ketiga kalinya, setelah sebelumnya TNI AL menangkap kapal dan ABK Tiongkok di perairan Natuna pada Maret dan Mei 2016.

"Apabila nanti terulang lagi, sikap yang sama akan dilakukan oleh Indonesia karena ini adalah sikap yang kita lakukan di ZEE kita dan sesuai dengan hukum internasional," kata Menlu.*



Credit  ANTARA News




Tiongkok tidak akan akui putusan sengketa Laut China Selatan


 
Tiongkok tidak akan akui putusan sengketa Laut China Selatan
Kapal-kapal nelayan China di Kepulauan Spratly, yang juga diklaim oleh Taiwan, Vietnam, Malaysia, Filipina dan Brunei. (AFP)
 
Beijing (CB) - Tiongkok menyatakan tidak akan mengakui putusan yang akan dikeluarkan Mahkamah Arbitrase Internasional pada 12 Juli mengenai tuntutan Filipina setelah Tiongkok meningkatkan program pembangunan lapangan udara dan fasilitas militer di Kepulauan Spratly di Laut China Selatan, yang kepemilikannya diklaim oleh enam negara.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Hong Lei dalam pernyataan tertulis yang diterima Antara di Beijing, Kamis, menegaskan bahwa tindakan Filipina mengajukan persoalan Laut China Selatan ke pengadilan arbitrase internasional "ilegal dan tidak berdasar sama sekali."

"Proses persidangan yang didasarkan pada tindakan yang tidak legal menghasilkan keputusan yang juga tidak memiliki legalitas secara internasional. Dan karenanya Tiongkok tidak akan mengakui, karena Tiongkok tidak berpartisipasi dalam hal tersebut," katanya.

Hong Lei menegaskan Arbitrase Internasional tidak memiliki yurisdiksi terhadap sengketa di Laut China Selatan antara Tiongkok dengan negara-negara lain yang bersengketa di wilayah perairan tersebut.

"Jadi, secara legal keputusan tersebut tidak mengikat dan Tiongkok tidak akan pernah menerima serta melaksanakan keputusan yang nanti akan dihasilkan," tuturnya.

Pengadilan arbitrase internasional (Permanent Court of Arbitration/PCA) di Den Haag di laman resminya menyatakan keputusan kasus sengketa itu akan disampaikan pada 12 Juli 2016 dan bahwa keputusan majelis pertama akan dikirim lewat surel ke kedua pihak terkait.

Tiongkok menggerakkan mesin diplomasinya untuk mencari "dukungan" sejumlah negara tentang sikap dan posisinya di Laut China Selatan dan mengklaim telah mendapat dukungan dari 40 negara.




