Tampilkan postingan dengan label MILITER. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MILITER. Tampilkan semua postingan

Senin, 25 Februari 2019

Pasukan Khusus Rusia Berlatih untuk Hadapi Konflik Arktik


Pasukan Khusus Rusia Berlatih untuk Hadapi Konflik Arktik
Legislator Rusia mengirim peringatan kepada AS bahwa pasukan khusus negaranya sedang berlatih untuk menghadapi potensi konflik di Kutub Utara. Foto/Ilustrasi/Istimewa

MOSKOW - Pasukan khusus Rusia sedang berlatih untuk menghadapi potensi konflik di Kutub Utara. Hal itu diungkapkan oleh seorang anggota parlemen Rusia dalam sebuah peringatan kepada pemerintahan Trump.

"Kami memiliki angkatan bersenjata kami sendiri, juga memiliki para jenderal, yang memiliki kemampuan, menurut pendapat saya," ujar anggota komite urusan luar negeri legislatif Rusia, Andrei Klimov.

"Kami memiliki unit khusus yang dapat beraksi di Far North dan kondisinya, yang telah membedakan diri mereka sendiri," imbuhnya seperti dikutip dari Washington Examiners, Sabtu (23/2/2019).

Klimov mengeluarkan peringatan itu sebagai tanggapan terhadap pernyataan Laksamana James Foggo, komandan Pasukan Angkatan Laut AS untuk Eropa dan Afrika, yang mengatakan baik Rusia maupun China tidak akan diizinkan untuk mendominasi wilayah Arktik. Klimov menganggap pernyataan itu berarti bahwa Amerika Serikat berniat mengendalikan Kutub Utara.

"Pendapat para jenderal bukanlah terbaik dan paling diinginkan," katanya.

"Adapun masalah itu sendiri, ada aturan internasional yang mengatur penggunaan tanah dan laut, dan kami telah membuktikan sejak lama dari sudut pandang geologi dan geografi di mana area daratan dan laut condong ke arah Federasi Rusia," tuturnya.

Klimov menilai pernyataan Foggo harus ditafsirkan sebagai mengatakan bahwa "jika gratis, maka milik kita," menambahkan bahwa dia akan lebih suka jika bukan jenderal yang berbicara tentang masalah politik seperti kompetisi di Arktik.

"Kami juga memiliki armada pemecah es kami, yang terkuat di dunia, yang memfasilitasi agenda perdamaian kami," tambahnya, yang bekerja untuk membuka jalur pelayaran baru melalui gletser yang mencair di Kutub Utara.

"Pekerjaan aktif dari bagian ini dapat secara signifikan mengubah semua skema perdagangan dan ekonomi yang ada di Eurasia, dan Amerika tidak terlalu tertarik dengan itu," tukasnya. 



Credit  sindonews.com






Jumat, 22 Februari 2019

Menhan Klaim Senjata Mutakhir Rusia Ratusan Kali Lebih Murah



Presiden Rusia, Vladimir Putin (tengah), Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu (kiri), dan Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Rusia dan Deputi Pertama Menteri Pertahanan Valery Gerasimov menyaksikan latihan militer di tempat pelatihan "Telemba", sekitar 80 kilometer utara kota Chita selama latihan militer Vostok 2018 di Siberia Timur, Rusia, Kamis, 13 September 2018. (Alexei Nikolsky, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)

CB, Jakarta - Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu, mengklaim senjata terbaru Rusia ratusan kali lebih murah dibandingkan satu senjata musuh yang akan digunakan untuk menyerang Rusia.
"Panglima tertinggi mengatakan dalam pidatonya kepada Majelis Federal bahwa semua senjata canggih yang dia bicarakan setahun lalu telah dibuat dan beberapa di antaranya bahkan telah dioperasikan," kata Shoigu, dikutip dari TASS, 21 Februari 2019. Shoigu menambahkan bahwa Rusia senjata baru Rusia meningkatkan efisiensi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

"Rekan-rekan asing kami menyadari bahwa senjata kami ratusan kali lebih murah daripada sistem yang digunakan untuk melawan kami. Dan itu tidak berlaku hanya untuk sistem pertahanan rudal AS," katanya.

Menteri Pertahanan Rusia menekankan bahwa ada kegiatan yang pertama dan terutama ditujukan untuk menjamin keamanan militer Rusia tanpa meningkatkan biaya dan bergabung dengan perlombaan senjata.

Vladimir Putin melihat uji coba rudal hipersonik Avangard dari Kementerian Pertahanan Rusia di Moskow.[Sky News]
Perlombaan senjata dua negara superpower kembali terjadi setelah AS dan Rusia keluar dari perjanjian INF. Perjanjian yang dibuat selama Perang Dingin membatasi jarak rudal untuk menghindari bencana perang nuklir antara Uni Soviet dan AS.
Dalam pidatonya di hadapan Majelis Federal Rusia, Vladimir Putin juga memperingatkan ancaman AS yang semakin menyebar rudal di Eropa. Putin menegaskan Rusia akan mengarahkan sistem rudal nuklirnya lebih dekat dengan wilayah AS sebagai tanggapan.
Dikutip dari Reuters, Putin mengatakan tidak mencari konfrontasi dan tidak akan mengambil langkah ceroboh. Namun ia memperingatkan rudal Rusia akan secepat mungkin menghantam AS jika mengambil langkah berisiko.

Namun Putin tidak mengkonfirmasi secara teknis, bagaimana Rusia akan mengerahkan rudal dengan waktu serangan yang lebih singkat.
Opsi yang mungkin termasuk menempatkan mereka di tanah sekutu dekat wilayah AS, menyebarkan rudal lebih cepat di kapal selam, atau menggunakan salah satu senjata hipersonik yang menurut Moskow sedang dikembangkan.Dalam pidatonya pada hari Rabu, Putin mengatakan bahwa kapal selam yang mampu membawa drone bawah laut terbaru dengan kemampuan serangan nuklir, yang disebut Poseidon, akan diluncurkan pada musim semi ini, dan juga berbicara tentang keberhasilan pengembangan senjata hipersonik baru Rusia bernama Tsirkon.




Credit  tempo.co



Ketegangan dengan AS Memanas, Iran Latihan Perang di Selat Hormuz



Ketegangan dengan AS Memanas, Iran Latihan Perang di Selat Hormuz
Kawasan Selat Hormutz yang jadi lokasi latihan perang Angkatan Laut Iran. Foto/REUTERS

TEHERAN - Angkatan Laut Iran meluncurkan latihan perang berskala besar di Selat Hormuz dan Laut Oman. Teheran unjuk kekuatan maritimnya di tengah ketegangan dengan Amerika Serikat (AS) yang semakin memanas.

Komandan Angkatan Laut Iran Laksamana Muda Hossein Khanzadi mengatakan manuver dimulai pada hari Kamis dan akan berjalan selama seminggu. Untuk pertama kalinya, latihan akan menampilkan rudal yang diluncurkan dari kapal selam.

Awal pekan ini, Presiden Iran Hassan Rouhani meresmikan kapal selam produksi dalam negeri, Fateh (Penakluk). Menurut militer, kapal selam ini mampu menembakkan rudal jelajah.

Angkatan Laut Iran mengatakan Fateh dilengkapi dengan torpedo dan sistem penembakan presisi, dan mampu bertahan di bawah air hingga lima minggu.

AS dan sekutunya di wilayah Teluk telah berulang kali mengecam militer Iran sebagai ancaman terhadap kawasan itu. Namun Teheran mengatakan militernya hanya untuk tujuan pertahanan.

Khanzadi juga mengatakan rudal dengan jangkauan berbeda akan diluncurkan dari kapal perang selama latihan perang.

"Untuk pertama kalinya, senjata-senjata ini akan diuji secara serius dan kita dapat membuat wilayah maritim tidak aman bagi musuh dengan cara apa pun yang memungkinkan," kata Khanzadi, dikutip Al Jazeera, Jumat (22/2/2019).

Kegiatan-kegiatan Angkatan Laut Iran berlangsung di sebuah perairan yang berjarak 2 km dari Selat Hormuz dan membentang 10 derajat di utara Samudra Hindia.

