Tampilkan postingan dengan label RUSIA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label RUSIA. Tampilkan semua postingan

Kamis, 11 April 2019

Rusia siap berpartisipasi dalam mediasi selesaikan krisis Venezuela

Rusia siap berpartisipasi dalam mediasi selesaikan krisis Venezuela
Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva membahas beberapa isu terkini dalam penjelasan kepada pers di rumah dinasnya di Jakarta, Rabu (10/4/2019). (ANTARA News/Yashinta Difa)



Jakarta (CB) - Pemerintah Rusia menyatakan siap untuk berpartisipasi dalam upaya mediasi penyelesaian krisis di Venezuela.

“Kami berdialog dengan otoritas Venezuela untuk mengirimkan pesan yang sama bahwa kita membutuhkan dialog yang damai,” kata Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva dalam penjelasan kepada pers di rumah dinasnya di Jakarta, Rabu.

Januari lalu, pemimpin oposisi yang didukung Amerika Serikat, Juan Guaido, secara ilegal menyatakan dirinya sebagai presiden sementara Venezuela, setelah membantah kemenangan pemilihan kembali Nicolas Maduro pada Mei.

Washington mendukung Guaido dan meminta Maduro mundur. Sejumlah negara Amerika Latin termasuk Kolombia dan Brasil mengikuti langkah AS dan mengakui Guaido sebagai presiden Venezuela.

Di sisi lain, Maduro menuding AS berusaha mengatur kudeta untuk “memasang” Guaido sebagai boneka AS.

Rusia, China, Kuba, Bolivia, Turki, dan sejumlah negara lain telah menyuarakan dukungan mereka untuk Maduro sebagai satu-satunya presiden sah Venezuela.

Rusia juga mengecam sanksi sepihak AS terhadap Venezuela, ataupun tindak kekerasan yang ditujukan untuk mengganggu kestabilan situasi sosial-ekonomi di negara tersebut.

Vorobieva menegaskan posisi Rusia untuk membantu menyelesaikan krisis Venezuela tanpa kekerasan, dan menyeru seluruh pasukan negara yang dikerahkan di Venezuela untuk ikut duduk di meja perundingan demi masa depan yang damai bagi rakyat dan negara tersebut.

“Dibutuhkan dialog agar situasi krisis dapat diselesaikan, karena telah jelas bahwa sanksi dan tekanan ekonomi yang dikenakan terhadap Venezuela tidak membantu menyelesaikan krisis. Rusia juga sudah menyampaikan pandangan ini dalam forum internasional di Dewan Keamanan PBB,” tutur dia.

Presiden Venezuela Nicolas Maduro baru-baru ini kembali meminta Meksiko, Uruguay, Bolivia, dan Komunitas Negara-negara Karibia (CARICOM) untuk berkontribusi dalam dialog nasional di negara itu.

Para pemimpin negara-negara tersebut pada Februari lalu telah mengusulkan mekanisme Montevideo untuk menyelesaikan krisis Venezuela.

Mekanisme Montevideo mencakup empat fase, yakni menciptakan kondisi untuk dialog langsung antara pihak-pihak yang bertikai di Venezuela, proses negosiasi, penyusunan perjanjian, dan implementasi kesepakatan.





Credit  antaranews.com



Rabu, 10 April 2019

Boyong Jet Tempur Su-35S Rusia, AS Ancam Sanksi Mesir



Boyong Jet Tempur Su-35S Rusia, AS Ancam Sanksi Mesir
AS mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada Mesir jika membeli jet tempur Su-35S Rusia. Foto/Istimewa


WASHINGTON - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Mike Pompeo, mengatakan bahwa Mesir akan menghadapi sanksi jika membeli jet tempur Su-35S Rusia. Hal itu dikatakan Pompeo saat berpidato di Senat AS.

Ia juga menyatakan bahwa Mesir telah meyakinkan AS akan mempertimbangkan kemungkinan sanksi AS dan menyatakan harapannya dapat menarik diri dari kesepakatan itu.

"Kami telah memperjelas sistem terhadap mereka yang memiliki pesawat itu (Su-35S) ... mengharuskan sanksi terhadap rezim," kata Pompeo kepada Komite Senat tentang Alokasi Anggaran Departemen Luar Negeri 2020. 

"Kami telah menerima jaminan dari mereka, mereka mengerti itu, dan saya sangat berharap mereka akan memutuskan untuk tidak melanjutkan akuisisi itu," imbuhnya seperti dikutip dari Sputnik, Rabu (10/4/2019).

Sebelumnya pada hari itu, menjelang kunjungan Presiden Mesir Abdel Fattah Al Sisi ke Washington, seorang pejabat senior pemerintah Trump mengatakan AS mendorong Mesir untuk berbalik ke Barat dan menjauh dari Rusia.

"Dalam hal pengaruh Rusia yang berkembang di kawasan itu, itu jelas sesuatu yang kami sangat prihatin. Kami tidak melihat banyak manfaat material untuk keterlibatan dengan Rusia," kata pejabat itu.

"Kami hanya akan mendorong orang-orang Mesir untuk berbalik lebih ke Barat, ke Amerika Serikat," imbuhnya.

Pejabat itu mendesak Mesir dan negara-negara lain yang ingin mempertahankan hubungan militer dengan AS agar tidak membeli senjata Rusia karena mereka berisiko terkena sanksi di bawah Undang-Undang CAATSA.

Pada pertengahan Maret, Rusia dan Mesir dilaporkan menandatangani kontrak senilai USD2 miliar dolar untuk pembelian lebih dari 20 pesawat tempur multi-role Su-35S Rusia dan senjata yang diluncurkan melalui udara.

Menurut surat kabar Kommersant, perjanjian untuk membeli lebih dari 20 pesawat dan senjata senilai sekitar USD2 miliar mulai berlaku pada akhir 2018, dan pengiriman dapat dimulai pada 2020 atau 2021.

Namun, Dinas Federal Rusia untuk Kerja Sama Teknis-Militer (FSMTC) mengatakan bahwa tidak ada kontrak untuk pasokan pesawat yang ditandatangani pada paruh kedua 2018.

Pada hari Selasa, Presiden AS Donald Trump bertemu dengan Presiden Mesir al-Sisi. Gedung Putih mengatakan dalam pernyataan sebelumnya bahwa kedua pemimpin akan fokus pada kerja sama militer dan kontraterorisme selama pertemuan mereka. 




Credit  sindonews.com



Selasa, 09 April 2019

Sistem Rudal Rusia Intai Kapal-kapal Perang NATO di Laut Hitam



Sistem Rudal Rusia Intai Kapal-kapal Perang NATO di Laut Hitam
Sistem rudal Bastion Rusia. Foto/Kementerian Pertahanan Rusia


MOSKOW - Rusia menugaskan, pesawat, kapal pengintai dan sistem rudal untuk memantau latihan kapal-kapal perang NATO di Laut Hitam. Pusat Kontrol Pertahanan Nasional Rusia mengonfirmasi pengerahan perangkat keras militer tersebut kepada kantor berita TASS, Senin (8/4/2019).

Pesawat, kapal dan sistem rudal yang dikerahkan berasal dari Armada Laut Hitam Rusia. Menurut Pusat Kontrol Pertahanan Nasional pemantauan itu dilakukan untuk menentukan reaksi cepat terhadap kemungkinan keadaan darurat.

