Tampilkan postingan dengan label PT DI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PT DI. Tampilkan semua postingan

Rabu, 06 September 2017

Adaptasi Kondisi Pulau-pulau RI, PTDI Siapkan Pesawat N219 Amfibi


Adaptasi Kondisi Pulau-pulau RI, PTDI Siapkan Pesawat N219 Amfibi
Foto: Dok


Jakarta - Pesawat karya anak bangsa N219 produksi PT Dirgantara Indonesia (PTDI) sukses mengudara. Namun, dalam operasionalnya nanti diperkirakan bakal menemui hambatan ketersediaan landasan memadai.

Lantas, sebagai terobosan mengatasi hambatan itu, PTDI akan mengembangkan N219 amfibi. PTDI sudah menyiapkan alternatif ini untuk memanfaatkan potensi pulau-pulau Indonesia yang dikelilingi laut dan danau.

Staf Ahli Bidang Pengembangan Pesawat Terbang PTDI Andi Alisjahbana mengatakan, PTDI berencana mengembangkan N219 dalam bentuk amfibi, dengan melihat kesulitan lahan, tak menutup kemungkinan akan segera direalisasikan.




"Memang dalam program N219, ada Development mengganti landing gearnya dengan flut plane. Dia bisa mendarat di danau, laut dan sungai," kata Andi di gedung PTDI, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Selasa (5/9/2017).

"Tapi ini juga belum selesai, karena untuk melakukan itu, kita membutuhkan navigasi laut yang lebih baik, informasi cuaca yang lebih baik untuk bisa masuk," Andi menambahkan.

Ia menambahkan, kebutuhan lahan untuk pembangunan infrastruktur landasan pacu sepanjang 500 meter sampai saat ini sulit ditemukan.


"Indonesia ini punya ciri khas, kita banyak pulau dan tanah kita kalau datar itu lembek. Kalau di pulau - pulau cari tanah datar 500 meter aja itu susahnya bukan main. Kalaupun ketemu tanah kosong kita perlu buldoser buat meratakan, itu juga susah," tutur Andi.




Credit  finance.detik.com




PTDI-UI Kolaborasi Kembangkan Pesawat Tanpa Awak



PTDI-UI Kolaborasi Kembangkan Pesawat Tanpa Awak
Foto: Dok. PTDI


Bandung - PT Dirgantara Indonesia (PTDI) menggandeng Universitas Indonesia (UI) untuk menguatkan dan mengembangkan industri dirgantara dan pertahanan. Terutama dalam mencetak sumber daya manusia (SDM) dan riset.

Kerja sama PTDI dan UI bukan untuk pertama kalinya. Sebelumnya, UI juga pernah terlibat dalam proyek pembuatan pesawat N219 milik PTDI dengan merancang Flight Deck di Laboratorium Ergonomik Teknik Industri UI.

Rektor UI Muhammad Anis mengatakan kerjasama ini bertujuan mendukung pemerintah untuk menjadikan industri pertahanan Indonesia yang mandiri pada tahun 2045. Sehingga, UI memutuskan bekerja sama dengan PTDI.


Dalam mewujudkan target tersebut, kata dia, diperlukan sejumlah strategi diantaranya alih teknologi dan peningkatan kualitas SDM. Sebab, SDM menjadi salah satu kunci keberhasilan utama di dalam mewujudkan bangsa yang mandiri dan unggul.

"Kami menyakini mampu berkolaborasi dengan PTDI khususnya dalam mencetak SDM yang handal untuk mengelola kemandirian bangsa pada industri dirgantara dan pertahanan," kata Anis usai melakukan pertemuan dengan direksi PTDI di kantor PTDI, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Selasa (5/9/2017).

Ia menuturkan selain SDM, UI juga mendukung industri dirgantara dan pertahanan Indonesia melalui berbagai penelitian, pengembangan, dan rekayasa inovasi teknologi pertahanan. Salah satunya merancang pesawat tanpa awak.

PTDI-UI Kolaborasi
PTDI-UI Kolaborasi Foto: Muklis Dinillah

Dia menjelaskan komitmen UI ditunjukkan melalui pengembangan alat utama sistem pertahanan (alutsista) Kapal Makara-05 dan Makara-06 yang merupakan Drone Permukaan Laut dan Drone Bawah Laut karya mahasiswa Fakultas Teknik UI.

"Dengan menerapkan teknologi tanpa awak yang dapat digunakan untuk menunjang aktivitas di bidang keamanan, penelitian bawah laut, serta mitigasi bencana/kecelakaan sehingga bermanfaat untuk negeri," tutur dia.

Dirut PTDI Elfien Goentoro berharapkan kolaborasi antara PTDI dan UI dapat mendukung penguatan PTDI di dalam pengembangan industri pertahanan, teknologi dirgantara khususnya serta pengelolaan SDM handal dan berdaya saing global.

"Dengan adanya sinergi dan peran dari UI dapat meningkatkan kualitas SDM yang handal dan profesional di PTDI khususnya sebagai industri pertahanan Indonesia yang mandiri pada tahun 2045," kata Elfien.






Credit  finance.detik.com





Senin, 04 September 2017

PTDI Punya Dirut Baru


PTDI Punya Dirut Baru
Foto: dok. Kementerian BUMN



Jakarta - Elfien Guntoro yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Utama PT Pelni (Persero) kini resmi menggantikan Budi Santoso menjadi Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (Persero). Pergantian direksi perseroan tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor: SK-177/MBU/08/2017 tanggal 31 Agustus 2017 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Direktur Utama Perusahaan Perseroan (Persero) PT Dirgantara Indonesia.

Penyerahan Salinan SK Menteri BUMN dilakukan oleh Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media, Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno,
pukul 15.00 WIB. Acara ini juga dihadiri oleh Direksi, Dewan Komisaris PT Dirgantara Indonesia serta Pejabat/Pegawai Kementerian BUMN.

Demikian dikutip detikFinance dari keterangan resmi Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (31/8/2017).


Melalui SK-177/MBU/08/2017, Rini memberhentikan Budi Santoso sebagai Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (Persero) yang diangkat berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: SK-362/MBU/2012 tanggal 1 Oktober 2012 dengan ucapan terima kasih atas segala sumbangan tenaga dan pikirannya selama memangku jabatan tersebut.

Melalui SK-177/MBU/08/2017 pula, Menteri Badan Usaha Milik Negara, mengangkat Elfien Goentoro sebagai Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (Persero).

Selanjutnya, juga diserahkan Salinan SK Menteri BUMN Nomor: SK-178/MBU/08/2017 tanggal 31 Agustus 2017 tentang Pemberhentian Direktur Utama Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelayaran Nasional Indonesia.

Melalui SK-178/MBU/08/2017, Rini memberhentikan Elfien Goentoro sebagai Direktur Utama PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) yang diangkat berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: SK-111/MBU/2014 tanggal 21 Mei 2014 jo Nomor: SK-99/MBU/06/2015 tanggal 22 Juni 2015 dengan ucapan terima kasih atas sumbangan tenaga dan pikirannya selama memangku jabatan tersebut.

Melalui SK-178/MBU/08/2017 pula, Rini menugaskan Harry Boediarto Soemarto, Direktur Usaha Angkutan Barang dan Tol Laut PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) untuk sementara menjalankan tugas sebagai Direktur Utama PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) selain menjalankan tugas sesuai jabatannya, dengan kekuasaan dan wewenang yang sama sampai dengan diangkatnya Direktur Utama yang definitif.




Credit  finance.detik.com







Kamis, 24 Agustus 2017

N219 Diklaim Lebih Canggih dan Murah Dibanding Twin Otter Kanada



N219 Diklaim Lebih Canggih dan Murah Dibanding Twin Otter Kanada Foto: detikBandung


Bandung - Pesawat N219 yang dibuat PT Dirgantara Indonesia (PTDI) yang dikembangkan bersama LAPAN diklaim lebih unggul dibanding pesawat sekelasnya seperti DHC-6 Twin Otter dari Kanada. Mulai dari sisi desain hingga harga jual yang lebih murah.

"Kelebihan dengan Twin Otter, desain (N219) lebih baru. Twin Otter desainnya tahun 80-an. Paling penting juga pesawat ini memiliki kemampuan low speed maneuverability. Dengan kecepatan rendah pesawat ini masih bisa melakukan manuver," ucap Direktur Produksi PT DI Arie Wibowo saat ditemui usai pelaksanaan uji terban ke dua Pesawat N219, di Landasan Pacu Bandara Husein Sastranegara, Kota Bandung, Rabu (22/8/2017).

Selain itu, Arie mengungkapkan Pesawat N219 tidak membutuhkan landasan pacu yang panjang untuk melakukan take off maupun landing hanya sekitar 300 meter saja. Sementara Twin Otter membutuhkan landasan pacu sepanjang kurang lebih 600 meter.

"Pesawat ini cocok untuk di Indonesia Timur. Yang mampu memang Twin Otter. Tapi kita bikin yang lebih mampu lagi," kata Arie.

Dalam segi mesin, meski hampir serupa namun teknologi avionik yang dikembangkan PT DI lebih modern. Garmin G-1000 dengan Flight Managemen System yang ada di dalamnya sudah terdapat Global Positioning System (GPS), sistem autopilot, dan sistem tanda bahaya.

Untuk harga, Arie menyebut harga satu unit Pesawat N219 rencananya akan dibanderol sebesar US$ 6 juta atau setara Rp 83 miliar. Harga ini jauh lebih murah dibanding Pesawat Twin Otter yang harganya mencapai US$ 7-8 juta.

"Kita bikin harganya lebih murah dikit dari Twin Otter," ujarnya.

Namun sebelum diproduksi secara masal, Pesawat N219 masih harus melakukan serangkaian uji kelayakan hingga mendapat Type Certificate. Type Certificate ini adalah sertifikasi kelaikan udara dari desain manufaktur pesawat yang dikeluarkan DKPPU Kementrian Perhubungan.

"Harapannya kita 2019 sudah masuk dan memasarkan," tandasnya.

Untuk diketahui, Pesawat N219 dirancang menerbangi daerah terpencil dengan kapasitas penumpang 19 orang. Pesawat karya anak bangsa ini juga bisa digunakan untuk mengangkut penumpang sipil, militer, barang, evakuasi medis hingga bantuan saat bencana alam.

Pesawat ini mampu mengangkut beban hingga 7.030 kg saat take off dan 6.940 kg saat mendarat. Kecepatan pesawat N219 bisa mencapai 210 knot dengan kecepatan ekonomisnya 190 knot.