Latihan perang Angkatan Laut akan mencakup bagaimana menghadapi ancaman eksternal, serta penilaian peralatan, kesiapan, akuntabilitas dan kesiapan Angkatan Laut Iran di perairan terbuka.

Latihan perang yang dinamai "Velayat 97" itu akan mencakup berbagai manuver, termasuk latihan perang amfibi dan anti-amfibi.

Pada bulan Januari, Iran mengadakan latihan bersama Angkatan Laut dengan Rusia di Laut Kaspia. Latihan pada saat itu melibatkan jet tempur Angkatan Udara, roket yang diproduksi di dalam negeri, dan anti-radar dan rudal termal diuji.

Ghanbar Naderi, seorang analis dan jurnalis pertahanan yang berbasis di Teheran, mengatakan latihan di Selat Hormuz adalah latihan tahunan sehingga tidak ada yang mengejutkan.

"Tidak ada yang luar biasa tentang acara tahunan ini," kata Naderi kepada Al Jazeera. "Tapi tentu saja, tahun ini mengambil arti yang berbeda karena perang ekonomi yang dihadapi negara ini."

"Seluruh idenya adalah untuk menguji kesiapan angkatan bersenjata. Ini seharusnya tidak ditafsirkan sebagai ancaman terhadap keamanan regional," tambahnya.

AS menarik diri dari kesepakatan nuklir bersejarah 2015 dengan kekuatan dunia dan menerapkan kembali sanksi sanksi terhadap Iran tahun lalu. Sejak itu ketegangan meningkat antara Washington dan Teheran. 





Credit  sindonews.com




Turki Jajaki Beli Sistem Rudal S-400 dan Rudal Patriot Bersamaan


Radar dan software S-400 Triumph telah disempurnakan sehingga dapat menghancurkan 36 target secara bersamaan. Radar panorama 91N6E dapat mendeteksi target sejauh 600 km dengan perlindungan anti jamming. Radar 92N6 merupakan radar multi fungsi yang mampu mendeteksi 100 target dengan jangkauan 400 km. Sputnik/Sergey Malgavko
Radar dan software S-400 Triumph telah disempurnakan sehingga dapat menghancurkan 36 target secara bersamaan. Radar panorama 91N6E dapat mendeteksi target sejauh 600 km dengan perlindungan anti jamming. Radar 92N6 merupakan radar multi fungsi yang mampu mendeteksi 100 target dengan jangkauan 400 km. Sputnik/Sergey Malgavko

CBIstanbul – Pemerintah Turki mengatakan akan merampungkan proses pembelian senjata rudal anti-serangan udara S-400 dari Rusia pada Oktober 2019.

Pernyataan ini keluar di tengah keberatan Amerika Serikat, yang berkeberatan negara anggota NATO membeli senjata dari Rusia.
Pada saat yang sama, AS dan Turki juga menjajaki penjualan sistem rudal anti-serangan udara Patriot.
Pejabat kementerian Pertahanan Turki mengatakan proses pembicaraan pembelian rudal Patriot masih berlangsung termasuk mengenai transfer teknologi dan waktu pengiriman rudal.

“Pemerintah Turki mengatakan membutuhkan alternatif sistem pertahanan untuk melawan ancaman regional dan dapat menasionalisasi sistem senjata Rusia ini dengan mendesain ulang piranti lunaknya,” begitu dilansir Aljazeera pada Kamis, 21 Februari 2019.
Hubungan AS dan Turki menegang setelah kedua negara berbeda pendapat mengenai keberadaan milisi Kurdi YPG, yang beroperasi di sisi utara Suriah.
AS mendukung milisi ini untuk melawan kelompok ISIS. Sedangkan Turki melihat kelompok itu sebagai teroris yang berusaha memisahkan diri dari negara.
Wakil Presiden Amerika Serikat, Mike Pence, mengatakan negaranya berkeberatan dengan rencana Turki membeli S-400 dari Rusia.
“Kami tidak akan diam saja sementara ada anggota NATO membeli senjata dari musuh kita. Kami tidak bisa menjamin pertahanan Barat jika sekutu kami menggantungkan diri pada Timur,” kata Pence baru-baru ini.

Menurut Murat Aslan, yang merupakan analis senjata dan bekas pejabat militer Turki, sistem pertahanan negara-negara Baltik dan Eropa Timur terdiri dari sistem senjata Rusia dan NATO. Ini termasuk sistem radar dan mekanisme pendukung. Dia mempertanyakan keberatan AS soal pembelian S-400 oleh Turki.
“Kenapa tidak? Turki telah membeli sistem pertahanan udara dari AS. Tapi pihak AS yang meminta harga sangat tinggi, persyaratan dan adanya kekhawatiran penolakan oleh kongres,” kata dia seperti dilansir Aljazeera.
Menurut Aslan, masalah interoperatibilitas antara sistem senjata Barat dan Timur tidak terbukti.
“Kesepakatan dengan pemerintah Rusia tidak mencantumkan larangan pemasangan patch software yang bisa dimodifikasi oleh Turki agar sesuai standar nasional dan NATO,” kata dia.

Seorang pejabat AS mengatakan kepada Aljzaeera bahwa kongres AS tidak akan menyetujui penjualan paket Patriot ke Turki kecuali Ankara membatalkan pembelian S-400.
Selain Turki, seperti dilansir Reuters, Rusia menjual senjata canggih yang mampu mengejar pesawat jet tempur musuh itu ke Cina, Iran dan India. AS tidak berkeberatan saat India, yang bertikai dengan Cina, membeli senjata ini dari Rusia. Namun, AS mengenakan sanksi kepada unit di militer Cina, yang mempelopori pembelian senjata ini.





Credit  tempo.co




Pesawat Militer AS Patroli di Wilayah Udara Rusia


Pesawat Militer AS Patroli di Wilayah Udara Rusia
Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Yusran Uccang)



Jakarta, CB -- Militer Amerika Serikat mengerahkan pesawatnya ke wilayah udara Rusia untuk melakukan operasi pengawasan pada Kamis (21/2).

Kementerian Pertahanan AS mengklaim Rusia tahu akan manuver mereka lantaran patroli tersebut dilakukan di bawah perjanjian internasional Open Skies Treaty.

"Rusia mengetahui penerbangan itu. Enam pengamat dari Rusia juga ikut serta dalam pesawat AS untuk memonitor seluruh fase penerbangan," ucap juru bicara Pentagon, Letnan Kolonel Jamie Davis.


Patroli itu dilakukan dengan pesawat jenis OC-135B yang tidak bersenjata dan akan berakhir hari ini, Jumat (22/2).


Davis mengatakan patroli ini adalah yang pertama dilakukan di wilayah Rusia sejak November 2017, menyusul ketegangan antara Washington dan Moskow dalam beberapa waktu terakhir.

Dikutip AFP, Desember lalu, AS dan sejumlah negara lainnya melakukan penerbangan Open Skies "luar biasa" di atas wilayah udara Ukraina.

Patroli itu dilakukan sebagai misi untuk menunjukkan dukungan bagi Kiev setelah angkatan laut Ukraina dan Rusia terlibat konfrontasi di Laut Hitam pada November lalu.


Open Skies Treaty sendiri merupakan sebuah perjanjian internasional yang bertujuan mempromosikan transparansi militer melalui penerbangan pengawasan timbal balik antara 34 negara anggotanya.

Traktat yang berlaku efektif sejak 2002 lalu itu memberikan hak bagi para anggotanya "untuk mengumpulkan informasi tentang kekuatan militer dan kegiatan masing-masing negara."

Selain AS dan Rusia, sejumlah negara seperti Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Luxemburg, Belanda, hingga Turki juga ikut serta dalam perjanjian itu.




Credit  cnnindonesia.com





Kamis, 21 Februari 2019

Putin: Senjata Hipersonik Jawaban untuk Perisai Rudal AS


Putin: Senjata Hipersonik Jawaban untuk Perisai Rudal AS
Foto/Ilustrasi/SINDOnews/Ian

MOSKOW - Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pengembangan sistem senjata hipersonik canggih adalah tanggapan terhadap upaya Amerika Serikat (AS) untuk membangun perisai rudal global.