Credit  ANTARA News






Kamis, 30 Juni 2016

Soal Stasiun Antariksa, Rusia Ingin 'Cerai' dengan ISS


Rusia berambisi bikin stasiun antariksa sendiri.
Soal Stasiun Antariksa, Rusia Ingin 'Cerai' dengan ISS
Stasiun luar angkasa yang digadang pengganti ISS (USS)
CB – Rusia dikabarkan ingin memisahkan diri dengan Stasiun Antariksa Internasional (ISS). Rusia akan membangun stasiun antariksa tersendiri yang dinamakan Russian Orbital Station (ROS).
Rencana 'perceraian' Rusia dengan negara-negara lain yang menggunakan ISS secara bersamaan, karena negara Eropa Timur itu memiliki target besar dengan misi menjelajah Bulan pada 2030.
Menurut pakar luar angkasa Rusia, Anatoly Zak, rencana Rusia dalam membangun stasiun antariksa sendiri sudah terungkap. Sebelumnya, Rusia memiliki rencana pembangunan stasiun tersebut bernama Orbital Piloted Assembly and Experiment Complex (OPSEK).
Sebagaimana dikabarkan Daily Mail, Kamis 30 Juni 2016, stasiun luar angkasa Rusia itu akan mulai dibentuk dengan pemisahan modul di ISS, yakni Nauka. Dijadwalkan pembentukan tersebut akan dimulai pada Desember 2017, sebelum dipisahkan nantinya.
"Berdasarkan RKK Eneria, kontraktor Rusia di ISS, pos (stasiun) baru itu akan mulai pemisahan Nauka pada pertengahan 2020-an," ucapnya.
Usai pemisahan itu, Nauka harus memiliki dua modul bahkan lebih di belakangnya. Salah satu dari dua modul itu bernama Node Module, yang bentuknya seperti mainan anak-anaknya yang bisa terhubung keenam modul lainnya untuk kapal awak, kargo, dan elemen pendukung lainnya.
"Kru (ROS) bisa dikirim dengan menggunakan pesawat luar angkasa Soyuz model lama ataupun generasi terbaru yang saat ini dalam tahap pengembangan," sebut Zak.
Terbentuknya ROS akan memudahkan Rusia untuk menjalankan misi eksplorasi Bulan. Mereka ingin menciptakan koloni manusia di satelit alami Bumi tersebut. Roscosmos, badan antariksa Rusia, mengatakan dasar Bulan akan digunakan penelitian dan penambangan mineral berharga. Namun, isu yang beredar, bahan Bulan itu untuk keperluan militer Rusia.
"Pada tahap awal, dasar Bulan akan diawaki oleh tidak lebih dari 2-4 orang dengan jumlah kenaikan menjadi10-12 orang nantinya," ucap Ola Zharoca dari Central Research Institute of Machine Building.


Credit  VIVA.co.id





Duterte Dilantik Jadi Presiden Filipina, Ini Programnya


Ia dikenal sangat keras menghadapi kejahatan.
Duterte Dilantik Jadi Presiden Filipina, Ini Programnya
Rodrigo Duterte (kanan) dilantik jadi Presiden Filipina, Kamis, 30 Juni 2016. (Reuters)
CB – Rodrigo Duterte hari ini resmi dilantik sebagai presiden ke-16 Republik Filipina. Gaya kepemimpinannya yang eksentrik diharapkan dapat memberikan energi baru dan kemajuan bagi rakyat Filipina.
Mantan jaksa berusia 71 tahun itu, yang juga pernah menjabat sebagai wali kota Davao, meraih kemenangan gemilang dalam pemilihan umum bulan Mei lalu. Melalui kampanyenya yang keras terhadap aksi kejahatan dan peredaran narkoba, kehadiran Duterte menimbulkan pro dan kontra bagi masyarkat Filipina, juga merebut perhatian dunia.
Beberapa program kerja Duterte yang akan dilaksanakan selama enam tahun masa jabatannya diantaranya mengambil tindakan ekstrim untuk menghentikan tindak kejahatan di Filipina, dengan memberikan perintah kepada pasukan keamanan untuk menembak mati pelaku kejahatan, memberikan bonus bagi siapapun yang bisa menangkap pengedar narkoba dan mengembalikan hukuman gantung.
Selain itu, seperti dilansir dari laman Manila Bulletin, Kamis, 30 Juni 2016, Duterte juga mempunya program untuk memperlambat pertumbuhan populasi Filipina, di mana baru-baru ini melonjak melampaui 100 juta jiwa. Untuk mewujudkan program tersebut, Duterte meminta instansi pemerintah untuk memasok kondom gratis dan pil KB kepada warga miskin.
Mengingat aksi kejahatan yang cukup marak di Filipina, Duterte berencana untuk memberlakukan pembatasan jam nasional bagi anak-anak, melarang penjualan alkohol pada waktu tertentu, dan melarang orang-orang untuk berkaraoke juga di waktu tertentu.
Untuk kemajuan investasi, Duterte rencananya akan mendukung perubahan konstitusi yang mendukung masuknya investasi asing dan peningkatan koneksi internet di negara itu untuk menghadapi kompetisi dari pemain asing.
Pasca memburuknya hubungan Filipina - China atas sengketa teritorial Laut China Selatan, Duterte mengatakan ia ingin bersikap "ramah" dengan Beijing. Meski presiden sebelumnya bersikap menolak mengadakan perundingan langsung dengan China atas sengketa maritim, namun Duterte berjanji akan bersikap terbuka dan akan membuka peluang investasi China di bidang infrastruktur.