Dapur pacu pesawat ini dilengkapi dengan dua mesin Pratt dan Whitney Aircraft of Canada Limited PT6A-42 masing-masing bertenaga 850 SHP dilengkapi dengan Hartzell 4-Blade Metal Propeller.



Credit  finance.detik.com


PTDI Siap Produksi 24 Pesawat N219 Tiap Tahun



PTDI Siap Produksi 24 Pesawat N219 Tiap Tahun Foto: Wisma Putra


Bandung - PT Dirgantara Indonesia (PTDI) menargetkan bisa memproduksi pesawat N219 sampai 24 unit per tahun. Namun untuk mencapai target tersebut sejumlah proses dan tahapan yang perlu dilalui.

Direktur Utama PT DI Budi Santoso menuturkan setelah melakukan serangkaian uji terbang diharapkan pesawat N219 sudah bisa diproduksi di akhir 2018. Sehingga pada 2019, diharapkan sudah berhasil memproduksi sebanyak 6 unit pesawat.

Di tahun berikutnya, kata Budi, jumlah produksi tersebut akan terus ditingkatkan sebanyak 12 unit pesawat sampai 24 pesawat setiap tahunnya. Dengan jumlah produksi tersebut biaya produksi akan semakin ekonomis dan bisa menguntungkan bagi perusahaan.

"Kita selesaikan akhir tahun depan (uji terbang). Kita produksi (akhir) 2018, 2019 mulai terbang tapi itu paling produksinya 6 pesawat. Terus naik jadi 12 pesawat. Target kami ini naik 24 pesawat per tahun produksinya," kata Budi, ditemui usai flight test ke dua, di Landasan Pacu Bandara Husein Sastranegara, Kota Bandung, Rabu (23/8/2017).


Menurut dia, untuk memproduksi secara pesawat hasil pengembangan bersama LAPAN pihaknya tidak perlu melakukan penambahan investasi baik dari alat dan juga aset. Saat ini saja, kata dia, kemampuan produksinya bisa mencapai 12 unit per tahun.

Pasalnya, Budi menjelaskan, sistem produksi pesawat (zig) untuk pembuatan purwarupa pesawat N219 bisa digunakan untuk melakukan produksi. Sehingga tidak perlu melakukan penambahan investasi.

"(Produksi) sampai 12 unit per tahun (fasilitas) yang ada sekarang cukup. Meski mesin zig dibuat untuk produksi prototipe, tapi mampu untuk produksi. Ini beda ketika dulu kami memproduksi N250, zig prototipe dan produksi berbeda," ujarnya.

Sementara agar mampu memproduksi sebanyak 24 unit pesawat per tahun memang perlu menambah kawasan assembly atau perakitan. Namun hal itu bisa disiasati dengan memanfaatkan sejumlah hanggar kosong. Sehingga tidak perlu ada cost yang dikeluarkan terlalu besar.

"Untuk 24 unit per tahun memang perlu ada penambahan. Tapi ada hanggar kosong yang bisa dimanfaatkan. Jadi tidak terlalu besar investasinya," ujarnya.

Sejauh ini, dia menambahkan telah banyak perusahaan yang berminat membeli pesawat N219. Bahkan ada satu perusahaan asal dalam negeri yang ingin memesan 50 unit pesawat N219.

Tapi pihaknya, belum berani melakukan kontrak karena pesawat tersebut masih perlu melewati serangkaian pengujian untuk mendapat Type Certificate dari Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Kementerian Perhubungan.

"Memang banyak yang sudah mau beli. Tapi kita belum berani lakukan kontrak. Karena kita harus yakin (terlebih dahulu) pesawatnya sesuai apa yang akan saya deliver nantinya. Ini kan masih perlu tes-tes untuk perbaikan," ujarnya.

Untuk diketahui, pesawat N219 dirancang menerbangi daerah terpencil dengan kapasitas penumpang 19 orang. Pesawat karya anak bangsa ini juga bisa digunakan untuk mengangkut penumpang sipil, militer, barang, evakuasi medis hingga bantuan saat bencana alam.

Pesawat ini mampu mengangkut beban hingga 7.030 kg saat take off dan 6.940 kg saat mendarat. Kecepatan pesawat N219 bisa mencapai 210 knot dengan kecepatan ekonomisnya 190 knot.

Dapur pacu pesawat ini dilengkapi dengan dua mesin Pratt dan Whitney Aircraft of Canada Limited PT6A-42 masing-masing bertenaga 850 SHP dilengkapi dengan Hartzell 4-Blade Metal Propeller.



Credit  finance.detik.com

Sudah Ada Perusahaan Berniat Mau Borong 50 Unit Pesawat N219



Sudah Ada Perusahaan Berniat Mau Borong 50 Unit Pesawat N219 Foto: detikBandung


Bandung - Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) yang dikembangkan bersama LAPAN sukses menjalani uji terbang keduanya. Pesawat karya anak bangsa ini sudah diminati banyak pembeli khususnya pasar dalam negeri.

Bahkan Direktur Utama PTDI Budi Santoso mengungkapkan telah ada salah satu perusahaan dalam negeri yang berniat membeli 50 unit pesawat N219. Namun dia belum mau menyebut nama perusahaan tersebut.

"Beberapa airline sudah menelpon saya ingin menjadi costumer pertama. Menurut saya, saya perlu kan launching costumer yang mau sekitar 50 buah (pesawat) dan ini sudah ada yang mau. Tapi enggak boleh disebut karena masih negosiasi," kata Budi, ditemui usai flight test kedua, di Landasan Pacu Bandara Husein Sastranegara, Kota Bandung, Rabu (22/8/2017).

Selain itu, pihaknya juga belum berani untuk melakukan kontrak atau melakukan penjualan karena Pesawat N219 masih perlu melewati serangkaian pengujian untuk mendpat Type Certificate dari Direktorar Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Kementerian Perhubungan.

Type Certificate ini adalah sertifikasi kelaikan udara dari desain manufaktur pesawat yang dikeluarkan DKPPU Kementrian Perhubungan. Targetnya Type Certificate ini didapat 2018 mendatang sehingga bisa segera melakukan produksi secara masal.

"Memang banyak yang sudah mau beli. Tapi kita belum berani lakukan kontrak. Karena kita harus yakin (terlebih dahulu) pesawatnya sesuai apa yang akan saya deliver nantinya. Ini kan masih perlu tes-tes untuk perbaikan," ujarnya.

Untuk pangsa pasarnya sendiri, Budi menyatakan untuk sementara pihaknya melirik pasar dalam negeri terlebih dulu. Karena kebutuhan dalam negeri cukup besar. Setelah itu pihaknya akan mulai melirik pasar luar negeri.




Credit  finance.detik.com














PT Pindad dan Dirgantara Indonesia Akan Direlokasi ke Lahan Baru Seluas 10.000 Ha


PT Pindad dan Dirgantara Indonesia Akan Direlokasi ke Lahan Baru Seluas 10.000 Ha
Petugas memeriksa ekskavator Pindad Excava 200 warna kuning yang baru selesai diproduksi PT Pindad, di kawasan industri PT Pindad, Jalan Gatot Subroto, Kota Bandung, Jumat (4/8/2017). Pindad Excava 200 warna kuning ini adalah pesanan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebanyak 22 unit. Pindad Excava 200 merupakan ekskavator buatan dalam negeri pertama yang diharapkan mampu mendongkrak kemampuan industri nasional dalam memproduksi alat berat. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)



CB, JAKARTA - Perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) yang masuk sektor industri strategis akan direlokasi ke satu tempat yang lokasinya terintegrasi.
Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo mencontohkan, fasilitas pabrik yang dimiliki PT Pindad di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, saat ini lokasinya tidak begitu luas untuk sebuah pabrik persenjataan.

"Ini kan tempatnya kecil, perlu direlokasi ke tempat. Ke satu lokasi yang ada pelabuhan, bandara dan sebagainya," ujar Gatot Nurmantyo di acara Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP)  di Kementerian Pertahanan (Kemhan), Jakarta, Rabu (23/8/2017).
Di kesempatan sama, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, pihaknya sudah mendapatkan lokasi seluas 10.000 ha yang cocok untuk dijadikan pusat pengembangan indutri strategis, termasuk untuk PT Pindad, PT PAL dan PT Dirgantara Indonesia (DI).
"Saya sudah siapkan sepuluh ribu hektar untuk PT DI Pindad ada PT PAL. Nanti pindah ke situ," katanya.


Gatot Nurmantyo
Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo (paling kanan) dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu (tengah) saat memaparkan rencana relokasi PT Pindad, PT Dirgantara dan PT PAL ke lokasi yang terintegrasi di Jakarta, Rabu (23/8/2017).
Ia menyebutkan, fasilitas pabrik Pindad saat ini hanya sekitar 30 - 40 ha di Kabupaten Bandung. Di lokasi baru, PT Pindad akan mendapatkan lahan seluas 3000 ha.
"Nanti kita kasih tiga ribut hektar, lebih gede kan."

Di mana lokasi baru tersebut, Ryamizard Ryacudu enggan membeberkan. Ia menyebut lokasi itu sudah ada dan saat ini tengah diatur bagaimana memindahkan fasilitas produksi industri strategis tersebut ke lokasi yang baru.





Credit  tribunnews.com


Markas Pindad dan PT DI Bakal ‎Pindah ke Lampung



CB, Jakarta - Pemerintah tengah mendorong perkembangan industri pertahanan guna mewujudkan Indonesia sebagai salah satu negara eksportir produk-produk pertahanan atau alutsista. Dukungan ini ditunjukkan dengan merelokasi pabrik produsen alat-alat pertahanan, yakni PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia (DI), dan PT PAL.
Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo mengungkapkan, dalam meningkatkan industri pertahanan nasional, kualitas sumber daya manusia menjadi faktor penting. Selain itu, memindahkan basis perusahaan yang selama ini memproduksi alat-alat pertahanan.
"Membenahi yang sudah tidak feasible lagi, industri seperti PT Pindad di Bandung, kan tempatnya kecil. Jadi perlu direlokasi ke lokasi yang dekat dengan pelabuhan, bandara, dan lainnya," kata Gatot saat menghadiri Peluncuran dan Bedah Buku KKIP di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Rabu (23/8/2017).