Pernyataan itu disampaikan setelah pidato State of the Nation, di mana ia memuji keberhasilan sistem senjata berkemampuan nuklir yang pertama kalinya diungkapkan setahun lalu dalam pidato tahunan terakhirnya. Sistem senjata itu termasuk Avangard, rudal hipersonik yang mampu melancarkan serangan dengan kecepatan hingga Mach 20 atau 20 kali kecepatan suara.

Putin mengatakan pencapaian seperti itu sangat setara dengan peluncuran satelit pertama buatan Moskow, Sputnik, pada 1957. Peristiwa itu dari sudut pandang keamanan pada waktu itu berarti Uni Soviet memiliki sarana untuk mengirimkan muatan nuklir ke wilayah potensial musuh.

Putin mengatakan pencapaian seperti itu "sangat setara" dengan peluncuran satelit buatan pertama buatan Moskow, Sputnik, pada tahun 1957.

"Dari sudut pandang keamanan pada periode waktu itu, berarti bahwa Uni Soviet memiliki sarana untuk mengirimkan muatan nuklir ke wilayah musuh potensial — ini adalah rudal balistik," kata Putin.

"Tetapi melawan rudal balistik, teman-teman Amerika kami datang dengan pertahanan rudal. Karena itu, kita perlu memberikan jawaban yang memadai atau asimetris, tetapi serius. Jawaban macam apa yang dapat dianggap seperti itu? Ini adalah the Avangard," tambah Putin seperti dilansir dari Newsweek, Kamis (21/2/2019).

Pada kesempatan itu, Putin juga mengatakan Rusia telah meluncurkan produksi serial sistem Avangard dan resimen pertama Pasukan Rudal Strategis yang akan dilengkapi dengan Avangard pada akhir tahun ini. 

Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu kemudian menyampaikan bahwa persiapan infrastruktur rudal di wilayah Orenburg untuk penempatan resimen pertama dengan kompleks Avangard sudah berjalan lancar.

Putin dan Shoigu juga memberi tahu para wartawan tentang perkembangan senjata canggih lainnya yang sedang dikembangkan oleh Rusia, termasuk rudal balistik antarbenua RS-28 Sarmat, rudal hipersonik Kh-47M2 Kinzhal, drone bawah air Poseidon, sistem laser tempur Peresvet dan rudal jelajah bertenaga nuklir Burevestnik.

Putin juga mengkonfirmasi laporan pengujian yang sedang dilakukan untuk rudal jelajah anti-kapal hipersonik T3M22 Tsirkon. 





Credit  sindonews.com




Putin Konfirmasi Pengembangan Rudal Jelajah Hipersonik Tsirkon


Putin Konfirmasi Pengembangan Rudal Jelajah Hipersonik Tsirkon
Presiden Rusia Vladimir Putin saat sampaikan pidato kenegaraan tahunan, Rabu (20/2/2019). Foto/REUTERS

MOSKOW - Presiden Vladimir Putin telah mengonfirmasi bahwa Rusia sedang mengembangkan rudal hipersonik baru yang dapat diluncurkan dari kapal perang atau kapal selam. Misil yang diberi nama Tsirkon ini diklaim bisa melakukan perjalanan dengan kecepatan hampir 2 mil per detik.

Hal itu disampaikan Putin dalam pidato kenegaraan tahunan di Moskow, Rabu (20/2/2019).

"Ini adalah rudal hipersonik yang disebut Tsirkon. Ia akan memiliki kecepatan mach 9, ia memiliki jangkauan 1.000 kilometer (620 mil) dan dapat mengenai target angkatan laut atau darat," katanya, dikutip CNBC, Kamis (21/2/2019).

Pemimpin Rusia itu menambahkan rudal tersebut akan memakan biaya rendah karena kecocokannya dengan sistem rudal Kalibr yang ada.

Pada bulan Desember, CNBC mengetahui bahwa laporan Intelijen AS telah menyoroti pengujian sistem hipersonik Tsirkon. Menurut catatan intelijen AS, sudah lima tes dilakukan oleh militer Rusia sejak 2015.

Putin sebelumnya menggambarkan kecanggihan senjata hipersonik Rusia sebagai "yang tak terkalahkan"."Mereka yang telah memicu perlombaan senjata selama 15 tahun terakhir akan gagal mengendalikan Rusia," ujarnya.

Dalam pidato untuk publik itu, ia sekali lagi melakukan "pukulan keras" terhadap Barat dan khususnya Amerika Serikat.

"AS pernah mencari dominasi global melalui program misilnya. Mereka harus meninggalkan ilusi, kami akan selalu merespons dengan respons timbal balik," kata Putin.

Pada bulan Februari tahun ini, AS dan Rusia mengkonfirmasi bahwa mereka akan menangguhkan partisipasi dalam Perjanjian Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) 1987. Perjanjian berumur puluhan tahun itu melarang rudal jarak menengah yang diluncurkan dari darat dengan jangkauan 310-3.400 mil.

Pemerintah AS, yang mundur lebih dulu, mengatakan telah mengambil langkah menyusul penolakan Rusia untuk menerima bahwa rudal SSC-8-nya secara langsung bertentangan dengan perjanjian era Perang Dingin tersebut. NATO menyerukan Rusia untuk mematuhi perjanjian itu.

Putin dalam pidatonnya, mengatakan Rusia tidak mengancam siapa pun dan peningkatan militernya adalah langkah defensif.

"Kami tidak ingin konfrontasi dengan kekuatan global, terutama seperti AS, tetapi tampaknya AS tidak melihat bagaimana dunia berubah," katanya, yang menambahkan bahwa ia siap untuk melakukan pembicaraan lebih lanjut mengenai perjanjian kontrol senjata."Tetapi, kita tidak akan terus mengetuk pintu yang terkunci," sindir Putin pada AS.

Sekarang kedua negara telah resmi menangguhkan perjanjian INF. Perjanjian itu akan berakhir pada Agustus jika Washington dan Kremlin tidak menemukan kesepakatan.

Gedung Putih dan Departemen Pertahanan AS tidak segera menanggapi permintaan CNBC untuk berkomentar terkait pidato Putin. 




Credit  sindonews.com



Pertama Kali, Rusia Rilis Video Uji Poseidon Selam Nuklir



Pertama Kali, Rusia Rilis Video Uji Poseidon Selam Nuklir
Poseidon selama nuklir Rusia atau sebelumnya dikenal dengan Statuss-6. Foto/Kementerian Pertahanan Rusia


MOSKOW - Kementerian Pertahanan Rusia untuk pertama kalinya merilis video uji lapangan Poseidon selam berkemampuan nuklir, Rabu (20/2/2019). Senjata ini sebelumnya dikenal dengan kode nama Status-6.

Cara kerja Status-6 adalah torpedo uber strategis diseret ke dalam wadah transportasi, yang meniru kompartemen penyimpanan kapal selam yang sebenarnya. Senjata itu kemudian dikerahkan keluar dari wadah di bawah air laut.

Poseidon selam tersebut merupakan bagian dari kemampuan pencegahan nuklir strategis Rusia di masa depan. Senjata yang juga kerap disebut sebagai drone selam ini dimaksudkan untuk dibawa oleh kapal selam berawak biasa dan digunakan jika perlu.

Senjata itu menggunakan reaktor nuklir mini on-board untuk secara perlahan mendekati wilayah musuh dengan kecepatan rendah di dalam air. Jika mendeteksi target musuh, senjata itu dapat sangat meningkatkan kecepatannya dengan mengorbankan kebisingan dan hanya berlari lebih cepat dari pengejarnya sebelum kembali ke mode siluman.

Begitu mencapai sasaran, ia dapat meledakkan muatan nuklir, menghancurkan aset musuh yang berharga seperti pangkalan angkatan laut atau kelompok kapal induk.

Rusia secara terbuka mengakui pengembangan sistem senjata seperti itu pada tahun lalu ketika Presiden Vladimir Putin mengumumkan proyek beberapa sistem senjata strategis yang dimaksudkan untuk melawan upaya Amerika Serikat guna melemahkan kemampuan pencegahan nuklir Rusia.

