Jumat, 25 Januari 2019

Populasi Menyusut, Jepang Rekrut Perempuan untuk Militer


Personel perempuan dari pasukan Pasukan Pertahanan Jepang (SDF) selama parade pada upacara tahunan SDF di Asaka Base di Asaka, utara Tokyo, Jepang, 14 Oktober 2018. [REUTERS / Kim Kyung-Hoon]
Personel perempuan dari pasukan Pasukan Pertahanan Jepang (SDF) selama parade pada upacara tahunan SDF di Asaka Base di Asaka, utara Tokyo, Jepang, 14 Oktober 2018. [REUTERS / Kim Kyung-Hoon]

CB, Jakarta - Jepang mulai merekrut perempuan untuk mengisi jajaran militernya karena populasi yang semakin menyusut. Tugas utama mereka adalah melindungi negara dan merespon bencana alam.
Walaupun angkatan militer Jepang sebagian besar laki-laki, negara itu menginginkan lebih banyak perempuan untuk mendaftar. Saat ini, pendaftar perempuan mencapai 6 persen. Jepang sendiri memiliki target pendaftar perempuan sebanyak 9 persen pada tahun 2030.

"Banyak orang berpikir bahwa Korea Utara atau Cina adalah ancaman yang besar bagi Jepang," kata Robert Eldridge, seorang penulis dan pakar hubungan militer AS-Jepang, seperti dikutip dari CNN, 24 Januari 2019.
"Tapi, demografilah yang menimbulkan tantangan lebih besar," tambahnya.

Personel perempuan militer Jepang saat bertemu rekan mereka dari AS.[Army.mil]
Populasi Jepang diperkirakan akan turun dari 124 juta menjadi 88 juta pada 2065. Militer dihadapkan dengan kesulitan memilih calon anggota yang potensial. Sebelumnya militer Jepang, Japan Self-Defense Force (JSDF), militer terkuat ke-8 di dunia dengan 300.000 personil hanya merekrut taruna yang berusia di bawah 27 tahun. Kini Jepang membuka kesempatan untuk usia 18 hingga 32 tahun. Perkiraan ini juga membuat militer Jepang mempertimbangkan perempuan ikut menjadi anggota militer.

Akiko Hirayama, 23 tahun, merupakan anggota Japan Self-Defense Force (JSDF). Sebelumnya, Hirayama bekerja sebagai petugas keamanan di bandara. Ia tertarik menjadi anggota militer ketika banjir dahsyat merendam kota kelahirannya di Okayama, Jepang lalu melihat JSDF membantu keluarga dan teman-temannya. Dari situ, ia memutuskan untuk bergabung.Hirayama adalah 1 dari 39 anggota baru yang berbasis dari kamp pelatihan perempuan di pangkalan angkatan laut Yokosuka, Jepang. Ia bercerita hari-harinya di kamp dipenuhi dengan pelajaran dalam segala hal mulai dari seni bela diri hingga keamanan di dunia maya.

Komandan perempuan pertama di AL Jepang, Ryoko Azuma, saat pergantian upacara komando di atas kapal perang Izumo.[JMSDF/Navy Recognition]
Anggota militer perempuan lain yang merupakan mantan perawat, Moeka Yoshihara, 26 tahun, bergabung karena ingin merasakan petualangan. Yoshihara mengatakan bahwa di Jepang ada pandangan bahwa pekerjaan militer itu berbahaya dan melelahkan. Akan tetapi, ia merasakan kewajiban untuk menjaga negaranya.
"Orang tua dan teman-temanku khawatir aku bergabung (militer), tetapi siapa yang akan melindungi Jepang jika bukan kita?" kata Yoshihara dilansir dari CNN.

Awalnya perempuan Jepang diberikan tugas rumah tangga dan mengurus administrasi. Namun, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe melakukan perubahan dengan berjanji untuk memberdayakan perempuan yang bekerja melalui kebijakannya yang dijuluki "womenomics" pada tahun 2013.Kebijakan ini menyebar ke bidang militer. Kementerian Pertahanan Jepang pada April 2015 mengalokasikan uangnya untuk program kesadaran gender hingga pendirian pusat penitipan anak untuk anak-anak karyawan JSDF. Dengan kebijakan itu, perempuan tidak perlu khawatir untuk bekerja di militer Jepang.





Credit  tempo.co