Hal ini dibenarkan Menteri Pertahanan (Menhan), Ryamizard Ryacudu. Ia mengatakan, pemerintah akan merelokasi pabrik PT DI, dan Pindad dari Bandung, Jawa Barat serta PT PAL di Surabaya Jawa Timur. Lampung merupakan lokasi yang dipilih sebagai basis produksi ‎tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu.
"PT DI, PAL, Pindad nanti pindah dari situ (Bandung dan Surabaya). Setelah ini saya mau ke Lampung untuk melihat," tutur Ryamizard.
‎Menurutnya, pemerintah sedang mencari tanah atau lahan di Lampung seluas 10 ribu hektare (ha). Pemerintah akan memberikan lahan ribuan ha kepada tiga BUMN tersebut untuk meningkatkan produksi dalam rangka pengembangan industri pertahanan nasional.
"Kalau lahan sudah didapat 10 ribu ha, bah‎kan kalau lebih dari itu lebih bagus. Karena sekarang kan Pindad luasnya cuma 26 ha sampai 40 ha, tapi nanti kita kasih sekitar 3 ribu ha. Lebih besar kan," jelasnya.
Menhan mengaku, rencana relokasi pabrik Pindad, PAL, dan PT DI masih dalam proses. Targetnya segera, dan relokasi ini akan dibiayai dari anggaran negara.

"Ini masih proses, butuh waktu 2-3 tahun, tapi kita harap bisa secepatnya. Untuk anggaran belum tahu, yang pasti dari negara. Karena kalau lima tahun lagi (realisasi pemindahan), tidak akan ada lagi tanahnya, jadi harus cepat," pungkas Ryamizard.







Credit  Liputan6.com






Rabu, 23 Agustus 2017

N219 Jalani Tes Terbang Kedua, Begini Hasilnya


N219 Jalani Tes Terbang Kedua, Begini Hasilnya

Photo : Twitter/@LAPAN_RI/Donny Hidayat

Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia dan Lapan            



CB – Pesawat buatan anak bangsa yang dibuat PT Dirgantara Indonesia, N219, pada hari ini melakukan tes terbang kedua di Bandung. Uji yang dijalani N219 kali ini adalah tes sistem rudder atau sistem sayap belakang pesawat, untuk bermanuver belok kanan dan kiri.
Dalam tes kedua pesawat anak bangsa tersebut, masih dipiloti oleh Kapten Esther Gayatri Saleh. Pilot wanita itu pada pekan lalu menerbangkan N219 dalam debut terbang perdananya. Dalam tes terbang kedua, Kapten Esther melakukan lepas landas N219 pada pukul 09.15 dan membawa N219 mengudara selama kurang lebih 25 menit.

Selama 25 menit terbang, hasil tes sistem rudder dinilai baik dan normal. Sementara sistem lain masih terus dilakukan tes dan evaluasi. Sebab, usai terbang kedua ini, Kapten Esther masih memberikan catatan yang perlu perbaikan dari N219.

Pesawat N219 yang merupakan karya anak bangsa ini terbang pertama pada 16 Agustus 2017. Dengan terbang kedua ini, berarti pesawat tersebut kini sudah mengantongi 1 jam terbang. Target untuk mendapatkan izin terbang, pesawat harus mengantongi 300 jam terbang. PT DI menargetkan, selama satu setengah tahun, N219 sudah bisa terbang selama 300 jam.


Credit  viva.co.id


Batal Disaksikan 4 Menteri, Uji Terbang Kedua N219 Sukses



Batal Disaksikan 4 Menteri, Uji Terbang Kedua N219 Sukses Foto: Mochamad Solehudin/detikBandung



Bandung - Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia (DI) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) kembali sukses menjalani flight tes (uji terbang) untuk kedua kalinya. Uji terbang kedua ini sebagai rangkaian untuk memenuhi waktu 300 jam yang harus dipenuhi agar mendapat Type Certificate.

Uji terbang Pesawat N219 kali ini sejatinya disaksikan oleh sejumlah menteri yaitu Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, Menteri Ristek dan Dikti, Mohamad Nasir, Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, dan Menteri BUMN Rini Soemarno.

Namun para menteri tersebut tidak jadi hadir lantaran harus melaksanakan rapat bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta. Meski begitu, uji terbang kedua Pesawat N219 tetap berlangsung dan berjalan sesuai rencana.

Peswat karya anak bangsa ini lepas landas sekitat pukul 09.15 WIB di landasan pacu Bandara Husein Sastranegara, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (23/8/2017). Selama kurang lebih 30 puluh menit Pesawat N219 terbang berputar-putar di langit Kota Bandung.

Kapten penerbang Esther Gayatri Saleh yang kembali dipercaya untuk menjadi pilot dalam pengujian kedua ini menyatakan semua berjalan dengan baik. Tidak ada satu kendala apapun dari pesawat sehingg dari mulai take off sampai landing tidak ada masalah dan berjalan mulus.

"Tadi ketinggian pesawat sampai 8.000 meter. Ini ketinggiannya sama seperti waktu tes sebelumnya," kata Esther usai melakukan uji terbang.

Dia menuturkan dari dua kali uji terban yang telah dilakukan pihaknya mengaku telah mendapat sejumlah data untuk mengetahui sejauh mana progres dari Pesawat N219. Tapi dia optimistis tahun depan N219 akan bisa mendapat Type Certificate sesuai dengan yang ditargetkan.

"Dua flight ini kita nanti dapat data, nanti kita analisa lagi. Seberapa cepat kita akan (lakukan). Tentu ada catatan-catatan (data teknis) yang perlu kita analisa. Kita akan terus collect data. Ada beberapa tes lagi, lalu kita tentukan waktu untuk tes selanjutnya," kata dia.




Credit  finance.detik.com












Turki Tertarik Kerja Sama Garap N219 untuk Pasar Afrika



Turki Tertarik Kerja Sama Garap N219 untuk Pasar Afrika Foto: Wisma Putra


Jakarta - Turkish Aerospace Industries, industri pesawat terbang asal turki berminat menjalin kerja sama produksi dengan PT Dirgantara Indonesia (Persero) (PTDI) membuat pesawat N219. Kerja sama produksi antara PTDI dengan Turkish Aerospace Industries dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar di Afrika.

"Turkish Aerospace Industries tertarik kerja sama. Ingin join dengan kita, produksi di mereka dan dijual di Afrika umpamanya," ujar Direktur Produksi PTDI Arie Wibowo saat berbincang dengan detikFinance, Jakarta, Selasa (22/8/2017).

Kerja sama produksi ini dilakukan untuk melebarkan penjualan pesawat N219 ke luar negeri. Pasalnya, jika diproduksi di Bandung, pengiriman pesawat N219 tidak ekonomis.



"Secara logistik kalau saya bikin pesawat di Bandung dan customer di Afrika pesawatnya kan kecil, mau diterbangkan secara logistik enggak memungkinkan. Kalau pakai kapal laut butuh waktu lama, paling bagus kita assembly dekat Afrika supaya deliver langsung dari situ," tutur Arie.
Arie menambahkan, dengan demikian pasar pesawat buatan PTDI, khususnya N219 bisa semakin luas dan diminati banyak negara di dunia.

"Jadi lebih kepada regional marketing dan regional logistiknya lebih memungkinkan, daripada membuat di sini dan mengirim ke seluruh dunia," kata Arie.



Sebelumnya perusahaan Turki, FNSS, juga bekerja sama dengan PT Pindad (Persero) membuat medium tank bernama MT Kaplan. Tank ini mampu melesat hingga 70 kilometer (km) per jam dengan jarak tempuh maksimal sekali jalan 450 km. Medium tank ini juga dilengkapi dengan meriam dengan kaliber 105 mm yang diadopsi dari Cockerill Maintenance & Ingenierie SA Defense dari Belgia dan 7.62 mm Coaxial Machine Gun.



Credit  finance.detik.com





Setelah Diproduksi Massal, Berapa Harga Pesawat N219?



Setelah Diproduksi Massal, Berapa Harga Pesawat N219? Foto: Pool/Dok. PTDI


Jakarta - Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) yang dikembangkan bersama LAPAN ditargetkan diproduksi massal di 2019 mendatang.

Produksi massal pesawat buatan Bandung tersebut bisa dilakukan setelah mendapatkan Type Certificate yang diperkirakan pada 2018 dari Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Kementerian Perhubungan.

Lalu berapa harga jual pesawat N219? Menurut Direktur Produksi PTDI, Arie Wibowo, harga jual pesawat N219 berada di kisaran US$ 6 juta per unit atau sekitar Rp 81 miliar.

"Kita di kisaran US$ 6 jutaan ya," ujar Arie saat berbincang dengan detikFinance, Jakarta, Selasa (22/8/2017).

Sedangkan kebutuhan modal untuk produksi pesawat dengan kapasitas 19 penumpang sebesar 50% dari harga jual, atau berada di angka US$ 3 juta per unit atau sekitar Rp 40,5 miliar.

"Modalnya minimum saya dapat sekitar 50% dari harga jual lah untuk memulai," tambah Arie.

Beberapa maskapai dalam negeri pun berminat untuk membeli pesawat N219 buatan Bandung. Pesawat perintis ini memiliki daya jelajah hingga 880 km dalam sekali jalan untuk menjangkau daerah terpencil.

"Sebetulnya approaching beberapa airline menyatakan punya intensi beli, tapi belum memastikan akan beli," ujar Arie.

Beberapa calon pembeli tersebut, kata Arie, perlu didorong oleh berbagai insentif yang perlu diberikan pemerintah, mulai dari insentif pajak hingga kewajiban penggunaan pesawat buatan dalam negeri.

"Contohnya ada namanya pengurangan pajak atau kebijakan pajak. Kedua, dia diberikan semacam perlindungan bahwa airline beli pesawat dalam negeri. Dengan itu bisa naikkan produksi dalam negeri," ujar Arie.

Selain itu, subsidi tiket juga perlu diberikan kepada penumpang pesawat N219 nantinya. Sehingga maskapai dalam negeri terpacu untuk membeli pesawat dalam negeri, khususnya buatan PTDI.

"Kemungkinan memakai subsidi-subsidi perintis kan ada. Subsidi perintis diberikan airliner N219," kata Arie.



Credit  finance.detik.com


Ini Kecanggihan N219 yang Diminati Maskapai Dalam Negeri


Ini Kecanggihan N219 yang Diminati Maskapai Dalam Negeri Foto: Mukhlis Dinillah/detikBandung


Jakarta - Meskipun belum diproduksi massal, pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) yang dikembangkan bersama LAPAN sudah diminati beberapa maskapai dalam negeri. Pesawat buatan Bandung memiliki kemampuan untuk menjangkau daerah terpencil dengan daya tampung penumpang hingga 19 orang dengan kabin yang luas.