Kementerian Pertahanan, seperti dikutip Russia Today, Rabu (20/2/2019) juga mengumumkan bahwa fase yang disebut uji lapangan dari sistem senjata itu berhasil diselesaikan. Kapal induk pura-pura untuk target Poseidon adalah kapal selam 09851/09853.











Rabu, 20 Februari 2019

Jet Militer India Tabrakan Saat Latihan, Satu Pilot Tewas


Jet Militer India Tabrakan Saat Latihan, Satu Pilot Tewas
Dua jet angkatan udara India bertabrakan saat melakukan latihan akrobatik di udara pada Selasa (19/2), menewaskan satu dari tiga pilot di dalamnya. (Reuters/Abhishek N. Chinnappa/File Photo)




Jakarta, CB -- Dua jet angkatan udara India bertabrakan saat melakukan latihan akrobatik di udara pada Selasa (19/2), menewaskan satu dari tiga pilot di dalamnya.

"Satu pilot tewas karena cedera fatal, sementara dua pilot lainnya berhasil keluar dari pesawat dengan kursi lontar setelah tabrakan terjadi di udara," bunyi pernyataan Angkatan udara India seperti dikutip AFP.

Saksi mata melaporkan salah satu pesawat lepas kendali setelah bertabrakan dan jatuh di daerah perumahan dekat pangkalan udara Yelahanka di selatan Bangalore.

Ia mengatakan "bola api besar sempat muncul di langit" ketika kedua pesawat bertabrakan.


Aparat berwenang menuturkan satu warga sipil ikut terluka akibat puing-puing pesawat. Kedua pilot yang selamat juga mengalami cedera ringan.

Otoritas India langsung membuka penyelidikan untuk mengusut insiden tersebut.

Semula, kedua jet Hawk tersebut tengah melakukan latihan peragaan akrobatik yang dilakukan tim Surya Kiran untuk pertunjukan Aero India besok, Rabu (20/2).

Kecelakaan ini merupakan insiden mematikan kedua yang terjadi di wilayah itu selama Februari. Pada 1 Februari lalu, dua pilot tewas setelah jet yang mereka tumpangi jatuh di dekat Banglore.

Selama beberapa tahun terakhir, angkatan udara India tercatat mengalami sejumlah kecelakaan. Belakangan, negara di Asia Selatan itu menginvestasikan miliaran dolar untuk memodernisasi angkatan udaranya demi membendung kekuatan rivalnya, China.


Credit  cnnindonesia.com



Inggris Tumpuk Militer di Arktik untuk Melawan Aktivitas Rusia


Inggris Tumpuk Militer di Arktik untuk Melawan Aktivitas Rusia
Para tentara Rusia saat latihan militer di wilayah Arktik. Foto/REUTERS/File Photo

LONDON - Menteri Pertahanan Inggris Gavin Williamson mengumumkan pada hari Minggu bahwa kehadiran militer negaranya di Kutub Utara atau Arktik akan ditingkatkan. Tujuannya, untuk melawan aktivitas Rusia di wilayah tersebut.

"Apakah itu mempertajam keterampilan kami dalam kondisi di bawah nol, belajar dari sekutu lama seperti Norwegia atau memantau ancaman kapal selam dengan pesawat Poseidon kami, kami akan tetap waspada terhadap tantangan baru," kata Williamson, dikutip The Telegraph, Senin (18/2/2019).

Dia mengatakan pesawat P8 Poseidon baru akan digunakan untuk membatasi aktivitas kapal selam Rusia di wilayah tersebut. Williamson membuat pernyataan itu saat berkunjung ke pangkalan baru Marinir Kerajaan Inggris di daerah Bardufoss, Norwegia utara.

Marinir Kerajaan Inggris juga akan mengerahkan lebih dari 1.000 tentara ke Norwegia setiap tahun selama periode 10 tahun untuk pelatihan. Menurut Williamson, pengiriman tentara itu sesuai kesepakatan antara kedua negara.

Sembilan pesawat P8 Poseidon Inggris akan dikerahkan ke Pangkalan Udara Royal Air Force Lossiemouth di Skotlandia pada tahun 2020 untuk melakukan pengintaian di Atlantik Utara dan di Arktik.

Williamson telah berulang kali menyatakan keprihatinannya atas dugaan peningkatan kehadiran militer Rusia di Kutub Utara dan upaya-upaya militerisasi kawasan itu. London juga sebelumnya mengklaim bahwa navigasi di Kutub Utara dapat dibatasi sebagai akibat dari tindakan Moskow yang dituduhkan.

Pada akhir September 2018, Williamson meluncurkan doktrin pertahanan baru Inggris bernama "Defense Arctic Strategy". Penerbitan doktrin pertahanan itu diklaim sebagai respons meningkatnya ancaman di wilayah Arktik dan dugaan upaya Rusia untuk militerisasi wilayah tersebut.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov pada hari Sabtu pekan lalu mengatakan bahwa Moskow mencatat peningkatan militer aliansi NATO di Kutub Utara dan ingin mengetahui mandat yang ingin dicapai oleh aliansi di wilayah tersebut.

"Kami mencatat peningkatan kegiatan anggota NATO. Kami membahas ini dengan tetangga kami, Norwegia. Kami ingin memahami mandat seperti apa yang akan dimiliki NATO di Kutub Utara," kata Lavrov, di sela-sela Konferensi Keamanan Munich.

Lavrov mengatakan Rusia telah mengusulkan banyak proyek konstruktif di Dewan Arktik—sebuah forum kerja sama antarpemerintah untuk negara-negara Arktik—dan struktur terkait lainnya tentang kerja sama di kawasan itu.

"Kami tidak percaya bahwa kerja sama Arktik memerlukan dimensi militer, dan saya berharap ini akan menjadi masalah dengan mitra kami juga," ujar Menlu Lavrov.

Dewan Arktik dibentuk untuk negara-negara Arktik agar bekerja sama dalam isu-isu seperti melindungi masyarakat adat, pembangunan berkelanjutan, dan perlindungan lingkungan. Menurut Deklarasi Ottawa 1996, anggota Dewan Arktik di antaranya Kanada, Denmark, Finlandia, Islandia, Norwegia, Rusia, Swedia, dan Amerika Serikat. Finlandia memegang kepemimpinan sejak 2017 dan Islandia akan memimpin dewan itu dari 2019 hingga 2021. 


Credit  sindonews.com




Menhan Venezuela: Ingin Gulingkan Maduro, Langkahi Mayat Kami


Menhan Venezuela: Ingin Gulingkan Maduro, Langkahi Mayat Kami
Menteri Pertahanan Venezuela Vladimir Padrino bersama para petinggi militer menggelar konferensi pers, Selasa (19/2/2019) di Caracas. Foto/REUTERS

CARACAS - Menteri Pertahanan (Menhan) Venezuela Vladimir Padrino memerintahkan Angkatan Bersenjata negara tersebut tetap siaga di sepanjang perbatasan negara untuk mencegah potensi pelanggaran teritorial. Dia menantang siapa pun yang ingin menggulingkan Presiden Nicolas Maduro untuk melangkahi mayat para tentara.

Padrino mengatakan para perwira dan tentara Venezuela tetap patuh dan tunduk kepada Presiden Maduro, yang oleh sekitar 50 negara di seluruh dunia tidak lagi mengakuinya sebagai kepala negara yang sah. Dia menolak pemaksaan pemerintahan baru, meski ada dorongan dari asing sekalipun.

"Mereka yang berupaya menjadi presiden di sini, di Venezuela, harus melangkahi mayat kami," katanya, dalam komentar yang disiarkan di stasiun televisi pemerintah, yang dikutip Al Jazeera, Rabu (20/2/2019).

Komentar Padrino itu merujuk pada pemimpin oposisi Juan Guaido, yang telah mendeklarasikan diri sebagai presiden sementara Veneuela dan mengecam Maduro sebagai pemimpin tidak sah.