"Di wilayah-wilayah yang ditunjuk dari kapal-kapal pengintai Laut Hitam dan juga kelompok (kapal) serang angkatan laut, sistem rudal pantai Bastion dan Bal serta pesawat-pesawat Angkatan Laut sedang bertugas," kata Pusat Kontrol Pertahanan, badan di bawah Kementerian Pertahanan Rusia.

Latihan Sea Shield-2019 NATO telah dimulai di bagian barat daya Laut Hitam pada hari Senin. Kapal-kapal perang dan pesawat dari Amerika Serikat, Bulgaria, Yunani, Kanada, Belanda, Rumania dan Turki mengambil bagian dalam latihan dengan perwakilan angkatan bersenjata Georgia dan Ukraina.

Pada pekan lalu, kapal-kapal militer dari Armada Laut Hitam Rusia telah menembakkan beberapa rudal supersonik P-270 Moskit selama uji coba misil. Beberapa kapal yang terlibat dalam latihan Angkatan Laut Rusia itu antara lain korvet Ivanovets kelas Tarantul-III dan R-60.

Zvezda TV, saluran berita resmi Kementerian Pertananan Rusia melaporkan uji tembak rudal-rudal supersonik itu berjalan sukses dengan manghantam target yang jaraknya sekitar 55 km.

Kapal-kapal dengan bobot 500-ton dan panjang 56 meter tersebut adalah bagian dari armada korvet warisan Soviet yang tetap beroperasi di tiga dari empat armada Rusia.

P-270 Moskit adalah rudal supersonik ramjet yang dirancang untuk menghancurkan kapal perang musuh yang berjarak hingga 90 km. Moskit dalam bahasa Rusia bermakna nyamuk.

Misil itu terbang dekat ke permukaan untuk menghindari deteksi radar dan mengandalkan kecepatan tinggi. Pada fase akhir terbangnya, misil itu melakukan manuver yang cepat dengan tujuan mengalahkan sistem pertahanan anti-rudal musuh.

Dalam latihan itu, satu korvet kelas Tarantul membawa empat rudal P-270 Moskit, yang masing-masing memiliki 150kg bahan peledak di hulu ledaknya. Hulu ledak seperti itu cukup untuk menenggelamkan kapal musuh berbobot 20.000 ton. 



Credit  sindonews.com


Kapal Perang Rusia Hujani Idlib Suriah dengan Rudal Jelajah



Kapal Perang Rusia Hujani Idlib Suriah dengan Rudal Jelajah
Kapal perang Rusia saat melancarkan serangan rudal. Foto/Al Masdar News


DAMASKUS - Kapal perang Rusia di lepas pantai Laut Tengah melakukan serangkaian serangan rudal jelajah di wilayah barat Idlib, Suriah. Militer Moskow mengklaim serangan ditargetkan terhadap kelompok pemberontak Hay'at Tahrir Al-Sham dan Turkestan Islamic Party di pedesaan Jisr Al-Shughour.

Serangan rudal jelajah pada Senin malam oleh Angkatan Laut Rusia ini terjadi hanya 24 jam setelah kelompok pemberontak menyerang kota besar Masyaf di sebuah pedesaan barat Hama.

Mengutip Al Masdar News, Selasa (9/4/2019), setidaknya tujuh warga sipil tewas selama serangan kelompok pemberontak jihadis terhadap wilayah Masyaf, termasuk dua perawat yang bekerja di Rumah Sakit Nasional. Kelompok pemberontak Suriah itu dilaporkan merupakan kelompok yang didukung Turki.

Menurut laporan media Turki, Anadolu, serangan rudal Rusia di Idlib, menghatam sebuah sekolah. Sebanyak 12 warga sipil terluka, termasuk 10 anak-anak.

Kelompok White Helmets di Idlib mengatakan serangan rudal Moskow menargetkan zona de-eskalasi Idlib meskipun ada kesepakatan antara Turki dan Rusia yang diteken di Sochi. Tim pencarian dan penyelamatan dari kelompok relawan itu masih melanjutkan pekerjaan mereka untuk mengevakuasi para korban serangan.

Pada Minggu malam, Hama juga diguncang oleh tujuh serangan udara berturut-turut yang ditembakkan oleh tiga pesawat Rusia. Seorang warga sipil tewas dan tujuh lainnya terluka. Pada bulan Maret, 135 warga sipil kehilangan nyawa dalam serangan udara berat yang menargetkan zona de-eskalasi.

Perjanjian Sochi dicapai pada 17 September oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Kesepakatan itu membentuk gencatan senjata di wilayah Idlib, yang merupakan kubu terakhir oposisi atau pemberontak, dengan syarat senjata berat dan kelompok-kelompok ekstremis akan ditarik dari wilayah tersebut. 

Sebelum perjanjian disepakati, rezim pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad melakukan operasi militer besar-besaran terhadap Idlib, yang memicu kekhawatiran di masyarakat internasional akan krisis kemanusiaan baru.

Sejalan dengan perjanjian Sochi, patroli terkoordinasi Rusia-Turki pertama dilakukan pada 8 Maret. Namun, terlepas dari kesepakatan itu, serangan rezim Suriah terhadap kantong oposisi terakhir telah meningkat untuk beberapa waktu dan telah menewaskan lebih dari tiga lusin warga sipil serta banyak lainnya terluka. 




Credit  sindonews.com




Erdogan Lakukan Pertemuan dengan Putin di Moskow


Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bersama Presiden Rusia Vladimir Putin.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bersama Presiden Rusia Vladimir Putin.
Foto: Kremlin Pool Photo via AP

Erdogan dan Putin membahas soal rencana pembangunan pabrik nuklir di Turki




CB, MOSKOW -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow, Senin (8/4). Peningkatan kerja sama bilateral menjadi topik utama yang dibahas dalam pertemuan tersebut.

"Saya mengusulkan agar kita membahas bidang-bidang kerja sama khusus, pelaksanaan proyek-proyek bersama yang paling penting, dan garis besar pedoman untuk perluasan lebih lanjut dari ikatan yang saling menguntungkan dalam cara bisnis serta konstruktif yang sama dengan partisipasi pemerintah," kata Putin, dikutip laman Anadolu Agency.

Terkait kerja sama ekonomi, Putin mengatakan Rusia dan Turki sedang meningkatkan perdagangan bilateral serta arus investasi. "Tahun lalu volume perdagangan naik hampir 16 persen menjadi 25 miliar dolar AS, volumen investasi bersama mendekati 20 miliar dolar AS," ungkapnya.

"Saya percaya perluasan perdagangan akan terbantu dengan mengangkat pembatasan di bidang ini, diversifikasi berbagai produk, peluncuran proyek bersama baru di industri, metalurgi, pertanian, dan teknologi informasi," ujar Putin.

Di bidang energi, saat ini Rusia merupakan pemasok gas alam terbesar ke Turki. Tahun lalu, Moskow mengekspor 24 miliar kubik gas alam ke Ankara. "Ini mencakup hampir setengah dari kebutuhan negara," kata Putin.