Pesawat N219 bisa digunakan untuk mengangkut penumpang sipil, angkutan militer, angkutan barang atau kargo, evakuasi medis, hingga bantuan saat bencana alam. Dengan kelebihan tersebut, pesawat ini juga lebih murah dibandingkan pesawat sejenisnya, yaitu Twin Otter.

"Ini harganya murah US$ 6 juta, Twin Otter US$ 7-8 juta," kata Direktur Produksi PTDI Arie Wibowo saat berbincang dengan detikFinance, Jakarta, Selasa (22/8/2017).

Pesawat N219 memiliki kecepatan maksimum mencapai 210 knot, dan kecepatan terendah mencapai 59 knot. Artinya kecepatan cukup rendah namun pesawat masih bisa terkontrol, ini penting terutama saat memasuki wilayah tebing dan pegunungan.

Dapur pacu pesawat buatan Bandung ini dilengkapi dengan dua mesin Pratt & Whitney Aircraft of Canada Limited PT6A-42 masing-masing bertenaga 850 SHP dan dilengkapi dengan Hartzell 4-Blade Metal Propeller.

"Kemudian produk ini pakai teknologi sudah available di pasar, bukan sesuatu yang susah didapat. Engine-nya sudah dipakai di mana-mana," kata Arie.

Pesawat N219 mampu mengangkut beban hingga 7.030 kilogram (kg) saat take off dan 6.940 kg saat mendarat. Kecepatan pesawat N219 bisa mencapai 210 knot dengan kecepatan ekonomisnya 190 knot.




Credit  finance.detik.com








Setelah Terbang Perdana, Bagaimana Kelanjutan N219?



Setelah Terbang Perdana, Bagaimana Kelanjutan N219? Foto: Wisma Putra



Jakarta - Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) yang dikembangkan bersama LAPAN pada Rabu (16/8/2017) lalu telah melakukan uji terbang. Pesawat ini terbang selama 30-40 menit di langit Bandung.

Setelah berhasil melakukan uji terbang perdana dengan mulus, pesawat N219 buatan Bandung masih harus melewati serangkaian uji terbang untuk mendapatkan Type Certificate dari Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Kementerian Perhubungan.

Direktur Produksi PTDI Arie Wibowo mengungkapkan, pihaknya tengah melakukan pengecekan sistem pesawat N219 sebelum dilakukan uji terbang lagi dengan total waktu 20 jam.

"Sekarang kita mulai flight testing. Semua performance stability, aerodynamic, system, engine parameter mulai dicek. Hari ini dikasih 20 jam boleh terbangnya, setelah 20 jam laporan kepada DKPPU untuk menentukan kelanjutan testing-testing yang akan kita lakukan," kata Arie saat berbincang dengan detikFinance, Jakarta, Selasa (22/8/2017).

PTDI bersama DKPPU Kementerian Perhubungan juga telah menyusun rencana bersama untuk melakukan serangkaian uji pesawat sebelum diberikan Type Certificate.

Tak berhenti di situ, pesawat N219 masih harus melewati 300 jam terbang sebagai syarat mendapatkan Type Certificate. Type Certificate adalah sertifikasi kelaikan udara dari desain manufaktur pesawat yang dikeluarkan oleh DKPPU Kementerian Perhubungan.

"Kita kira-kira minimum certifying 300 jam untuk dapat Type Certificate," tutur Arie.

Pesawat N219 juga harus melewati 3.000 cycle fatigue test, di mana setiap satu kali take off dan landing dihitung satu cycle. Uji ini dilakukan untuk mengetehui kekuatan pesawat saat beroperasi.

"Kemudian harus melewati petik tes 3.000 cycle dengan diberikan beban normal terbang berulang-ulang," ujar Arie.

Arie memperkirakan, dengan persyaratan tersebut, N219 bisa mendapatkan type certificate pada 2018 mendatang. Serangkaian uji tersebut diperkirakan memakan waktu 8-10 bulan dari sekarang.

"Kita mulai terbang minggu ini, continue terbangkan. Dengan 2 pesawat, sekitar 8 bulan sampai 10 bulan. Kalau kita mulus jalannya, enggak ada gangguan 8 bulan selesai 2 pesawat dan type certificate di 2018," kata Arie.



Credit  finance.detik.com

N219 Akan Diproduksi Massal Dua Tahun Lagi


N219 Akan Diproduksi Massal Dua Tahun Lagi Foto: Wisma Putra




Jakarta - Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) yang dikembangkan bersama LAPAN berhasil melakukan uji terbang perdana dengan mulus.

Meski demikian, pesawat N219 buatan Bandung masih harus melewati serangkaian pengujian untuk mendapatkan Type Certificate dari Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Kementerian Perhubungan.

Type Certificate adalah sertifikasi kelaikan udara dari desain manufaktur pesawat yang dikeluarkan oleh DKPPU Kementerian Perhubungan. Setelah mendapatkan type certificate yang diperkirakan pada 2018, pesawat N219 bisa diproduksi massal di tahun depannya atau 2019.

"Kalau sudah dapatkan Type Certificate, berarti diperbolehkan produksi pesawat. Nanti setelah itu kita akan ajukan Production Certificate. Sudah bisa serial production harapan kita di 2019, sudah massal," kata Direktur Produksi PTDI Arie Wibowo saat berbincang dengan detikFinance, Jakarta, Selasa (22/8/2017).

Setelah mendapatkan sertifikat produksi dan bisa memproduksi secara massal, PTDI akan membuat 4 hingga 8 pesawat di tahun 2019. Produksi pesawat di tahun berikutnya di 2020 juga terus ditingkatkan hingga 12 pesawat per tahun.

"Tinggal main rate-nya per tahun, kita coba 4, 8, 12 kemudian steady 12. Kalau lebih banyak maksimal 24, tapi itu butuh investasi," ujar Arie.

Dalam memproduksi massal pesawat N219, PTDI membutuhkan pendanaan sebagai modal kerja tambahan, pasalnya saat ini pendanaan yang ada hanya sampai mendapatkan Type Certificate. Untuk itu, PTDI berupaya mencari pendanaan, atau melayani pemesanan pesawat dalam jumlah banyak untuk mendapatkan biaya produksi pesawat.

"Serial production antara PTDI cari pendanaan atau cari pembeli dalam jumlah banyak," tutur Arie.




Credit  finance.detik.com











Senin, 21 Agustus 2017

Kepak Sayap Adik Gatotkaca


Kepak Sayap Adik Gatotkaca
Photo : PT Dirgantara Indonesia
Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia


CB – Pria bertubuh kurus termangu memandangi gelas kopi di hadapannya. Raut wajahnya menunjukkan bahwa ia tengah berusaha keras mengingat kilasan masa lalu, masa yang sebenarnya tidak ingin dikenang kembali.

“Saya sudah mendengar tentang N219. Tapi, saya belum tahu banyak soal kemampuannya. Kalau N250, saya cukup tahu,” ujar pria bernama Paul itu kepada VIVA.co.id.

Saat masih menetap di Bandung, Jawa Barat, Paul pernah dikontrak untuk bekerja di PT Industri Pesawat Terbang Nusantara atau IPTN. Setelah lulus dari Sekolah Teknik Menengah pada 1995, Paul diajak kenalannya untuk bekerja di Badan Usaha Milik Negara tersebut.

Setiap hari, pria yang saat ini memiliki dua anak itu berangkat dari rumahnya di kawasan Bandung Barat menuju Jalan Pajajaran. Di perusahaan yang kini telah berganti nama menjadi PT Dirgantara Indonesia itu, Paul bertugas memeriksa panel elektronik yang dipasang pada kokpit pesawat.

“Tugas saya memeriksa kabel-kabel panel yang dipasang di kokpit. N250 kan pesawat canggih, jadi banyak komponen elektroniknya. Setiap kali uji coba, saya selalu disuruh periksa-periksa itu,” tuturnya.

Paul tidak bisa menyembunyikan kesedihannya saat berbicara soal N250. Sebab, burung besi itu tidak bisa meluncur bebas di angkasa. Proyek N250 dihentikan oleh pemerintah, usai krisis ekonomi melanda Indonesia pada 1998 silam.
Pesawat Gatotkaca N-250
Pesawat Gatotkaca N-250 (www.airliners.net/Peter Vercruijsse)

Kini, PT DI memiliki gacoan baru untuk mengorbitkan nama Indonesia di kancah dunia dirgantara. Pesawat dengan kode N219 resmi memulai penerbangan perdana pada Rabu 16 Agustus 2017 kemarin.

N219 merupakan hasil kerja sama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) dengan PT DI sebagai pihak yang memproduksi. Selain menumbuhkan industri pesawat dalam negeri, Lapan juga ingin membangkitkan kembali perusahaan produsen pesawat kebanggaan Indonesia tersebut.

"Ini sebetulnya pesawat yang jauh lebih sederhana. Misi kami sesungguhnya adalah menghidupkan kembali PT DI. Murni tidak ada campur tangan asing. Tidak seperti N250 yang masih menggunakan konsultan asing, N219 murni Indonesia,” ujar Kepala Pusat Teknologi Penerbangan Lapan, Gunawan Setyo Prabowo.

Ide awal mengenai pesawat N219 ini muncul pertama kali pada 2004 silam. Namun, karena proses pembuatan kendaraan yang mampu terbang di angkasa butuh dana yang tidak sedikit, maka proyek N219 baru rampung digarap tahun ini.

“N219 tercetus sekitar 2004. Kami bisa melakukan pembuatan setelah mendapat dana, kira-kira 2013,” ungkap Asisten Khusus Pengembangan Pesawat PT DI, Andi Alisjahbana, kepada VIVA.co.id.

"Seluruh badan lokal, nanti landing gear juga akan lokal. Sekarang yang depan masih pakai produk Spanyol. 42 persen konten lokal. Kami nanti ingin 60 persen, karena yang mahal itu mesin. Mesin dan avionik saja sekarang hampir 30 persen kami beli dari Kanada. Dua hal itu kami enggak berkutik," Andi menambahkan.

Menurut data yang diterima VIVA.co.id dari Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin, dari anggaran Lapan 2011-2017, dana yang disisihkan untuk proyek N219 sebesar Rp527 miliar.