Komitmen loyalitas Menhan Padrino disampaikan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mendesak militer Venezuela untuk menerima tawaran amnesti dan mendukung pemimpin oposisi Juan Guaido atau kehilangan segalanya.

Ancaman Trump disampaikan saat berbicara kepada para pendukung dan ekspatriat Venezuela di Miami pada hari Minggu waktu setempat. Dia memiliki pesan untuk para pejabat yang membantu menjaga Maduro tetap pada kekuasaannya.

"Mata seluruh dunia tertuju pada Anda hari ini, setiap hari dan setiap hari di masa depan," katanya.

"Anda tidak bisa bersembunyi dari pilihan yang sekarang berhadapan dengan Anda. Anda dapat memilih untuk menerima tawaran amnesti murah hati dari Presiden Guaido untuk menjalani hidup Anda dengan damai bersama keluarga dan bangsa Anda," kata Trump.

"Atau Anda bisa memilih jalan kedua; terus mendukung Maduro. Jika Anda memilih jalan ini, Anda tidak akan menemukan pelabuhan yang aman, tidak ada jalan keluar yang mudah dan tidak ada jalan keluar. Anda akan kehilangan segalanya," imbuh dia.

Pada hari Minggu Guaido menuduh pemerintah Maduro "tidak rasional" karena mengusir lima anggota parlemen Eropa yang berkunjung.

Anggota Parlemen Eropa diusir tanpa penjelasan itu termasuk Esteban Gonzalez Pons dari Spanyol, Gabriel Mato Adrover dan Esther de Lange dari Belanda dan Paulo Rangel dari Portugal.

Menteri Luar Negeri Jorge Arreaza mengatakan Eropa memiliki "tujuan konspirasi" dan para anggota parlemen itu dikirim kembali dari bandara Maiquetia. 




Credit  sindonews.com




Militer Venezuela Tegaskan Setia pada Nicolas Maduro


Militer Venezuela Tegaskan Setia pada Nicolas Maduro
Menteri Pertahanan Venezuela Vladimir Padrino menyatakan pihaknya akan tetap setia pada Presiden Nicolas Maduro. (Foto: Reuters/Manaure Quintero)




Jakarta, CB -- Angkatan bersenjata Venezuela mengatakan mereka mewaspadai pelanggaran perbatasan, menyusul ancaman yang dikeluarkan oleh Presiden AS Donald Trump yang mendesak mereka untuk mendukung pemimpin oposisi Juan Guaido.

"Angkatan bersenjata akan tetap dikerahkan dan harus waspada di sepanjang perbatasan... untuk menghindari pelanggaran integritas wilayah," kata Menteri Pertahanan Vladimir Padrino saat membacakan pernyataan bersama para komandan Venezuela.

"Kami menegaskan kembali ketaatan, subordinasi dan kesetiaan kami kepada Presiden Nicolas Maduro," lanjutnya.


Maduro menghadapi tekanan tinggi untuk menghentikan keputusannya memblokade bantuan internasional yang kebanyakan datang dari Amerika. Ia memerintahkan militer untuk menutup perbatasan lantaran menganggap langkah pemberian bantuan itu sebagai bentuk intervensi Amerika.

Guaido sebagai pemimpin oposisi yang mendeklarasikan diri sebagai presiden interim Venezuela, terus berupaya melawan blokade tersebut. Ia didukung oleh Amerika dan sekitar 50 negara lain.

Guaido disebut telah menawarkan amnesti kepada komandan militer jika mereka memilih meninggalkan Maduro.

Trump diketahui menolak mengesampingkan aksi militer AS di Venezuela. Dirinya kembali memberi tekanan dengan mengeluarkan peringatan kepada militer Venezuela.

Ia menegaskan bahwa para pendukung Maduro tidak akan menemukan tempat bersembunyi yang aman dan bahwa tidak akan ada jalan keluar yang mudah. "Anda akan kehilangan segalanya," katanya, Senin (18/2).

Padrino menanggapi ancaman tersebut dengan menyebut Trump arogan.

"Jika kekuatan asing mencoba membantu pemerintahan dengan paksaan, mereka harus melakukannya di atas mayat kami," kata Padrino.




Credit  cnnindonesia.com




AS Kerahkan Kapal Induk dan 5 Kapal Perang di Tengah Krisis Venezuela


AS Kerahkan Kapal Induk dan 5 Kapal Perang di Tengah Krisis Venezuela
Kapal induk bertenaga nuklir Amerika Serikat, USS Abraham Lincoln. Foto/REUTERS

WASHINGTON - Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) mengerahkan kapal induk dan lima kapal perang untuk latihan militer di Samudra Altlantik dan lepas pantai Florida. Manuver yang telah dimulai sejak 25 Januari itu digelar di tengah krisis politik yang memanas di Venezuela.

Kapal perang Spanyol juga diundang untuk ikut latihan militer yang dinamai "COMPTUEX". Latihan dirancang untuk mempersiapkan diri sebelum penugasan militer.

Armada Tempur Kapal Induk (CSG) yang dikerahkan AS terdiri dari kapal induk bertenaga nuklir USS Abraham Lincoln (CVN-72), sebuah kapal perang dengan rudal jelajah dan empat kapal perusak. Sedangkan kapal dari Spanyol yang berpartisipasi adalah kapal fregat.

"GSG memiliki kemampuan lintas platform untuk beroperasi di mana pun dan kapan pun diperlukan, dan di samping memiliki fleksibilitas dan keberlanjutan untuk berperang dalam skala besar dan memastikan kebebasan laut, CSG adalah simbol yang terlihat dan (tekad) kuat dari komitmen AS terhadap sekutu, mitra dan teman," bunyi siaran pers Angkatan Laut AS, yang dikutip Maritim Herald, Selasa (19/2/2019).

USS Abraham Lincoln dan kapal-kapal pengawalnya meninggalkan pelabuhan Norfolk, di negara bagian Virginia, untuk memulai latihan di Samudra Atlantik, tempat pelatihan ini biasanya beroperasi.

Meskipun lokasi dan nasib pengerahan kapal-kapal tempur itu tidak diketahui, konsultan militer Stratfor and Southfront telah menemukan CSG di suatu tempat di Atlantik di lepas pantai negara bagian Florida.

Kapal induk USS Abraham Lincoln juga dilengkapi dengan jet tempur siluman F-35C Lightning II Lockheed Martin.

Kapal-kapal dan pesawat tempur tersebut berpartisipasi dalam Compound Training Exercise (COMPTUEX) yang berupaya mengintegrasikan unit-unit yang berbeda dalam kelompok yang sama dan menyatakan kemampuan mereka untuk memulai penempatan. Proses ini biasanya berlangsung sekitar satu bulan. Dalam beberapa hari terakhir dilaporkan bahwa kelompok tempur kapal induk tersebut telah mencoba melintasi selat, sebuah manuver yang diperlukan untuk memasuki Laut Karibia.

Meskipun tujuan dan misi akhir dari latihan itu tidak diketahui, manuver dan pengerahan terjadi di tengah krisis politik yang semakin memanas di Venezuela. Krisis politik mulai pecah setelah pemimpin oposisi Juan Guaido menyatakan diri sebagai presiden sementara pada bulan Januari lalu dengan tujuan untuk menggantikan presiden terpilih Nicolas Maduro dan menyerukan pemilu baru yang bebas.

AS telah mendukung dan mengakui Guaido sebagai presiden sementara Venezuela dan tidak mengakui Maduro yang menang pemilu 2018 lalu. Dalam perkembangan terbaru, Presiden Donald Trump mengancam militer Venezuela jika tidak mendukung Guaido.





Credit  sindonews.com





Senin, 18 Februari 2019

Burevestnik 9M730, Rudal Jelajah Nuklir Rusia yang Tak Bisa Dicegat


Burevestnik 9M730, Rudal Jelajah Nuklir Rusia yang Tak Bisa Dicegat
Tim pengembangan rudal Rusia memeriksa prototipe rudal jelajah nuklir Burevestnik 9M730. Foto/Russia Today

MOSKOW - Rudal jelajah nuklir baru Rusia, Burevestnik 9M730, telah memasuki tahap akhir pengembangan menyusul laporan uji coba yang berhasil. Para pejabat Moskow mengatakan Burevestnik (Storm Petrel) akan memiliki jangkauan yang tidak terbatas dan tidak bisa dicegat oleh sistem pertahanan musuh.