Proyek strategis lainnya adalah pembangunan pabrik nuklir Akkuyu di Turki. Peluncuran unit pertama ditetapkan pada 2023. "Pada tahap ini perlu untuk menarik dana tambahan dan menyimpulkan kesepakatan dengan investor potensial Turki," ucap Putin.

Selain itu, Putin juga menggadang-gadang kerja sama militer antara negaranya dan Turki. Ia mengklaim pembahasan tentang pembelian sistem pertahanan udara Rusia S-400 telah dibahas dengan Erdogan.

"Ada proyek-proyek menjanjikan lainnya dalam pekerjaan yang terkait dengan pasokan produk militer Rusia ke Turki," kata Putin.

Selain kerja sama bilateral, Putin dan Erdogan juga membahas tentang krisis Suriah. Kedua negara tersebut diketahui memiliki peran langsung dalam konflik di negara tersebut.

"Kami sedang mengoordinasikan upaya untuk merevitalisasi proses politik Suriah, termasuk dengan pandangan untuk membentuk komite konstitusional sesegera mungkin," ujar Putin.



Credit  republika.co.id


S-300 Rusia Dilaporkan Gagal Jatuhkan F-35 Israel saat Gempur Aleppo



S-300 Rusia Dilaporkan Gagal Jatuhkan F-35 Israel saat Gempur Aleppo
Wilayah Aleppo, Suriah, saat diserang jet-jet tempur Israel pada malam 27 Maret 2019. Foto/Abody Ahfad Khaled via REUTERS


DAMASKUS - Militer Suriah dilaporkan mengaktifkan sistem rudal S-300 Rusia selama pesawat jet tempur F-35 Israel membombardir wilayah Aleppo pekan lalu. Namun, senjata pertahanan Moskow itu disebut tidak mampu mendeteksi apalagi menembak jatuh jet tempur siluman buatan Amerika Serikat tersebut.

DEBKAfile, situs berita intelijen dan keamanan Israel, melaporkan hal itu dalam laporannya. Namun, Suriah, Rusia maupun Israel belum berkomentar atas laporan tersebut. Jet-jet tempur menggempur Aleppo pada Maret lalu dengan klaim menargetkan aset-aset militer Iran.

"Pada malam 27 Maret, Angkatan Udara Israel meluncurkan serangan udara ke sasaran di pinggiran Aleppo, Suriah, menggunakan pesawat tempur F-35. Sistem pertahanan udara Suriah dan, khususnya, sistem rudal pertahanan udara yang dikembangkan Rusia tidak dapat memperbaiki pendekatan mereka, dan terlebih lagi, untuk menjatuhkan target udara," bunyi laporan tersebut yang dikutip Sabtu (6/4/2019).

"Berdasarkan data pendekatan Israel untuk mengebom target, serta kemampuan teknis radar S-300 Rusia, dapat disimpulkan bahwa jet-jet tempur Israel dengan percaya diri tidak memasuki zona deteksi dan, bahkan lebih, menghindari sistem SAM," lanjut laporan tersebut, yang menambahkan bawa pesawat tempur F-35 dalam serangan itu dilengkapi dengan bom terpandu, GBU-39.

Laporan lain dari situs Avia.Pro lebih kritis lagi dengan menuduh sistem rudal S-300 buatan Rusia yang dioperasikan militer Suriah gagal melacak pesawat tempur Israel.

"Meskipun gagal melindungi wilayah udara Suriah, Kementerian Pertahanan Federasi Rusia belum menjawab mengapa radar yang sama untuk S-300 Suriah tidak dapat mendeteksi pesawat Israel," klaim publikasi tersebut, mengutip para ahli militer.

Laporan itu juga meremehkan teknologi militer Rusia di Pangkalan Udara Khmeimim, di barat daya Latakia, tidak dapat melacak pesawat tempur Israel.

Kendati demikian, seorang sumber militer Suriah mengatakan kepada Al-Masdar tak lama setelah serangan pekan lalu bahwa unit pertahanan udara Damaskus hanya menggunakan sistem rudal S-200, bukan S-300, untuk mencoba mengusir serangan Israel.

Menurut sumber tersebut, Suriah memang memiliki sistem pertahanan udara S-300 buatan Rusia, namun personel militernya masih menjalani pelatihan untuk menggunakannya dalam operasi yang berhubungan dengan pertempuran. 



Credit  sindonews.com


Desakan PBB Terkait Konflik Internal Libya Terganjal Rusia


Desakan PBB Terkait Konflik Internal Libya Terganjal Rusia
Ilustrasi rapat Dewan Keamanan PBB. (REUTERS/Andrew Kelly)



Jakarta, CB -- Upaya yang ditempuh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk mencegah perang saudara di Libya terganjal. Penyebabnya adalah Rusia tidak sepakat dengan desakan DK PBB kepada pasukan loyalis Jenderal Khalifa Haftar untuk menghentikan penyerbuan ke Kota Tripoli.

Seperti dilansir AFP, Senin (8/4), Rusia berkeras menolak pernyataan desakan DK PBB terkait konflik Libya. Sebab menurut mereka, seharusnya seruan itu ditujukan kepada kedua belah pihak yang sedang bertikai.

Penolakan Rusia atas pernyataan DK PBB soal Libya dianggap berat sebelah karena mereka mendukung Haftar, selain Uni Emirat Arab dan Mesir.


Di samping itu, Rusia menuduh Amerika Serikat mengubah usulan desakan DK PBB. Usulan Inggris juga ditolak Rusia.


Akhirnya, DK PBB menerbitkan pernyataan mendesak pasukan Haftar menghentikan serangan, dan seluruh pasukan tidak memancing pertikaian.

DK PBB juga meminta semua pihak yang hendak merusak perdamaian Libya supaya segera ditahan. Mereka juga meminta semua faksi politik di Libya mendukung konferensi nasional untuk menentukan pemilihan umum.

Pertempuran sengit terjadi sejak Minggu (7/4) pekan lalu. Misi PBB untuk Libya (UNSMIL) meminta kedua pasukan melakukan gencatan senjata demi kemanusiaan, pada pukul 16.00 sampai 18.00 waktu setempat.

Haftar yang merupakan panglima Pasukan Nasional Libya (LNA), mengirim serdadunya untuk menguasai Tripoli. Haftar yang mendukung pemerintah tandingan di Benghazi menyerang pemerintah yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).


Pemerintah Libya yang didukung PBB (GNA) membalas penyerbuan pasukan Haftar. Menurut juru bicara pasukan GNA, Kolonel Mohamed Gnounou, bertujuan menumpas pasukan liar dan yang menyerang kota-kota Libya.

Sejak pasukan pemberontak yang didukung Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) berhasil menumbangkan Muammar Khadafi pada 2011, pemerintah Libya justru kacau balau. Haftar yang mempunyai pasukan menguasai wilayah timur dengan pusat pemerintahan di Benghazi.

Sejumlah persenjataan pasukan Libya di masa mendiang Khadafi juga dicuri dan dijual di pasar gelap.

Pemerintahan Perdana Menteri Fayez al-Sarraj pun tidak efektif. Sebab, dia tidak mampu menjaga wilayahnya karena sejumlah suku mempersenjatai diri dan menguasai ladang-ladang minyak. Di samping itu beberapa kelompok bersenjata saling serang memperebutkan banyak hal.