“Sampai tuntas untuk siap produksi, diperkirakan akan menghabiskan Rp800 miliar hingga Rp1 triliun (termasuk anggaran dari PT DI). Itu kira-kira setara dengan harga jual 15 pesawat N219. Sampai saat ini, pesanan sudah lebih dari 100 unit,” tuturnya kepada VIVA.co.id.
Selanjutnya, Ibarat Mobil LCGC


Ibarat Mobil LCGC 
Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia dan Lapan
N219 didesain untuk bisa lepas landas dan mendarat di area yang panjangnya terbatas.
PT DI membuat desain N219 dengan konsep minimalis. Jika bisa diibaratkan dengan industri otomotif, maka N219 adalah produk mobil yang masuk dalam kategori low cost green car atau LCGC.

"Ini adalah yang termurah. Tapi, ada segmen pasarnya,” ujar Direktur Utama PT DI, Budi Santoso kepada VIVA.co.id beberapa waktu lalu.

Bicara soal biaya, N219 memang tidak seberapa jika dibandingkan dengan proyek N250. Dilansir dari Globalsecurity, anggaran N250 mencapai US$2 miliar atau setara Rp26 triliun, 26 kali lipat dari N219.

N219 didesain untuk bisa lepas landas dan mendarat di area yang panjangnya terbatas. Target pembeli pesawat ini adalah operator penyedia transportasi udara di kawasan-kawasan yang terpencil dan sukar untuk diakses oleh pesawat berbadan besar.

Pesawat ini memiliki dimensi panjang 16,4 meter, lebar sayap 19,5 meter dan tinggi 6,18 meter. Berat kosong sekitar 4,3 ton, sedangkan beban maksimum yang diperbolehkan untuk bisa lepas landas (maximum take-off weight atau MTOW) yakni tujuh ton.

Karena MTOW N219 melebihi 5,7 ton, berarti pesawat ini wajib diterbangkan oleh dua pilot. Tidak seperti Beechcraft Super King Air edisi lawas yang bisa diterbangkan oleh hanya satu pilot saja, karena MTOW-nya persis di angka 5,7 ton.

Namun, mesin yang digunakan sama seperti King Air, yakni dua Pratt and Whitney PT6A-42. Mesin ini berjenis turbo propeller atau biasa disebut turboprop. Jadi, meski cara kerjanya sama dengan mesin jet biasa, namun putaran turbin digunakan untuk memutar baling-baling yang ada di depannya.

Keuntungan memakai mesin turboprop adalah dapat lepas landas dan mendarat di area yang panjangnya terbatas. Menurut data dari laman resmi PT DI, N219 mampu lepas landas di landasan sepanjang 455 meter dan mendarat di landasan sepanjang 493 meter.

Jarak tersebut pendek untuk ukuran pesawat terbang, sehingga ideal digunakan di landasan yang banyak tersebar di kawasan timur Indonesia. Apalagi, pesawat ini tidak memerlukan aspal halus untuk mendarat.

"Pesawat ini didesain sebagai pesawat perintis, penghubung daerah terpencil dan pulau-pulau kecil. Bisa mendarat di landasan tanah, berumput atau berkerikil," kata Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh (Pusfatja) Lapan, Syarif Budhiman.

Bicara soal mendarat, N219 memiliki angka stall speed sebesar 59 knot atau 109 kilometer per jam. Stall speed adalah angka yang digunakan pilot sebagai patokan kecepatan minimum pesawat, sebelum sayap kehilangan daya angkat.

PT DI memasang tangki bahan bakar N219 berukuran 1.600 kilogram. Dengan kapasitas tersebut, pesawat bisa menempuh jarak 1.500 kilometer. Kurang lebih sama dengan jarak terbang dari Jakarta ke Makassar, Sulawesi Selatan.

Dengan mesin berkekuatan masing-masing 850 daya kuda, N219 dapat melaju hingga kecepatan jelajah 210 knot, atau setara dengan 388 km per jam. Lebih cepat dari motor balap MotoGP dan mobil balap Formula 1.
Selanjutnya, Murah, Tapi Tidak Murahan



Murah, Tapi Tidak Murahan

N219 dibuat secara khusus untuk memenuhi kebutuhan operator pesawat terbang yang membutuhkan efisiensi dalam hal biaya operasional. Contohnya, N219 tidak dibekali dengan fitur untuk menjaga tekanan udara dalam kabin.

Alhasil, pesawat tidak bisa terbang lebih tinggi dari 10 ribu kaki (sekitar 3.000 meter). Jika dipaksakan, maka penumpang bisa mengalami gangguan pernapasan.

Selain itu, pesawat ini juga hanya memiliki roda yang tidak bisa dilipat. Kerugiannya adalah kecepatan pesawat tidak bisa maksimal, terutama saat harus berhadapan dengan angin kencang dari depan (upwind).

Seperti N250, kokpit N219 juga dilengkapi dengan teknologi terbaru, guna menjamin pilot dapat memandu pesawat ke tempat tujuan dengan aman dan nyaman.

Salah satu fitur canggih yang ada di kokpit adalah penerapan Glass Cockpit, yakni panel instrumen klasik digantikan oleh layar LCD berukuran besar. Layar ini dapat menampilkan semua indikator yang diperlukan pilot, mulai dari ketinggian, kecepatan, arah kompas, jarak ke tujuan, frekuensi radio, peta navigasi, hingga status mesin.

Adanya Glass Cockpit ini membuat pilot lebih mudah menentukan indikator apa yang dibutuhkan selama perjalanan, mulai dari saat lepas landas hingga mendarat.

"Teknologi avionik N219 adalah teknologi modern. Menggunakan Glass Cockpit dengan fitur synthetic vision untuk membantu pilot mendapatkan informasi navigasi yang akurat, meskipun cuaca buruk,” kata Andi.

Satu-satunya kelemahan pesawat ini, menurut Andi, adalah urusan psikologis.  PT DI bukan lagi IPTN. Dia dan tim merasa perlu mempopulerkan nama dan reputasi PT DI di kalangan masyarakat luas.

Menurutnya, hingga 20 tahun ke depan, kebutuhan pasar pesawat kelas 9-20 kursi di dunia mencapai ribuan unit. Itu sebabnya, diperlukan komitmen jangka panjang. Jangan berpikir bikin hari ini, besok untung.

Program membangun pesawat bukanlah program tiga tahun. “Tetapi, 20 tahun lebih hingga pesawat itu diproduksi,” kata Andi.

Di negara mana pun, program pesawat terbang adalah usaha yang besar. Perlu dukungan pemerintah. Juga masyarakat.






Credit  viva.co.id



Jumat, 18 Agustus 2017

Ini Bedanya N219 dan N250 Besutan Habibie



Ini Bedanya N219 dan N250 Besutan Habibie Foto: Wisma Putra



Bandung - Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) bersama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sukses menyapa langit Bandung. Rancang bangun pesawat N219 sepenuhnya dikerjakan oleh anak bangsa. Apa saja keunggulannya?

Menurut Chief Enginnering pesawat N219, Palmana Bhanandi, pesawat ini memiliki spesifikasi paling tinggi di kelasnya. Beberapa teknologi canggih yang tersemat di pesawat N219. Sehingga, sangat cocok menjelajah wilayah perintis di Indonesia.



Purwarupa pesawat pertama N219 ditenagai sepasang engine Pratt and Whitney PT6A-52 dengan kemampuan 850 shp dan daya jelajahnya 1580 NM dengan kecepatan maksimum 213 knot. Pesawat N219 memiliki kapasitas penumpang 19 orang dengan dua mesin turboprop.

"Pesawan ini memang sengaja dirancang untuk menjelajah wilayah perintis. Bisa menjadi transportasi udara antar pulau," kata Palmana di PTDI, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (16/8/2017).

Pesawat N219 didesain sesuai dengan kebutuhan masyarakat terutama wilayah perintis. Sehingga, sambung dia, memiliki kemampuan short take off atau landing dan mudah dioperasikan di daerah terpencil. Selain itu, bisa self starting tanpa bantuan ground support unit.

Ia menuturkan pesawat N219 menggunakan teknologi yang sudah banyak ditemui di pasaran atau menggunakan, common technology sehingga harga pesawat bisa lebih murah dengan biaya operasi dan pemeliharaan yang rendah.

Tidak hanya itu, pesawat ini juga menggunakan teknologi avionik canggih yakni Garmin G-1000 dengan Flight Management System. Di dalamnya terdapat Global Positioning System (GPS), sistem Autopilot dan Terrain Awareness and Warning System.

"Tentunya pesawat ini memiliki kabin terluas di kelasnya dan serbaguna untuk berbagai macam kebutuhan seperti pengangkut barang, evakuasi medis, penumpang bahkan pengangkut pasukan," tutur dia.

Menurutnya, N219 memiliki kecepatan maksimum mencapai 210 knot, dan kecepatan terendah mencapai 59 knot. Artinya kecepatan cukup rendah namun pesawat masih bisa terkontrol, ini penting terutama saat memasuki wilayah yang bertebing-tebing.

Pesawat N219 dilngkapi Terrain Awareness and Warning System atau alat yang bisa mendeteksi mendan di depan. Kemudian sistem pesawat akan memberikan tanda, visualisasi secara 3 Dimensi (3D). Sehingga, pilot bisa melihat langsung kondisi perbukitan yang akan dilaluinya.

"Dengan kondisi medan seperti tebing dan pegunungan membutuhkan pesawat dengan kemampuan manuver dan kecepatan rendah. Pesawat N219 memiliki itu," ungkap dia.

Pesawat angkut terpasang nose landing gear dan main landing gear tetap atau tidak dapat dimasukan ke dalam pesawat saat terbang sehingga akan memudahkan pesawat melakukan pendaratan di landasan yang tidak beraspal bahkan berbatu.

"Tak lupa pesawat ini juga dilengkapi Multihop Capability Fuel Tank, teknologi yang memungkinkan pesawat tidak perlu mengisi ulang bahan bakar untuk melanjutkan penerbangan ke rute berikutnya," kata Palmana.

Perbedaan dengan pesawat N250?

Palmana menuturkan pesawat N219 memiliki spesifiksi yang jauh berbeda dari N250 besutan BJ Habibie kala itu. Menurutnya saat itu tahun 1995, pesawat N250 menyemat teknologi terbaru dan canggih. Berbeda dengan N219 yang dirancang sederhana.

"N219 dirancang sangat simpel, kita tidak banyak menggunakan elektronik untuk alat kontrolnya. Elektronik kita pakai di avionik, elektrical, hydrolic, jadi ini jauh lebih sederhana dibandingkan N250," ungkap dia.