Credit  VIVA.co.id





Jepang: Aktivitas Militer China di Laut Sengketa Meningkat

 
Jepang: Aktivitas Militer China di Laut Sengketa Meningkat  
Selama ini, Jepang terlibat sengketa dengan China atas Kepulauan Senkaku atau Diaoyu di Laut China Selatan yang membentang sekitar 220 kilometer di timur laut Taiwan. (Reuters/Kyodo/File Photo)
 
Jakarta, CB -- Kepala Pasukan Pertahanan Jepang Katsutoshi Kawano mengatakan bahwa aktivitas militer China di Laut China Selatan terus meningkat.

"Tampaknya aktivitas China meningkat di laut dan udara," ujar Katsutoshi dalam jumpa pers di Tokyo, seperti dikutip Reuters, Kamis (30/6).

Akibat meningkatnya aktivitas militer China ini, jet Angkatan Udara Jepang pun menambah patrolinya hingga sekitar 200 kali selama tiga bulan ini, terpaut jauh dari periode yang sama pada tahun lalu yang hanya mencapai 114.

Selama ini, Jepang terlibat sengketa dengan China atas Kepulauan Senkaku atau Diaoyu di Laut China Selatan yang membentang sekitar 220 kilometer di timur laut Taiwan.

Sementara itu, Jepang terus menunjukkan dukungannya terhadap negara-negara Asia Tenggara yang juga bersengketa dengan China di Laut China Selatan, seperti Filipina dan Vietnam.

Jepang khawatir, China meningkatkan aktivitasnya di Laut China Selatan sebagai tanggapan atas dukungan tersebut.

Katsutoshi kemudian mengungkapkan kekhawatiran terhadap reaksi China nantinya atas hasil Pengadilan Arbitrase yang diajukan oleh Filipina. Keputusan itu akan diumumkan pada 12 Juli mendatang.

Filipina mengajukan tuntutan hukum atas klaim China terhadap 90 persen perairan Laut China Selatan. Menurut Filipina, hal itu melanggar Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNCLOS, dan membatasi hak mereka untuk mengeksploitasi sumber daya di zona ekonomi eksklusif.



Credit  CNN Indonesia




'China Langgar Hukum Jika Tolak Putusan soal Laut Sengketa'

 
'China Langgar Hukum Jika Tolak Putusan soal Laut Sengketa' 
 China sendiri menilai bahwa pengadilan arbitrase yang berbasis di Den Haag, Belanda, itu tidak memiliki yurisdiksi yang relevan dalam sengketa Laut China Selatan. (Reuters/CSIS Asia Maritime Transparency Initiative)
 
Jakarta, CB -- Kepala pengacara Filipina Paul Reichler menyatakan bahwa jika China tidak menghormati keputusan pengadilan arbitrase internasional soal sengketa Laut China Selatan bulan depan, maka China bisa disebut sebagai "negara pelanggar hukum."

Dalam wawancara dengan Reuters pada Rabu (30/6), veteran pengacara Washington itu mengaku yakin bahwa Pengadilan Arbitrase Permanen, yang berbasis di Den Haag, Belanda, akan mengeluarkan keputusan yang mendukung klaim Manila melawan Beijing pada 12 Juli mendatang.

Reichler, yang mengepalai tim hukum Manila dalam kasus yang sudah berumur 3,5 tahun itu mengaku ia belum mengetahui hasil keputusan pengadilan dan memperkirakan tidak akan mengetahuinya hingga saat terakhir menjelang pengumuman.