Karena konflik terus-terusan terjadi, juga menjadi lahan subur kelompok bersenjata dan persembunyian teroris seperti ISIS, Libya dianggap sebagai negara gagal (failed state).

Sebelum pecah pertempuran, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, sudah berupaya membujuk Haftar supaya mengurungkan niatnya menyerbu Tripoli. Namun, upaya itu tidak membuahkan hasil.




Credit  cnnindonesia.com





Tensi di Laut Cina Selatan, 2 Kapal Perang Rusia Tiba di Filipina



Kapal-kapal Rusia berlabuh di Manila, memulai kunjungan selama 5 hari ke Filipina. [Rambo Talabong / Rappler]
Kapal-kapal Rusia berlabuh di Manila, memulai kunjungan selama 5 hari ke Filipina. [Rambo Talabong / Rappler]

CB, Jakarta - Dua kapal perang perusak dan kapal tanker Rusia bersauh di Filipina di tengah ketegangan Laut Cina Selatan.
Kapal perusak Laksamana Tributs dan Vinogradov, yang diklasifikasikan sebagai kapal perusak anti-kapal selam besar, bersauh di Manila pada Senin pagi, bersama kapal tanker Laksamana Irkut, menurut laporan kantor berita Philippine News Agency, dikutip dari CNN, 8 April 2019.

Ini kedua kalinya pada tahun ini, kapal Rusia bersauh di Filipina. Januari lalu, tiga kapal perang Rusia juga bersauh di Manila untuk promosa perdamaian stabilitas, dan kerja sama maritim.
Tiga kapal perang Rusia berlabuh di Port of Manila memulai kunjungan baik selama 5 hari oleh Armada Pasifik Rusia.

"Kedatangan rekan-rekan kami dari Angkatan Laut Rusia menggarisbawahi upaya berkelanjutan untuk lebih memperkuat hubungan antara pemerintah kami dan angkatan laut. Ini akan semakin meningkatkan dan mempertahankan promosi perdamaian dan stabilitas dan kerja sama maritim," kata Kapten Angkatan Laut Filipina Constancio Reyes Jr, dikutip dari Rappler.

Kapal anti-kapal selam Rusia Admiral Tributs dan Vinogradoy dan kapal tanker Irkut bersauh di Pelabuhan Manila pada Senin.[philstar]
Kedatangan Armada Pasifik Rusia terjadi hanya beberapa bulan sebelum kedua negara akan menandatangani perjanjian kerja sama angkatan laut, kemungkinan pada bulan Juli, yang dilaporkan akan melibatkan lebih banyak latihan bersama dan kunjungan pelabuhan timbal balik.

Rusia dan Cina juga telah bergerak lebih dekat bersama dalam beberapa tahun terakhir, melakukan latihan militer bersama dan menandatangani kesepakatan ekonomi, dengan kedua belah pihak mengklaim hubungan berada pada tingkat terbaik dalam sejarah.
Kunjungan Rusia hari Senin juga datang di tengah latihan bersama tahunan Balikatan antara Filipina dan AS, yang berakhir pada 12 April.
Latihan Balikatan melibatkan lebih dari 7.500 pasukan, pesawat tempur siluman F-35B dan termasuk pelatihan penembakan langsung dan operasi amfibi.

Sementara kunjungan kapal Rusia tidak sebesar itu, namun hubungan Rusia yang semakin besar dengan Filipina dan kehadirannya di wilayah itu terjadi pada saat meningkatnya ketegangan di Laut Cina Selatan.
Pemerintah Filipina mengatakan ratusan kapal Cina, termasuk beberapa kapal militer, telah terlihat di sekitar Pulau Thitu dalam gugus Kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan, yang dikendalikan oleh Manila tetapi diklaim oleh Beijing.




Credit  tempo.co



Rusia Bangun Pangkalan Militer di Kawasan Arktik



Rusia membangun pangkalan militer Northern Clover di Pulau Kotelny di kawasan Arktik, Kutub Utara, dan mulai beroperasi sejak 2016. Mil.ru/Russia Today
Rusia membangun pangkalan militer Northern Clover di Pulau Kotelny di kawasan Arktik, Kutub Utara, dan mulai beroperasi sejak 2016. Mil.ru/Russia Today

CBPulau Kotelny – Pemerintah Rusia membangun pangkalan militer di Pulau Kotelny di kawasan Arktik, kutub utara.

Pangkalan militer Northern Clover merupakan pangkalan militer terbaru di perbatasan Rusia.
Pangkalan ini bisa menaungi 250 orang tentara dan memiliki suplai logistik untuk setahun tanpa bantuan dari luar.
“Pangkalan ini lebih dekat ke Alaska dibandingkan ke Moskow,” begitu dilansir CNN pada Jumat, 5 April 2019.

Markas terluar ini merupakan satu dari tiga markas baru yang dibangun pemerintahan Presiden Vladimir Putin untuk menjaga garis pantai di kawasan Arktik.
Militer Rusia mengatakan telah membangun 475 pos militer dalam enam tahun ini, yang tersebar dari perbatasan di wilayah barat dengan negara NATO hingga ke Selat Bering di sisi timur.
Pasukan armada utara Rusia mulai bertugas di pangkalan di Pulau Kotelny pada 2016. Para tentara tidak perlu keluar bangunan dan merasakan dinginnya cuaca di Arktik kecuali mereka sedang bertugas. Ini karena semua bangunan di lokasi ini terkoneksi.

Hanya satu bangunan yang berdiri sendiri yaitu sebuah kapel Orthodox, yang berjarak sekitar 20 meter dari pusat markas.
“Pangkalan ini melakukan kontrol radar, monitor wilayah udara, mengamankan jalur di Laut Selatan, dan menghilangkan kerusakan lingkungan,” kata Major Vladimir Pasechnik, komandan grup taktis di Pangkalan Northern Clover.

Pangkalan ini memiliki sistem rudal pertahanan garis pantai dan sistem rudal darat ke udara Pantsir jarak menengah yang telah dikustom agar sesuai dengan kondisi dingin di Arktik. Ini membuat semua sistem senjata bisa beroperasi meski suhu turun hingga 50 derajat celcius.

Militer Rusia juga bakal menambah kekuatan di Arktik dengan memasang sistem anti-rudal S-400 versi Arktik. Sistem pertahanan anti-serangan udara juga bakal dipasang di sebuah markas terdekat di daratan utama.




Credit  tempo.co




Senin, 08 April 2019

Rusia: Jika Moskow Dalangi Serangan Racun di Inggris, Semua Mati



Rusia: Jika Moskow Dalangi Serangan Racun di Inggris, Semua Mati
Rowley mengatakan, dalam pertemuan dengan Yakovenko, dia diberitahu jika Moskow dibalik serangan di Salisbury, tidak akan ada satupun yang selamat. Foto/Mirror


LONDON - Korban racun saraf Novichok, Charlie Rowley mengatakan, dia diberitahu bahwa Rusia bukan sosok yang bertanggung jawab atas serangan di kota Salisbury, Inggris. Rowley menuturkan, informasi itu didapatnya saat bertemu dengan Duta Besar Rusia untuk Inggris, Alexander Yakovenko.