Menurutnya perbedaan ini terjadi lantaran pesawat N219 dirancang untuk transportasi di wilayah perintis. Sehingga, sambung dia, dikhawatirkan apabila dilengkapi teknologi yang terlalu canggih, perawatannya akan menelan biaya besar.

"Karena idenya untuk wilayah perintis, peralatan atau fasilitas di wilayah perintis sangat terbatas. Kalau kemudian pesawat ini dilengkapi alat secanggih itu, boleh jadi jadi perawatannya tidak bisa dilakukan oleh teman-teman kita di operator wilayah perintis," kata dia.

"Itu disesuaikan dengan kebutuhan dan misi, karena misinya adalah simpel dan maintenance cost-nya rendah sehingga kita tidak ingin memasang sistem-sistem yang kompleks di situ," pungkas Palmana.




Credit  finance.detik.com








N219 Butuh 300 Jam Terbang untuk Dapat Type Certificate



N219 Butuh 300 Jam Terbang untuk Dapat Type Certificate Foto: Wisma Putra


Bandung - Pesawat N219 sukses menjalani flight test (tes terbang) perdana selama 20 menit. Butuh waktu 300 jam terbang untuk pesawat N219 sebagai syarat mendapatkan type certificate.

Type certificate adalah sertifikasi kelaikan udara dari desain manufaktur pesawat. Sertifikat ini dikeluarkan oleh Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPP) Kementerian Perhubungan.

"Untuk mencapai 300 jam terbang diperkirakan membutuhkan biaya Rp 200 miliar," kata Dirut PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Budi Santoso di kantornya, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (16/8/2017).



Budi menjelaskan biaya Rp 200 miliar itu untuk operasional selama penerbangan 300 jam. Sebab, sambung dia, diperkirakan satu kali penerbangan mengeluarkan biaya sebesar Rp 240 juta.

Menurutnya biaya tersebut akan segera dipersiapkan oleh PTDI bersama dengan LAPAN. Sehingga, sambung dia, sertifikasi yang dibutuhkan pesawat N219 bisa didapat pada tahun 2018.

"Selanjutnya tahapan serial production pada tahun 2019. Nantinya pesawat N219 sudah siap dan laik untuk memasuki pasar, dengan prioritas memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan harga yang kompetitif," ungkap dia.

Proses untuk bisa mendapatkan sertifikasi ini sangat panjang. Mulai dari serangkaian pengujian dari wing static test, landing gear drop test, functional test engine off, medium speed taxi dan pada tanggal 09 Agustus 2017.

Purwarupa pesawat pertama N219 menjalani pengujian high speed taxi dan hopping yaitu pengujian berjalan dengan kecepatan tinggi di landasan dan mengangkat roda depan, kemudian mendarat lagi.

Pengujian hopping merupakan pengujian yang diibaratkan pesawat seperti melompat dengan mengangkat roda depan, kemudian mendarat lagi. Pengujian ini untuk memastikan sistem avionik, sistem hidrolik dan sistem permesinan telah siap dan berfungsi dengan baik untuk mendukung pesawat bisa terbang.



Credit  finance.detik.com







Rabu, 16 Agustus 2017

Ini Penampakan Si Burung Besi Karya Anak Negeri



Ini Penampakan Si Burung Besi Karya Anak Negeri
Photo : VIVA.co.id/Adi Suparman
Pesawat buatan dalam negeri, N219, bersiap lepas landas untuk uji terbang perdana di langit Bandung, Jawa Barat, pada Rabu, 16 Agustus 2017. 

CB - Pesawat buatan dalam negeri, N219, direncanakan uji terbang perdana di langit Bandung, Jawa Barat, pada Rabu, 16 Agustus 2017. Tim mekanik dan pejabat PT Dirgantara Indonesia memeriksa kesiapan layak terbang pesawat itu.
Berdasarkan informasi yang dihimpun VIVA.co.id di lokasi, pesawat fixed wing itu akan diterbangkan oleh dua pilot uji PT Dirgantara Indonesia, Easter dan Andi Budi.

"Nanti di dalam itu ada empat orang. Dua pilot uji dan dua flight test engeener, Dono dan Ikbal," kata Asisten Khusus Pengembangan Pesawat PT Dirgantara Indonesia, Andi Alisjahbana.
Untuk mengetahui ketahanan dan batasan kualitas pesawat, Andi menjelaskan, petugas menempatkan empat kamera dan sensor kinerja seluruh perangkat dan mesin pesawat.
"Instrument ini adalah uji coba. Di dalam ada empat kamera, ditempatkannya di ekor bagian tengah, dua di ujung sayap dan di bagian bawah tengah perut pesawat," katanya.
Mengenai kualitas kontrol, petugas juga memasangkan 150 alat sensor di berbagai bagian badan pesawat. Sensor-sensor itu berfungsi mengirimkan informasi umpama ada bagian yang goyang atau tidak beres.

Meski banyak harapan, PT Dirgantara Indonesia juga tetap mengutamakan keamanan bagi awak di pesawat. "Ini uji coba ya, ada peralatan keselamatan, semua pake parasut," katanya.




Credit  VIVA.co.id


Pesawat N219 Sudah Dipesan 200 Unit


Pesawat N219 Sudah Dipesan 200 Unit
Photo : PT Dirgantara Indonesia
Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia 

CB – Siapa sangka, meski masih dalam tahap akan uji terbang perdana, pesawat N219 sudah dipesan sebanyak 200 unit. Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi Mohamad Nasir mengungkapkan potensi pasar untuk pesawat N219 di Indonesia tergolong cukup besar.
"Saya sudah mengumpulkan buyer. Potensial market kita 200 unit," ujar Nasir kepada VIVA.co.id saat ditemui dalam acara Penghargaan Teknologi Bacharuddin Jusuf Habibie yang ke-10, di kediaman BJ Habibie, Patra Kuningan 13, di Jakarta, Selasa, 15 Agustus 2017.

Namun, Nasir belum membeberkan detail pembeli pesawat tenaga lokal di PT Dirgantara Indonesia (PT DI) tersebut. Nasir juga memberi saran agar PT DI menambah kapasitas produksi. Saat ini, kata Nasir, kapasitas produksi PT DI masih pada angka 24 unit setahun.
Dengan demikian, menurut mantan Rektor terpilih Universitas Diponegoro Semarang itu, dalam waktu delapan tahun saja belum cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar. "Selama lima tahun harus nambah kapasitas produksi, harus lakukan ekspansi," ujar dia.
Sebelumnya, Nasir mengungkapkan uji terbang perdana N219 akan dilakukan Rabu 16 Agustus 2017 di Bandung.
Untuk informasi, PT Dirgantara Indonesia dan Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional atau Lapan menargetkan bisa menerbangkan perdana pesawat buatan anak negeri, N219, sebelum 17 Agustus 2017.
Untuk mempersiapkan uji terbang sebelum peringatan HUT RI ke-72 itu, PT DI dan Lapan menjalani serangkaian uji coba pada pesawat N219. Di antaranya uji kecepatan tinggi dan mengangkat roda depan, yang sudah lancar dilakukan. Pada Jumat 11 Agustus 2017, pesawat penerus N250 itu akan menjalani uji hoping atau uji mengangkat terbang rendah, terus mendarat lagi.
Kepala Lapan Thomas Djamaluddin menuturkan, untuk bisa menjalani terbang perdana, pesawat N219 harus mengantongi izin dari Kementerian Perhubungan sebagai otoritas penerbangan di Tanah Air. Thomas mengatakan, izin tersebut sudah ada, namun tinggal menunggu tahapan akhir dari Kemenhub.
Pesawat N219 dikenal sebagai pesawat generasi kedua yang dibuat Indonesia setelah pesawat Gatotkoco N250, yang terbang perdana pada 10 Agustus 1995. Pesawat N219 merupakan pesawat angkut ringan yang memiliki kemampuan dapat beroperasi di daerah penerbangan perintis.
Pesawat N219 diharapkan mampu menjawab kebutuhan yang melayani operasional bandara perintis dan optimis mampu menguasai pasar pesawat terbang di kelasnya.

Berikut keunggulan pesawat N219 seperti dikutip dari situs PT DI:
-  Dapat lepas landas dalam jarak pendek
-  Dapat lepas landas dan mendarat di landasan yang tidak beraspal
-  Bisa self starting tanpa bantuan ground support unit
-  Dapat beroperasi dengan ground support equipment yang minim
-  Memiliki kabin terluas di kelasnya dan memiliki biaya yang kompetitif.
-  Dapat terbang rendah dengan kecepatan yang sangat rendah mencapai 59 knots.
-  Multihop Capability Fuel Tank, teknologi yang memungkinkan pesawat tidak perlu mengisi ulang bahan bakar untuk melanjutkan penerbangan ke rute berikutnya.



Credit  VIVA.co.id




Pilot Wanita Pimpin Uji Terbang N219



Pilot Wanita Pimpin Uji Terbang N219 Foto: Pool/Dok. PTDI


Bandung - Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) bersama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) terbang untuk pertama kalinya. Pesawat ini direncanakan 40 menit mengudara. Siapa pilot dan krunya?

Pilot yang menerbangkan pesawat rancangan anak bangsa ini adalah Captain Esther Gayatri Saleh. Chief Test Pilot PTDI ini ditemani First Officer atau co-pilot Captain Adi Budi Atmoko dan seorang kru flight test enginnering Yustinus K.

"Pilot akan pesawat N219 ini ibu Esther, co pilot dan satu kru pesawat," kata Direktur Utama PTDI, Budi Santoso, di Landasan Pacu Bandara Husein Sastranegara, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (16/8/2017).

Budi mengatakan pilot wanita itu memang sudah jauh-jauh hari ditunjuk oleh PTDI untuk menerbangkan pesawat tersebut. Sebab, sambung dia, pengalaman yang dimilikinya sangat pantas untuk menerbangkan pesawat angkut ringan tersebut.

"Beliau berpengalaman. Jadi kami tunjuk beliau jadi pilot N219 pada uji terbang ini," jelas Budi

Pesawat rancangan anak bangsa ini take off dari Bandara Husein Sastranegara, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (16/8/2017) dari pukul 09.00-10.00 WIB. Rencananya pesawat ini akan terbang ke arah barat Bandung.

"Pesawat akan terbang ke arah barat. Nanti berputar-putar selama 40 menit," kata Asisten Khusus Pengembangan Pesawat Terbang PTDI Andi Alisjahbana di hanggar PTDI.



Andi memperkirakan pesawat yang dirancang khusus operasional dalam negeri ini akan terbang di langit Batujajar, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Sebab, sambung dia, wilayah tersebut jauh dari pemukiman penduduk.