Namun, ia tak sedikit pun ragu bahwa Manila akan memenangkan argumen hukum terhadap kasus ini, sesuai dengan berbagai perkiraan para pakar internasional.

"Kami yakin kami akan berhasil," kata Reichler, sembari menyebut bahwa kasus ini merupakan salah satu kasus yang memiliki jangkauan hukum terjauh oleh pengadilan itu.

Kasus ini diajukan oleh Filipina untuk menantang klaim China, yang mencapai hampir 90 persen, di Laut China Selatan dengan sembilan garis putus-putus, atau 'nine-dashed line.' Garis ini meliputi ratusan pulau, terumbu karang dan wilayah perairan yang tumpang-tindih dengan Filipina, Taiwan, Malaysia, Brunei, Vietnam dan Indonesia di Natuna.

Reichler mengatakan jika keputusan pengadilan memenangkan gugatan yang dilayangkan Filipina, maka akan "membuat China tak dapat meluncurkan klaim seperti itu" terhadap Laut China Selatan di mata hukum. Keputusan pengadilan akan diambil dengan mempertimbangkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut, UNCLOS.

China sendiri menilai bahwa pengadilan arbitrase itu tidak memiliki yurisdiksi yang relevan dalam sengketa Laut China Selatan dan tidak harus menghasilkan keputusan apapun.

Terkait hal ini, Reichler menyatakan jika China menolak keputusan pengadilan berarti negara itu "pada dasarnya menyatakan diri sebagai negara pelanggar hukum," yang tidak menghormati aturan hukum.

Reichler memiliki reputasi sebagai pengacara internasional yang mewakili negara-negara kecil melawan kekuatan besar. Salah satu kasus yang pernah ditanganinya adalah ketika Nikaragua menuduh Amerika Serikat mendanai kelompok pemberontak sayap kanan Cobra melawan pemerintahan sayap kiri pada dekade 1980-an silam.

 
Keputusan Pengadilan Arbitrase Permanen pada Juli mendatang akan menentukan klaim China terhadap perairan Laut China Selatan, LCS, yang diperkirakan kaya minyak. (Reuters/U.S. Navy)
Di tengah meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan, Reichler menyatakan bahwa "tak seorang pun ingin, atau bahkan mempertimbangkan, penggunaan kekuatan."

Reichler memperkirakan China akan menghadapi tekanan kuat untuk mematuhi keputusan pengadilan internasional dari berbagai negara yang bersengketa dengannya di Laut China Selatan.

"Mungkin ada saatnya nanti China akan menyadari bahwa mereka akan lebih merugi, ketimbang mendapatkan manfaat, dari upanya yang menciptakan situasi yang kacau tanpa hukum," katanya.

Filipina berpendapat bahwa klaim China di perairan dengan nilai perdagangan mencapai US$5 triliun itu melanggar Konvensi PBB tentang Hukum Laut dan membatasi hak untuk mengeksploitasi sumber daya dan daerah penangkapan ikan dalam zona ekonomi eksklusifnya.

Sekutu Filipina, Amerika Serikat, menyatakan mendukung pengadilan itu dan mendesak adanya resolusi yang damai atas sengketa itu. "Kami mendukung resolusi damai sengketa di Laut China Selatan, termasuk penggunaan mekanisme hukum internasional seperti arbitrase," ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS Anna Richey-Allen.

Sebelumnya, AS sudah memperingatkan China agar tidak mengambil tindakan provokatif tambahan menjelang keputusan pengadilan. AS juga telah memperingatkan China untuk tidak mendeklarasikan zona pertahanan udara di Laut China Selatan, seperti yang dilakukannya di Laut China Timur pada 2013 lalu.