Rowley, yang bertemu Yakovenko untuk menanyakan kepadanya mengapa Moskow membunuh pacarnya, mengatakan, dalam pertemuan itu dia diberitahu bahwa jika Moskow berada dibalik serangan di Salisbury, maka tidak akan ada satupun yang selamat. Kekasihnya, Dawn Sturgess, meninggal tujuh hari pasca terpapar racun Novichok yang disimpan di dalam botol parfum pada 4 Juli 2018.

"Tapi, saya tidak benar-benar mendapatkan jawaban. Saya baru saja mendapat propaganda Rusia. Duta Besar terus mengatakan zat itu jelas bukan Novichok yang mereka buat. Sebab, jika itu, itu akan membunuh semua orang," ucap Rowley, seperti dilansir Reuters pada Senin (8/4).

Rowley kemudian mengatakan, menurut Yakovenko, Rusia hanya memiliki sedikit Novichok, karena mereka menggunakannya sebagai penawar racun dan tidak memproduksinya lagi. Berdasarkan informasi yang dia dapat dari Yakovenko, Rowley mengatakan negara yang memproduksi racun itu sekarang adalah Republik Ceko dan Amerika Serikat (AS).

"Saya bertanya apakah ia benar-benar berpikir Inggris telah melakukan serangan itu? Ia bilang tidak tahu, karena Pemerintah Inggris tidak akan memberitahunya apa pun, tetapi Amerika tempat yang menurutnya asal dari Novichok. Ia mengatakan, Porton Down (pangkalan pengujian militer Inggris) juga memilikinya," ungkapnya.

Dalam pertemuan tersebut, Yakovenko menyerahkan Charlie sebuah dokumen setebal 51 halaman berjudul Salisbury: Pertanyaan yang Belum Dijawab. Dokumen itu menuduh Inggris gagal memberikan informasi dan mengutip dugaan ketidakakuratan dan ketidakkonsistenan peristiwa versi Pemerintah Inggris. Dokumen itu juga mengucapkan belasungkawa yang tulus atas kematian tragis Dawn Sturgess, yang telah menjadi korban tidak bersalah dari permainan politik. 





Credit  sindonews.com




Turki Tak Mau Batalkan Pembelian S-400 ke Rusia




Sistem pertahanan udara Rusia S-400.[Sputniknews]
Sistem pertahanan udara Rusia S-400.[Sputniknews]

CB, Jakarta - Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu pada Kamis, 4 April 2019, memastikan pembelian sistem pertahanan rudal S-400 pada Rusia sudah dilakukan dalam sebuah kesepakatan bersama dan tidak akan dibatalkan. Pernyataan Cavusoglu itu dilontarkan setelah Washington kecewa dan membatalkan pengiriman komponen jet tempur F-35 ke Turki karena pembelian S-400 ke Rusia.
Dikutip dari reuters.com, Jumat, 5 April 2019, Cavusoglu mengatakan pihaknya tertarik membeli sistem rudal Patriot dari Amerika Serikat, namun hal itu tetap tidak akan membatalkan kesepakatan yang sudah Turki dibuat dengan Rusia.
“Kami sudah memberi tahu mereka (Washington) beberapa bulan sebelumnya atau beberapa tahun lalu bahwa kesepakatan ini (dengan Rusia) sudah dibuat. Jadi, kami tak bisa begitu saja membatalkannya,” kata Cavusoglu.



Peluncur rudal anti-udara S-400 palsu yang bertujuan untuk mengelabui musuh.[Ilya Pitalev / Sputnik]
Menurutnya, Turki sudah menerima penawaran baru pembelian sistem pertahanan rudal Patriot dari Amerika Serikat, termasuk harga dan tanggal pengiriman. Akan tetapi, hal ini akan dinegosiasikan ulang. Sebab Washington pun belum bisa menjamin bisa menjual sistem pertahanan rudal itu ke Ankara karena harus mendapat pengesahan dari Kongres Amerika Serikat.

Cavusoglu mengatakan pada Rabu, 3 April 2019, pihaknya sudah membentuk sebuah satuan kerja yang bekerja sama dengan pemerintah Amerika Serikat guna memastikan S-400 yang dibeli Turki dari Rusia ini tidak menimbulkan ancaman kepada Amerika Serikat atau peralatan militer NATO. Dia menilai pemerintahan Turki dan Washington sebaiknya menjelaskan ke Kongres Amerika Serikat mengapa Turki membeli sistem pertahanan rudal S-400 ke Rusia.  
“Kami membuat keputusan ini sejak lama dan sekarang ini kami ingin membangun hubungan yang baik dengan semua pihak, kami perlu menciptakan keseimbangan. Kami tak perlu memilih antara ini dan itu, melainkan kami sudah membuat keputusan kami sendiri dan menjadi sekutu NATO,” kata Cavusoglu.
Turki dan Amerika Serikat berselisih faham atas keputusan Ankara membeli system pertahanan rudal S-400 dari Rusia, yang dinilai tidak selaras dengan sistem NATO. Washington pun memperingatkan keputusan Ankara ini akan membuat Amerika Serikat menjatuhkan sanksi.
Washington  telah mendesak Turki agar membeli sistem pertahanan rudal Patriot dari Raytheon Co yang bermarkas di negara itu, dan bukannya membeli sistem pertahanan rudal S-400 dari Rusia. Ankara menegaskan meskipun kesepakatan semacam ini dibuat, itu hanya akan dilakukan jika seluruh persyaratan disetujui.




Credit  tempo.co





Trump Minta Dana Militer AS, Cina, Rusia Dicukur untuk Perdamaian





CBWashington – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengeluhkan jumlah uang yang dihabiskan AS, Cina, dan Rusia untuk memproduksi berbagai jenis senjata termasuk senjata nuklir.

Trump mengatakan jumlah uang yang besar itu bisa digunakan untuk tujuan yang lebih baik.
“Seperti Anda tahu, Cina menghabiskan banyak dana untuk militer, kami juga begitu, juga Rusia. Ketiga negara ini saya pikir dapat bertemu dan menghentikan penggunaan uang ini dan menggunakannya untuk hal-hal yang lebih produktif menuju perdamaian jangka panjang,” kata Trump saat bertemu dengan Wakil Perdana Menteri, Liu He, di Ruang Oval, Gedung Putih, pada Kamis, 4 April 2019.

Trump menjamu Liu dalam konteks pembicaraan perjanjian dagang dengan Cina untuk mengakhiri perang dagang yang sedang berlangsung. Trump mengatakan perlu ada fase kedua pembicaraan antara ketiga negara untuk membahas isu belanja militer dan produksi berbagai senjata.
“Saya pikir, akan lebih baik jika kita semua bersama dan kita tidak membuat senjata-senjata ini,” kata dia. Saat ditanya Trump soal ini, Liu He menjawab bahwa itu adalah ide yang bagus.

Cina, seperti dilansir media SCMP, menganggarkan dana pertahanan sekitar Rp2500 triliun atau turun sekitar tujuh persen dibandingkan 2018. Penurunan ini terjadi karena melambatnya pertumbuhan ekonomi negara itu terkait perang dagang dengan AS.