Pesawat N219 dirancang untuk menerbangi daerah terpencil dengan kapasitas penumpang 19 orang. Pesawat N219 bisa digunakan untuk mengangkut penumpang sipil, angkutan militer, angkutan barang atau kargo, evakuasi medis, hingga bantuan saat bencana alam.



Credit  finance.detik.com

Pesawat N219 Sukses Terbang, Pilot Esther Menangis Haru


Pesawat N219 Sukses Terbang, Pilot Esther Menangis Haru
Photo : VIVA.co.id/Adi Suparman
Chief Test Pilot PT. Dirgantara Indonesia, Kapten Esther Gayatri Saleh

CB – Pesawat karya anak dalam Negeri produksi PT. Dirgantara Indonesia, N219 akhirnya mendarat mulus setelah 20 menit melewati uji terbang perdana mengitari langit Batu Jajar Bandung Barat.
Chief Test Pilot PT. Dirgantara Indonesia, Kapten Esther Gayatri Saleh yang bertindak sebagai pilot pesawat turun dengan mata berlinang disambut jajaran direksi PT. DI dan instansi lainnya.

"Pesawat berjalan baik sesuai apa yang dilatihkan dan diprediksi. Semua stabil baik saat take off, terbang dan landing," ujar Esther saat disambangi di kokpit N219, Rabu ,16 Agustus 2017.
Menurutnya, hasil uji perdana ini memberikan hasil positif untuk pengembangan pesawat dalam negeri menjadi lebih maju. Hasil uji perdana ini akan jadi acuan pengembangan N219.
"Merdeka untuk Indonesia, kita bisa hadirkan produk anak bangsa. Jadi ini masih baru perdana terbang, semua unsur pesawat merespons dengan baik," katanya.
Seusai pesawat N219 mendarat mulus, seluruh jajaran PT. DI tak henti-hentinya memuji keberhasilan pengujian tersebut. Uji terbang perdana pesawat produk dalam negeri terakhir dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto 1995 dengan penerbangan pesawat Gatotkaca N250.

Uji terbang pesawat N219 PT. Dirgantara Indonesia









Credit  VIVA.co.id




Uji Terbang Sukses, N219 Mendarat Mulus di Bandung



Uji Terbang Sukses, N219 Mendarat Mulus di Bandung Foto: Mukhlis Dinillah/detikBandung


Bandung - Test flight (uji terbang) pesawat N219 berlangsung sukses. Pesawat yang dikemudikan Captain Esther Gayatri Saleh berhasil mendarat sempurna di titik awal. Riuh tepuk tangan menyambut kedatangan pesawat rancangan anak bangsa.

Pesawat N219 take off dari Landasan Pacu Bandara Husein Sastranegara, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (16/8/2017) sekitar pukul 09.13 WIB. Setelah terbang sekitar 20 menit pesawat mendarat tepat pukul 09.40 WIB dengan mulus.

Flight test purwarupa pesawat pertama N219 disaksikan oleh Kepala LAPAN, Thomas Djamaluddin, Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Agus Santoso, Direktur Utama PTDI, Budi Santoso beserta seluruh jajaran Direksi dan Dewan Komisaris PTDI.

"Kami bangga uji terbang pertama ini bisa berjalan sukses," kata Dirut PTDI Budi Santoso usai uji terbang.

Captain Esther yang baru turun dari kokpit pesawat disambut bak pahlawan oleh ribuan pegawai PTDI yang menyaksikan uji terbang ini. Co pilot Adi Budi Atmoko dan test flight enginnering Yustinus mendapat sambutan yang sama.

"Saya sangat bangga bisa menerbangkan pesawat ini. Apalagi tepat satu hari sebelum peringatan hari kemerdekaan kita (Indonesia)," kata Esther penuh semangat.

Menurutnya pesawat rancangan PTDI bersama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) ini cukup baik. Sehingga, sambung dia, sejak awal dirinya yakin bisa menerbangkan pesawat tersebut dengan baik.

"Bagus pesawatnya, PTDI bisa buat pesawat. Kita patut bangga bisa menghadirkan produk asli anak bangsa. Saya tenang dan menikmati penerbangan ini," kata Esther.




Credit  finance.detik.com


Uji Terbang Perdana, N219 Terbangi Langit Bandung 40 Menit



Uji Terbang Perdana, N219 Terbangi Langit Bandung 40 Menit Foto: Mukhlis Dinillah/detikBandung


Bandung - Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) bersama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) lakukan test flight (uji terbang) pagi ini. Pesawat N219 akan terbang selama 40 menit di langit Bandung.

Pesawat rancangan anak bangsa ini take off dari Bandara Husein Sastranegara, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (16/8/2017) dari pukul 09.00-10.00 WIB. Rencananya pesawat ini akan terbang ke arah barat Bandung.

"Pesawat akan terbang ke arah barat. Nanti berputar-putar selama 40 menit," kata Asisten Khusus Pengembangan Pesawat Terbang PTDI Andi Alisjahbana di hanggar PTDI.

Andi memperkirakan pesawat yang dirancang khusus operasional dalam negeri ini akan terbang di langit Batujajar, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Sebab, sambung dia, wilayah tersebut jauh dari pemukiman penduduk.

"Kemungkinan di sekitar Batujajar, soalnya jauh dari pemukiman penduduk. Mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan," jelas dia.

Menurunya uji terbang kali ini sudah dipersiapkan secara matang. Mulai dari pemasangan kamera hingga ratusan sensor di badan pesawat angkut ringan tersebut. Sehingga, bisa terpantau dari darat.

"Nantinya sensor dan kamera di pesawat mentransmisi data ke pusat komando untuk dipelajari. Nantinya kalau ada yang kurang baik akan diberitahukan kepada pilot pesawat," kata Andi.

Pesawat N219 dirancang untuk menerbangi daerah terpencil dengan kapasitas penumpang 19 orang. Pesawat N219 bisa digunakan untuk mengangkut penumpang sipil, angkutan militer, angkutan barang atau kargo, evakuasi medis, hingga bantuan saat bencana alam.

Pesawat N219 mampu mengangkut beban 7.030 kilogram saat take off dan 6.940 kilogram saat mendarat. Kecepatan pesawat N219 bisa mencapai 210 knot dengan kecepatan ekonomisnya 190 knot.

Dapur pacu pesawat buatan Bandung ini dilengkapi dengan dua mesin Pratt & Whitney Aircraft of Canada Limited PT6A-42 with masing-masing bertenaga 850 SHP dan dilengkapi dengan Hartzell 4-Blade Metal Propeller.




Credit  finance.detik.com






Senin, 14 Agustus 2017

Jika Dapat Izin, Pesawat N219 Buatan Bandung Uji Terbang Bulan Ini



Jika Dapat Izin, Pesawat N219 Buatan Bandung Uji Terbang Bulan Ini Foto: Pool/Dok. PTDI



Jakarta - Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia (Persero) (PTDI) bersama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), diharapkan bisa melakukan uji terbang di bulan ini.

Uji terbang bisa dilakukan setelah mendapatkan izin dari Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU), Kementerian Perhubungan.

"Kalau semua sistem dan dapat izin terbang dari DKPPU kami akan terbang kan dalam bulan ini," kata Direktur Produksi PTDI, Arie Wibowo, saat dikonfirmasi detikFinance, Jakarta, Senin (14/8/2017).

"Saat terakhir minggu lalu adalah high speed taxing dan hoping," tutur Arie. Artinya, pesawat N219 sudah dijalankan dengan kecepatan tertentu.



Saat ini PTDI tengah melakukan beberapa kesiapan, sebelum uji terbang perdana N219 yang diharapkan berlangsung Agustus ini.

"Kami sedang lakukan semua uji sebelum melakukan uji terbang," ujar Arie.


Pesawat N219 dirancang untuk menerbangi daerah terpencil dengan kapasitas penumpang 19 orang. Pesawat N219 bisa digunakan untuk mengangkut penumpang sipil, angkutan militer, angkutan barang atau kargo, evakuasi medis, hingga bantuan saat bencana alam.

Pesawat N219 mampu mengangkut beban hingga 7.030 kilogram (kg) saat take off dan 6.940 kg saat mendarat. Kecepatan pesawat N219 bisa mencapai 210 knot dengan kecepatan ekonomisnya 190 knot.

Dapur pacu pesawat buatan Bandung ini dilengkapi dengan dua mesin Pratt & Whitney Aircraft of Canada Limited PT6A-42 with masing-masing bertenaga 850 SHP dan dilengkapi dengan Hartzell 4-Blade Metal Propeller.



Credit  finance.detik.com





Selasa, 20 Juni 2017

PTDI Kirim Helikopter H135 Pemantau Mudik Lebaran




PTDI Kirim Helikopter H135 Pemantau Mudik Lebaran Helikopter H135 Pemantau Mudik Lebaran. Foto: Dok. PTDI

Jakarta - PT Dirgantara Indonesia (PTDI) baru saja mengirim helikopter H135 pesanan Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug, Tangerang. Helikopter ini nantinya akan digunakan STPI untuk melakukan pemantauan mudik Lebaran.

Direktur Produksi PTDI, Arie Wibowo mengungkapkan sebelum dilakukan pengiriman ke STPI Curug, helikopter H135 dilakukan uji coba terbang terlebih dahulu sebelum dilakukan pengiriman akhir pekan lalu.

"Helikopter akan segera beroperasi dengan target menurut STPI untuk pemantauan Hari Raya Idul Fitri," kata Arie kepada detikFinance, Jakarta, Senin (19/6/2017).

Arie menambahkan, pengadaan helikopter ke STPI Curug merupakan kali pertama dilajukan PTDI. Sedangkan di tahun 2018 dimungkinkan untuk dilakukan pengiriman lagi.

"Untuk khususnya H135 ini baru pertama kali kami lakukan reassemble dan delivery," tutur Arie.

Helikopter ini dijual dengan harga Rp193 miliar kepada STPI. Helikopter H135 pesanan STPI berwarna merah dan putih dengan sentuhan tulisan STPI di sisi kanannya.

PTDI Kirim Helikopter H135 Pemantau Mudik LebaranHelikopter H135 Pemantau Mudik Lebaran. Foto: Dok. PTDI

Helikopter buatan Bandung mampu mengangkut penumpang hingga 9 orang dengan rincian 2 orang pilot dan 7 orang penumpang.

Dapur pacu helikopter H135 dilengkapi dengan mesin PW206B3 dan mampu melesat hingga 136 knot.