Credit  CNN Indonesia



Rusia cabut pembatasan perjalanan ke Turki


Rusia cabut pembatasan perjalanan ke Turki
Presiden Rusia Vladimir Putin. (REUTERS/Alexei Nikolsky/Sputnik/Kremlin)
Moskow (CB) - Presiden Rusia Vladimir Putin pada Rabu (29/6) mencabut pembatasan perjalanan warganya ke Turki dan memerintahkan normalisasi perdagangan setelah dia memperbaiki hubungan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan lewat percakapan telepon pertama mereka sejak Ankara menembak jatuh pesawat militer Rusia.

Setelah insiden November tahun lalu itu, Moskow menjatuhkan sejumlah sanksi kepada Ankara, termasuk embargo terhadap beberapa produk makanan Turki, serta larangan penerbangan sewaan dan penjualan paket tur ke sana serta pemberlakuan kembali visa untuk pengunjung asal Turki.

"Saya ingin memulai dengan masalah pariwisata... kita mencabut pembatasan administratif di area ini," kata Putin kepada para menteri dalam pernyataan yang disiarkan di televisi.

"Saya meminta pemerintah Rusia memulai proses normalisasi perdagangan umum dan hubungan ekonomi dengan Turki," kata dia seperti dikutip kantor berita AFP.

Langkah tersebut dilakukan beberapa jam setelah tiga bom bunuh diri meledak di bandara internasional Ataturk di Istanbul, Turki, dan menewaskan 41 orang, termasuk 13 warga asing. Serangan itu terjadi pada awal musim wisata penting di Turki.

Terobosan diplomatik penting dengan Rusia dihasilkan dalam pembicaraan telepon Putin dengan Erdogan.

Kantor Kepresidenan Turki menyatakan bahwa Erdogan dan Putin "menyoroti pentingnja normalisasi hubungan bilateral antara Turki dan Rusia."

Erdogan diperkirakan bertemu dengan Putin pada September di sela pertemuan G20 di China menurut pejabat Turki yang namanya tak mau disebut kepada kantor berita AFP.


Credit  ANTARA News




Militer NATO Dua Kali Lipat di Pintu Rusia, Moskow Dipaksa Membalas

 
Militer NATO Dua Kali Lipat di Pintu Rusia Moskow Dipaksa Membalas
Tank-tank tempur M1 Abrams Amerika Serikat dikerahkan di Latvia saat manuver bersama NATO. | (Reuters/Ints Kalnins)
 
MOSKOW - Pengerahan kekuatan militer NATO di depan pintu Rusia kini mencapai dua kali lipat dari sebelumnya dan memaksa Moskow untuk mengambil langkah-langkah pembalasan. Demikian disampaikan Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoigu, pada Rabu petang.

”Sekarang NATO dan Amerika Serikat (AS) telah mengerahkan sekitar 1.200 buah peralatan militer, termasuk 30 jet tempur, serta lebih dari 1.000 tentara di wilayah negara-negara Eropa Timur secara rotasi,” kata Shoigu dalam sebuah pernyataan yang dirilis Departemen Pertahanan Rusia.

“Kapal-kapal Angkatan Laut AS serta kapal militer dari anggota NATO lainnya secara teratur memasuki Baltik dan Laut Hitam,” lanjut Shoigu, seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (30/6/2016).

Dia menambahkan bahwa NATO juga terus memodernisasi dan meningkatkan berbagai fasilitas militer di Polandia, Rumania, Bulgaria dan Baltik untuk membawa negara-negara itu ke standar NATO.

Menurut Shoigu, penyebaran sistem pertahanan anti-rudal (ABM) AS di Eropa Timur merupakan sumber perhatian khusus bagi militer Rusia.

”Pada tanggal 12 Mei, sistem anti-rudal Aegis di kompleks pertahanan darat mulai beroperasi di Rumania,” ujarnya. Dengan sistem itu, kompleks pertahanan darat Rumania dapat digunakan untuk meluncurkan rudal Tomahawk. AS juga bersiap membangun sistem serupa di Polandia.