Media setempat, Russia Today, pada hari Minggu (17/2/2019), mengutip sumber militer melaporkan unit tenaga nuklir rudal itu berhasil diuji kembali pada Januari lalu.

"Tahap penting pengujian ini menegaskan bahwa reaktor memungkinkan rudal untuk melakukan perjalanan ke jangkauan yang tidak terbatas," kata sumber militer tersebut. Media tersebut menjuluki Burevestnik 9M730 sebagai "Tomahawk-nya Rusia".

Militer Rusia tidak secara resmi mengonfirmasi laporan tersebut. Belum jelas di mana dan kapan tes terakhir misil Burevestnik 9M730 dilakukan. 

Namun, video yang dirilis oleh tim pengembangan rudal Rusia sebelumnya menunjukkan bagaimana para insinyur, berpakaian serba putih dan mengenakan topeng keselamatan, dengan hati-hati memeriksa prototipe di lokasi yang tidak diungkapkan. Senjata itu sendiri sebagian tertutup.

Konsep senjata yang ambisius ini diresmikan oleh Presiden Vladimir Putin selama pidato kenegaraannya Maret tahun lalu. Burevestnik 9M730—oleh NATO dinamai SSC-X-9 Skyfall—dirancang sebagai rudal jelajah antarbenua bertenaga nuklir dan berhulu ledak nuklir yang mampu melakukan jangkauan tak terbatas. Misil itu bahkan diklaim dapat mengelilingi dunia selama berhari-hari, jika diperlukan.

Militer mengatakan bahwa kemampuannya untuk melintasi hampir semua jarak akan digabungkan dengan kemampuan manuver tanpa batas yang sama mengejutkannya. Ini akan membuat rudal sangat sulit untuk dicegat saat menembus sistem pertahanan musuh.

"Jika senjata itu berstatus operasional penuh, Moskow akan dapat meluncurkan rudal Burevestnik 9M730 dari daratan Asia, memprogramnya untuk melintasi Pasifik, mengelilingi Amerika Selatan, dan menembus wilayah udara AS dari Teluk Meksiko," tulis Popular Mechanics, dalam ulasannya.

Pekan lalu, media yang berbasis di Washington DC, The Diplomat, melaporkan bahwa rudal itu melewati tes yang sebagian besar berhasil pada 29 Januari di sebuah situs di Rusia selatan. Laporan itu, yang mengutip sumber-sumber pemerintah AS, mencatat bahwa tidak ada negara hingga saat ini yang telah menggunakan rudal jelajah bertenaga nuklir karena tantangan teknik dan masalah keamanan.

Dari segi tujuan, misil Burevestnik 9M730 memang mirip dengan rudal jelajah jarak jauh Tomahawk Angkatan Laut AS, kecuali bahwa jangkauan maksimumnya terbatas hingga 2.500 km (1.550 mil).

Proyek "saudara" dari rudal Rusia, drone selam Poseidon bertenaga nuklir juga akan menjalani uji coba di laut pada musim panas ini. Proyek ini dilaporkan mengalami pengujian unit tenaga nuklir yang juga berhasil. Laporan sebelumnya menunjukkan bahwa drone, yang digambarkan sebagai torpedo berkemampuan nuklir besar, akan dapat melakukan perjalanan dengan kecepatan hingga 200km/jam (125 mph) dan menyelam sejauh 1 km. 





Credit  sindonews.com




Terungkap, Jet Siluman F-35B Lightning II Tak Bisa Tangani Petir


Terungkap, Jet Siluman F-35B Lightning II Tak Bisa Tangani Petir
Sebuah pesawat jet tempur siluman F-35B saat menjalani latihan di atas Samudra Atlantik, Agustus lalu. Foto/REUTERS/US Marine Corps/Handout

WASHINGTON - Pesawat jet tempur siluman F-35 Joint Strike Fighter (JSF) memang dinamai "Lightning II" sebagai penghormatan kepada dua pesawat Lockheed Martin era Perang Dunia II. Namun, satu variannya yakni F-35B, ternyata tidak bisa menangani masalah petir.

Mengutip National Interest, Senin (18/2/2019), pada awal Agustus lalu Korps Marinir Amerika Serikat (AS) mengajukan permohonan untuk penangkal petir portabel guna menarik sambaran petir dari pesawat F-35B yang saat ini diparkir di Stasiun Udara Korps Marinir Iwakuni di Jepang.

"Karena F-35 sebagai pesawat jenis komposit tidak memberikan perlindungan petir pasif yang melekat, penangkal petir yang diminta diperlukan untuk mengerahkan pesawat ke lapangan udara, ekspedisi apa pun untuk mendukung operasi tempur atau latihan yang tidak mendukung semua persyaratan perlindungan petir untuk F-35B," bunyi dokumen Korps Marinir.

Menurut penilaian intensif tahunan Pentagon terhadap program F-35, yang dilakukan oleh Kantor Direktur Uji dan Evaluasi Operasional dan diterbitkan pada bulan Januari, Lockheed Martin saat ini sedang menguji kemampuan proteksi petir baru yang dirancang untuk secara tepat melindungi Autonomic Logistics Information System (ALIS) dari sambaran petir yang tiba-tiba.

The War Zone, yang pertama kali mengidentifikasi permohonan Korps Marinir minggu lalu, memiliki rincian penangkal petir khusus untuk menjaga ALIS aman dari guncangan luar. Tetapi yang lebih penting, The War Zone mencatat bahwa sistem bahan bakar F-35 memiliki risiko unik, yaitu kebakaran.

"Dikombinasikan dengan kurangnya proteksi petir yang melekat pada pesawat, sulit dan rumit untuk membuat sistem bahan bakar 'lembam' begitu pesawat berada di darat," tulis The War Zone dalam ulasannya.

"Ini artinya ada potensi yang berbeda untuk penumpukan uap oksigen dan bahan bakar di dalam tangki bahan bakar yang bisa berbahaya dengan sendirinya. Jika sambaran petir mengenai pesawat yang tidak inert di tanah, akan ada risiko yang meningkat bahwa itu akan memicu ledakan atau menyebabkan kebakaran," lanjut ulasan tersebut.

Masalah ini bukan hal baru. Menurut laporan Pentagon 2012, pengujian sistem inerting tangki bahan bakar satu dekade lalu mengidentifikasi kekurangan dalam mempertahankan tingkat oksigen tangki bahan bakar yang lebih rendah untuk mencegah ledakan tangki bahan bakar. "Kekurangan yang membutuhkan tingkat perlindungan dari ancaman dan dari ledakan tangki bahan bakar diinduksi oleh petir," bunyi laporan Pentagon.

Pangkalan Udara Korps Marinir Skuadron Serangan Tempur Laut 121 Iwakuni (VMFA-121) menjadi pangkalan militer AS pertama yang mengoperasikan F-35 tahun lalu. 




Credit  sindonews.com




Minta Dipasok Sistem Rudal S-400, Saudi dan Rusia Konsultasi Tambahan



Minta Dipasok Sistem Rudal S-400, Saudi dan Rusia Konsultasi Tambahan
Sistem pertahanan rudal S-400 Triumf Rusia. Foto/TASS/Sergey Malgavko

ABU DHABI - Arab Saudi ingin agar Rusia memasok sistem pertahanan rudal S-400 Triumf kepada militer Riyadh. Kedua pihak telah mengadakan konsultasi tambahan mengenai kontrak pengiriman.

CEO Rosoboronexport—eksportir senjata negara Rusia—Alexander Mikheyev mengungkapnya pada pameran pertahanan internasional IDEX 2019 di Abu Dhabi, hari Minggu.

"Adapun S-400, kami mengadakan konsultasi tambahan tentang proyek ini, sekarang kontrak ini (dengan Arab Saudi) sedang dipertimbangkan," kata Mikheyev, seperti dikutip kantor berita TASS, Senin (18/2/2019).