Credit  finance.detik.com





Mengintip Kecanggihan Pesawat CN235 Made in Bandung



Mengintip Kecanggihan Pesawat CN235 Made in Bandung Foto: Baban Ganda Purnama


Jakarta - Pesawat CN235 buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) mendunia. Salah satunya CN235-220 Military Transport yang dibeli Angkatan Darat Nepal atau Nepalese Army. Sebelumnya, Senegal dan Thailand juga pernah membeli pesawat CN235 buatan Bandung ini.

Pesawat CN235 sendiri terdiri atas tiga jenis, yaitu CN235-220 Civil, CN235-220 Military, serta CN235-220 Mission dengan berbagai kegunaan yang berbeda-beda.

Contohnya, CN235-220 Military Transport merupakan pesawat yang digunakan khusus angkutan militer. Pesawat jenis ini terdiri dari dua jenis yang mampu mengangkut 49 pasukan dan ada yang mampu mengangkut 34 pasukan.

Mengutip data PTDI, pesawat CN235-220 Military Transport dapat digunakan untuk berbagai misi, mulai dari angkutan pasukan bersenjata, evakuasi medis, angkutan penumpang dan VVIP, hingga angkutan barang.

Pesawat CN235 pesanan SenegalPesawat CN235 pesanan Senegal Foto: Dok. PTDI




Pesawat CN235-220 Military Transport dapat lepas landas dengan jarak yang pendek dengan kondisi landasan yang belum beraspal. Beban maksimum yang dapat diangkut saat lepas landas mencapai 16,000 kg dan saat mendarat mencapai 15.800 kg.

Pesawat CN235 pesanan ThailandPesawat CN235 pesanan Thailand Foto: Dok.PTDI

Selain itu, pesawat angkut militer buatan Bandung ini mampu melesat hingga 237 knots dengan jarak tempuh maksimum 2.098 NM dengan bahan bakar penuh. Dapur pacu pesawat militer ini dilengkapi dengan dua mesin General Electric CT7-9C with 1,750 SHP each (1,870 SHP with APR) dengan dua propeller four-bladed Hamilton Standard HS 14 RF-21 propellers.

Tidak hanya dapat mengangkut penumpang, pesawat ini juga mampu mengangkut mobil melalui pintu belakang alias ramp door. Dengan teknologi Multihop Capability Fuel Tank, juga memungkinkan pesawat terbang tidak perlu mengisi ulang bahan bakar untuk melanjutkan penerbangan ke rute berikutnya.




Credit  finance.detik.com








Nepal Beli Pesawat Militer Made in Bandung



Nepal Beli Pesawat Militer Made in Bandung Foto: Dok. PTDI


Jakarta - Produk PT Dirgantara Indonesia (PTDI), pesawat CN235-220 Military Transport, dibeli Angkatan Darat Nepal atau Nepalese Army. Kontrak pembelian tersebut dengan No. MGO/Fixed Wing/073/74/65 ditandatangani pada tanggal 16 Juni 2017 di Markas Besar Angkatan Darat Nepal, Kathmandu.

Penandatanganan pembelian pesawat CN235-220 dilakukan Mayor Jenderal Purna B. Silawal, selaku Master General of Ordnance (Provision) Nepalese Army atau Kepala Badan Sarana Pertahanan Angkatan Darat Nepal dan Budi Santoso selaku Direktur Utama PTDI.



Penandatanganan kontrak tersebut turut disaksikan oleh Pilot Mayor Jenderal Sudhir Shrestha, Chief of Army Aviation atau Kepala Penerbangan Angkatan Darat dari pihak Nepalese Army dan Isfan Fajar Satriyo selaku Komisaris PTDI. Demikian dikutip detikFinance dari keterangan resmi PTDI, Jakarta, Selasa (20/6/2017).


Pesawat CN235-220 Military Transport yang dipesan Angkatan Darat Nepal mempunyai konfigurasi untuk dapat mengemban misi sebagai Troop/Paratroop Transport, Medical Evacuation, Passenger Transport, VVIP Transport, dan Cargo yang dapat dipasang bergantian sesuai dengan kebutuhan operasional.

Selain itu, dilengkapi pintu depan yang bisa dipakai sebagai pintu masuk dan keluar untuk VIP/VVIP. Ramp door atau pintu belakang yang cukup besar dapat dipakai saat operasi terjun payung dan keluar masuk barang, bahkan kendaraan kecil dapat masuk ke pesawat.





Credit  finance.detik.com









Selasa, 09 Mei 2017

Pesawat N219 Buatan RI Terbang Perdana Bulan Ini



Pesawat N219 Buatan RI Terbang Perdana Bulan Ini Pesawat N219 (Foto: Dok. PTDI)


Jakarta - Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) akan uji terbang perdana Mei ini. Sekarang, pesawat buatan Bandung ini tengah memasuki tahap ground test.

Ground test yang dilakukan meliputi tes bionik, elektronik, hidrolik, hingga mesin pesawat. Ground test sangat penting dilakukan untuk memastikan pesawat N219 benar-benar siap untuk diterbangkan perdana Mei ini.

"Uji coba ground testing sudah dimulai untuk persiapan uji terbang Insya Allah bulan ini," ujar Direktur Produksi PTDI, Arie Wibowo, saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Senin (8/5/2017).

Pesawat N219 Buatan RI Terbang Perdana Bulan IniFoto: Dok. PTDI


Mengenai lokasi uji terbang perdana pesawat N219, PTDI masih merahasiakan di mana tempat tersebut. Namun, ditargetkan pesawat N219 bisa melakukan uji terbang perdana bulan ini.




Direktur Teknologi dan Pengembangan PTDI, Andi Alisjahbana, menambahkan dilakukannya uji terbang perdana pesawat N219 tergantung dari terpenuhinya syarat-syarat saat ground test.



"Uji terbang perdana bukan perayaan jadi kami tidak menentukan tanggalnya, melainkan tergantung dari terpenuhinya syarat-syarat engineering dan ground test yang saat ini hampir selesai," kata Andi.


Credit   finance.detik.com

Pesawat N219 Buatan Bandung Harus Uji Terbang 300 Jam



Jakarta - Pesawat N219 yang diproduksi PT Dirgantara Indonesia (PTDI) bersama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), akan diuji terbang perdana Mei ini. PTDI akan melakukan uji terbang pesawat buatan Bandung ini hingga jam terbangnya mencapai 300 jam. Uji terbang dilakukan menggunakan dua pesawat N219.

Setelah berhasil melalui uji terbang selama 300 jam, nantinya pesawat N219 bisa mendapatkan sertifikat dari Kementerian Perhubungan agar bisa diproduksi massal.

"Nanti uji terbangnya harus bisa menempuh sampai sekitar total akumulasi 300 jam, supaya bisa meyakinkan pihak otoritas Kementerian Perhubungan pesawat bisa terbang," ujar Direktur Produksi PTDI, Arie Wibowo, saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Senin (8/5/2017).

Sedikitnya ada dua prototipe pesawat N219 yang disiapkan PTDI untuk melakukan uji terbang. Pesawat pertama memasuki tahap ground test, sedangkan lainnya sedang tahap konstruksi.

Pesawat N219 Buatan Bandung Harus Uji Terbang 300 JamFoto: Dok. PTDI




Setelah selesai melewati ground test, prototipe pertama N219 dilakukan uji terbang perdana Mei ini, sedangkan prototipe N219 kedua ditargetkan uji terbang perdana tahun ini.

"Kedua mudah-mudahan tahun ini juga bisa kita terbangkan," ujar Arie.

Arie menambahkan, seluruh pengujian pesawat N219 bisa selesai paling lambat akhir tahun ini. Sehingga PTDI mendapatkan sertifikat dari Kementerian Perhubungan untuk memproduksi pesawat N219 secara massal.

"Kita target akhir tahun ini, tapi belum tahu bisa tercapai atau tidak. Mungkin di awal 2018, belum tahu, kami ingin step by step dulu," tutur Arie.


Credit  finance.detik.com


Pesawat N219 Dirancang Terbangi Daerah-daerah Terpencil


Jakarta - Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) bersama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) tengah melakukan rangkaian uji sebelum terbang perdana Mei ini.

Direktur Produksi PTDI, Arie Wibowo mengungkapkan, pesawat N219 nantinya menjadi angkutan udara ke daerah yang sulit dijangkau pesawat berbadan besar. Sehingga konektivitas antar daerah bisa semakin mudah.

"Kalau di daerah kan infrastrukturnya terbatas. Jadi kita bikin pesawat tidak butuh banyak ground suppport atau equipment khusus," ujar Arie saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Senin (8/5/2017).

"Basic N219 pesawat perintis terjangkau untuk pengadaannya, terjangkau operasional cost-nya di daerah-daerah," tambah Arie.

Keunggulan utama yang diberikan pesawat N219, lanjut Arie, memiliki keunggulan bisa lepas landas dalam lintasan pendek. Sehingga dapat menjangkau daerah-daerah terluar Indonesia.

"Fitur utama yang kita mau jual pesawat yang gampang digunakan dan gampang dirawat," ujar Arie.


Credit  finance.detik.com


Pesawat N219 Diproduksi Massal Tahun Depan


Jakarta - Pesawat N219 besutan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) bersama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) akan diproduksi massal di 2018 mendatang. Pesawat buatan Bandung ini tengah melakukan ground tes dan ditargetkan dilakukan uji terbang Mei ini.

Produksi massal pesawat N219 bisa dilakukan setelah Kementerian Perhubungan menerbitkan sertifikat melalui berbagai pengujian yang diperkirakan berlangsung hingga akhir tahun ini.

"Harapan kita 2018 bisa mulai produksi massal," kata Direktur Produksi PTDI, Arie Wibowo saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Senin (8/5/2017).

Jumlah pesawat N219 yang akan diproduksi, lanjut Arie, tergantung dari pesanan dari maskapai.

"Tentunya diharmonisasi dengan kebutuhan pasar dan kemampuan kita produksi," tambah Arie.

Meskipun masih perlu melewati serangkaian pengujian, pesawat N219 sudah dipesan, salah satunya oleh Trigana Air.

Namun, para maskapai harus bersabar hingga pesawat N219 mendapatkan sertifikat agar bisa diproduksi massal.

"Sudah ada beberapa MoU tertarik, khususnya dalam negeri. Sudah ada satu dari negara tetangga untuk pesawat ini, tapi harus tunggu sampai dapat sertifikasi," tutur Arie.




Credit  finance.detik.com