Menhan Rusia ini juga memperingatkan bahwa setelah pertemuan puncak Warsawa yang akan diselenggarakan pada 8-9 Juli, NATO dapat secara signifikan meningkatkan kehadirannya dan aktivitasnya dekat perbatasan Rusia.

”Langkah-langkah dari rekan-rekan Barat kami tersebut mengakibatkan erosi dari stabilitas strategis di Eropa dan memaksa kita untuk mengambil langkah-langkah pembalasan, terutama dalam operasi teater Barat,” imbuh Shoigu. Menurutnya, Rusia dipastikan mengambil tindakan untuk menetralisir ancaman potensial.




Credit  Sindonews





China Kembali Protes Rencana Penyebaran Rudal AS di Korsel

 
China Kembali Protes Rencana Penyebaran Rudal AS di Korsel
China meminta Korsel untuk berhati-hati dalam memutuskan untuk menyebar sistem rudal THAAD buatan AS di Semenanjung Korea. | (Istimewa)


BEIJING - Presiden China, Xi Jinping mendesak Korea Selatan (Korsel) untuk memperhatikan kekhawatiran China mengenai penyebaran sistem pertahanan rudal Amerika Serikat (AS), THAAD, di negara itu. China juga meminta Korsel untuk berhati-hati atas rencana tersebut.

"Korsel harus mementingkan keprihatinan yang sah China pada keamanan dan hati-hati, serta harus tepat mengatasi rencana AS untuk menyebarkan THAAD di Korsel," kata Jinping kepada Perdana Menteri Korsel Hwang Kyo-ahn, seperti disitat Reuters dari kantor berita Xinhua, Rabu (29/6/2016).

Jinping menambahkan, China dan Korsel harus terus bekerja untuk denuklirisasi Semenanjung Korea, bekerjasama untuk memelihara perdamaian dan stabilitas serta memecahkan masalah melalui dialog dan konsultasi.

AS dan Korsel telah memulai pembicaraan tentang kemungkinan penyebaran sistem rudal THAAD, setelah Korea Utara (Korut) menguji coba bom nuklir ke empat kalinya pada Januari dan melakukan uji coba rudal. Rencana ini ditentang oleh China dan Rusia, karena dinilai akan mempengaruhi keamanan kedua negara.

Keputusan Korut untuk mengembangkan kemampuan senjata nuklir juga telah membangkitkan amarah China, satu-satunya sekutu diplomatik dan ekonomi Pyongyang. Namun begitu, China juga menyimpan ketakutan terhadap THAAD dan radarnya karena memiliki jarak tembak yang luas hingga ke China.



Credit  Sindonews




Benarkah Militer RI Boleh Masuk Filipina? Ini Klarifikasi Menhan Gazmin

 
Benarkah Militer RI Boleh Masuk Filipina Ini Klarifikasi Menhan Gazmin
Tentara Nasional Indonesia. | (Ilustrasi/Sindonews)

 
MANILA - Menteri Pertahanan (Menhan) demisioner Filipina Voltaire Gazmin mengklarifikasi informasi yang menyebut militer Indonesia diizinkan masuk Filipina untuk membebaskan tujuh sandera Indonesia dari kelompok Abu Sayyaf.

Menurutnya, militer Indonesia hanya boleh masuk Filipina dalam kasus pengejaran kelompok penjahat yang lari dari wilayah Indonesia ke Filipina.

Menhan Gazmin menegaskan selama insiden terjadi di wilayah Filipina, maka itu menjadi tanggung jawab aparat keamanan Filipina untuk menyelamatkan para sandera.

”Mereka (militer Indonesia) hanya bisa melakukan operasi untuk mengejar di dalam wilayah kita jika insiden itu terjadi dalam perairan mereka, berdasarkan pada prinsip pengejaran,” kata Gazmin, pada Rabu (29/6/2016).