Laporan sebelumnya mengatakan kedua negara telah menyetujui pemasokan sistem pertahanan rudal S-400 Moskow kepada Riyadh.

S-400 Triumf adalah sistem pertahanan rudal udara jarak jauh paling canggih yang mulai beroperasi di Rusia pada tahun 2007. S-400 Triumf dirancang untuk menghancurkan pesawat, rudal balistik dan rudal jelajah, termasuk rudal jarak menengah, dan juga dapat digunakan di darat.

S-400 dapat melibatkan target pada jarak 400 km dan pada ketinggian hingga 30 km. Wakil Komandan Pasukan Dirgantara Rusia Viktor Gumenny mengatakan April lalu bahwa sistem pertahanan udara S-400 Rusia telah menerima rudal yang mampu menghancurkan target di ruang angkasa.

China menjadi negara asing pertama pembeli sistem S-400 Rusia. Sedangkan Turki sudah sepekat untuk membelinya dan mulai dipasok akhir tahun nanti. 





Credit  sindonews.com




Iming-iming Rudal Patriot AS Tak Mempan, Erdogan Pilih S-400 Rusia


Iming-iming Rudal Patriot AS Tak Mempan, Erdogan Pilih S-400 Rusia
Sistem pertahanan rudal Patriot buatan Amerika Serikat. Foto/REUTERS/Kim Kyung-Hoon/File Photo

ANKARA - Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan pembicaraan tentang pembelian sistem rudal Patriot buatan Amerika Serikat (AS) tidak berjalan mulus. Dia memastikan kesepakatan pembelian sistem pertahanan rudal S-400 Rusia sudah final dan tidak akan rusak.

"Kami membuat kesepakatan S-400 dengan Rusia, jadi tidak mungkin bagi kami untuk berbalik. Itu sudah selesai," kata Erdogan kepada wartawan pada hari Sabtu, dikutip NTV, Minggu (17/2/2019).

Dia mengungkap alasan krusial mengapa Ankara sulit untuk menerima tawaran senjata pertahanan canggih dari Washington. "Pejabat AS tidak bisa mengatakan apa pun (secara konkret) tentang masalah produksi dan pinjaman bersamaan dengan pengiriman awal," kata Erdogan setelah pulang dari kunjungannya ke Sochi, Rusia.

Ankara telah mengajukan syarat sharing teknologi jika harus membeli sistem rudal pertahanan Patriot. Namun, sejauh ini Washington keberatan. Turki, kata Erdogan, menganggap penting setiap kondisi untuk kesepakatan pembelian senjata pertahanan yang akan dibuat.

"Dalam keadaan seperti itu, kami tidak dapat mengambil langkah untuk membeli sistem rudal surface-to-air (darat-ke-udara) MIM-104 (Patriot) buatan AS," kata Erdogan, dikutip Russia Today, Minggu (17/2/2019).

Lebih lanjut, Erdogan berharap untuk melakukan produksi bersama sistem pertahanan S-500 dengan Rusia.

Pembicaraan tentang upaya Ankara untuk memperoleh sistem rudal Patriot AS telah dilakukan selama bertahun-tahun, tetapi negosiasi telah terhenti beberapa kali. Negosiasi dihidupkan kembali pada musim gugur lalu setelah pejabat Ankara mengindikasikan bahwa negaranya sekali lagi terbuka untuk opsi tawaran senjata pertahanan canggih AS tersebut.

"Akan sangat sulit bagi Washington setuju untuk berbagi teknologi Patriot dengan Turki, karena sistem itu sendiri terkait erat dengan satelit dan pusat komando AS," kata pakar militer Yuri Knutov kepada Russia Today.

"Ini akan menjadi kehilangan kedaulatan atas senjata itu sepenuhnya. Dalam praktiknya, itu akan dioperasikan oleh perwira Turki, tetapi tetap dikendalikan oleh Amerika. Itulah spesifik dari sistem Patriot," ujarnya.

Dalam kunjungannya ke Sochi, Erdogan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Iran. Ketiganya diduga membahas krisis Suriah. Belum jelas apa hasil dari pembicaraan ketiga pemimpin tersebut.

Turki menandatangani perjanjian pembelian S-400 dengan Rusia meskipun ada tekanan besar dari AS. Para politisi Washington mengatakan pembelian senjata pertahanan Moskow akan merusak keamanan dan interoperabilitas NATO. Masalah ini telah menyebabkan parlemen AS meloloskan rancangan undang-undang (RUU) yang secara efektif mencegah pengiriman 100 unit jet tempur siluman F-35 Lockheed Martin pesanan Turki.

Tekanan terbaru dari Washington muncul dari Wakil Presiden (wapres) AS Mike Pence. "Kami juga telah menjelaskan bahwa kami tidak akan berpangku tangan sementara sekutu NATO membeli senjata dari musuh-musuh kami," katanya kepada audiensi di Konferensi Keamanan Munich pada hari Sabtu.

"Kami tidak bisa memastikan pertahanan Barat jika sekutu kami tumbuh bergantung pada Timur," lanjut Pence mengacu pada Rusia. 




Credit  sindonews.com





Dokumen Intelijen Sebut Militer AS Teliti Senjata Aneh Masa Depan


Sistem senjata laser taktis Mk 38 Mod 2.[Boeing via Newatlas]
Sistem senjata laser taktis Mk 38 Mod 2.[Boeing via Newatlas]

CB, Jakarta - Departemen Pertahanan AS telah menghabiskan jutaan dolar untuk proyek-proyek penelitian, termasuk jubah menghilang, senjata laser berenergi tinggi, lubang cacing, dan portal bintang stargate. Hal ini terungkap dari sejumlah dokumen yang diperoleh melalui Freedom of information Act.
Dikutip dari Sputnik, 17 Februari 2019, Federasi Ilmuwan Amerika (FAS) telah memperoleh daftar hampir 40 judul penelitian yang didanai oleh Pentagon Defense Intelligence Agency (DIA) antara 2007 dan 2012.

Sementara beberapa nama mungkin terdengar kurang lebih futuristik tetapi masih masuk akal, seperti High Energy Laser Weapons atau Pulsed High-Power Microwave Technology.
Namun yang lain terdengar seperti datang langsung dari teori konspirasi dan serial TV fiksi ilmiah. Beberapa judul penelitian mungkin terdengar aneh seperti Advanced Space Propulsion Based on Vacuum, Traversable Wormholes, Stargates and Negative Energy, dan bahkan Warp Drive, Dark Energy, dan Manipulasi Dimensi Ekstra.
Total dana untuk semua proyek yang disebutkan adalah US$ 22 juta. Uang itu disedot melalui Program Ancaman dan Identifikasi Aerospace Lanjutan (AATIP) yang sekarang sudah tidak ada.

Seluruh program dilaporkan telah dikaitkan dengan mantan Pemimpin Mayoritas Senat Harry Reid, yang mendesak studi lebih lanjut terhadap benda-benda terbang yang tidak dikenal, lapor Daily Caller.
Senjata laser yang dipasang di atas kapal perang Angkatan Laut AS[US Navy/John F. Williams via Newatlas]
Sebagian besar dana AATIP digunakan untuk perusahaan yang terhubung dengan teman Reid, Robert Bigelow, kata laporan itu.
"Ada hal-hal yang dibayangkan yang tidak pernah membuahkan hasil dan tidak akan pernah terealisasi, seperti warp drive, yang bergerak lebih cepat daripada kecepatan cahaya. Untuk menginvestasikan uang dalam bentuk yang aneh dan remeh pada yang terburuk," kata Steve Aftergood dari FAS kepada Jaringan Berita Federal.
"Karya ini, dilihat dari judulnya, jauh dari segala bentuk ancaman jangka pendek atau jangka panjang terhadap keamanan nasional. Itu hanya tampak seperti penyalahgunaan dana pemerintah," kata Steve.
Anehnya, empat dari 38 entri penelitian ditulis oleh orang yang sama, Dr. Eric Davis dari EarthTech International.
"Spesialisasi penelitian Davis termasuk fisika propulsi terobosan untuk penerbangan antarbintang, ilmu penerbangan antarbintang, propulsi energi berkelanjutan," kata bio-nya EarthTech. Davis adalah orang yang menulis makalah penelitian ke lubang cacing dan stargate.