Sedangkan pemerintahan AS di bawah Presiden Trump menganggarkan dana pertahanan sebesar sekitar US686.1 miliar atau sekitar Rp9.700 triliun untuk tahun ini.





Credit  tempo.co


Jumat, 05 April 2019

Pompeo yakin AS-Turki akan selesaikan pertikaian mengenai S-400


Pompeo yakin AS-Turki akan selesaikan pertikaian mengenai S-400

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada Kamis (4/4) mengatakan ia "sangat yakin" AS dan Turki "akan menemukan jalan maju" di tengah pertikaian yang berlangsung mengenai tekad Ankara untuk memperoleh sistem canggih pertahanan udara Rusia, S-400. (Anadolu)


Washington (CB) - Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada Kamis (4/4) mengatakan ia "sangat yakin" AS dan Turki "akan menemukan jalan maju" di tengah pertikaian yang berlangsung mengenai tekad Ankara untuk memperoleh sistem canggih pertahanan udara Rusia, S-400.

"Ada peluang yang sangat besar bagi Amerika Serikat dan Turki untuk bekerjasama lebih erat lagi," kata Pompeo kepada wartawan saat penutupan pertemuan menteri luar negeri NATO untuk memperingati ulang tahun ke-70 aliansi tersebut.

Pompeo mengatakan pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu pada Kamis positif, dan menyampaikan harapan ketegangan bilateral akan dapat diselesaikan, demikian laporan Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat pagi.

Tindakan Turki membeli sistem rudal permukaan-ke-udara buatan Rusia S-400 telah menimbulkan ketegangan dalam hubungannya dengan Washington, yang pada awal pekan ini membekukan pengiriman suku cadang dan layanan yang diperlukan untuk Turki menerima jet tempur "stealth" F-35.

Para pejabat AS telah menyarankan Turki membeli sistem rudal Patriot AS dan bukan sistem S-400 buatan Rusia, dengan alasan S-400 tidak cocok dengan sistem NATO dan mungkin mengungkap teknologi F-35 kepada Rusia, termasuk upaya rahasia untuk memperoleh informasi penting mengenai pesawat jet itu, yang kemudian bisa disalurkan ke Rusia.

Sebagai tanggapan atas keprihatinan AS, Cavusoglu pada Rabu mengatakan sistem tersebut hanya akan digunakan oleh Turki.

"Itu tidak harus dipadukan ke dalam sistem NATO, dan ini bukan tujuan kami. Ini untuk penggunaan kami sendiri," katanya. "Sistem ini takkan memandang sistem NATO yang manapun, termasuk F-35, sebagai musuh."

Pentagon pada Rabu mengatakan lembaga pertahanan itu memindahkan jet F-35 ketiga pesanan Turki ke Luke Air Force Base di Arizona, dan yang keempat direncanakan dipindahkan pada Jumat.

Beberapa pilot Turki saat ini menjalani pelatihan mengenai generasi kelima jet tempur canggih tersebut di pangkalan itu, dan Pentagon menyatakan pelatihan mereka dilanjutkan kendati ada pembekuan pengiriman suku cadang dan layanan yang diumumkan pada Senin (1/4).

Turki bergabung dengan Program Tempur Serang Gabungan F-35 pada 2002 dan telah menanam modal lebih dari 1,24 miliar dolar AS. Turki juga memproduksi bermacam suku cadang buat semua pelanggan dan varian F-35.



Credit  antaranews.com


Rusia Disebut Kembangkan Telepati untuk Ciptakan Tentara Super



Tentara Rusia berada di Lapangan Merah saat gladi bersih jelang Parade militer Hari Kemenangan pada 3 Mei 2018. Parade militer Hari Kemenangan memperingati 73 tahun kemenangan pada Perang Dunia II. AP
Tentara Rusia berada di Lapangan Merah saat gladi bersih jelang Parade militer Hari Kemenangan pada 3 Mei 2018. Parade militer Hari Kemenangan memperingati 73 tahun kemenangan pada Perang Dunia II. AP

CB, Jakarta - Sebuah majalah militer Angkatan Darat Rusia merilis artikel bahwa militer mengembangkan telepati atau kemampuan parapsikologi untuk menciptakan tentara super masa depan.
Menurut laporan Russia Today, 4 April 2019, Armeisky Sbornik (Army Digest/Intisari Tentara), majalah yang dikelola oleh Kementerian Pertahanan, mengklaim militer sangat menyukai parapsikologi, yang mempelajari hal-hal aneh seperti telepati, prekognisi, pengalaman mendekati kematian, atau reinkarnasi.

Proyek ini bukan hal baru di militer Rusia. Kembali pada akhir 1980-an, militer Uni Soviet mulai mengembangkan apa rencana berjudul "tentara super untuk perang masa depan" yang disebut "metacontact", atau dengan kata lain semacam kekuatan telepati yang dapat membuat prajurit memiliki kemampuan super.
Prajurit dengan parapsikologi mampu menggunakan kekuatan otaknya untuk membakar chip di generator, menguping pembicaraan atau mengganggu sistem telekomunikasi, termasuk gelombang televisi dan radio.

Militer Rusia juga telah bereksperimen dengan keterampilan linguistik lain-lain. Sebuah telepatis dilaporkan berhasil membaca file yang dikunci di brankas yang ditulis dalam bahasa yang tidak ia mengerti.

ilustrasi telepati. crystalinks.com
Majalah tersebut mengungkap bahwa kontak telepati dapat membantu pasukan untuk menghindari penyergapan, mendeteksi tempat persembunyian dan merawat mereka yang terluka dalam pertempuran. Telepati juga sangat diperlukan saat melakukan interogasi non-verbal terhadap prajurit musuh.
"Sang interogator akan tahu orang macam apa dia, kekuatan atau kelemahan apa yang dimilikinya, dan apakah dia baik untuk merekrut. Membiarkan pikiran musuh terbuka lebar adalah 100 persen tepat," klaim artikel tersebut.

Politisi senior Rusia , pemimpin bisnis dan manajer tinggi di sektor perbankan juga diajari beberapa keterampilan telepati.
Mengesampingkan gurauan, beberapa militer tingkat atas telah dengan cermat mempelajari cara-cara mempengaruhi pikiran manusia dan memanipulasi perilaku manusia.
Banyak negara-negara adikuasa telah menggunakan perang psikologis dalam konflik baru-baru ini. Contohnya Irak dan Afganistan, di mana kampanye AS untuk memenangkan hati dan pikiran dalam pertempuran.

Namun, upaya seperti itu tidak pernah dibuktikan secara ilmiah.
Ilmuwan Rusia skeptis tentang publikasi ini. Yevgeny Aleksandrov, kepala komisi pseudo-sains di Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia mengatakan, bahwa ada beberapa penelitian rahasia "parapsikologi tempur", tetapi studi telepati semacam itu dianggap tidak masuk akal.




Credit  tempo.co




Pentagon Akan Sebar Satelit Pendeteksi Rudal Hipersonik Rusia



Pentagon Akan Sebar Satelit Pendeteksi Rudal Hipersonik Rusia
Pesawat jet tempur MiG-31 Rusia saat menguji terbang rudal hipersonik Kinzhal. Foto/Sputnik/Evgeny Biyatov


WASHINGTON - Pentagon berencana untuk menyebarkan satelit yang mampu mendeteksi rudal hipersonik Rusia. Keputusan itu dilatarbelakangi oleh perkembangan dari kendaraan peluncur hipersonik (HGV) yang terus dikembangkan oleh Rusia dan China.