Hal ini konsisten dengan “1975 Border Crossing Agreement” antara Filipina dan Indonesia. Dalam perjanjian itu, pasukan keamanan Indonesia diperbolehkan masuk zona maritim Filipina di bawah konsep pengejaran. Dalam kasus yang sama, pasukan Filipina juga diperbolehkan masuk zona maritim Indonesia di bawah konsep pengejaran.

Ketika operasi pengejaran terjadi, kata Gazmin, pasukan Indonesia hanya diperbolehkan untuk melakukan operasi terbatas. Contoh, berbagi informasi dengan pihak berwenang Filipina, bukan operasi menggunakan senjata.

Gazmin membuat pernyataan ini untuk menanggapi laporan bahwa Filipina telah mengizinkan pasukan Indonesia untuk melakukan operasi penyelamatan tujuh sandera Indonesia di wilayah mereka.

Dia, seperti dikutip Philstar, menambahkan bahwa militer Indonesia dan Filipina sedang membahas opsi penyebaran "marsekal” yang akan mengawal warga sipil memasuki negara masing-masing.




Credit  Sindonews



Pertahanan dan Keamanan Jadi Fokus Belanja K/L APBN-P 2016

 
Pertahanan dan Keamanan Jadi Fokus Belanja K/L APBN-P 2016 
 Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro merinci, alokasi anggaran Kemenhan dalam APBNP 2016 mencapai Rp108,7 triliun atau naik Rp9,3 triliun dari alokasinya pada APBN 2016, yaitu Rp9,3 triliun. Kemudian, anggaran Polri melonjak Rp6,3 triliun menjadi Rp79,3 triliun. Sektor pertahanan dan keamanan mendapatkan prioritas belanja mendesak sebagai upaya untuk melawan kejahatan terorisme dan peredaran narkoba. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A).
 
Jakarta, CB -- Pemerintah menyasar pembangunan pertahanan dan keamanan pada alokasi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016 (APBNP 2016). Hal itu terlihat dari adanya tambahan pagu anggaran yang diberikan pada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

“Kalau kami lihat Belanja K/L dalam APBNP 2016 maka akan terlihat fokusnya pada pembangunan pertahanan dan keamanan, terutama untuk memperkuat stabilitas keamanan,” tutur Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (29/6).

Bambang merinci, alokasi anggaran Kemenhan dalam APBNP 2016 mencapai Rp108,7 triliun atau naik Rp9,3 triliun dari alokasinya pada APBN 2016, yaitu Rp9,3 triliun. Kemudian, anggaran Polri melonjak Rp6,3 triliun menjadi Rp79,3 triliun. Sektor pertahanan dan keamanan mendapatkan prioritas belanja mendesak sebagai upaya untuk melawan kejahatan terorisme dan peredaran narkoba.


"Selain ke Kemenhan dan Polri, anggaran juga langsung dialokasikan ke BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), BNN (Badan Narkotika Nasional), BIN (Badan Intelijen Negara), dan lembaga-lembaga lain yang terkait dengan isu terorisme dan narkoba," ucapnya.

Askolani, Direktur Direktorat Jenderal Anggaran Kemenkeu menambahkan, penggunaan tambahan anggaran pertahanan dan keamanannya utamanya untuk membeli alat utama sistem senjata. "Selain itu juga untuk meningkatkan wibawa pertahanan kita,” terang dia.

Sementara, sejumlah anggaran K/L dipangkas. Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mendapatkan pemangkasan terbesar dari Rp104,1 triliun menjadi Rp97,1 triliun. Diikuti oleh, Kementerian Pendidikan dan Budaya dan Kementerian Perhubungan yang anggarannya masing-masing dipangkas sebesar Rp5,6 triliun.

Secara keseluruhan, total anggaran K/L dalam APBNP 2016 mencapai Rp767,8 triliun atau turun Rp 16,3 triliun dari pagu APBN 2016,Rp784,1 triliun.




Credit  CNN Indonesia