Karya-karyanya yang lain termasuk "Konsep untuk Mengekstrak Energi dari Vakum Quantum", "Quantum Tomography dari Negara-negara Energi Negatif dalam Vakum" dan "Laser Lightcraft Nanosatellites".
Namun, John Amble dari Modern Point Institute di West Point membela daftar itu, dengan mengatakan bahwa apa yang mungkin terdengar seperti gagasan liar sekarang mungkin menjadi hal yang nyata di masa depan, menurut Federal News Network, dan bahwa DIA harus melihat ke dalam teknologi yang paling mustahil sekalipun.
"Salah satu persyaratan intelijen adalah melakukan peramalan strategis. Jika Anda mulai melihat intelijen strategis, Anda melihat generasi ke masa depan dalam beberapa kasus dan tentu saja generasi dalam hal peralatan, senjata, dan platform," kata Amble kepada Federal News Network.





Credit  tempo.co






Angkatan Laut AS Pesan 4 Kapal Selam Robot Raksasa dari Boeing


Angkatan Laut AS Pesan 4 Kapal Selam Robot Raksasa dari Boeing
Kapal selam robot Boeing Orca Extra Large Unmanned Undersea Vehicle, atau XLUUVs. Foto/Istimewa

WASHINGTON - Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) dilaporkan telah memesan empat kapal selam robot raksasa dari produsen pesawat terbang terkemuka, Boeing. Nantinya, kapal selam robot ini akan dikerahkan bersama kapal selam berawal tradisional.

Angkatan Laut AS harus merogok kocek senilai USD43 juta untuk empat Orca Extra Large Unmanned Undersea Vehicle, atau XLUUVs. Pembelian kapal selam ini muncul ketika armada AS berjuang untuk membangun cukup banyak kapal selam berawak baru untuk menggantikan kapal-kapal selam tua yang mengalami dekomisioning ketika inti nuklir mereka usang.

"Boeing mendasarkan desain Orca XLUUV pada Echo Voyager kapal selam diesel-listrik tanpa awak," tulis jurnalis USNI News, Ben Werner.

"Kapal selam sepanjang 51 kaki diluncurkan dari dermaga dan dapat beroperasi secara mandiri sambil berlayar hingga 6.500 mil laut tanpa terhubung ke kapal induk berawak, menurut Angkatan Laut," ulas Werner seperti disitir dari The National Interest, Minggu (17/2/2019).

"Akhirnya, Angkatan Laut juga bisa menggunakan Orca XLUUV untuk penanggulangan ranjau, perang anti-kapal selam, perang anti-permukaan, perang elektronik dan misi pemogokan," menurut iktisar pengembangan kemampuan sistem Angkatan Laut AS.

Orca diyakini bisa membantu mengisi celah di armada kapal selam AS. Pada bulan Desember 2016, Angkatan Laut AS mengumumkan bahwa diperlukan 66 kapal selam bertenaga nuklir, atau SSN, untuk memenuhi kebutuhan komando daerah. Tetapi pada awal 2019 hanya memiliki 51 kapal serang.

Angkatan Laut AS dalam beberapa tahun terakhir telah membeli kapal selam serang kelas Virginia baru pada tingkat dua per tahun. AS berharap dapat mengurangi kekurangan kapal selam serang selama pertengahan 2020. Namun kekuatan kapal selam serang masih bisa turun ke level terendah 42 pada 2028 karena kapal kelas Los Angeles akan "pensiun" dari armada dalam jumlah besar.

Sementara China, pada awal 2019, memiliki sekitar 50 kapal selam serang bertenaga diesel, atau SSK, dan enam kapal selam bertenaga nuklir. Mereka pun berniat menambah beberapa kapal pada tahun 2020, seperti dilaporkan oleh Badan Intelijen Pertahanan AS pada Februari 2019.

Angkatan Laut China mencakup 17 kapal kelas Yuan terbaru dengan propulsi independen udara, atau AIP. Kapal kelas Yuan panjangnya sekitar 250 kaki dan memindahkan sekitar 2.500 ton air.

Orca sendiri ukurannya lebih kecil dari kapal jenis Yuan. Dengan asumsi Angkatan Laut AS dapat memperbaiki sistem komando dan kontrol kapal robot, kecerdasan buatan, sensor dan senjata, secara teori Orca bisa menjadi kapal perang air dangkal yang mumpuni.

Bukan kebetulan, Angkatan Laut AS juga sedang mengincar kapal robot untuk mendukung armada permukaan. Lebih murah untuk dibangun daripada kapal saat ini dan sekali pakai, kapal perang permukaan tak berawak dapat membantu Angkatan Laut tumbuh dengan cepat - dan dapat memungkinkan armada mengembangkan taktik baru untuk melawan musuh berteknologi tinggi.

Hal yang sama juga berlaku untuk armada bawah laut. 



Credit  sindonews.com





Jet-jet Tempur Jepang Cegat 4 Bomber Tu-95 dan 4 Su-35 Rusia


Jet-jet Tempur Jepang Cegat 4 Bomber Tu-95 dan 4 Su-35 Rusia
Salah satu pesawat pembom Tu-95 Bear Rusia yang diintersepsi jet tempur Jepang pada hari Jumat, 15 Februari 2019. Foto/Kementerian Pertahanan Jepang

TOKYO - Sejumlah pesawat jet tempur Jepang dikerahkan untuk mencegat empat pesawat pembom (bomber) Tu-95MS Bear dan empat jet tempur Su-35S Flanker-E dalam insiden secara terpisah, hari Jumat. Rombongan pesawat pembom dan jet tempur Moskow diintersepsi ketika terbang di dekat pantai timur dan barat Jepang.

Kementerian Pertahanan Jepang dalam situs resminya yang dikutip Sabtu (16/2/2019) mengonfirmasi intersepsi tersebut.

"Melihat pola penerbangan dari pesawat Rusia, pesawat tempur Jepang yang terlibat sebagian besar berasal dari Kokudan (Air Wing) Utara II Angkatan Udara yang berbasis di Chitose yang terbang dengan F-15J/DJ Eagle. Tetapi, unit-unit lain juga terlibat," bunyi pernyataan kementerian tersebut, dikutip Scramble Magazine.

Sementara itu, Pusat Kontrol Pertahanan Nasional Rusia mengatakan kru Tu-95MS menghabiskan lebih dari 15 jam di udara dan melakukan pengisian bahan bakar pesawat. Kementerian Pertahanan Rusia juga mengonfirmasi bahwa dua pembom Tu-95MS dan pesawat-pesawat pengawalnya melakukan penerbangan rutin di atas Laut Jepang, Laut Okhotsk, dan Pasifik Barat pada 15 Februari. Kementerian itu tidak mengakui keberadaan dua pesawat pembom lainnya. 

Penerbangan pada Jumat, 15 Februari, merupakan salah satu dari kehadiran pesawat-pesawat militer Rusia di dekat Jepang sejak Moskow melanjutkan patroli jarak jauh reguler di Asia Timur pada tahun 2014. Patroli digencarkan setelah hubungan diplomatik Rusia-Jepang memburuk sebagai imbas dari intervensi Rusia di Ukraina Timur.

Sumber-sumber terkait yang dikutip Scramble Magazine mengklaim hanya empat pesawat Rusia yang terlibat dalam insiden hari Jumat, yakni dua Tu-95MS Bear dan dua jet tempur Su-35S Flanker-E.

Pada 17 Januari lalu, sejumlah jet tempur Jepang dikerahkan ketika pesawat Ilyushin Il-38 "Dolphin" dan pesawat tempur anti-kapal selam Rusia patroli di atas Laut Jepang. Pada 16 Januari, Angkatan Udara Bela Diri Jepang (JASDF) juga mengerahkan sejumlah pesawat jet tempur untuk mencegat dua pesawat tempur berkemampuan nuklir Sukhoi Su-24 di atas di Laut Jepang. 




Credit  sindonews.com