Kendaraan peluncur itu mampu bermanuver di tengah penerbangan dan membuat lintasan mereka tidak dapat diprediksi oleh sistem pertahanan rudal sehingga membuat sistem pertahanan tersebut menjadi tidak berguna.

Wakil Menteri Pertahanan Amerika Serikat untuk Kebijakan John Rood, seperti dikutip Sputnik, Jumat (5/4/2019), mengatakan Pentagon berencana untuk mulai menyebarkan "sensor berbiaya rendah" ke orbit Bumi yang mampu mendeteksi peluncuran rudal hipersonik dan melacaknya. 

Pengumuman itu dibuat selama rapat dengar pendapat dengan Komite Layanan Angkatan Bersenjata Senat AS, di mana Rood menanggapi pertanyaan tentang bagaimana AS akan melawan senjata hipersonik.

Pada saat yang sama, wakil menteri itu gagal memberikan perincian tentang bagaimana Pentagon berencana untuk menjatuhkan rudal hipersonik. Menurutnya, militer sedang berupaya mengembangkan cara untuk memengaruhi misil hipersonik musuh selama penerbangan.

Selama rapat dengar pendapat yang ditujukan untuk permintaan anggaran militer, Rood secara khusus menekankan perlunya mengembangkan pertahanan terhadap rudal hipersonik. Dia mengakui bahwa Rusia dan China mengembangkan senjata canggih, termasuk kendaraan peluncur hipersonik (HGV). 

Wakil menteri mencatat bahwa rudal seperti itu mampu bermanuver di atmosfer, sehingga membuat lintasan mereka tidak dapat diprediksi oleh sistem pertahanan rudal.

Presiden Rusia Vladimir Putin telah mempresentasikan rudal hipersonik 3M22 Zircon beberapa waktu lalu. Dia mengungkapkan bahwa misil itu dapat mencapai kecepatan lebih dari 9 Mach dan menyerang target baik di laut maupun di darat dengan jarak hingga 1.000 kilometer. 





Credit  sindonews.com




Rusia Kerahkan Kemampuan Perang Elektronik untuk Rahasiakan Putin



Presiden Rusia Vadlimir Putin menyampaikan pidato tahunannya kepada Majelis Federasi Rusia, 20 Februari 2019.[TASS]
Presiden Rusia Vadlimir Putin menyampaikan pidato tahunannya kepada Majelis Federasi Rusia, 20 Februari 2019.[TASS]

CBMoskow – Rusia telah mengerahkan kemampuan perang elektronik besar-besaran untuk menyembunyikan keberadaan Presiden Rusia, Vladimir Putin.

Sebuah lembaga riset asal Amerika Serikat, C4ADS, melansir tim ahli dari Rusia menggunakan trik canggih GPS, yang membuat keberadaan Putin secara sinyal telekomunikasi tidak bisa diketahui.
Rusia disebut melakukan 9.883 kali operasi pengelabuan GPS baik di Rusia, Crimea, dan Suriah antara Februari 2016 hingga November 2018.

“Group ini mengklaim menemukan adanya korelasi dekat antara gerakan Putin dan sinyal palsu GPS, yang mengelabui sistem navigasi,” begitu dilansir Moscow Times dan Janes pada Kamis, 4 April 2019.
Menurut lembaga riset C4ADS, operasi pengelabuan GPS ini berlangsung dalam cakupan wilayah yang luas, dan durasi yang lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya.

Pengelabuan sinyal GPS ini juga bermanfaat untuk menghalau drone dari mendatangi wilayah udara terlarang. Namun, operasi GPS ini berdampak kepada kegiatan sipil seperti kapal laut, yang membuat mereka berada di lokasi yang jauh.
Kemampuan teknologi perang elektronik Rusia ini menunjukkan negara ini memiliki kelebihan dibanding negara lain untuk mencapai target taktis dan strategis di dalam negeri dan luar negeri. Namun, teknologi yang relatif murah dan mudah digunakan ini beresiko digunakan untuk tujuan kriminal.





Credit  tempo.co





NATO Tegaskan Tak Ingin Perang Dingin Baru dengan Rusia



NATO Tegaskan Tak Ingin Perang Dingin Baru dengan Rusia
Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg menyatakan tidak ingin Perang Dingin dan perlombaan senjata baru dengan Rusia. Foto/Istimewa


BRUSSELS - Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg menyatakan tidak ingin Perang Dingin dan perlombaan senjata baru dengan Rusia. Namun, dia menyebut NATO tidak bisa "naif" terhadap bahaya yang ditimbulkan Rusia.

Stoltenberg mengawali pernyataannya dengan meminta Moskow untuk kembali mematuhi perjanjian INF, yang bertujuan mencegah perang nuklir di Eropa. Dia mengatakan, meskipun ada seruan berulang-ulang agar Rusia kembali mematuhi INF, Rusia tidak mengambil langkah untuk melakukannya, dan waktu semakin menipis.

Pelanggaran Rusia, kata Stoltenberg, menimbulkan bahaya akut bagi Eropa karena rudal baru yang dikerahkan Rusia ke Eropa sangat sulit dideteksi, membuat waktu peringatan menjadi hanya beberapa menit. Dia juga mengatakan, hal ini mengurangi ambang batas untuk penggunaan senjata nuklir di konflik bersenjata.

"Tidak ada rudal Amerika baru di Eropa, tetapi ada rudal baru Rusia. Perjanjian yang hanya dihormati oleh satu pihak tidak akan membuat kita aman," ucap Stoltenberg, seperti dilansir Anadolu Agency pada Kamis (4/4).

Stoltenberg menegaskan, bahwa sementara NATO harus bersiap untuk dunia tanpa perjanjian INF, NATO tidak akan "mencerminkan" tindakan Rusia, dan mengatakan aliansi itu tidak berniat mengerahkan rudal nuklir berbasis darat di Eropa.

"Tindakan kami akan diukur dan dikoordinasikan. NATO akan selalu mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memberikan pencegahan yang kredibel dan efektif," tukasnya. 





Credit  sindonews.com




Jumlah Pasukan Rusia Bakal Bertambah di Venezuela?



Presiden Venezuela Nicolas Maduro menghadiri latihan militer di Turiamo, Venezuela, 3 Februari 2019.[Istana Kepresidenan Venezuela / Handout Miraflores via REUTERS]
Presiden Venezuela Nicolas Maduro menghadiri latihan militer di Turiamo, Venezuela, 3 Februari 2019.[Istana Kepresidenan Venezuela / Handout Miraflores via REUTERS]

CB, Moskow – Deputi Menteri Luar Negeri Venezuela, Ivan Gil, mengatakan ada kemungkinan jumlah pasukan Rusia yang datang ke negaranya bertambah. Ini diatur dalam perjanjian kerja sama pertahanan kedua negara.

Gil juga mengatakan pasukan Rusia bakal tinggal di Venezuela sepanjang yang dibutuhkan dan tidak ada batasan waktunya.
“Grup spesialis militer di Venezuela ada dalam konteks perjanjian kami dan kontrak kerja sama teknis militer,” kata Gil seperti dilansir Interfax dan dikutip Reuters pada Kamis, 4 April 2019.
Sebelumnya, Kremlin mengatakan spesialis Rusia di Venezuela datang terkait kontrak kerja sama suplai senjata Rusia. Sekitar seratus tentara Rusia tiba di Caracas, Venezuela, menjelang akhir Maret 2019.

Menanggapi ini, pemerintah AS meminta pasukan Rusia agar keluar dari Venezuela. Presiden Donald Trump mengatakan semua opsi terbuka agar pasukan Rusia keluar dari negara sosialis ini.
Pada awal pekan ini, seperti dilansir Moscow Times, DPR Rusia mengirim surat kepada Kongres dari Kolombia, yang merupakan tetangga dari Venezuela.
Surat itu berisi peringatan bahwa penggunaan kekuatan militer terhadap Venezuela oleh negara lain yang mendukung kelompok oposisi akan diinterpretasikan sebagai tindakan agresi terhadap sebuah negara berdaulat.

Soal ini, pemerintah Kolombia, yang mendukung tokoh oposisi Juan Guaido, mengatakan negara itu mendukung transisi damai menuju demokrasi di Venezuela.

“Ini harus dilakukan oleh bangsa Venezuela sendiri dan dalam kerangka konstitusi, hukum internasional dan didukung lembaga politik dan diplomasi yang ada tanpa penggunaan kekuatan militer,” kata Carlos Holmes Trujillo, menteri Luar Negeri Kolombia.




Credit  tempo.co



Netanyahu Temui Putin Diduga untuk Motif Pemilu Israel


Vladimir Putin (kanan) dan Benyamin Netanyahu (kiri)
Vladimir Putin (kanan) dan Benyamin Netanyahu (kiri)
Foto: AP
Netanyahu mengunjungi Moskow lima hari sebelum pemilu Israel.



CB, MOSKOW – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengunjungi Rusia. Kunjungan itu dilakukan lima hari sebelum Israel menyelenggarakan pemilihan umum.

Netanyahu dilaporkan tiba di Moskow pada Kamis (4/4) pagi. Dia dijadwalkan bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin. Menurut Netanyahu, salah satu isu yang akan dibahasnya bersama Putin adalah terkait Suriah.

“Kami akan membahas berbagai peristiwa di Suriah, dan apakah mereka terakumulasi, serta koordinasi reguler dan khusus antara tentara kami serta masalah-masalah penting lainnya untuk Negara Israel,” kata Netanyahu sebelum bertolak ke Moskow, dikutip laman the Times of Israel.

Kunjungan Netanyahu ke Rusia diduga dilatari motif politik sehubungan dengan pemilu Israel yang telah di ambang pintu. Selama masa kampanye, Netanyahu selalu membanggakan dirinya yang memiliki hubungan baik dengan para pemimpin dunia, termasuk Putin. Dia menyebut keterampilan diplomatiknya tak punya tandingan.

Putin dan Netanyahu terakhir kali bertemu pada Februari lalu. Kala itu Netanyahu menegaskan komitmennya untuk menggagalkan penyebaran pasukan Iran di Suriah. “Ancaman terbesar terhadap stabilitas dan keamanan wilayah ini berasal dari Iran dan kuasanya. Kami bertekad melanjutkan aktivitas agresif kami melawan Iran, yang menyerukan penghancuran (kepada) kami, dan menentang upayanya membangun militernya sendiri di Suriah,” kata dia.

Pada kesempatan itu, Putin, tanpa menyinggung Suriah dan Iran, menyambut kehadiran Netanyahu. “Sangat penting bagi kami untuk terus bekerja sama. Rusia adalah pendukung pendirian Israel. Kami senang membicarakan situasi di kawasan ini dan masalah keamanan,” ucap Putin.

Rusia diketahui merupakan sekutu utama Suriah. Tahun lalu, Rusia juga sempat melayangkan kecaman terhadap Israel. Tel Aviv dituduh menjadi penyebab jatuhnya pesawat pengintai mereka yang tertembak pasukan Suriah. Moskow mengklaim pesawatnya, yang kala itu sedang melintas, sengaja dijadikan tameng oleh Israel untuk menghindari dan melancarkan serangan ke Suriah.





Credit  republika.co.id


Kamis, 04 April 2019

AS Peringatkan Turki: Pilih Jadi Sekutu NATO atau Beli S-400 Rusia!



AS Peringatkan Turki: Pilih Jadi Sekutu NATO atau Beli S-400 Rusia!
Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence. Foto/REUTERS


WASHINGTON - Wakil Presiden (wapres) Amerika Serikat Mike Pence memperingatkan Turki untuk membuat pilihan antara tetap menjadi sekutu NATO atau nekat membeli sistem pertahanan rudal S-400 Rusia. Pence menyarankan agar Ankara membatalkan pembelian senjata pertahanan canggih Moskow itu karena menjadi ancaman bagi peralatan militer Washington.

"Turki harus memilih. Apakah dia ingin tetap menjadi mitra penting dalam aliansi militer paling sukses dalam sejarah atau apakah dia ingin mengambil risiko keamanan kemitraan ini dengan membuat keputusan nekat yang merusak aliansi kita?," kata Pence dalam sambutannya pada acara NATO di Washington, hari Rabu, sebagaimana dikutip Reuters, Kamis (4/4/2019).

Peringatan tegas Pence muncul ketika Washington dan Ankara berselisih mengenai rencana Turki untuk membeli sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia. Sistem rudal itu diyakini Washington akan membahayakan keamanan jet tempur siluman F-35 buatan Lockheed Martin.

Turki membalas dengan peringatan Pence. Wakil Presiden Turki Fuat Oktay mengeluarkan peringatan di Twitter. "Amerika Serikat harus memilih. Apakah negara itu ingin tetap menjadi sekutu Turki atau mempertaruhkan persahabatan kita dengan bergabung dengan pasukan teroris untuk merusak pertahanan sekutu NATO?," tulis Oktay.

Washington telah memperingatkan bahwa melanjutkan kesepakatan pembelian S-400 Rusia dapat menghasilkan sanksi AS dan pengucilan Turki dari program jet tempur siluman F-35. Amerika Serikat minggu ini menghentikan pengiriman peralatan yang berkaitan dengan pesawat tempur F-35 ke Turki.

"Kami juga telah menjelaskan bahwa kami tidak akan berpangku tangan sementara sekutu NATO membeli senjata dari musuh kami yang mengancam kohesi aliansi kami," kata Pence.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan Turki telah mengusulkan kepada Amerika Serikat untuk membentuk kelompok kerja guna menentukan apakah benar sistem pertahanan rudal S-400 Rusia dapat menimbulkan ancaman terhadap peralatan militer AS atau NATO.

"Itu tidak akan diintegrasikan ke dalam sistem NATO, oleh karena itu kami mengusulkan Amerika Serikat untuk membentuk kelompok kerja teknis untuk memastikan bahwa sistem ini tidak akan menjadi ancaman, baik untuk F-35 (AS) maupun sistem NATO," kata Cavusoglu kepada sebuah panel di Amerika Serikat. 




Credit  sindonews.com